Nim : 16.1.1.0624.0004
A. Latar Belakang
1
Agama dan Keagamaan bab 2 pasal 2 yang berbunyi: “Pendidikan agama berfungsi
membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian serta kerukunan
hubungan umat beragama.1
Dewasa ini banyak manusia yang cerdas dan intelektual namun memiliki akhlak
yang tidak terpuji, sehingga menyebabkan mereka menyalah gunakan kecerdasan
yang dimiliki padah hal yang negatif. Indikator ini telah menjadi potret unbalancing
(ketidak seimbangan) antara pengembangan intelektual dengan pengembangan akhlak
Dengan demikian, akhlakul karimah atau akhlak yang mulia merupakan sasaran
utama yang akan dibangun bangsa Indonesia sebagai landasan ideal dan operasional
bagi dunia pendidikan. Akhlak merupakan wujud dari kepribadian seseorang, jika
perbuatannya termasuk tingkah laku yang baik maka disebut dengan akhlakul
karimah, sedangkan jika perbuatannya termasuk tingkah laku yang buruk maka
disebut dengan akhlakul karimah, sedangkan jika perbuatannya termasuk tingkah
laku yang buruk maka disebut dengan akhlak tercela.2
Menanamkan akhlak pada jiwa anak dengan memberi petunjuk yang benar
dan nasihat yang berguna sehingga ajaran yang mereka terima, meresap ke dalam
jiwanya. Apabila sudah menyatu, maka ia akan membentuk kepribadian dalam
dirinya yang senantiasa melaksanakan amal perbuatan yang utama, kebaikan,
kegemaran bekerja untuk kepentingan tanah air, negara, dan bangsa.
1
Departemen Agama, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama
Dan Pendidikan Keagamaan. (Jakarta : Departemen Agama, 2007), hlm. 2
2
Akhmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, cet.2, (Jakarta: PT.Raja Garfindo
Persada.2014), hlm. 99
2
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Tawe’ (permisi) merupakan budaya yang sangat indah yang ditinggalkan oleh
leluhur, yang mewariskansopan santun yang tidak hanya melalui ucapan tetapi juga
dengan gerak. Bagaimanapun itu, hal ini perlu tetap dijaga karena tidak hanya
diperuntukkan kepada yang muda melakukan ke yang lebih tua tetapi juga
sebaliknya. Realita budaya tawe’ perlahan-lahan telah luntur dalam masyarakat,
khususnya pada kalangan anak-anak dan remaja.
Mereka tidak lagi memiliki sikap tawe’ dalam dirinya. Mungkin karena
orangtua mereka tidak mengajarkannya atau memang karena kontaminasi budaya
Barat yang menghilangkan budaya tawe’ ini. Mereka tidak lagi menghargai orang
yang lebih tua dari mereka. Mereka melewati tanpa permisi, bahkan kepada orangtua
mereka sendiri. Padahal sopan santun itu jika digunakan akan mempererat rasa
persaudaraan dan mencegah banyak keributan serta pertengkaran. Bahkan jika
budaya tawe’ diterapkan dalam masyarakat maka bisa dipastikan tidak ada egosentris
lagi yang memicu konflik, seperti tawuran pelajar, dan bila dikerucutkan kewilayah
anak MI/SD, anak-anak yang mengenal budaya tawe’ akan berperilaku sopan dan
tidak mengganggu temannya.
3
Tata krama ataupun sopan santun hendaknya tidak hilang dalam diri manusia.
Orang yang sopan akan disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu, sangat penting
mengajarkan budaya tawe’ melalui pola asuhan keluarga, sekolah dan lingkungan
bermain. Karena sopan santun itu tidak mahal, tidak mengeluarkan banyak biaya.
Misal seorang kakak, ajarkan kepada adiknya untuk berbuat sopan santun
kepada kedua orang tua maupun kerabatnya. Selain itu, tawe’ juga merupakan salah
satu bentuk komunikasi non verbal yang biasa dilakukan orang bugis dalam
menunjukkan rasa hormatnya ketika mereka berjalan di hadapan orang tua, maupun
ketika mereka ingin meminta bantuan dan hal lainnya yang menyangkut tentang hal
perilaku ataupun sopan santun manusia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
dirumuskan pokok masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana Upaya Pembentukan Akhlakul Karimah melalui
Pengenalan Budaya Tawe’ Di MI DDI Panggalo Desa padang
Timur Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar ?
2. Bagaimana peran pendidik dalam membentuk Akhlakul Karimah
melalui Pengenalan Budaya Tawe’ Di MI DDI Panggalo Desa
padang Timur Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali
Mandar ?
