Anda di halaman 1dari 9

Salah satu masalah pelik yang yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah rendahnya

kualitas sumber daya manusianya dibanding dengan bangsa-bangsa lain. Gambaran ini
mengindikasikan tidak berhasilnya dunia pendidikan yang diselenggarakan negeri yang
gemah ripah loh jinawi ini untuk melahirkan manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa,
memiliki integritas, keterampilan, peka terhadap lingkungan baik lingkungan fisik, sosial dan
budaya, serta memiliki daya saing tinggi. Jika ditilik secara mendalam, indikasi di atas
memang wajar bisa terjadi. Mengapa demikian? Sebagai intitusi pendidikan, sekolah-sekolah
yang ada saat ini sebagian besar kurang mampu memberdayakan subyek didik (siswa) secara
utuh dan optimal sebagai individu yang unik.

Dalam proses pembelajarannya, sekolah itu tidak dapat mengakomodasi dan


menumbuhkembangkan semua potensi (kecerdasan) yang dimiliki siswa. Dengan hanya
mengedepankan potensi akademik pada ranah kognitif, model pembelajaran yang
dilaksanakan pun masih konvensional, tidak inovatif, tidak kontekstual, kurang bervariasi dan
lebih dominan pada hafalan, bukan pemahaman. Akibatnya siswa-siswi kemudian menjadi
manusia yang pasif, tidak peka pada lingkungannya, canggung dalam mengaplikasikan ilmu
pengetahuan, keterampilan dan kreativitasnya.

Yayasan Budi Mulia Dua berupaya memenuhi kebutuhan tersebut, dengan harapan
pendidikan tidak hanya meningkatkan daya pikir, tetapi juga menanamkan kebiasaan belajar
sesuai dengan bakat dan minat peserta didik. Pendidikan harus dapat meningkatkan daya
pikir, tetapi juga menanamkan kebiasaan belajar sesuai dengan bakat dan minat peserta didik,
juga meningkatkan kemampuan dan menanamkan kebiasaan belajar sendiri sesuai dengan
bakat dan daya perkembangannya. Pendidikan pun mesti dapat menanamkan pengetahuan
yang bulat, dan bukan mengajarkan mata pelajaran secara terpisah. Dengan kata lain,
Perguruan Budi Mulia Dua hendak mengembangkan suatu pendidikan dengan pola
perkembangan yang mempersiapkan individu siswa yang matang secara akademis.
psikologis, dan sosial. Pola pembelajaran ini tidak saja berlandaskan pada pengetahuan dan
nilai universal mengenai gejala alamiah dan sosial, melainkan juga pada moral agama sebagai
penuntun ideal.

Salah satunya adalah menjalankan system yang mengacu pada upaya pengembangan
kreatifitas, yakni system kurikulum berbasis kreatifitas.

Pendidikan diharapkan tidak saja melahirkan individu-individu yang cerdas secara teori, akan
tetapi juga cerdas dalam menyikapi kebutuhannya, pada masa kini dan masa datang.

Menjadi sekolah yang mengembangkan nilai-nilai dan pengetahuan universal berlandaskan


moral agama, untuk membentuk individu yang memiliki integritas, harga diri, kepekaan
terhadap lingkungan dan berkesadaran sebagai warga dunia

Salah satu masalah pelik yang yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah rendahnya
kualitas sumber daya manusianya dibanding dengan bangsa-bangsa lain. Gambaran ini
mengindikasikan tidak berhasilnya dunia pendidikan yang diselenggarakan negeri yang
gemah ripah loh jinawi ini untuk melahirkan manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa,
memiliki integritas, keterampilan, peka terhadap lingkungan baik lingkungan fisik, sosial dan
budaya, serta memiliki daya saing tinggi. Jika ditilik secara mendalam, indikasi di atas
memang wajar bisa terjadi. Mengapa demikian? Sebagai intitusi pendidikan, sekolah-sekolah
yang ada saat ini sebagian besar kurang mampu memberdayakan subyek didik (siswa) secara
utuh dan optimal sebagai individu yang unik.

Dalam proses pembelajarannya, sekolah itu tidak dapat mengakomodasi dan


menumbuhkembangkan semua potensi (kecerdasan) yang dimiliki siswa. Dengan hanya
mengedepankan potensi akademik pada ranah kognitif, model pembelajaran yang
dilaksanakan pun masih konvensional, tidak inovatif, tidak kontekstual, kurang bervariasi dan
lebih dominan pada hafalan, bukan pemahaman. Akibatnya siswa-siswi kemudian menjadi
manusia yang pasif, tidak peka pada lingkungannya, canggung dalam mengaplikasikan ilmu
pengetahuan, keterampilan dan kreativitasnya.

