Sajroning ngadhepi prakara kang rumit lan ruwet mau dibutuhake pendhidhikan karakter
bangsa kang dibangun lumantar pendhidhikan sing kudu nyangkut perangan bangsa luwih-luwih kang
kawogan utawa kang duweni kepentingan. Salah sijine sumber karakter bangsa iku asale saka
tatakrama jawa. kanthi ndhudhah, ndhudhuk tatakrama jawa kaajab bias ngurangi lan nyegah lunture
ajining karakter bangsa.
Tata krama jawa duweni pangaribawa sajroning mbangun karakter bangsa sing dhapuk sumber
daya daya manungsa kanthi cacah lan mutu sing nyukupi kanggo nyengkuyung pembangunan. Kanthi
mangkono kanggo ngganepi sumber daya manungsa kasebut, pendhidhikan karakter bangsa nduweni
pangribawa sing wigati. Babagan kasebut jumbuh karo amanat UU No 20 Tahun 2003 babagan system
pendidikan nasional duweni piguna ngrembakake kewasisan lan ndhapuk karakter sarta budaya bangsa
sing duweni martabat sajrone minterake panguripane bangsa.
Ancas pendhidhikan nasional yaiku kanggo ngrem bakakake kewasisan para siswa amrih dadi
manungsa sing duweni iman lan taqwa marang Gusti Allah kang Maha Kuasa, duweni pakarti luhur,
bagas waras, duweni kawruh ilmu, trampil, kreatif, mandhirilah dadi warga Negara sing dhemo krais
lan tanggung jawab. (UU No. 20/ 2003). Tata krama jawa sajrone pendhidhikan budi pekerti dudu
barang kang anyat maneh ana ing system pendhidhikan nasional indhonesia.
Nyengkuyung karakter bangsa
Tata krama jawa yaiku wewarah urip sing lumrah diguna kakelan lumaku tumrap bebrayan
jawa. Tata krama jawa minangka kawruh kang ngudi babagan adat tatacara, tumindak, paugeraning
urip, ajining panguripan, filsafat sing lumaku ing bebrayan jawa. Tata krama miturut frans magnis
suseno, sawijining panaliti lan panganggit budaya lan tata krama jawa, yaiku paugeraning urip sing
adhedhasar moral ati nurani lan olah rasa.
Budaya
Maneka warta tata krama jawa ana ing budaya jawa anatarane arupa basa jawa, cak-cakane basa
jawa ngemu ugah-ungguh basa ngoko, ngoko alus lan krama wis nggambarake pakurmatan marang
sapadha-padha. Basa krama digunakake dening wong sing enom marang wong sing luwih tuwa. Basa
ngoko alus digunakake kanggo sapepadha, dene ngoko digunakake dening wong sing luwih tuwa
marang wong sing luwih enom.
Tindak-tanduk
Tata krama jawa nalika meneng tanpa solah bawa uga duweni maneka karep. Meneng anteng
nalika diwenenhi ngerti sorot mripat tumuju marang wong sing ngajak guneman, ora kena mlengos, ora
usrek dhewe utawa dolanan HP dhewe. Becike tangan ngapurancang minangka pratandha temen lan
nggatekake.
Tata krama dalam pendidikan karakter
sopan santun dalam bahasa tata krama sekarang sudah menjadi hal yang langka, tergerus
dalam era moderenisasi ditambah faktor lingkungan tentunya,dibutuhkan peran serta orang
tua saja juga mungkin kurang cukup terhadap pergaulan anak,sehingga terkesan anak yang
masih bestatus pelajar tidak mencerminkan sikap seorang pelajar,sayangnya hal ini
terjadi,seharusnya seorang pelajar lebih bisa menghormati dan menjalankan etika-etika
budi pekerti yang telah didapatkan di bangku sekolah.
Tapi memang kenyataan sekarang sudah jauh berbeda,faktor lingkungan menjadi penyebab
tata krama dilupakan disisihkan dan hanya dilakukkan oleh beberapa remaja saja,di
pedesaan tata krama ini masih dijunjung tinggi,karena budaya di daerah tersebut tata
krama menjadi patokan dan memang disana menjadi santapan sehari-hari dalam
berkomunikasi baik dengan sesama maupun dengan orang yang lebih tua.
Disini sedikit akan dipaparkan, seputar pengetahuan umum tentang tata krama dan arti
pengaplikasian sebenarnya, sekali lagi lingkungan dan peran serta orang tua menjadi hal
mutlak dalam penerapan sehari-harinya.
