Anda di halaman 1dari 113

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan awal. Anak usia dini adalah anak

yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Pada masa ini, anak mengalami

pertumbuhan yang sangat pesat, masa ini juga disebut dengan masa emas

(golden age). Ketika anak berada pada usia dini, anak perlu diberikan

stimulus dan pendidikan yang baik agar dapat merangsang proses

pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal. Perkembangan anak

adalah suatu tempat dimana anak bisa belajar dan mengembangkan potensi

yang dimilikinya, sehingga tugas bagi seorang pendidik harus mampu

menyediakan lingkungan dan sumber belajar yang menyenagkan bagi anak.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 tentang Standar Pendidikan Nasional pasal (1) ayat (14), bahwa

pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan “Suatu upaya pembinaan

yang ditujukan kepada anak sejak lahir samapai dengan usia enam tahun

yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki

kesiapan dalam mesasuki pendidikan lebih lanjut”.

Salah satu bentuk PAUD yaitu Taman Kanak- kanak (TK) yang

merupakan pendidikan formal. Pendidikan formal terjadi proses belajar

mengajar yang melibatkan banyak faktor atau kemampuan. Faktor tersebut

seperti metode pembelajaran yang digunakan oleh guru, anak didik, bahan
2

ajar, fasilitas maupun lingkungan. Pendidikan yang diselenggarakan di TK

adalah bentuk usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses belajar yang membuat anak didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya. Pengembangan potensi atau kemampuan dasar anak seperti

nilai agama dan moral, kongnitif, bahasa, motorik, sosial emosional dan

seni. Pengetahuan yang diperoleh anak-anak tidak hanya didapat dari

lingkungan PAUD, melainkan lingkungan keluarga yang menjadi

lingkungan pertama yang dikenalinya dalam tahap tumbuh kembangnya.

Terkait dengan pendidikan karakter di era globalisasi sekarang ini,

salah satu lembaga pendidikan baik formal maupun non formal yang ikut

bertanggung jawab adalah Pendidikan Anak Usia Dini. Karena karakter

seorang individu tidak bisa dibentuk secara instan, namun terbentuk secara

dia kecil karena pengaruh lingkungan sekitar. Proses pembentukan karakter

baik disadari maupun tidak akan mempengaruhi cara individu tersebut

memandang diri dari lingkungannya dan akan tercermin dalam perilakunya

sehari-hari.

Pendidik dalam melakukan pembelajaran diupayakan untuk

memanfaatkan nilai-nilai kaearifan lokal sebagai sumber pemebelajaran

untuk peserta didik. Budaya lokal yang kaya akan ajaran dan nilai-nilai

luhur yang bisa diinternalisasikan dalam pendidikan karakter, salah satunya

adalah budaya Kaili yang ada di Kota Palu. Budaya kaili mempunyai nilai-

nilai kearifan yang merupakan butir-butir kecerdasan, kebijaksanaan, kerja

sama atau gotong royong, yang dihasilkan oleh masyarakat budaya Kaili.
3

Nilai -nilai tersebut sangat dibutuhkan dalam memebentuk karakter

seorang anak. Meskipun nilai-nilai tersebut digali dalam budaya Kaili yang

bersifat lokal, namun nilai-nilai tersebut bersifat universal, sehingga dapat

dijadikan nilai-nilai umum dan dapat digunakan oleh siapa saja, di mana

saja, dan kapan saja terutama dalam pendidikan anak usia dini, maka

institusi pendidikan dapat menerapkan kearifan lokal yang ada di daerahnya

dalam mendidik karakter peserta didik.

Berdasarkan observasi awal di Kelompok B2 TK Anatapura Lolu

Kecamatan Sigi Biromaru, peneliti menemukan masalah perkembangan

anak dalam perkembangan nilai karakter yang belum berkembang sesuai

harapan. Hal ini terlihat, dimana pada saat tenaga pendidik melakukan

pembelajaran menggunakan media buku cerita bahwasanya ada beberapa

anak yang nilai karakternya belum berkembang. Misalnya ada anak kurang

menghargai temanya dalam pertemanan di sekolah.

Berdasarkan urain latar belakang tersebut, peneliti melakukan

penelitian dengan budaya lokal yang kaya akan ajaran dan nilai-nilai luhur

yang bisa diinternalisasikan dalam pendidikan karakter. Oleh karena itu

peneliti telah melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Media Buku

Cerita Rakyat Berbasis Kearifan Lokal Suku Kaili Terhadap Penanaman

Nilai-nilai Karakter Anak di Kelompok B2 TK Anatapura Lolu Kecamatan

Sigi Biromaru’’.
4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimana penerapan media buku cerita berbasis kearifan lokal

di Kelompok B2 TK Anataura Lolu ?

2. Bagaimana perkembangan nilai karakter anak sebelum dan

setelah menggunakan media buku cerita berbasis kearifan lokal

di Kelompok B2 TK Anataura Lolu ?

3. Apakah ada pengaruh media buku cerita berbasis kearifan lokal

terhadap nilai-nilai karakter anak di Kelompok B2 TK Anataura

Lolu ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah

dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan media buku cerita

berbasis kearifan lokal di Kelompok B2 TK Anataura Lolu ?

2. Untuk mengatahui bagaimana nilai karakter anak sebelum dan

setelah menggunakan media buku cerita berbasis kearifan lokal

di Kelompok B2 TK Anataura Lolu ?

3. Untuk mengatahui apakah ada pengaruh media buku cerita

terhadap nilai karakter anak di Kelompok B2 TK Anataura

Lolu?
5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini sebagai pengembangan ilmu pendidikan, khususnya

pembelajaran yang sesuai dengan media buku cerita berbasis

kearifan lokal terhadap nilai nilai karakter anak dan menambah

pengetahuan dibidang pendidikan anak usia dini, juga sebagai

penegembangan ilmu pengetahuan maupun menambah wawasan

keilmuan mengenai berbagai kegiatan pembelajaran yang menarik

dan pengembangan kemampuan anak, terutama dalam penelitian ini

adalah penanaman nilai karakter anak.

Manfaat Praktis

Penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat

untuk:

1. Anak : untuk meningkatkan nilai karakter dalam diri anak.

2. Guru : dapat dijadikan sebagai latihan, meningkatkan kinerja,

dan dalam penanaman nilai karakter anak dan jug untuk

mengetahui perkembangan dan kesulitan yang dihadapi anak

didiknya.

3. Kepala TK : dapat dijadikan acuan untuk menyusun program

pembelajaran di TK, untuk lebih meningkatkan pencapaian

perkembangan dan mutu pembelajaran salah satunya


6

menggunakan media buku cerita rakyat untuk menanamkan nilai

karakter anak.

4. Peneliti lain : sebagai referensi dan acuan dalam melakukan

penelitian dengan tema yang sama maupun berbeda.

5. Peneliti : sebagai bahan pertimbangan dan penerapan ilmu

teoristis maupun praktik, pengalaman peneliti berkembang, dan

wawasan ilmu bertambah, terkait dengan pendidikan karakter

anak.

1.5 Batasan Istilah

Agar penelitian ini lebih muda dipahami, maka calon peneliti perlu

membuat batasan istilah yang terdapat dalam judul, batasan istilah yang

dimaksud adalah :

a. Media buku cerita adalah lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan

atau kosong. Cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana

terjadinya suatu hal, peristiwa, dan kejadian serta menceritakan

bagaimana suatu peristiwa terjadi yang terjadi secara turun temurun.

b. Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak

agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan

mempraktikkanya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka

dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkugannya.

Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan

berperilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja sama

sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara.


7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian ini sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti

sebelumnya. Adapun penelitian yang relevan, yaitu:

Mawaddah (2015), dengan judul penelitian “Pengaruh Metode

Bercakap-cakap Terhadap Perkembangan Bahasa Lisan di PAUD Al-

Khairaat IV Besusu Kelurahan Besusu Barat Kecamatan Palu Timur”. Latar

belakang penelitian ini adalah pada tes awal permasalahan pokok dalam

penelitian ini adalah beberapa anak cenderung malu mengungkapkan

gagasannya dan sulit diajak berkomunikasi. Sehubungan dengan

permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada

pengaruh metode bercakap-cakap terhadap perkembangan bahasa lisan.

Berdasarkan data yang dikumpulkan, hasil penelitian menunjukan

bahwa ada pengaruh metode bercakap-cakap terhadap perkembangan

bahasa lisan di kelompok B2 PAUD Al-Khairaat Besusu, dimana terdapat

hasil penelitian sebelum tindakan tedapat (21%) 2 anak dalam kategori

berkembang sangat baik, (33%) 3 anak dalam kategori berkembang sesuai

harapan. (25%) 3 anak dalam kategori mulai berkembang dan (21%) 2 anak

dalam kategori belum berkembang. Sedangkan sesudah perlakuan, (28%) 3

anak dalam kategori berkembang sangat baik, (59%) 4 anak dalam kategori
8

berkembang sesuai harapan, (1 0%) 3 anak dalam kategori mulai

berkembang dan (3%) 3 anak dalam kategori belum berkembang. Dengan

demikian, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perkembangan bahasa

lisan dapat meningkat melalui kegiatan bercakap-cakap sebagai kegiatan

pembelajaran dengan cara tanya jawab dan bercerita secara sederhana. Oleh

karena itu, ada pengaruh metode bercakap-cakap terhadap perkembangan

bahasa lisan.

Relevansi antara penelitian yang dilakukan oleh calon peneliti

dengan penelitian yang dilakukan oleh Mawaddah (2015). Memiliki

kesamaan dalam meningkatkan perkembangan bahasa anak serta metode

yang digunakan yaitu deskriptif. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh

calon peneliti dengan penelitian yang dilakukan Mawaddah yaitu

menggunakan metode bercakap-cakap dalam meningkatkan kemampuan

berbahasa anak sedangkan calon penelitiS yaitu menggunakan media buku

cerita berbasis cerita rakyat dalam meningkatkan kemampuan berbahasa

anak, serta subjek, tempat, dan waktu penelitian.

Fitriani (2005) dengan judul penelitian “Meningkatkan Kemampuan

Anak Berbahasa Melalui Metode Bercerita di Kelompok B TK Al-Khairaat

Kalora Poso Utara Kabupaten Poso”, Latar belakang penelitian ini yaitu

tidak semua guru guru TK mampu menyampaikan metode bercerita dengan

baik, sehingga kuraang menarik perhatian anak didik dalam memahamin isi

cerita yang ada, dalam hal ini anak didik seringkali kurang mendapat

perhatian dari guru dalam mengungkapkan perasaan atau idenya, sehingga


9

kemampuan bahasa yang dimiliki oleh anak tidak berkembang secara

optimal.