Yayasan Budi Mulia Dua berupaya memenuhi kebutuhan tersebut, dengan harapan
pendidikan tidak hanya meningkatkan daya pikir, tetapi juga menanamkan kebiasaan belajar
sesuai dengan bakat dan minat peserta didik. Pendidikan harus dapat meningkatkan daya
pikir, tetapi juga menanamkan kebiasaan belajar sesuai dengan bakat dan minat peserta didik,
juga meningkatkan kemampuan dan menanamkan kebiasaan belajar sendiri sesuai dengan
bakat dan daya perkembangannya. Pendidikan pun mesti dapat menanamkan pengetahuan
yang bulat, dan bukan mengajarkan mata pelajaran secara terpisah. Dengan kata lain,
Perguruan Budi Mulia Dua hendak mengembangkan suatu pendidikan dengan pola
perkembangan yang mempersiapkan individu siswa yang matang secara akademis.
psikologis, dan sosial. Pola pembelajaran ini tidak saja berlandaskan pada pengetahuan dan
nilai universal mengenai gejala alamiah dan sosial, melainkan juga pada moral agama sebagai
penuntun ideal.

Salah satunya adalah menjalankan system yang mengacu pada upaya pengembangan
kreatifitas, yakni system kurikulum berbasis kreatifitas.

Pendidikan diharapkan tidak saja melahirkan individu-individu yang cerdas secara teori, akan
tetapi juga cerdas dalam menyikapi kebutuhannya, pada masa kini dan masa datang.

Menjadi sekolah yang mengembangkan nilai-nilai dan pengetahuan universal berlandaskan


moral agama, untuk membentuk individu yang memiliki integritas, harga diri, kepekaan
terhadap lingkungan dan berkesadaran sebagai warga dunia

Ia menyebutkan, dulu terdapat kongresasi Bruder Budi Mulia tahun 1926 yang mendirikan


panti asuhan dan tahun 1930 diberi nama yayasan Lourdes.
Sering berjalannya waktu, tahun 1951 berganti menjadi Budi Mulia.
Selanjutnya, ia mengisahkan cikal bakal berdirinya Budi Mulia di Pangkalpinang dari
keinginan Pastor Bakker membuat sekolah laki-laki.
Setelah mendapatkan persetujuan, tahun 1934 Bruder Belanda bertandang ke Indonesia
membangun gedung.
Sejumlah misionaris, seperti Br. Gualbertus dan Br. Richarius diberangkatkan ke
Pangkalpinang.
“Mulanya, para Bruder mengalami kesulitan karena berhadapan dengan kepercayaan
masyarakat Pangkalpinang terhadap sejumlah mitos, seperti mitos Ular Kotok,” kata Br.
Eduardus.
Br. Eduardus mengatakan saat wisata sekolah murid-murid bertemu Ular Kotok yang di
anggap keramat. Mereka percaya, jika menjamah Ular tersebut akan terjangkit penyakit
kusta.  Sehingga, seluruh siswa lari ketakutan dan berteriak histeris.
Iklan untuk Anda: Trisha Sambo Anak Ferdy Sambo Akhirnya
Muncul ke Publik, Bagikan Momen Terbaru Bersama Sang
Ayah
Advertisement by

“Bruder tidak mengetahui mitologi tersebut langsung mematikan Ular menggunakan


sepotong kayu. Murid-murid pun pergi menjauh dari Ular,” ujar Br. Eduardus
Selain itu, ada pula seorang siswa tidak mengerti perihal mitos Ular Kotok. Ia berani
mengambil dan mengayunkannya sambil tertawa, hal tersebut membuatnya dijauhi oleh
teman sebaya.
Semasa sekolah, dirinya dikucilkan bahkan tidak ada yang berkenan duduk di sampingnya.
“Cerita tentang anak itu tersebar ke seluruh kota,” kisah Br. Eduardus
Hal tersebut membuat Ayah dan nenek siswa tersebut mendatangi Bruder.
Kala itu, Bruder berupaya meyakinkan jika cerita Ular Kotok hanya mitos dan tidak
menyebabkan penyakit kusta.
Namun, Sang Nenek tetap bersikeras dan membawa cucunya ke orang pintar dan hal sama
juga terjadi pada sejumlah anak demi keamanan.
“Tidak perlu dijelaskan tentang ritual-ritual  yang dilakukan orang pintar tersebut. Karena
penjelasan para Bruder tentang Ular Kotok, merekapun mendapatkan pandangan miring di
mata sejumlah masyrakat,” tukas Br. Eduardus.
Br. Eduardus menambahkan stigma negatif kepada Bruder-Bruder terus bergulir sampai
datang seorang ahli Cina yang menjelaskan bahwa ular tersebut bukanlah Ular Kotok.
Pengetahuan tersebut menyadarkan masyarat terkait binatang kramat  dan ketentraman
pulih lagi. Sejak itu, Bruder dihormati meskipun mitos sempat terdengar awal dekade 50-60.
(*)

Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Ada Kisah Ular Kotok dalam
Perjalanan Budi Mulia, https://bangka.tribunnews.com/2017/11/15/ada-kisah-mitor-ular-
kotok-dalam-perjalanan-budi-mulia.