4
C. Fokus Penelitian dan Deksripsi Fokus
1. Fokus Penelitian
Dalam ruang lingkup penelitian, penulis memberikan batasan dalam
penelitian ini untuk menghindari kesalahpahaman dan peresepsi baru sehingga
tidak keluar dari apa yang menjadi fokus penelitian. Penulis ini hanya fokus
pada Upaya Pembentukan Akhlakul Karimah melalui Pengenalan Budaya
Tawe’ Di MI DDI Panggalo Desa padang Timur Kecamatan Campalagian
Kabupaten Polewali Mandar.
2. Deksripsi Fokus
Berdasarkan pada fokus penelitian di atas, maka dapat dideskripsikan
berdasarkan subtansi permasalahan dan subtansi pendekatan penelitian ini,
Upaya Pembentukan Akhlakul Karimah melalui Pengenalan Budaya Tawe’
Di MI DDI Panggalo Desa padang Timur Kecamatan Campalagian Kabupaten
Polewali Mandar. Maka penulis mengemukakan bahwa:
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan
pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak.
Budaya tawe’ adalah sikap saling menghargai, adat kesopanan yang
merupakan bentuk penghargaan terhadap orang lain, dimana tawe’ merupakan
budaya yang sangat indah wasiat peninggalan oleh leluhur yang mewariskan
sopan santun yang tidak hanya melalui ucapan tetapi juga dengan gerak.
Pada zaman sekarang nilai-nilai luhur itu sudah mulai hilang dan
terkikis oleh derasnya budaya asing pada anak usia dini pada umumnya yang
menjadi penerus dan penentu kemajuan bangsa ini diharapkan tidak
terpengaruh oleh budaya luar. Sehingga mereka berasal dimana budaya itu
adalah budaya tawe’ yang menjujung tinggi perilaku manusia untuk
membentuk karakter baik didalam diri anak itu sendiri begitu pentingnya
penanaman budaya tawe’ ini sehingga mengharuskan para pendidik di MI
5
DDI Panggalo Desa Padang Timur Kecamatan Campalagian untuk
menanamkan dasar-dasar nilai sopan santun sejak dini agar kelak anak
terbiasa membawa perilaku sopan santunnya dalam kehidupan sehari-hari.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Bagaimana Upaya Pembentukan Akhlakul
Karimah melalui Pengenalan Budaya Tawe’ Di MI DDI
Panggalo Desa padang Timur Kecamatan Campalagian
Kabupaten Polewali Mandar ?
2. Untuk mengetahui Bagaimana peran pendidik dalam membentuk
Akhlakul Karimah melalui Pengenalan Budaya Tawe’ Di MI
DDI Panggalo Desa padang Timur Kecamatan Campalagian
Kabupaten Polewali Mandar ?
E. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini:
1. Secara Teoritis
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan
6
acuan sebagai kajian bagi peneliti selanjutnya.
2. Secara Praktis
budaya tawe’
7
kata yang lembut dan manis, tetapi kata-kata bisa meluncur dari
hati munafik. Dengan kata lain akhlak merupakan sifat-sifat
bawaan manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan
selalu ada padanya Al-Qur'an selalu menandaskan, bahwa akhlak
itu baik atau buruknya akan memantul pada diri sendiri sesuai
dengan pembentukan dan pembinaannya.3
Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik
dan buruk. Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu yang
baik, maka disebut akhlakul karimah dan bila perbuatan itu tidak
baik disebut akhlaqul madzmumah.4
Akhlak yang tidak baik serta rendahnya kualitas pendidikan pada anak akan
mengantarkan anak pada posisi dasar dalam tatanan masyarakat sosial dan akan
menyebabkan timbulnya kriminalitas, oleh karena itu tujuan pendidikan nasional
adalah tidak hanya mencerdaskan kehidupan bangsa saja melainkan membentukkan
manusia-manusia yang berbudi pekerti luhur nasional adalah tidak hanya
mencerdaskan kehidupan bangsa saja melainkan membentukkan manusia-manusia
yang berbudi pekerti luhur.
Jadi pada hakekatnya khuluk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi
atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ
timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-
buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Ketinggian budi pekerti atau dalam bahasa
Arab disebut akhlakul karimah yang terdapat pada seseorang yang menjadi seseorang
itu dapat melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna,
sehingga menjadikan seseorang itu dapat hidup bahagia. Walaupun unsur-unsur hidup
yang lain seperti harta dan pangkat tak terdapat padanya.