Hasil penelitian Fitriani (2005:40) data yang dikumpulkan sebelum

tindakan, kemampuan anak yang menirukan kembali 4-5 urutan kata

kategori BSB 5,55%, BSH 11,11%, MB 27,78%, dan BB 55,55%,

kemudian anak yang mampu menlanjutkan sebagaian cerita/gonging yang

telah diperdengarkan kategori BSB 0%, BSH 11,11%, MB 22,22%, BB

66,67% dan anak yang mampu menyebutkan simbol-simbol huruf yang

dikenal kategori BSB 0%, BSH 11,11% MB27,78%, BB 61,11%. Setelah

dilakukan tindakan maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

penggunaan metode bercerita pada anak dapat meningkatkan kemampuan

anak berbahasa dilkelompok B TK AL Khairat Kalaroa Poso, terbukti

dengan adanya peningkatan kemampuan berbahasa dari siklus I ke siklus II

anak yang menirukan kembali 4-5 urutan kata kategori BSB dan BSH dari

46,29% menjadi 77,07% (30,78), anak yang mampu melanjutkan sebagian

cerita/dongeng yang telah diperdengarkan kategori BSB dan BSH dari

44,44% menjadi 77,77% (33,33%) dan anak yang mampu menyebutkan

simbol-simbol huruf yang dikenal kategori BSB dan BSH dari 44,44%

menjadi 77,77% (33,33%) secara umum terjadi peningkatan rata-rata

32,48% dari siklus 1 ke siklus 2, walaupun masih ada anak yang belum

berkembang bahasanya yaitu berkisar 18,82% kategori MB dan 7,40%

kategori BB.
10

Relevansi antara penelitian yang dilakukan oleh calon peneliti

dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2015). Memiliki kesamaan

dalam meningkatkan perkembangan bahasa anak serta metode yang

digunakan yaitu deskriptif. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh calon

peneliti dengan penelitian yang dilakukan Fitriani yaitu menggunakan

metode bercerita dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak

sedangkan calon peneliti yaitu menggunakan media buku cerita berbasis

cerita rakyat dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak, serta subjek,

tempat, dan waktu penelitian.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Pendidikan Anak Usia Dini

2.2.1.1 Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh usaha dan

tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses

perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan menciptakan

lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman dan

memberikan kesempatan kepada anak untuk menegtahui dan memahami

pengalaman belajar yang diperoleh dari lingkugannya, melalui cara

mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-

ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak.

UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal 1 Ayat 1 (14) tentang

sistem Pendidikan nasional, dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini

adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
11

sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

rangasangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan

jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut.

Menurut Suyadi (2014: 22-23) bahwa “ Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) pada hakikatnya adalah pendidikan yang diselengarakan dengan

tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara

menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek

kepribadian anak’’. Oleh karena itu, PAUD memberi kesempatan bagi anak

untuk mengembangkan kepribadian dan potensi secara maksimal. Atas

dasar ini, lembaga PAUD perlu menyediakan berbagai kegiatan yang dapat

mengembangkna berbagai aspek perkembangan seperti kognitif,

bahasa,sosial, emosi,fisik, dan motorik.

Menurut Wiyani ( 2012 : 31) bahwa “ anak usia dini adalah anak

yang baru dilahirkan sampai usia enam tahun. Usia ini merupakan usia yang

sangat menetukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak ’’.

Usia dini merupakan usia ketika anak mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang pesat. Usia dini merupakan periode awal yang paling

penting dan mendasar dalam sepanjang tentang pertumbuhan serta

perkembangan kehidupan manusia.

Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan

tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara


12

menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek

kepribadian anak.

2.2.1.2 Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini

Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini yang ingin dicapai adalah untuk

mengembangkan pengetahuan dan pemahaman orang tua dan guru serta

pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan dan perkembangan anak usia

dini. Secara umum menurut Sujiono (2009:42-43) adalah menegembangkan

berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat

menyesuaiakan diri dengan lingkungannya. Secara khusus kegiatan

pendidikan bertujuan agar:

1. Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan


ciptaan tuhan dan mencintai sesama.
2. Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk
3. gerakan-gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus
dan gerakan kasar, serta mampu menerima rangsangan sensorik
(panca indra).
4. Anak mampu mengguna
5. kan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat
berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk
berfikir dan belajar.
6. Anak mampu berfikir logis, kritis, memberikan alasan,
memecahkan masalah dan menentukan hubungan sebab akibat.
7. Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial,
peranan masyarakat dan menghargai keagamaan sosial dan
budaya serta mampu mengembangkan konsep diri yang positif
dan kontrol diri.
8. Anak memilikim kepekaan terhadap irama, nada, birama,
berbagai bunyi, bertepuk tangan, serta menghargai hasil karya
yang kereatif.

Adanya tujuan pendidikan anak mampu berbahasa secara efektif

sehingga bermanfaat untuk berfikir dan belajar. Anak mampu melakukan

ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan tuhan dan mencintai sesama,
13

anak mampu mengelola keterampilan tubuh termasuk gerakan-gerakan yang

mengontrol gerakan tubuh.

Selanjutnya tujuan pendidikan anak usia dini menurut Solehuddin

(dalam Suyadi dan Maulidya Ulfah (2017:19), menyatakan bahwa “tujuan

pendidikan anak usia dini adalah memfasilitasi pertumbuhan dan

perkembangan anak secara optimal dan menyeluruh sesuai dengan norma

dan nilai-nilai kehidupan yang dianut”. Melaui PAUD, anak diharapkan

dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, intelektual

(kognitif),sosial, emosional, dan fisik-motorik).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

tujuan pendidikan anak usia dini aalah mengembangkan berbagai potensi

anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup sehingga akhirnya dapat

menyesuaikan diri dengan ligkugannya. Tujuan ini mengandung arti bahwa

pendidik berusaha menyiapkan anak untuk memiliki ciri-ciri seperti

kepribadian orang dewasa.

2.2.1.3 Hakikat Perkembangan Anak Usia Dini

Anak usia dini berada dalam masa emas sepanjang rentang usia

perkembangan manusia. Montessori dalam Sujiono (2013:54) bahwa “masa

ini merupakan periode sensitive (sensitive periodes), selama masa inilah

anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkugannya.

Pada masa ini anak siap melakukan berbagai kegiatan dalam rangka

memahami dan menguasai lingkugannya.


14

Selanjutnya Montessori menyatakan bahwa” usia keemasaan

merupakan masa dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai

stimulus dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik disengaja

maupun tidak disengaja. Pada masa peka inilah terjadi pematangan fungsi-

fungsi fisik dan psikis-psikis sehingga anak siap merespon dan mewujudkan

semua tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola

perilakunya sehari-hari”.

Pada hakikatnya anak adalah makhluk individu yang membangun

sendiri pengetahuannya. Itu artinya guru dan pendidik anak usia dini lainnya

tidaklah dapat menuangkan air begitu saja kedalam gelas yang seolah-olah

kosong melompong. Anak lahir dengan membawa sejumlah potensi yang

siap untuk ditumbuhkembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi

dan kondisi yang dapat merangsang kemunculan dari potensi yang

tersembunyi.

Berdasrkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa usia keemasan

merupakan masa dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai

stimulus dan berbagai upaya pendidikan dari lingkingannya, baik disengaja

maupun tidak disengaja.

2.2.2 Pendidikan Karakter Untuk Anak

Untuk memahami pendidikan karakter pada anak , harus dipahami

terlebih dahulu apa itu pendidikan, anak, dan karakter. Secara sederhana,

Pendidikan dapat dipahami sebagai usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan masyarakat terdidik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan


15

Yang Maha Esa (UU Sisdiknas No. 20/2003). Pada masa usia anak-anak,

mereka mempunyai daya serap informasi yang tinggi..

Adapun yang dimaksud dengan karakter adalah kebiasaan yang

diulang-ulang sehingga membentuk habit yang tidak bisa ditinggalkan.

Pada awalnya, anaklah yang membentuk kebiasaanya. Tetapi, lama-

kelamaan anaklah yang akan membentuk kebiasaanya tersebut. Kebiasaan

ini bermula dari perubahan pola pikir yang menghasilkan tindakan baru dan

kemudian diulang-ulang sehingga menjadi karakter.

Norcholis Madjid (2007:182) memahami karakter sebagai sifat atau

watak yang telah mendara daging. Watak atau sifat tersebut ada dua macam,

yakni watak bawaan dan watak bentukan. Watak bawaan tidak bias diubah,

sedangakan watak bentukan adalah hasil dari kebiasaan yang diulang-ulang

dalam waktu tertentu. Karakter juga bisa dipahami sebagai keyakinan

terhadap suatu sistem benar dan salah kemudian dikombinasikan dengan

kemauan untuk melakukan apa yang dianggap benar dan meninggalkan apa

yang dianggap salah.

Dengan demikian, secara singkat pendidikan karakter untuk anak

dapat dipahami sebagai uapaya secara sadar yang dipahami sebagai proses

untuk membentuk sifat atau watak dan kepribadian anak yang positif atau

hal yang benar. Berangkat dari pengertian ini, maka dapat dipahami bahwa

anak berkarakter adalah anak yang mengetahui hal-hal yang positif atau

benar dan selalu berbuat benar. Ia tegas membela kebenaran, penuh


16

semangat berbuat benar, mempuanyai dedikasi tinggi pada jalur yang

benar, dan penuh motivasi berbuat yang benar.

Karakter juga berkaitan erat dengan hati. Karakter bagaikan “ruh”,

semangat yang terungkap dari apa yang dilakukan, bagaimana kita hidup,

bagaimana kita berkomunikasi dengan orang lain, bagaimana kita

menyelesaikan masalah. Semuanya akan diserap anak untuk kemudian ditiru

dan dipraktikan. Anak tidak mungkin melakukan sesuatu hal jika tidak ada

contoh yang dilihatnya dengan seksama. Sebab, contoh yang terlihat oleh

anak bagaikan suatu hal yang pasti benar sehingga mendorong dirinya untuk

meniru.

Sedangkan menurut Ratna Megawangi (dalam bukunya Dharma

Kesuma dkk,) pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik

anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan

mempraktikkanya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat

memberikan kontribusi yang positif kepada lingkugannya. Pendidikan

karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan berperilaku yang

membantu individu untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga,

masyarakat, dan bernegara.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa pendidikan

karakter anak adalah uapaya secara sadar yang dapat dipahami sebagai

proses untuk membentuk sifat atau watak dan kepribadian anak yang

positif atau hal yang benar.

2.2.3 Macam-macam Karakter yang Perlu Dikembangkan pada Anak


17

Pada pendidikan anak usia dini nilai-niai yang dipandang sangat

penting untuk dikenalkan dan diinternalisasikan ke dalam perilaku anak

adalah sebagi berikut : kencintaan pada Tuhan Yang Maha Esa, kejujuran ,

disiplin, toleransi dan cinta damai, percaya diri,mandiri,tolong menolong,

kerjasama dan gotong royong, hormat dan sopan santun, tanggung jawab,

kerja keras dan kepemimpinaan, keadilan, kreatif, rendah hati, peduli

lingkungan, dan cinta bangsa dan tanha air.