3) Rajin belajar
Senantiasa belajar melihat situasi hidup di dunia. Dengan belajar, beliau
menjadi semakin peka dan terbuka akan situasi dunia di masa hidupnya. Di
samping itu selalu mengandalkan kekuatan Roh Kudus dalam hidup sehari-
hari. 4) Selalu memberikan teladan yang baik
Teladan hidup saleh yang ditanamkan dalam dirinya juga menjadi suri
teladan bagi orang lain. Orang ikut memuji Allah karena teladan hidup yang
diberikan lewat karya dalam hidupnya. Teladan yang diberikannya bukan
lewat kata-kata tetapi kesaksian hidupnya dalam membela kaum miskin.
5) Dalam hal makan dan minum menjaga batas
Ugahari dalam makan dan minum merupakan salah satu tindakan
solidaritas kepada mereka yang berkurangan. Daripada hidup dalam
kelimpahan sedangkan masih banyak orang yang hidup dalam kemiskinan,
lebih baik diberikan kepada orang miskin.
6) Memberikan derma-derma
Ditopang semangat ugaharinya, beliau selalu memberikan sumbangan
kepada mereka yang membutuhkan. Dengan prinsipnya “Aku ingin hidup
bagi orang lain” membuat dia selalu memberi tanpa pamrih.
7) Tanpa mengenal lelah bekerja di kebun anggur Tuhan
Beliau mempunyai keyakinan bahwa, ada rahmat yang senantiasa mengalir
bagi mereka yang bekerja bagi panenan Allah. Terutama orang yang
terpanggil secara khusus untuk mewartakan karya keselamatan Tuhan lewat
karya-karya nyata di dunia. Membangun dunia baru bersama Kristus yang
mewartakan Kerajaan Allah.
b) Lima Tonggak Hidup Rohani Glorieux
Selain tujuh pilar hidup yang menjadi pedoman hidupnya, ada juga lima
tonggak kehidupan rohani yang menjadi pokok spiritualitasnya (Boerrigter,
2013: 148-153) dalam mewujudkan tujuh pilar di atas:
1) Penyerahan kepada penyelenggaraan ilahi
Dalam mengemban karya amal yang begitu berat, dia senantiasa berserah
kepada kehendak Bapa. Sikap dasar ini membuat dia mampu menghadapi
berbagai macam cobaan yang menghambat karya amalnya. Dalam segala
tantangan yang dihadapi, dia berusaha untuk melihat kehendak Bapa. 2)
Semangat cinta kasih kepada Tuhan dan sesama (TH art. 4)
Semangat cinta kasih mendorong dia untuk memulihkan nasib mereka
yang paling miskin. Dalam diri orang miskin dia melihat Kristus yang
menderita. Semangat cinta ini membuat dia mampu untuk hidup bagi
orang lain. Dia berkata: “Sekarang saya tak boleh hidup untuk diri sendiri
melainkan demi keselamatan sesama”.
3) Kehidupan bersama dalam komunitas
Meskipun dia seorang imam presbyteran, tetapi dia berusaha untuk hidup
seperti para brudernya yang memiliki keterikatan batin yang kuat dalam
komunitas. Dia mengharapkan kepada para brudernya untuk senantiasa
bersama dalam hidup berkomunitas. “Mereka hendaknya berdoa bersama,
bekerja bersama, makan bersama, melawan dan membendung berbagai
penyakit dalam
masyarakat hanya mungkin oleh suatu usaha bersama”. Dari pernyataan ini
jelas bahwa, Glorieux menghendaki agar bruder-brudernya lebih
mengumatakan kebersamaan dalam komunitas.
4) Sengsara Kristus menjadi hiburan dan sumber kekuatan dalam
menghadapi segala macam cobaan
Penderitaan fisik dan penderitaan batin karena kritikan dan hinaan dari
berbagai pihak yang menghalangi usaha memberantas kemiskinan, selalu
dia satukan dengan penderitaan Kristus. Dengan penuh cinta dan sabar dia
menerima semua penderitaan seperti Kristus yang menderita demi
manusia.
5) Cinta kepada Bunda Maria
Bunda Maria menjadi tumpuan harapan ketika mengalami
kesulitan. Devosinya kepada Maria sudah menjadi kebiasaannya sejak di
seminari. Sejak semula dia telah merencanakan nama kongregasi, dengan
memasukkan nama Maria. Maria menjadi dukungan yang utama dalam
karyanya. Dia berkata:“Dalam segala kesulitan, Maria dukunganku. Dalam
segala kecelakaan, Maria menjadi tumpuan harapanku. Satu-satunya
bintang ketaatan, adalah Maria dengan “Viat

SMA RK Budi Mulia berdiri tahun 1958. Mula-mula bernama SMA SETIA.


Tahun 1959 SMA SETIA diserahkan Keuskupan Agung Medan kepada
Kongregasi Bruder Budi Mulia

Anda mungkin juga menyukai