3
Sukanto, Paket Moral Islam Menahan Nafsu dari Hawa, (Solo: Maulana Offset, 1994),cet. I. hlm. 80
4
Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, (Kairo: Darul Kutub AlMishriyah, tt), hlm. 15
8
Sebaliknya apabila manusia buruk akhlaknya, kasar tabiatnya, buruk
prasangkanya terhadap orang lain, maka itu sebagai pertanda bahwa orang itu akan
hidup resah sepanjang hayatnya dan budi pekerti atau akhlak yang dimaksud di sini
ialah bukan semata-mata teori yang muluk-muluk tetapi akhlak sebagai tindak tanduk
manusia yang keluar dari hati.5
Akhlak ialah tingkah laku yang dipengaruhi oleh nilainilai yang diyakini oleh
seseorang dan sikap yang menjadi sebahagian daripada keperibadiannya. Nilai-nilai
dan sikap itu pula terpancar daripada konsepsi dan gambarannya terhadap hidup.
Dengan perkataan lain, nilai-nilai dan sikap itu terpancar daripada aqidahnya yaitu
gambaran tentang kehidupan yang dipegang dan diyakininya.
Menurut sebagian ahli akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah
instinct (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah
akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada
kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati
atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini,
maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau
diusahakan. Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin
sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup
5
Muhammad Rifa‟i, Pembina Pribadi Muslim, (Semarang: Wicaksana, 1993), hlm. 574.
6
Abuddin , Akhlak Tasawuf…, cet IV, hlm. V
7
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma‟arif, 1980), cet IV, hlm. 48-49
9
mengubah perbuatan batin. Orang yang bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan
sendirinya meninggikan dirinya. Demikian juga sebaliknya.8
Kemudian ada pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari
pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Akhlak
manusia itu sebenarnya boleh diubah dan dibentuk. Orang yang jahat tidak akan
selamanya jahat, seperti halnya seekor binatang yang ganas dan buas bisa dijinakkan
dengan latihan dan asuhan. Maka manusia yang berakal bisa diubah dan dibentuk
perangainya atau sifatnya. Oleh sebab itu usaha yang demikian memerlukan kemauan
yang gigih untuk menjamin terbentuknya akhlak yang mulia.9
2. Pengenalan Tawe’
Pola berarti corak, model, atau cara kerja, sedangkan asuh berarti menjaga,
mendidik, membimbing dan memimpin. Jadi pola asuhan dalam budaya tabe adalah
pengasuhan dengan menampilkan orang tua sebagai model yang menghargai,
menghormati, dan mengingatkakan, memimpin sesuai dengan budaya tawe’ yaitu
sopan mendidik anak, sehingga mencertak anak yang berkarakter sopan pula.
9
Dayang HK, "Pentingnya Pembentukan Akhlak Mulia", http://www.brunet.bn/ news/pelita/25jan/ teropong.htm
Sabtu, 7 Juni 2014, 07.53. PM
10
2. Tawe’ Dalam kehidupan sehari hari masyarakat bugis
Tawe’ yang artinyaa meminta permisi kepada orang lain, atau yang dikenal
dengan tradisi kesopanana dalam masyarakat bugis. Dalam pandangan Islam
kesopanan adalah slah satu perbuatan yang mulian dimata Alllah dan manusia dalam
berinteraksi pada lingkungan, seperti etika berbicar berjalan, etika meminta izin, etika
berkumpul.
11
Ayat yang berkaitan dengan etika ialah:
َو ِع َباُدالَّرْح َٰم ِناَّلِذ يَنَيْم ُش وَنَع َلىاَأْلْر ِض َهْو ًناَو ِإَذ اَخ اَطَبُهُم اْل َج اِه ُلوَنَقاُلواَس اَل ًم ا
Terjemahnya:
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha penyayang itu adalah orang-orang yang
berjalan di bumi dengan rendah hatidan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata – kata ( yang Mengadu ) keselamatan.
2. Adab bertanya
كناجلوسًافيالمسجدإذخرجرسوالللهفجلسإلينافكأنعلىرؤوسناالطيراليتكلمأحدمنا
12
H. Metode Penelitian
I. Jenis dan Lokasi Penelitian
a. jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian
kontekstual yang menjadikan manusia sebagai instrumen, dan disesuaikan
dengan situasi yang wajar dalam kaitannya dengan pengumpulan data
yang pada umumnya bersifat kualitatif.