Sedangakan menurut Dharma Kesuma,dkk karakter yang

perlu ditanamkan menurut Indonesia Heritage Foundution (IHF)

adalah :

1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaanya (love Allah, trust,


reverence loyalty).
2. Kemandirian dan tanggung jawab
(responsibility,excellence,self, reliance, discipline,
orderliness).
3. Kejujuran/ amanah, bijaksana (trustworthiness,
reliability,honesty).
4. Hormat dan santun (respect, courtesty, obedience).
5. Dernawan, suka menolong, dan gotong royong (love,co
massion, caring, empathy, generousity, moderation,
cooperation).
6. Percaya diri, kreatif, dan pekerja keras
7. Kepemimpinaan dan keadilan (justice
fairness,mercy,leadership).
8. Baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility
modesty)
9. Toleransi, kedamian dan kesatuan (tolerance, flexsibilty,
peacefulness, unity).

2.2.4 Tujuan dan Fungsi Pendidkan Karakter

Pendidkan karakter memiliki esensi dan makna yang sama

dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah


18

membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga

masyarakat, dan warga negara yang baik.

Kemendiknas (2011). Pendidikan memiliki peran di dalam

pengembangan personal dan sosial, untuk memepercepat laju

pembangunan manuasia yang harmonis sehingga dapat menegentaskan

mausia dari kemiskinan, ketertinggalan, kebodohan, kekerasan dan

peperangan, begitu juga dengan pendidikan karakter. Menurut

kemendikanas, pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai

yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (1)

mengembangakan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati

baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik ; (2) membangun bangsa

yang berkarakter Pancasila ; (3) mengembangkan potensi warga negara

agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya

serta mencintai umat manusia.

Pendidikan karakter juga bertujuan meningkatkan mutu

penyelenggaraaan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada

pencapaian pembentukan kakarter dan akhlak mulia peserta didik secara

utuh, terpadu dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi kelulusan.

Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta didik mampu secara

mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan

menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak

mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.


19

Sedangkan fungsi pendidikan karakter menurut Kemendiknas

adalalah : (1) membangun kebangsaan yang multikultural; (2)

membnagun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan

mampu berkontribusi terhadap perkembangan kehidupan umat manusia;

(3) membangun sikap warga negara yang cinta damai, kreatif, mandiri,

dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu

harmoni.

Dari penjelaan di atas dapat disimpulkam bahwa pendidikan

karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,

koperatif, berahlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,

berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan

dan teknolog. Yang semuanya dijiwaioleh iman dan takwa kepada Tuhan

yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

2.2.5 Konsep Dasar Pendidkan Karakter Berbasis Kearifan Lokal

Kearifan lokal merupakan modal pembentukan karakter luhur.

Karakter luhur adalah watak bangsa yang senantiasa bertindak dengan

penuh kesadaran, purba diri, dan pegendalian diri. Pendidikan berbasis

kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk

selau lekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi. Paulo Freire dalam

Wagiran menyebutkan (2010). Dengan dihadapkan pada problem dan situasi

konkret yang dihadapi, peserta didikakan semakin tergantung untuk

megapainya secara kritis.


20

Daniah dalam Zahriyana dkk, (2013). Membangun jati diri bangsa

melalui pendidikan berwawasan kearifan lokal (local genius) pada

dasarnya dapat dipandang sebagai landasan pada bagi pembentukan jati

diri bangsa secara nasioanal. Kearifan -kaerifan lokal itulah yang membuat

suatu budaya bangsa mamiliki akar, budaya etnik lokal seringkali

berfungsi sebgai sumber atau acuan bagi penciptaan-penciptaan baru

misalnya dalam bahasa, seni, tata masyarakat, teknologi, dan sebagainya,

yang kemudian ditampilkan dalam perikehidupan lintas budaya.

Menurut Sternberg, Robert J, Foolishness dalam Sternberg, Robert

J, Jordan, Jennifer. Ed. (2005). Kearifan perlu dikembangkan menjadi

bagian integral kurikulum pendidikan pada semua jenis dan jenjangnya.

Lembaga pendidikan moderen telah menyingkirkan kearifan dari sekolah

dan membatasi prioritasnya pada peningkatan kecerdasan peserta didik

yang diukur pada kemampuan menghapal materi dan keterampilan

melakukan tugas- tugas. Praksisi pendidikan modern yang memberikan

perhatian sangat sedikit untuk mempersiapkan peserta menjadi pemikir

dan manusia yang arif. Seacara akademis peserta didik memperoleh nilai

tinggi, tetapi mereka gagal memperlakukan kehidupan dengan baik,

sehingga sering melakukan tindakan bijak (foolishness) yang merugikan

dirinya sendiri dan orang lain.

Sejumlah peneliti mengemukakan bahwa kearifan lokal tidak dapat

ditransfer, tetapi melaui pemodelan dan ketersediaan lingkungan yang

kondusif, kearifan dapat dikembangkan sebagai karakter peserta didik.


21

Sternberg, Jarvin dan Reznitskyaya dalam Ferrari dan Potworowski, Ed.,

dalam Teaching for Wisdom Through History: Infusing Wise Thingking

Skills in the School Curriculum, menyatakan bahwa sekolah dapat

membantu mengembangkan kearifan, konsepesi- konsepsi kearifan lokal

yang diwariskan secara turun temurun melalui dongeng, legenda, petuah-

petuah adat merupakan strategi informasi nilai-nilai yang dipandang

penting untuk dimiliki anak. Materi pembelajaran harus memiliki makna,

terhadap realita yang mereka hadapi. Kurikulum yang harus disiapkan

adalah kurikulum yang sesuai dengan kondisi lingkuangan hidup, minat

dan kondisi peserta didik, juga harus memperhatikan kendala- kendala

sosiologis dan kultural yang mereka hadapi.

Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang

mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkrit yang

mereka hadapi.

Pendidikan adalah gerakan kultural, maka untuk memebentuk karakter

peserta didik harus melalui pembentukan budaya sekolah yang

berkarakter. Upaya pengembangan penegembagan kearifan lokal sebagai

basis pendidkan karakter tidak akan terselenggara dengan baik tanpa peran

masyarakat csecra optimal. Keikutsertaan sebagai unsur dalam masyarakat

dalam mengambil prakarsa dan menjadi penyelenggara program

pendidikan merupakan kontribusi yang sangat berharga, yang perlu

mendapat perhatian dan apresiai.


22

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan

karakter berbasis kearifan lokal adalah basis budaya daerah itu sendiri

sebagai bagian upaya untuk membangun identitas bangsa dan juga perlu

adanya pengertian, pemahaman, kesadaran, kerja sama, dan partisipasi

seluruh elemen warga belajar.

2.2.6 Media Pembelajaran

2.2.6.1 Pengertian Media Pembelajaran

Media berasal dari kata latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata

medium. Sedangkan dalam bahasa arab media adalah perantara atau

pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan, materi atau kejadian

yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh

pengetahuan, keterampilan atau sikap. Secara harfiah berarti “tengah”

‘perantara’atau ‘pengantar dalam pengertian ini, guru, buku, teks, dan

lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus pengertian

media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat

grafis, fotografis atau elektrolis untuk mengungkap, memproses dan

maenyusun kembali infor masi visual dan verbal.

Menurut Marshall Mcluhan (2010) media adalah suatu ekstensi

manusia yang memungkinkannya mempengaruhi oramg lain yang tidak

mengadakan kontak langsung dengan dia. Suai dengan rumusan ini, media

komunikasi mencangkup, surat-surat, televesi, film dan telefon, bahwa

jalan raya dan jalan kereta api merupakan media yang memungkinkan

seseorang berkomunikasi dengan orang lain.


23

Undang -undang No 20 Tahun 2013 tentang “Sistem Pendidikan

Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berbeda pendapat dengan

AECT (Assosiation of Education and Communication Technologi) memberi

batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan

untuk menyampaikan pesan atau informasi. Adapun Nasional Educatiaon

Assosiation (ANE) mengartikan media sebagi segala benda yang dapat

dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta

instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam

sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya

tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur,

fotografi, slide, dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan,

terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga computer.

Prosedur meliputi, jadwal dan metode penyampaian informasi, parktik,

belajar, dan sebagainya.

Menurut Junaidah (2015) mengatakan Ciri utama kegiatan

pembelajaran adalah adanya interaksi. Interaksi yang terjadi antara siswa

dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru, teman-temannya, tutor,


24

media pembelajaran, dan sumber- sumber belajar lainnya. Ciri lain dari

pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Yang didalamnya terdapat

komponen-koponen adalah sebagai berikut: tujuan, materi/bahan ajar,

metode pengajaran, media, evaluasi, siswa dan guru.

Media pembejaran adalah seluruh alat yang digunakan untuk tujuan

pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran majalah dan sebagainya.

Media pembelajaran juga dapat sebagai penyalur pesan dan informasi

belajar, media pembelajaran yang dirancang secara baik akan sangat

membantu peserta didik dalam mencerna dan memahami materi pelajaran.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat

perantara untuk menyalurkan informasi atau materi pelajaran sehingga

tercapainya materi pelajaran.

2.2.6.2 Manfaat dan Fungsi Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan media yang digunakan dalam

pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran dapat memberikan

rangsangan kepada anak dalam proses belajar, sehingga dapat mempertinggi

kualitas belajar mengajar dan mempertinggi hasil belajar anak. Menurut

Hamalik dalam Azhar Arsyad mengemukakan bahwa penggunaan media

pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan

keinginanan dan minat yang baru, dan bahkan membawa pengaruh-

pengaruh psikologi terhadap peserta didik. Pengunaan media belajar pada

proses pembelajaran akan sangat membantu keakifan proses belajar dan


25

menyampaikan pesan dan isi peljaran pada saat itu. Adapun fungsi media

pembelajaran diantaraanya:

a. Memperkelsa dan memperkaya/ melengkapi informasi yang

diberikan secara verbal.

b. Meningkatkan motivasi dan perhatian siswa untuk belajar.

c. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyampaian informasi.

d. Menambah variasi penyajian materi.

e. Pemilihan media yang tepat akan menimbulkan semangat, gairah

dan mencegah kebosanan peserta didik untuk belajar.

f. Kemudahan materi untuk dicerna dan lebih membekas, sehingga

tidak mudah dilupakan peserta didik.

g. Memberikan pengalaman yang kebih kongkret bagi yang mungkin

abstrak.

h. Meningkatkan keingintauan (coriusty) peserta didik.

i. Memberikan stimulus dan mendorong respon peserta didik.

Sudjana dan Rivai menjelaskan beberapa manfaat media

pembelajaran dalam proses belajar mengajar peserta didik, yaitu:

a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga

dapat menumbuhkan motivasi belajar.

b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih

dipahami oleh peserta didik dan memungkinkan menguasai dan

mencapai tujuan pembelajaran.


26

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata

komunikasi verbal melalui penunturan kata-kata oleh pendidk

sehingga tidak bosan dan pendidik tidak kehabisan tenaga apabila

guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

d. Peserta didik dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab

tidak hanya mendengarkan uraian pendidik. Tetapi juga aktivitas lain

seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memrankan dan

lain-lain.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran dapat berfungsi sebagai pembawa informasi dari sumber atau

guru menuju penerima sehingga pembelajaran akan lebih efektif selaian

memiliki fungsi media pembelajaran juga sangat bermanfaat dalam proses

belajar mengajar.