Tata Krama Pergaulan Setiap orang ingin dihargai, paling sedikit diperlakukan dengan baik
oleh orang lain. Tapi, tidak setiap orang tahu, bagaimana harus membawa diri di depan
umum agar dirinya dihargai. Orang kadang-kadang merasa tersinggung atau menganggap
dirinya telah diperlakukan buruk justru karena sebenarnya ia sendiri tanpa disadari telah
melanggar tata krama.
Tata krama merupakan kata majemuk yang terdiri dari tata dan krama. Tata berarti adat,
aturan, norma. Krama berarti taklum, takjim, sangat hormat. Dengan demikian tata krama
adalah aturan, norma, atau adat kebiasaan mengenai hormat menghormati yang lazim
disebut sopan santun atau etiket.
Tata krama timbul dan berlaku di masyarakat atas dasar kesepakatan bersama guna
memelihara hubungan baik antarsesama warga masyarakat. Tata krama pada hakekatnya
merupakan penuntun hidup bermasyarakat demi terciptanya kehidupan yang rukun dan
harmonis. Setiap warga kampus dituntut untuk mentaati, menghayati dan mengamalkan
segala norma yang berlaku.
Namun kadang-kadang pelanggaran terjadi di luar kemauan kita, tidak kita sadari. Hal ini
terjadi mungkin juga karena salah tanggap atau salah paham. Untuk menghindari hal
tersebut perlu diperhatikan beberapa hal antara lain:
Pertama
Perlakukan orang lain sebagaimana kita sendiri ingin diperlakukan.
Kedua
Bahwa setiap orang dapat mengalami kesibukan, kesusahan, kesulitan hingga hatinya
menjadi kesal dan wajahnya pun tidak ramah. Oleh karena itu, janganlah cepat-cepat
berprasangka bahwa ketidakramahan itu ditujukan kepada kita.
Ketiga
Ketahuilah bahwa ada orang-orang yang memiliki ciri-ciri lahir dan atau batin yang berbeda
dengan orang banyak. Misalnya ada orang yang secara alamiah tidak ramah, mahal senyum,
pemurung, pendiam dan sebagainya . Oleh karena itu janganlah kita membenci mereka.
Keempat
Tanamkanlah kepercayaan/keyakinan pada diri kita bahwa semua orang pada dasarnya
baik, agar kita tidak merasa kecewa tanpa alasan dan karenanya wajah kita selalu cerah
dan ramah.
Kelima
Jadilah orang pemaaf, suka memaafkan kesalahan orang lain, terlebih-lebih jika orang
tersebut telah meminta maaf.
Keenam
Jika kita sedang merasa kecewa pada seseorang atau diri sendiri, sembunyikanlah perasaan
itu dari orang lain yang tidak bersangkut paut agar mereka tidak tersinggung.
Ketujuh
Janganlah memandang orang dari sisi negatifnya saja. Ingatlah segi positifnya pasti banyak,
terlebih-lebih orang dekat. Oleh karena itu janganlah mengadili orang terlalu kejam jika ia
sesekali berbuat keliru.
http://mayangeka08.blogspot.com/2017/03/tata-krama-dalam-pendidikan-karakter.html
Pendidikan karakter adalah suatu hal yang saat ini ditekankan dalam pendidikan di Indonesia. Nah
dalam saya muncul berbagai pertanyaan tentang pendidikan karakter. Diantaranya yaitu Mengapa perlu
pendidikan karakter? Apakah "karakter" dapat dididikkan? Karakter apa yang perlu dididikkan?
Bagaimana mendidikkan aspek-aspek karakter secara efektif? Bagaimana mengukur keberhasilan
sebuah pendidikan karakter? Siapa yang harus melakukan pendidikan karakter?
Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada kajian pembentukan karakter peserta
didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah: Pendidikan
Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu
sendiri.
Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia
agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit. Dengan
demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau
penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun.
Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya
penyelengaraan pendidikan karakter. Rujukan kita sebagai orang yang beragama (Islam misalnya)
terkait dengan problem moral dan pentingnya pendidikan karakter dapat dilihat dari kasus moral yang
pernah menimpa kedua
Sebagai kajian akademik, pendidikan karakter tentu saja perlu memuat syarat-syarat keilmiahan
akademik seperti dalam konten(isi), pendekatan dan metode kajian. Di sejumlah negara maju, seperti
Amerika Serikat terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character Education Partnership;
International Center for Character Education). Pendidikan karakter berkembang dengan pendekatan
kajian multidisipliner: psikologi, filsafat moral/etika, hukum, sastra/humaniora.
Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang:
mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi
pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan
karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang
dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual
dan kultural.
Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan
siswa, menuntut deselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah dituntut untuk memainkan peran
dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu
para siswa membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Pendidikan
karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu --seperti rasa hormat,
tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil-- dan membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan
melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.
Kata character berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar),
seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu,
character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu
pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang?.
Setelah melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa
karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5).
"any deliberate approach by which school personnel, often in conjunction with parents and community
members, help children and youth become caring, principled and responsible".
Maknanya dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh
para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat,
untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan
bertanggung jawab.
Lebih lanjut Williams (2000) menjelaskan bahwa makna dari pengertian pendidikan
karakter tersebut awalnya digunakan oleh National Commission on Character Education (di Amerika)
sebagai suatu istilah payung yang meliputi berbagai pendekatan, filosofi, dan program. Pemecahan
masalah, pembuatan keputusan, penyelesaian konflik merupakan aspek yang penting dari
pengembangan karakter moral. Oleh karena itu, di dalam pendidikan karakter semestinya memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.
1. Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian yang baik
dalam kehidupannya;
2. Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik;
3. Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;
4. Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam
masyarakat yang beragam;
5. Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti
ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang
rendah;
6. Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan
7. Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.
Secara umum materi tentang pendidikan karakter dijelaskan oleh Berkowitz, Battistich, dan Bier
(2008: 442) yang melaporkan bahwa materi pendidikan karakter sangat luas. Dari hasil penelitiannya
dijelaskan bahwa paling tidak ada 25 variabel yang dapat dipakai sebagai materi pendidikan karakter.
Namun, dari 25 variabel tersebut yang paling umum dilaporkan dan secara signifikan hanya ada 10,
yaitu:
1. Perilaku seksual
2. Pengetahuan tentang karakter (Character knowledge)
3. Pemahaman tentang moral sosial
4. Ketrampilan pemecahan masalah
5. Kompetensi emosional
6. Hubungan dengan orang lain (Relationships)
7. Perasaan keterikan dengan sekolah (Attachment to school)
8. Prestasi akademis
9. Kompetensi berkomunikasi
10. Sikap kepada guru (Attitudes toward teachers).
Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam seluruh masyarakat
sekolah sebagai suatu strategi untuk membantu mengingatkan kembali siswa untuk berhubungan
dengan konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu siaga dalam lingkungan pendidikan, dan
menginvestasikan kembali masyarakat untuk berpartisipasi aktif sebagai warga negara.
Konselor sekolah harus mampu melibatkan semua pemangku kepentingan (siswa, guru bidang studi,
orang tua, kepala sekolah) di dalam mensukseskan pelaksanaan programnya. Mulai dari program
pelayanan dasar yang berupa rancangan kurikulum bimbingan yang berisi materi tentang pendidikan
karakter, seperti kerja sama, keberagaman, kejujuran, menangani kecemasan, membantu orang lain,
persahabatan, cara belajar, menejemen konflik, pencegahan penggunaan narkotika, dan sebagainya.
Program perencanaan individual berupa kemampuan untuk membuat pilihan, pembuatan keputusan,
dan seterusnya. Program pelayanan responsif yang antara lain berupa kegiatan konseling individu,
konseling kelompok.
Nah demikianlah mengenai pendidikan karakter, begitu pentingnya pendidikan karakter di negeri
ini, untuk itu bagi para guru, konselor, dosen maupun orang tua hendaknya senantiasa menanamkan
karakter pada anak didiknya. Khusus bagi konselor sekolah di Indonesia baik secara langsung maupun
tidak langsung berkewajiban menyelenggarakan program pelayanan yang bernuansa nilai-nilai
pendidikan karakter.
https://www.kompasiana.com/said_samsudin/59eb7961ff24052aa1296c62/pentingnya-pendidikan-
berkarakter-di-sekolah?page=all
INDONESIA RAYA
Stanza 1
(versi resmi Pemerintah, ditetapkan dengan PP44/1958)
Stanza 2
(tercakup PP 44/1958)
Stanza 3
(tidak tercakup PP44/1958)