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian sosial yang menggunakan
format deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, sebagai situasi atau
berbagai fenomena realita yang ada di masyarakat yang menjadi objek
penelitian dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu
ciri, karakter, model, tanda atau gambaran tentang kodisi, situasi ataupun
fenomena tertentu.Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
deskriptif dengan penelitian kualitatif yang memaparkan situasi, kondisi
dan kejadian tentang Tradisi Tawe’ dalam Komunikasi Non Verbal (dalam
budaya mandar).
b. Penelitian
Berdasarkan judul penelitian yang penulis angkat yaitu “Upaya
Pembentukan Akhlakul Karimah melalui Pengenalan Budaya Tawe’ Di
MI DDI Panggalo Desa padang Timur Kecamatan Campalagian
Kabupaten Polewali Mandar. Sebagai Komunikasi Non Verbal (dalam
Budaya Mandar)” maka penulis memutuskan untuk mengambil salah satu
lokasi penelitian di MI DDI Panggalo Desa Padang Timur Kecamatan
Campalagian Kabupaten Polewali Mandar.
13
c. Metode Analisis Data
Pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau
penampilan (display) dari data yang dikumpulkan dan dianalisis
sebelumnya, mengingat bahwa peneliti kualitatif banyak menyusun teks
naratif. Display adalah format yang menyajikan informasi secara tematik
kepada pembaca. Miles dan Huberman (1984) memperkenalkan dua
macam format, yaitu : diagram konteks (context chart) dan matriks.
Penelitian kualitatif biasanya difokuskan pada kata-kata, tindakan-
tindakan orang yang terjadi pada konteks tertentu. Konteks tersebut dapat
dilihat sebagai aspek relevan segera dari situasi yang bersangkutan,
maupun sebagai aspek relevan dari sistem sosial.
d. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
pendekatan fenomenologi. Maka penelitian ini dimaksudkan untuk
menggali suatu fakta, lalu memberi penjelasan terkait berbagai realita
yang ditemukan. Oleh karena itu, peneliti langsung mengamati persitiwa-
peristiwa dilapangan dan mengamati secara langsung praktik tradisi Tawe’
sebagai adab kesopanan di MI DDI Panggalo Desa Padang Timur
Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar.
e. Sumber Data
14
Sumber data primer yaitu data yang diperoleh langsung oleh penulis
dilapangan, cara mengumpulkan data primer yaitu dengan melakukan observasi,
dokumentasi, dan hasil wawancara oleh informan yang telah penulis tetapkan.
Informan yang penulis tetapkan sebagai sumber data primer adalah dari Tokoh Adat
dan orang ysng menggunakan Tawe’ tersebut.
2. Field Research
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengamati secara
langsung obyek peneliti dimana penulis terjun langsung ke lokasi
penelitian yang telah ditentukan. Pengumpulan data dilokasi
dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut:
15
3. Observasi
Observasi merupakan studi yang dilakukan dengan sengaja dan
sistematis tentang fenomena atau kejadian sosial serta berbagai
pengamatan dan pencatatan.
4. Wawancara
Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung kepada informan, dan jawaban-
jawaban informan dicatat atau direkam dengan alat perekam.
Anggapan yang perlu dipegang oleh penulis dalam
menggunakan metode wawancara adalah sebagai berikut;
1) Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada penulis
adalah benar dan dapat dipercaya.
2) Wawancara dimaksudkan untuk dapat memperoleh suatu data
berupa informan, selanjutnya peneliti dapat menjabarkan lebih
luas informasi tersebut melalui pengolahan data secara
komprehensif. Sehingga wawancara tersebut memungkinkan
peneliti untuk dapat mengetahui Makna Tawe’ yang
sesungguhnya.
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
16
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Fokus Penelitian dan Deksripsi Fokus
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Kegunaan Penelitian
F. Kajian Penelitian Terdahulu
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Tradisi tawe’ dalam Islam
B. Implementasi Tawe’ sebagai upaya pembentukan akhlakul kharimah
C. Nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tawe’
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
B. Waktu Penelitian
C. Metode Analisis Data
D. Pendekatan Penelitian
E. Sumber Data
F. Metode Pengumpulan Data
G. Tekhnik Pengolahan Data
H. Penarikan Kesimpulan
I. Instrumen Penelitian
J. Keabsahan Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profile Gambaran Umum MI DDI Panggalo Desa Padang Timur
Kecamatan Campalagiam Kabupaten Polewali Mandar
B. Tradisi Tawe’ Dalam Interaksi Sosial Di MI DDI Panggalo Desa
Padang Timur Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali
Mandar
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Implikasi Penelitian
17
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 55 Tahun 2007 TentangPendidikan Agama Dan
Pendidikan Keagamaan. (Jakarta : Departemen Agama, 2007)
18
Sukanto, Paket Moral Islam Menahan Nafsu dari Hawa, (Solo:
Maulana Offset, 1994)
19