2.2.7 Pengertian Buku Cerita

Buku cerita adalah lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau

kosong. Cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya

suatu hal, peristiwa, dan kejadian serta menceritakan bagaimana suatu

peristiwa terjadi.

Menurut Nurul Razqiah dalam Rampan (2009) bahwa cerita anak-

anak adalah sederhana dan kompleks. Kesederhanaan itu ditandai oleh

syarat wacananya yang baku dan berkualitas tinggi, namun tidak rumit,

sehingga komunikatif. Disamping itu pengalihan pola pikir orang dewasa

kepada dunia anak-anak dan keberadaan jiwa dan sifat anak-anak harus
27

berbicara tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang

mempengaruhi mereka. Cerita anak dikatakan kompleks karena cerita anak

tidak hanya bercerita tentang kehidupan anak-anak, namun juga dunia

diluarnya seperti dunia remaja bahkan orang dewasa.

Cerita anak adalah cerita yang isinya dikonsumsi oleh anak-anak.

Cerita anak ini memiliki faktor fantasi, yaitu dunia yang tidak dimiliki oleh

orang dewasa, anak- anak begitu senang dengan dunia mereka dengan dunia

fantasi yang mereka miliki seolah-olah benda-benda mati dan binatang di

sekitarnya menjadi hidup serta dapat berbicara kepada mereka.

Cerita anak memiliki sifat identifikasi. Anak-anak biasannya

memiliki tokoh idola dalam hidupnya baik itu ayah, ibu, guru atau orang

lain yang ingin ditirunya kelak ia dewasa. Cerita anak memiliki sifat khas

dibandingkan dengan cerita fiksi orang dewasa, ciri khas tersebut antara

lain:

a. Unsure pantangan, unsur ini khusus untuk tema dan amanat cerita.

Tema -tema yang lazim disajikan untuk pembaca ddewasa belum

tepat bila disajikan untuk pembaca anak-anak dan sebaliknya.

b. Penyajian dengan gaya langsung, singakat dan jelas. Deskripsi yang

sesingakat mungkin dan menuju sasaran langsung, aksi (action) yang

jelas.

c. Unsur terapan, adanya hal-hal yang informatif, oleh adanya elemen -

elemen yang bermanfaat, baik pengetahuan umum atau

keterampilan, maupun pertumbuhan anak-anak.


28

Dengan demikian cerita anak dapat memberi manfaat yang positif

bagi perkembangan anak. Terlebih ketika dalam pembelajaran disekolah,

dengan dengan membaca cerita anak dapat memberi manfaat berupa nilai

moral dan nilai edukasi bagi siswa. Didalam buku cerita juga memilki

unsur-unsur pokok adalah sebagai berikut:

a. Tema

Tema adalah pokok pikiran: dasar cerita yang dipercakapkan,

dipakai sebagai dasar mengarang, mengunggah sajak, dan sebaliknya.

Terdapat beragam tema yang dapat diangkat, diantarannya adalah biografi,

sejarah, perjuangan, romantisme, persahabatan, keluarga, dan masih banyak

lagi.

b. Sinopsis

Sinopsis adalah ringkasan dari cerita, sehingga hanya merupakan

garis besar cerita atau dengan kata lain versi pendek dari sebuah cerita atau

tanpa adanya detail.

c. Story-line

Story-laine dapat diartiakn sebagai alur cerita. Macamnya adalah

runtutan, kilas, baik, atau gabungan keduanya story-line bisa

mengembangkan tema, dongegng, legenda, otobiografi, drama,roman,

sejarah, fiksi ilmiah, pendidikan, petualangan, misteri, dan mistis.


29

Dari urain diatas dapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa buku

cerita anak adalah cerita yang sederhana dan kompleks serta memiliki faktor

fantasi,

2.3 Kerangka Pemikiran

Salah satu bagian penting yang harus mendapat perhatian terkait

dengan pendidikan yang diberikan sejak usia dini adalah mengembangkan

aspek perkembangan anak melalui pendidikan di TK. tetapi seringkali

pembelajaran di TK belum efektif untuk mengembangkan aspek-aspek

perkembangan anak. Oleh karena itu, pemebelajran yang diterapkan di TK

seharusnya dapat berinovasi sehingga cocok dan sesuai tahap perkembangan

anak.

Permasalahan terkait perkembangan anak membutuhkan stimulus-

stimulus tertentu yang di anggap cocok dan sesuai untuk anak.

Permasalahan belum berkembangnya nilai karakter anak, pendidikan

karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat

mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkanya dalam kehidupan

sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif

kepada lingkugannya.

Berdasarkan hasil pengamatan awal diperoleh masalah di kelompok

B2 TK Antapura Lolu Kecamatan Sigi Biromaru. Penyebaba masalah, cara

memecahkan masalah, aspek tolak ukur yang akan dinilai, kesimpulan dan

saran, seperti yang dapat dilihat pada alur kerangka pemikiran di bawah ini,

sebagai berikut:

Observasi awal di Masalah yang ditemukan


Kelomopok B2 TK adalah nilai karakter anak
Anatapura Lolu Kecamatan yang belum berkembang
Sigi Biromaru pada anak di Kelomok B2
30

Aspek yang diamati yaitu Metode yang digunakan untuk


: meningkatkan nilai karakter
anak adalah media buku cerita
1. Sopan santun rakyat
2. Menghargai teman
3. Tanggung jawab

Hasil penelitian yang Rekomendasi :


diharapkan adalah ada
Sasaran bagi :
pengaruh media buku
cerita rakyat terhadap nilai Kepala PAUD atau Pengelola,
karakter anak Peneliti lainnya, dan Peneliti

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian yaitu ada pengaruh media buku cerita

berbasis cerita rakyat terhadap kemampuan bahasa anak di Kelompok B2

TK Anatapura Lolu Kecamatan Sigi Biromaru.

Kriteria pengujian hipotesisnya :

H0 = Tidak terdapat pengaruh media buku cerita rakyat terhadap penanaman


nilai karakter anak di Kelompok B2 TK Antapura Lolu Kecamatan Sigi
Biromaru.
31

H1 = Terdapat pengaruh media buku cerita rakyat terhadap penanaman nilai


karakter anak di Kelompok B2 TK Anatapura Lolu Kecamatan Sigi
Biromaru.
32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Pada dasarnya

pendekatan kualitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka

pengujian hipotesis). Penelitian ini termasuk dalam pebelitian kuantitatif

karena menekankan pada analisis data-data numerical (angka) yang diolah

dengan dengan metode statistik.

Jenis penelitian yang digunakan adalah korelasi sederhana yang

mana peneliti mengamati dan melakukan kajian terhadap keadaan anak,

khususnya mengenai pengaruh media buku cerita rakyat terhadap nilai

karakter anak di kelompok B TK Anatapura Lolu Sigi Biromaru.

3.2 Variabel Penelitian dan Rancangan Penelitian

3.2.1 Variabel Penelitian

Adapun yang menjadi variabel dari penelitian ini ada dua, sebagai

berikut:

1. Kegiatan media buku cerita sebagai variabel bebas atau independent,

dengan simbol X.

2. Penanaman Nilai Karakter, sebagai variabel terikat atau tergantung

(dependen), dengan simbol Y.


33

3.2.2 Rancangan Penelitian

Rumus penelitian yang di gunakan daru rumus Sugiyono (2015:110),

adalah one-group-prettest design. Rancangan Sugiyono ini direkayasa

sesuai dengan subjek penelitian, yaitu anak TK, maka rancangan dan

penelitian ini, sebagai berikut:

O1 X O2
Gambar 3.2 Model Rancangan Penelitian

Keterangan

O1 : Pengamatan Sebelum Diberikan Perlakuan

X : Perlakuan

O2 : Pengamatan Sesudah Diberikan Perlakuan

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TK Anatapura Lolu Kecamatan Sigi

Biromaru. Sekolah TK ini memiliki tiga kelas, yaitu kelompok A dan

kelompok B1, dan B2. Peneliti telah meneliti khususnya dikelompok B2,

krena menemukan menemukan beberapa masalah terkait penanaman nilai

karakter anak. Pengamatan awal dilakukan terhadap keadaan anak didik yang

akan berhubungan dengan penanaman nilai karakter anak.


34

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah direncanakan selama 4 minggu, mulai pada tanggal

16 Maret 2020 sampai pada tanggal 14 April namum dikarenakan Covid19

telah menyebar di Indonesia bahkan sampai Kota Palu sehinga menyebabkan

seluruh instansi yang ada di Kota Palu Sigi dan Donggala melakukan PSBB.

Oleh karena itu penelitian ini di lakukan kembali pada tanggal 1 April sampai

pada tanggal 25 April 2020, pada tahun ajaran 2019/2020.

3.4 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah 50 anak yang berasal dari 3

kelompok yaitu, di kelompok A, terdiri dari 10 anak, kelompok B1 20 anak,

dan kelompok B2 20, terdaftar pada tahun ajaran 2019/2020.

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini terkait dengan masalah yang diteliti

berada pada kelompok B2. Jumlah anak yang ada di kelompok B2 adalah 15

anak, terdiri dari 7 anak laki-laki dan 8 anak perempuan. Terdaftar pada tahun

ajaran 2019/2020.

Syarat dalam sampel penelitian ini adalah anak berada di kelompok

B2, usia anak yang diteliti adalah usia 5-6 tahun, dan anak memiliki masalah

pada karakter.

3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengembailan sampel dalam penelitian ini adalah teknik

purposive sampling. Arikunto (2006:183) mendefinisikan bahwa, “purposive


35

sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasari atas strata,

random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu”. Oleh

karena itu, peneliti memilik kelompok B2, karena menemukan beberapa

masalah terkait nilai karakter anak yang belum berkembang sesuai harapan.

3.5 Jenis dan Sumber Data

3.5.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yang

diperoleh dari hasil observasi aktivitas anak-anak pada saat pembelajaran

berlangsung yang dideskripsikan melalui data mengenai nilai karakter

sebelum diberi perlakuan maaupun sesudah diberi perlakuan berupa kegiatan

media buku cerita.

3.5.2 Sumber Data

Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari observasi langsung terhadap subjek yang

diteliti yaitu anak didik yang ada dikelompok B2 TK Anatapura Lolu

Kecamatan Sigi Biromaru.

2. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku tentang

pendidikan, atau perpustakaan maupun layanan internet mengenai

buku-buku tentang PAUD serta buku-buku mengenai media buku cerita

dan juga nilai karakter anak, serta berbagai rujukan skripsi dan jurnal

yang relevan dengan penelitian.


36

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mempermudah pelaksanaa penelitian ini, maka ada beberapa

teknik pengumpulan data yang digunakan, sebagai berikut:

1. Teknik Observasi

Teknik observasi merupakan metode pengumpulan data dengan

melakukan pengamatan terhadap objek yang diteliti dan pencatatan

secara sistematis gejala-gejala yang diselidiki. Obsevasi selama

pembelajaran berlangsung, yaitu dengan menggunakan data yang

diperoleh ketika guru melakukan proses belajar mengajar kepada anak

didiknya. Melalui obsevasi, dapat dipertimbangkan kemampuan nilai

karakter anak secara umum dengan tujuan untuk melihat kemajuan anak

secara menyeluruh sehingga memudahkan peneliti untuk meneliti

perkembangan maupun kemampuan anak, di dalam melakukan

observasi, penulis mengamati kegiatan pembelajaran yang sedang

berlangsung.

2. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi dalam penelitian digunakan untuk mengumpulkan

data dari TK sesuia dengan data yang diteliti, dimana diperoleh datanya

dilakukan dari data kehadiran (absen), jenis kelamin anak-anak di

kelompok B2 TK Anatapura Lolu, atau dokuentas mengenai data nilai

karakter anak sebelum dan sesudah penelitian, serta situasi pada saat

pelaksanaan berupa media buku cerita.


37

3. Teknik Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu

dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan narasumber yang menjawab pertanyaan.

Teknik wawancara merupakan metode yang digunakan untuk

memperoleh data dengan wawancara guru yang terkait dengan maslaah

anak, masalah pada kegiatan pembelajaran yamh akan diteliti oleh

peneliti, terkait media buku cerita terkadap nilai karakter anak.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat-alat yang akan digunakan untuk mengukur

variabel yang diteliti. Adapun instrumen penilaian yang akan digunakan

adalah lembar observasi anak, rubrik penilaian, panduan wawancara,

alat tulis, dan kamera (HP) sebagai tolak ukur dalam menilai karakter

anak.

3.7 Teknik Analisis Data

Dari yang diperoleh akan dikelola secara deskriptif untuk mendapatkan

data kualitatif dari lembar observasi. Teknik analisis data yang digunakan

untuk mengukur kemampuan anak, jika sudah berkembang melampaui

harapan guru, maka diberikan kategori BSB (Berkembang Sangat Baik) atau

bintang 4. Jika sudah mencapai perkembangan sesuai dengan harapan yang

ditetapkan dalam rubrik penilaian maka diberikan kategori BSH

(Berkembang sesuai harapan) atau bintang 3. Sedangkan, anak yang masih

dalam proses berkembang diberikan kategori MB (Mulai Berkembang) atau


38

bintang 2 dan anak yang belum mampu sesuai harapan guru, maka diberi BB

(Belum Berkembang) atau bintang 1.

Sesuai uraian di atas, untuk tabel distribusi frekuensi dan persentase

serta penjelasannya sesuai gambar Depdiknas (2010-11), sebagai berikut:

Berkembang Sangat Baik (BSB)

Berkembang Sesuai Harapan (BSH)

Mulai Berkembang (MB)

Belum Berkembang (BB)

Untuk mengetahui persentase atau rata-rata dan untuk mengetahui

persentase atau rata-rata dari aspek yang sudah diamati, data diolah secara

kualitatif dengan menggunakan perhitungan berdasarkan persentase (%)

sesuai dengan rumus yang dikemukakan oleh Sujiono (2012:43), sebagai

berikut:

P= x 100%

Keterangan:

P = Persentase

F = Frekuensi

N = Jumlah Sampai
39

Selanjutnya pada klasifikasi kemampuan nilai karakter

anak sebelum dan sesudah menggunakan media buku cerita

dengan pedoman klasifikasi sebagai berikut:

80%- 100% : Sangat tingi

60%- 79% : Tinggi

40%-59% : Sedang

Kurang dari 40% : Rendah

(Thalib M. M, 2007)

3.8 Uji Hipotesis

Hipotesis yang di uji dalam penelitian ini adalah nilai karakter anak di

Kelompok B2 TK Anatapura Lolu Kecamatan Sigi Biromaru sesudah

dilaksanakan media buku cerita dengan menggunakan Uji-t sampel

berpasangan untuk mengetahui adakah perbedaan antara variabel bebas dan

terikat sebelum dan sesudah di berikan perlakuan.

Pengujian hipotesis ini di lakukan dengan menggunakan analisis

statistik inferensial (uji-t). Adapun rumus yang digunakan dari Arikunto

(2002:244), sebagai berikut:

| ̅ − ̅ |
=

( − 1)

Keterangan :
40

t : Uji t

̅ : Rata-rata skor pilihan peserta didik sebelum diberikan

layanan

̅ : Rata-rata skor pilihan peserta didik sesudah diberikan

layanan

∑ : Jumlah deviasi kuadrat selisi dari nilai pilihan peserta

Didik sebelum dan sesudah diberikan layanan

: Jumlah siswa.

Rumus diatas untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan oleh

peneliti yaitu “ada pengaruh media buku cerita rakyat suku kaili terhadap

penanaman nilai karakter anak di Kelompok B2 Anatapura Lolu Sigi

Biromaru”. Di terima atau di tolak maka hasil nilai konsultasikan pada tabel

t dengan taraf signifikansi 95% (α = 0,05%), bila ≥ maka H0

di tolak atau jika < maka H0 di terima.

3.9 Prosedur Penelitian

Adapun langkah- langkah yang ditempuh dalam penelitian ini, yaitu :

1. Tahap Persiapan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

a. Menentukan lokasi Penelitian;

b. Menentukan subjek penelitian;

c. Mencari literatur yang berkaitan dengan penelitian;

d. Menyusun proposal dan menentukan instrument penelitian;

e. Melaksakan seminar proposal;

f. Mengurus surat izin;


41

g. Meminta izin dari sekolah untuk melaksanakan penelitian dengan

memberikan; surat izin penelitian dari fakultas;

2. Tahap Pelaksanaan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

a. Menyerahkan surat dari fakultas sekaligus meminta izin

Mengumpulkan data;

b. Mengumpulkan data penelitian;

c. Pengelolaan dan analisis data penelitian;

d. Mengurus Surat Keterangan penelitian dari pihak TK;

3. Tahap Terakhir. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah

pengelolaan dan analisis data, serta dokumentasi sebagai bukti dari

penelitian.
42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Peneliti melakukan observasi di TK Anatapura Lolu yang berlokasi di

Kecamatan Sigi Biromaru Lorong Mutaji, pelaksanaa penelitian dilakukan

selama 1 bulan dimulai pada tanggal. Adapun subjek dalam penelitian ini

adalah kelompok B yang berjumlah 15 anak, terdiri dari 10 anak laki-laki dan

5 anak perempuan. Guru kelas di kelompok B, yaitu Ibu Ririn S.Pd. Proses

penelitian ini dilakukan dengan pengamatan mengenai kemampuan karakter

anak dilihat dari metode yang diterapkan adalah menggunakan media buku

cerita rakyat suku kaili.

Hasil penelitian ini akan dibagi menjadi lima bagian, yaitu membahas

mengenai: 1) Deskripsi singkat lokasi penelitian; 2) Hasil pengamatan

sebelum diberikan perlakuan; 3) Hasil pengamatan sebelum diberikan

perlakuan ; 4) analisis deskriptif (statistik deskriptif), dan 5) Analisis

inferensial (persyaratan), serta rekapitulasi dari keseluruhan data pengamatan

seperti yang diuraikan di bawah ini:

4.1.1 Deskripsi Singkat Lokasi Penelitian

Peneliti memilih TK Anatapura Lolu Kecamatan Sigi Biromaru

sebagai tempat dilakukannya penelitian, karena berdekatan dengan rumah

tempat tinggal dan juga ada salah satu dari teman saya mengajar di TK

tersebut. TK ini berlokasi di Kecamatan Sigi Biromaru Lorong Mutaji.

Kepala TK Anapura Lolu Kecamatan Sigi Biromaru adalah Nirwaty Sukarno


43

Palemba, S.Pd. Guru di TK ini berjumlah 3 orang, bernama Wita, Nur Ece,

dan Ririn, jumlah murid dalam penelitian ini 50 anak yang berasal dari 3

kelompok, terdiri dari 10 anak kelompok A, terdiri dari 20 anak kelompok B1

dan 20 anak dari kelompok B2, terdaftar pada tahun ajaran 2018/2019.

Kondisi lingkungan TK Anatapura Lolu Kecamatan Sigi Biromaru,

terlihat memprihatinkan dikarenakan bangunan sekolah yang sudah tidak ada

akibat gempa yang melanda Palu, Sigi dan Donggala. Fasilitas sekolah

sebagian besar telah rusak, baik outdoor maupun indoor, proses mengajar

dilakukan di Baruga (Bangunan seba guna) yang di bangunkan oleh salah

satu Yayasan relawan kemanusiaan, proses mengajar dilakukan di bangunan

serba guna dengan jumlah kelas yang seharusnya tiga kelas digabung

menjadi satu kelas terdiri dari kelas A, B1, dan B2, proses mengajarnya

dilakukan Bersama tetapi pada saat diberikan tugas kelas A dan kelas B

dipisahkan.

Walaupun seperti itu TK Anatapura Lolu tetap mengupayakan

memfasilitasi kebutuhan anak-anak seperti di indoor menyiapkan buku-buku

cerita bergambar, permainan balok-balok, puzzle, sedangkan yang dibagian

outdoor seperti jungkat-jungkit, porosotan dan ayunan. Serta selalu menjaga

kebersihan lingkungan sekolah bagian dalam maupun luar. Walaupun kondisi

sekolah seperti itu, sekolah mengupayakan untuk dapat memfasilitasi anak

didiknya dengan baik. Sehingga sekolah ini dapat menjadi tempat untuk

mengembangkan segala potensi yang di miliki anak agar dapat lebih

berkembang.
44

Tabel 4.1 Sopan Santun

No Kategori Frekuensi Persentase %


1 Berkembang Sangat Baik (BSB) 2 13,33
2 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 3 20
3 Mulai Berkembang (MB) 3 20
4 Belum Berkembang (BB) 7 46,67
Jumlah 15 100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 15 anak yang menjadi

subjek penelitian, pada aspek sopan santun, terdapat 2 anak (13,33%) kategori

berkembang sangat baik (BSB), ada 3 anak (20%) kategori berkembang

sesuai harapan (BSH), ada 3 anak (20%) kategori mulai berkembang (MB)

dan 7 anak (46.67%) kategori belum berkembang (BB).

Tabel 4.2 Menghargai Teman

No Kategori Frekuensi Persentase %


1 Berkembang Sangat Baik (BSB) 1 6,67
2 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 2 13,33
3 Mulai Berkembang (MB) 6 40
4 Belum Berkembang (BB) 6 40
Jumlah 15 100%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 15 anak yang menjadi

subjek penelitian, pada aspek menghargai teman terdapat 1 anak (6,67%)

dalam kategori berkembang sangat baik (BSB), ada 2 anak (13,33%) dalam

kategori berkembang sesuai harapan (BSH),6 anak (40%) kategori mulai

berkembang (MB), dan 6 anak (40%) dalam kategori belum berkembang

(BB). Selanjutnya tabel berikut adalah hasil aspek ke tiga, yaitu tanggung

jawab.
45

Tabel 4.3 Tanggung Jawab

No Kategori Frekuensi Persentase %


1 Berkembang Sangat Baik (BSB) 0 0
2 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 3 20
3 Mulai Berkembang (MB) 4 26,67
4 Belum Berkembang (BB) 8 53,33
Jumlah 15 100%

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 15 anak yang menjadi

subjek penelitian, pada aspek tanggung jawab tidak ada anak (0%) dalam

kategori berkembang sangat baik (BSB), 3 anak (20%) kategori berkembang

sesuai harapan (BSH), 4 anak (26,67%) kategori mulai berkembang (MB), 8

anak (53,34%) kategori belum berkembang (BB).

Tabel 4.4 Rekapitulasi Nilai Karakter Anak Sebelum Diberikan

Perlakuan

Kategori Aspek Yang Diamati Rata-Rata


Sopan santun Menghargai Tanggung %
Teman Jawab

F % F % F %
BSB 2 13,34 1 6,66 0 0 6,66
BSH 3 20 2 13,34 3 20 17,78
MB 3 20 6 40 4 26,66 28,89
BB 7 46,66 6 40 8 53,34 46,67
Jumlah 15 100% 15 100% 15 100% 100%

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dari ketiga aspek yang diamati ada

6,66% kategori BSB, ada 17,78% kategori BSH, ada 28,89% kategori MB,

dan ada 46.67% kategori BB. Dari hasil observasi ini, dapat dilihat bahwa
46

pengembangan nilai karakter anak sebagian besar pada tahap kategori Mulai

Berkembang (MB), dan Belum Berkembang (BB). Selanjutnya, peneliti akan

menjelaskan gambaran perkembangan karakter anak dalam bentuk histogram

pada tiap aspek yang diamati dan hasil rekapitulasi sebelum diberikan

perlakuan, sebagai berikut:

Selanjutnya, peneliti menjelaskan pengamatan nilai karakter anak

dalam bentuk histogram pada tiga aspek yang telah diamati dari hasil

rekapitulasi sebelum diberikan perlakuan berupa media buku cerita.

Sesuai gambar histogram 4.1 di bawah ini, dapat diketahui bahwa

terdapat 15 anak yang dijadikan subjek penelitian, untuk kategori BSB

ditandai dengan diagram warna biru dari semua aspek yang diamati, mulai

dari aspek sopan santun, aspek menghargai teman, dan aspek tanggung

jawab. Kemudian diagram warna merah adalah kategori BSH, lalu diagram

warna hijau adalah kategori MB, dan terakhir diagram warna ungu adalah

kategori BB.
47

9
8
7 Berkembang Sangat Baik
6 (BSB)
5 Berkembang Sesuai
4 Harapan (BSH)
3 Mulai Berkembang (MB)
2
1 Belum Berkembang (BB)
0
Sopan Santun Menghargai Tanggung Jawab
Teman

Gambar 4.1 Histogram Penanaman Nilai Karakter Sebelum Diberikan


Perlakuan

Sesuai hasil dari histogram gambar 4.1, pada ketiga aspek yang telah

diamati, terlihat pada aspek pertama, diagram warna ungu atau kategori BB

terlihat sangat menonjol, serta warna hijau atau kategori MB dan warna

merah atau kategori BSH tidak terlalu menonjol, sedangkan diagram warna

biru atau kategori BSB tidak terlalu nampak warna diagramnya.

Berdasarkan uraian tabel pengamatan hasil rekapitulasi tersebut,

peneliti melaksanakan penelitian dengan media buku cerita untuk mengamati

kemampuan anak dalam kaitannya dengan nilai karakter anak, agar

berkembang lebih baik dan sesuai harapan guru dan peneliti.

4.1.2 Hasil Pengamatan Sesudah Perlakuan

Data hasil pengamatan yang di peroleh peneliti di lapangan sesudah

diberikan perlakuan berupa penanaman nilai karakter anak, terlihat hasilnya

sebagian besar anak berada pada kategori BSH dan BSB.


48

Berikut ini disajkan dalam beberapa tabel, sesuai tiga aspek yang

diamati,yaitu aspek sopan santun,menghargai teman, tanggung jawab. Uraian

dari ketiga aspek tersebut, dijelaskan di bawah ini, sebagai berikut:

Tabel 4.5 Sopan Santun

No Kategori Frekuensi Persentase %


1 Berkembang Sangat Baik (BSB) 2 13,33
2 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 3 20
3 Mulai Berkembang (MB) 3 20
4 Belum Berkembang (BB) 7 46,67
Jumlah 15 100

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari 15 anak yang menjadi

subjek penelitian, pada aspek sopan santun terdapat 4 anak (26,67%) kategori

berkembang sangat baik (BSB), 8 anak (33,33%) kategori berkembang sesuai

harapan (BSH), 3 anak (1 3,33%) kategori mulai berkembang (MB), dan

tidak ada anak yang kategori belum berkembang (BB)

Tabel 4.6 Mengahargai Teman

No Kategori Frekuensi Persentase %


1 Berkembang Sangat Baik (BSB) 5 33,33
2 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 7 46,67
3 Mulai Berkembang (MB) 2 13,33
4 Belum Berkembang (BB) 1 6,67
Jumlah 15 100%

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 15 anak yang menjadi

sebjek penelitian, pada aspek menghargai teman 5 anak (33,33%) kategori

berkembang sangat baik (BSB), 7 anak (46,67%) kategori berkembang sesuai

harapan (BSH), 2 anak (13,33%) kategori mulai berkembang (MB), 1 anak


49

(6,67%) kategori belum berkembang (BB). Selanjutnya tabel berikut adalah

hasil aspek ke tiga, yaitu tanggung jawab.

Tabel 4.7 Tanggung Jawab

No Kategori Frekuensi Persentase %


1 Berkembang Sangat Baik (BSB) 2 13,33
2 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 8 53,33
3 Mulai Berkembang (MB) 5 33,33
4 Belum Berkembang (BB) 0 0
Jumlah 15 100%

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa dari 15 anak yang menjadi

subjek penelitian, pada aspek tanggung jawab, ada 2 anak (13,33%) dalam

kategori berkembang sangat baik (BSB), 8 anak (53,33%) kategori

berkembang sesuai harapan (BSH), 5 anak (33,33%) kategori mulai

berkembang (MB), dan tidak ada anak kategori belum berkembang (BB).

Tabel 4.8 Rekapitulasi Sesudah Perlakuan

Kategori Aspek Yang Diamati Rata-Rata %


Sopan Menghargai Tanggung
Santun Teman Jawab

F % F % F %
BSB 4 26,67 5 33,33 2 13,33 24,45
BSH 8 53,33 7 46,67 8 53,33 51,11
MB 3 20 2 13,33 5 33,33 22,22
BB 0 0 1 6,67 0 0 2.22

Jumlah 15 100% 15 100% 15 100% 100%

Berdasarkan tabel 4.8 di atas diperoleh hasil rekapitulasi penelitian

anak dalam penenman nilai -nilai karakter Berkembang Sangat Baik (BSB)

yaitu 24,25%, penelitian dalam penanaman nilai karakter anak kategori

Berkembang Sesuai Harapan (BSH) yaitu 51,11%, sedangkan penilaian


50

penanaman nilai karakter anak kategori Mulai Berkembang (MB) yaitu

22,22%, dan terdapat 2,22% penilaian penanaman nilai karakter anak Belum

Berkembang (BB).

Selanjutnya, peneliti menjelaskan pengamatan nilai karakter anak

dalam bentuk histogram pada tiga aspek yang telah diamati dari hasil

rekapitulasi sebelum diberikan perlakuan berupa media buku cerita.

Sesuai gambar histogram 4.1 di bawah ini, dapat diketahui bahwa

terdapat 15 anak yang dijadikan subjek penelitian, untuk kategori BSB

ditandai dengan diagram warna biru dari semua aspek yang diamati, mulai

dari aspek sopan santun, aspek menghargai teman, dan aspek tanggung

jawab. Kemudian diagram warna merah adalah kategori BSH, lalu diagram

warna hijau adalah kategori MB, dan terakhir diagram warna ungu adalah

kategori BB.

9
8
Berkembang Sangat Baik
7
(BSB)
6
5 Berkembang Sesuai
4 Harapan (BSH)
3 Mulai Berkembang (MB)
2
1
Belum Berkembang (BB)
0
Sopan Santun Menghargai Tanggung Jawab
Teman

Gambar 4.2 Histogram Penanaman Nilai Karakter Sesudah Diberikan


Perlakuan
51

Sesuai gambar histogram 4.2, terlihat perbedaan diagram sesudah

diberikan perlakuan berupa media buku cerita, pada ketiga aspek yang telah

diamati, terlihat diagram warna merah atau kategori BSH dan warna biru atau

kategori BSH paling dominan atau menonjol. Sedangkan, kategori MB masih

terlihat nampak yang ditandai dengan diagram hijau dan kategori BB yang

ditandai dengan diagram warna ungu sudah tidak terlalu nampak.

Berdasarkan uraian tabel pengamatan hasil rekapitulasi tersebut, dapat

diketahui bahwa nilai-nilai karakter anak berkembang lebih baik dan sesuai

harapan guru dan peneliti, karena terlihat dari hasil yang diperoleh bahwa

sebagian besar anak berada pada kategori BSH.

Selanjutnya, dari hasil pengamatan nilai -nilai karakter anak diperoleh

dari media buku cerita yang telah dilakukan, diuraikan dalam tabel

pengamatan awal dan pengamatan akhir. Berikut uraian gambaran tabel

tersebut di bawah ini.

Tabel 4.9 Rekapitiulasi Pengamatan Awal dan Akhir Penanaman Nilai-

nilai Karakter

Kategori Pengamatan Awal Pengamatan Akhir

(O1) (O2)

Sopan Menghargai Tanggung Sopan Mengharg Tanggung


Santun Teman jawab Santun ai Teman Jawab

F % F % F % F % F % F %

BSB 2 13,34 1 6,66 0 0 4 26,67 5 33,33 2 13,33


52

BSH 3 20 2 13,34 3 20 8 53,33 7 46,67 8 53,33

MB 3 20 6 40 4 26,66 3 20 2 13,33 5 33,33

BB 7 46,66 6 40 8 53,34 0 0 1 6,67 0 0

Sesuai table 4.9 dapat diketahui bahwa hasil rekapitulasi pengamatan

awal dan akhir dari penanaman nilai -nilai karakter anak sebelum maupun

sesudah diberikan perlakuan berupa media buku cerita. Dari aspek pertama

adalah aspek sopan santun: untuk kategori BSB 13,34% meningkat menjadi

26,67%, kategori BSH 20% menimgkat menjadi 53,33%, kategori MB 20%

tetap menjadi 20%, dan kategori BB 46,66% menurun menjadi 6,67%. Pada

aspek kedua adalah: menghargai teman untuk kategori BSB 6,66% meningkat

menjadi 33,33%, kategori BSH 13,34% meningkat menjadi 46,67%, kategori

MB 40% menurun menjadi 13,33%, kategori BB 40% menurun menjadi

6,67%. Aspek ketiga adalah tanggung jawab untuk kategori BSB 0%

meningkat menjadi 13,33%, kategori BSH 20% meningkat menjadi 53,33%,

kategori MB 26,66% meningkat menjadi 33,33%, kategori BB dari 53,34%

menurun menjadi 0%.

Oleh karena itu dapat di ketahui bahwa penanaman nilai karakter anak

sebelum dan sesudah diberikan perlakuan berupa media buku cerita,

menunujukkan hasil yang sesuai lebih dari harapan guru dan peneliti, yaitu

mengalami peningkatan yang lebih baik dalam penanaman nilai-nilai

karakter.

4.1.6 Analisis Statistik Deskriptif


53

Deskripsi data merupakan gambaran data yang diperoleh untuk

mendukung pembahasan hasil penelitian. Melalui gambaran ini akan terlihat

kondisi pengamatan awal dan pengamatan akhir dari penanaman nilai

karakter anak.

Tabel 4.10 Descriptive Statistics


Std.
N Range Minimum Maximum Mean Deviation Variance

Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic


sebelumperlakuan 15 6 3 9 5.40 .465 1.756 3.114
sesudahperlakuan 15 3 7 10 8.80 .200 .775 .600
Valid N (listwise) 15

Sesuai tabel 4.10, dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata nilai karakter

anak sebelum diberikan perlakuan, yakni 5.40 dan sesudah diberikan

perlakuan nilai rata-rata meningkat menjadi 8.80 Sedangkan, nilai tertinggi

sebelum perlakuan, yakni 9.00 dan nilai tertinggi sesudah perlakuan menjadi

10.00. Nilai terendah sebelum perlakuan, yaitu 3.00 dan sesudah perlakuan

meningkat menjadi 7.00. Selanjutnya, standar devisiasi sebelum diberikan

perlakuan, 0.17 yakni dan sesudah diberikan perlakuan menjadi 0,7.

4.1.4 Analisis Inferensial (Persyaratan)

Sebelum data diolah ke uji t, terlebih dahulu harus diuji normalitas. Hal

ini sesuai pendapat Saeful dan Bahruddin (2014:133), “Uji normalitas

dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu distribusi data yang

nantinya hal ini menjadi penting untuk diketahui karena berkaitan dengan uji

statistik yang tepat untuk digunakan”.


54

Berikut uraian tabel uji normalitas di bawah ini, sebagai berikut :

Tabel 4.11 Test of Normality

a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

Sebelumperlakuan .166 15 .200 .932 15 .295

Sesudahperlakuan .335 15 .000 .832 15 .010

a. Lilliefors Significance Correction

Sesuai tabel 4.11, terdapat uji normalitas Shapiro-Wilk, uji

Shapiro-Wilk adalah sebuah metode atau rumus perhitungan sebaran data

yang dibuat oleh Shapiro dan Wilk. Metode Shapiro Wilk adalah metode uji

normalitas yang efektif dan valid digunakan untuk sampel berjumlah kecil.

Tabel 4.12 Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Sebelumperlakuan 5.40 15 1.765 .456

Sesudahperlakuan 8.80 15 .775 .200

Sesuai tabel 4.12, menunjukan bahwa rata-rata skor anak sebelum

maupun sesudah perlakuan. Sebelum perlakuan rata-rata skor dicapai adalah

5.40, sementara setelah diberikan perlakuan rata-rata skor yang dicapai adalah

8.80.

Tabel 4.13 Paired Samples Correlations


55

N Correlation Sig.

Pair 1 sebelumperlakuan &


15 . 165 .551
sesudahperlakuan

Sesuai tabel 4.13, menunjukan bahwa korelasi antara dua variabel

adalah sebesar 165 dengan taraf signifikansi 551. Hal ini menunjukan bahwa

hubungan antara dua rata-rata skor sebelum dan sesudah adalah kuat dan

signifikan.

Tabel 4.14 Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Difference
Deviatio Error Sig. (2-
Mean n Mean Lower Upper T Df tailed)

Pair sebelumperlak
1 uan –
-3.400 1.805 .466 -4.399 -2.401 -7.296 14 .000
sesudahperlak
uan

Sesuai tabel 4.14, dapat diketahui bahwa nilai t hitung adalah sebesar -

3.400 dengan taraf signifikansi 0,000. Karena sig < 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti terdapat Nilai-

nilai Moral anak Melalui Kegiatan Bercerita di kelompok B2 TK Anatapura

Lolu Sigi Biromaru. Sesuai kriteria pengujian hipotesisnya terbukti pada H1

diterima, sebagai berikut:


56

H1 = Terdapat Penanaman Nilai Karakter di Kelompok B2 TK Anatapura


Lolu Sigi Biromaru.

Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan media buku cerita sangat

berpengaruh secara signifikan terhadap nilai karakter anak di kelompok B2

TK Anatapura Lolu Sigi Biromaru.

Dari table “Paired Sample Test’’ di atas juga memuat informasi tentang

nilai ‘’Mean Paired Differences’’ adalah sebesar -3.267. Nilai ini

menunjukkan selisih antara rata-rata sebelum perlakuan dengan rata-rata

sesudah perlakuan atau 9.40-9.47= -3.400 dan selisih perbedaan tersebut

antara -4.399 sampai -2.401 (90% Confidence Interval of the difference

Lower dan Upper). Berdasrkan hasil t hitung bernilai -7.296, t hitung bernilai

negative disebabkan karena rata-rata hasil sebelum diberikan perlakuan lebih

rendah dari pada sesudah perlakuan, maka t hitung negative dapat bernilai

positif. Oleh karena itu t hitung -7.296> t tabel 1.76131 maka sebagai

pengambilan keputusan diatas dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima.

Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh media buku cerita rakyat sangat

berpengaruh secara signifikan terhadap penanaman nilai -nilai karakter anak

di Kelompok B2 TK Anatapura Lolu Kecamatan Sigi Biromaru.

4.2 Pembahasan

Bagian ini membahas mengenai gambaran penerapan media buku

cerita rakyat, gambaran penanaman nilai karakter anak dengan tiga aspek

yang diamati, dan gambaran kedua variabel, yaitu pengaruh media buku

cerita rakyat dan penanaman nilai-nilai karakter anak. Selain membahas dan
57

menjawab ketiga rumusan masalah dalam penelitian ini, peneliti juga

membahas hasil wawancara peneliti dengan guru kelas yang berada pada di

Kelompok B2 mengenai pelaksanaan media buku cerita rakyat sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan terkait dengan perkembangan pada nilai karakter

anak. Hasil penelitian yang dilakukan pada anak didik di Kelompok B2 TK

Anatapura Lolu Kecamatan Sigi Biromaru, untuk menjawab rumusan

masalah pada penelitian ini, dikaitkan dengan tiga aspek yang diamati aspek

sopan santun, aspek menghargai teman, aspek tanggung jawab. Berikut ini

penjelasannya:

4.2.1 Penerapan Kegiatan Media Buku Cerita Rakyat

Pelaksanaan kegiatan media buku cerita rakyat dilaksanakan di dalam

kelas, sebelum dimulai dari menyiapkan media buku ceita rakyat yaitu tahap

persiapan, bermain/belajar, dan tahap penutup.

4.2.1.1 Tahap Periapan

Tahap persiapan terdiri dari beberapa macam kegiatan persiapan, yaitu

kegiatan persiapan dalam memulai krgiatan bercerita dengan media buku

cerita rakyat. (1) Persipan awal guru dan peneliti menyiapkan media berupa

media buku cerita rakyat. (2) Setelah semuanya siap, guru mengarahkan

anak-anak untuk duduk mendegarkan cerita yang disampaikan oleh ibu guru.

(3) Guru mengabsen setiap anak yang hadir dan tidak hadir.

4.2.1.2 Tahap Bermain/Belajar

Tahap bermain/belajar terdiri dari rangkain kegiatan, sebagai berikut :

(1) Anak-anak akan diminta mendengarkan dengan baik tema cerita dari ibu
58

guru. (2) anak-anak diperlihatkan media buku cerita kemudian ibu guru

menceritak isi cerita. (3) Anak- anak diminta mengulang kembali cerita yang

dibawakan ibu guru.

4.2.1.3 Tahap Penutup

Tahap penutup dari kegiatan bercerita menggunakan media buku

cerita rakyat terdiri dari kegiatan-kegiatan, yaitu menghubungkan

pengalaman anak dalam kegiatan bercerita dengan kegiatan lainnya.

Ketiga tahapan tersebut yang dilakukan peneliti dalam penerapan

media buku cerita rakyat di Kelompok B2 TK Anatapura Lolu Kecamatan

Sigi Biromaru.

4.2.2 Penanaman Nilai Karakter Pada Aspek Sopan santun

Sopan santun ialah suatu tingkah laku yang amat populer dan nilai

yang natural. Sopan santun yang dimaksud adalah suatu sikap atau tingkah

laku individu yang menghormati serta ramah terhadap orang yang sedang

berinteraksi dengannya.

Menurut Antoro (2010:3) sopan santun adalah perilaku individu yang

tinggi akan nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong dan

berakhlak mulia. Perwujudan dari sikap sopan santun ini adalah perilaku yang

menghormati orang lain melalui komunikasi yang menggunakan bahasa yang

tidak meremehkan atau merendahkan orang lain.

Pentingnya nilai moral ditunjukkan melalui sikap sopan santun yang

dimiliki oleh setiap individu. Oleh karena itu, agar anak dapat belajar sopan

santun di TK, maka aspek sopan santun dianggap bisa mengembangkan nilai
59

moral melalui metode bercerita di TK selanjutnya. Penilaian aspek sopan

santun, dilihat dari beberapa indikator, yaitu jika anak dapat mengucapkan

kata tolong ketika meminta bantuan, anak dapat mengucapkan salam ketika

berada di dalam kelas, anak dapat mengucapkan kata maaf jika ia bersalah,

anak dapat mengucapkan terima kasih jika memperoleh sesuatu, anak berkata

santun kepada ibu guru, dan bersikap sopan pada ibu guru, misalnya

mencium tangan ibu guru.

Dari hasil observasi sebelum perlakuan penelitian sebanyak 15 anak,

yang masuk kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) terdapat 2 anak

(13,34%), sedangkan untuk kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH)

terdapat 3 anak (20%), pada kategori Mulai Berkembang (MB) terdapat 3

anak (20%) dan kategori Belum Berkembang (BB) terdapat 7 anak (46,66%).

Dari hasil observasi sesudah perlakuan hasil yang diperoleh terdapat 4

anak (26,67%) pada kategori Berkembang Sangat Baik (BSB), terdapat 8

anak (53,33%) kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH), terdapat 3 anak

(20%) kategori Mulai Berkembang (MB), dan tidak ada dalam kategori

Belum Berkembang (BB). Dilhat dari data tersebut, ada peranan metode

bercerita terhadap pengembangan nilai -nilai karakter anak melalui aspek

sopan santun.

Ada empat anak yang masuk dalam kategori Berkembang Sangat Baik

(BSB) yang bernama Riski, Naura, Kanza, Hamiz. Karena mereka sudah

mampu mengerjakan lebih dari keempat indikator dari aspek sopan santun

tanpa dibantu oleh gurunya seperti, mengucap kata tolong ketika meminta
60

bantuan, bersikap ramah pada anak-anak yang lain, mampu berbicara sopan,

mengucapkan terimah kasih dan tertib saat belajar. Ada delapan anak yang

masuk dalam kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH), yang bernama

Abizar, Alexa, Fatih, Aurelia, Rasya, Aisyah,Fatimah,dan Naura. Karena

mereka sudah mampu mengerjakan tiga indikator dari aspek sopan santun

tanpa dibantu oleh gurunya seperti bersikap ramah pada guru, tertib saat

belajar, dan mengucapkan terimah kasih. Ada tiga anak yang masuk dalam

kategori Mulai Berkembang (MB), yang bernama Bagas, Rara, dan Dewi.

Karena mereka sudah mulai mampu mengerjakan dua indikator dari aspek

sopan santun dengan bantuan gurunya seperti berbicara dengan sopan dan

tidak berteriak. Tidak ada anak yang masuk dalam kategori Belum

Berkembang (BB).

4.2.3 Penanaman Pendidikan Karakter Pada Aspek Menghargai

Teman

Menghargai, mungkin kata ini sudah tak asing lagi bagi kita.

Sebenarnya, banyak definisi dari kata “menghargai” itu sendiri. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, arti kata menghargai sangat beragam,

diantaranya memberi, menentukan, menilai, membubuhi harga, menaksir

harga, memandang penting, menghormati. Sejatinya kita sebagai manusia

memang wajib untuk saling menghargai atas apa yang dicapai maupun yang

diciptakan. Tujuan dari saling menghargai itu jelas, agar terciptanya

kerukunan antar manusia.


61

Poerwadaminta (2007:406) menjelaskan bahwa menghargai yaitu

setiap orang harus menghormati, mengindahkan, memuliakan dan

menjunjung tinggi pendapat dan keyakinan orang lain. Selanjutnya Elfindri

(2012:101) menjelskan bahwa karakter orang yang suka menghargai orang

lain terbangun dari sifatnya yang mau memikirkan kepentingan orang lain,

memiliki rasa pengakuan atas karya, ide, serta kontribusi orang lain. Orang

yang memiliki karakter ini jauh dari sifat egois yang mementingkan diri

sendiri, serta dengan tulus suka mengucapkan terima kasih atas jasa dan budi

baik orang lain.

Seperti halnya menghargai teman di TK yang dapat dinilai dari

beberapa pencapaian indikator, yaitu apabila anak dapat menunjukkan sikap

toleransi terhadap perbedaan agama dengan temannya, apakah anak mau

meminjamkan barang miliknya kepada temannya yang dalam kesulitan,

apakah anak dapat berbagi dan menolong temannya yang dalam kesulitan,

misalnya menolong teman ketika terjatuh dan berbagi makanan.

Melalui aspek menghargai teman, masih ada beberapa anak yang

belum masuk dalam kategori Berkembang Sangat Baik. Hal ini disebabkan,

pada anak usia TK masih sangat dominan dengan sikap egosentrisnya

sehingga masih ada anak yang sulit bergaul, tidak mau mengalah dan mau

menang sendiri.

Dari hasil observasi sebelum perlakuan penelitian sebanyak 15 anak,

yang masuk kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) terdapat 1

anak(6.66%), sedangkan untuk kategori Berkembanng Sesuai Harapan (BSH)


62

terdapat 2anak (13,34%), pada kategori Mulai Berkembang (MB) Terdapat 6

anak (40 %), dan 6 anak (40%) yang masuk kategori Belum Berkembang

(BB).

Dari hasil observasi sesudah perlakukan, hasil yang diperoleh terdapat

5 anak (33,33%) pada kategori Berkembang Sangat Baik (BSB), terdapat 7

anak (46,67%) kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH), terdapat 2 anak

(13,33%) pada kategori Mulai Berkembang (MB), dan terdapat 1 anak

(6.67%) dalam kategori Belum Berkembang (BB). Hal ini membuktikan ada

peranan media bercerita dalam penanaman nilai-nilai karakter anak dalam

aspek menghargai teman.

Ada lima anak yang masuk dalam kategori Berkembangg Sangat Baik

Harapan (BSB) yang bernama Fatiamah, Aisyah, Fatih, Rara dan Alexa.

Karena mereka sudah mampu mengerjakan lebih dari empat indikator dari

aspek menghargai teman tanpa dibantu oleh gurunya seperti bersikap

toleransi, tidak memilih-milih teman, tidak menganggu teman dan senag

berbagi. Ada tujuh anak yang masuk dalam kategori Berkembang Sesuai

Harapan (BSH) yang bernama Naurah, Kanza, Rasya, Riski,Aisyah, Fatimah,

dan Dewi. Karena mereka sudah mampu menunjukan sikap yang baik

terhadap teman seperti senang berbagi, menolong teman, bersikap toleransi

dan tidak menganggu teman. Ada dua anak yaitu Bagas, dan Rasya yang

masuk dalam kategori Mulai Berkembang (MB). Karena mereka sudah mulai

mampu mengerjakan dua indikator dari aspek menghargai teman dan tidak

menganggu teman dengan arahan dari gurunya. Terdapat 1 anak yang masuk
63

dalam kategori Belum Berkembang (BB) yang bernama Hasan karena anak

ini sering melakukan pertikaian dengan teman - temannya dan juga anak

sering mengambil secara paksa permaian yang sedang dimainkan oleh

temanya. Oleh karena itu peneliti memberikan saran kepada guru kelas di

anak ini diberikan bimbingan yang khusus agar karakter yang kurang baik

dapat cegah dengan memberikan teguran kepada si anak ini.

4.2.4 Penanaman Nilai-nilai Karakter Pada Aspek Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan salah satu sikap yang terdapat dalam

penilaian afektif berbasis kurikulum 2013. Lickona mengatakan bahwa

program pendidikan moral yang berdasarkan pada dasar hukum moral dapat

dilaksanakan dalam dua nilai moral yang utama, yaitu sikap tanggung jawab

memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan

nasional.

Selanjutnya menurut Zubaedi (2011) berpendapat bahwa tanggung

jawab (responsibility) maksudnya mampu mempertanggung jawabkan serta

memiliki perasaan untuk memenuhi tugas dengan dapat dipercaya, mandiri,

dan berkomitmen. Kesuma, dkk., (2013) menyatakan bahwa tanggung jawab

dikenal juga dengan pertanggung jawaban yakni tidak membiarkan orang lain

mengalami kekecewaan, melaksanakan tugas sebaik mungkin sesuai dengan

kemampuan sendiri.

Definisi tanggung jawab dikemukakan juga oleh Majid (2014)

tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan

tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri,
64

masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara, dan Tuhan Yang

Maha Esa.

Aspek tanggung jawab penilaiannya, dilihat dalam pencapaian

beberapa indikator, yaitu jika anak mampu mengurus dirinya sendiri

(misalnya memakai sepatu sendiri), anak mampu menyelesaikan tugas yang

diberikan, (misalnya mewarnai gambar dengan baik hingga selesai), meminta

maaf jika sudah berbuat salah, dan anak dapat merapikan peralatan makan

dan minum sendiri.

Dari hasil observasi sebelum perlakuan sebanyak 15 anak, tidak ada

anak yang masuk dalam kategori Berkembang Sangat Baik (BSB), sedangkan

untuk kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH) terdapat 3 anak (20%),

pada kategori Mulai Berkembang (MB) terdapat 4 anak (26,66%) dan

kategori Belum Berkembang (BB) terdapat 8 anak (53,34%).

Dari hasil observasi sesudah dilakukannyapenelitian, hasil yang

diperoleh terdapat 2 anak (13.33%) pada kategori Berkembang Sangat Baik

(BSB), terdapat 8 anak (53.33%) kategori Berkembang Sesuai Harapan

(BSH), terdapat 5 anak (33,33%) pada kategori Mulai Berkembang (MB),

dan tidak terdapat anak yang masuk kategori Belum Berkembang (BB).

Dilihat dari data tersebut, ada pengaruh media bercerita terhadap penanaman

nilai -nilai karakter anak melalui aspek tanggung jawab.

Ada dua anak yang masuk dalam kategori Berkembang Sangat Baik

(BSB) yang bernama Rasya, dan Fatimah. Karena mereka mampu

mengerjakan lebih dari empat indikator dari aspek tanggung jawab tanpa
65

dibantu oleh gurunya seperti, anak bisa memakai sepatu sendiri,

membereskan alat makan, menyelesaikan tugas, dan meminta maaf ketika

salah. Ada delapan anak yang masuk dalam kategori Berkembang Sesuai

Harapan (BSH) yang bernama Riski , Bagas, Aurelia, Hamiz, Naurah, Kanza,

Fatih, dan Aurelia. Karena mereka mampu mengerjakan tugas yang diberikan

seperti merapikan kembali makannya dan meminta maaf ketika salah. Ada

empat anak yang masuk dalam kategori Mulai Berkembang (MB) yang

bernama Abizar, alexa, Aisyah, Fatimah dan Rara. Karena mereka sudah

mampu mengerjakan dua indikator dari aspek tanggung jawab dengan

dibantu oleh gurunya seperti mampu mengerjakan tugas dengan bantua guru

dan meminta maaf ketika salah. tidak anak yang masuk dalam kategori Belum

Berkembang (BB)
66

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya

tentang pengaruh media buku cerita rakyat terhadap penanaman nilai karakter

anak di Kelompok B2 Anatapura Lolu Kecamatan Sigi Biromaru, dapat

disimpulkan, sebagai berikut:

1. Kemampuan penanaman nilai -nilai karakter anak di Kelomok B2 TK

Anatapura Lolu Kecamatan Sigi Biromaru sudah berkembang sesuai

harapan. Hal ini terlihat dari peningkatan yang terjadi selama penerapan

media buku cerita rakyat yang terjadi selama pembelajaran. Peningkatan

terjadi pada masing-masing aspek yang diamati, yaitu aspek sopan

santun, aspek menghargai teman dan aspek tanggumng jawab.

2. Penerapan media buku cerita rakyat diterapkan selama empat minggu.

Dalam menyampaikan cerita pada anak, guru menggunakan media buku

cerita. Terlihat anak-anak sangat antusias dalam mendengarkan cerita

rakyat yang disampaikan oleh guru.


67

3. Ada pengaruh media buku cerita rakyat terhadap penanaman nilai-nilai

karakter anak di Kelompok B2 TK Anatapura Kecamatan Sigi Biromaru,

jika dilihat dari uji t dapat dijelaskan bahwa nilai t hitung sebesar -7.296

dengan signifikan 0,000. Karena sig<0,05, maka dapat disimpulkan

bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, berarti terdapat pengaruh media buku

cerita rakyat terhadap penanaman nilai karakter anak di Kelompok B2

TK Anatapura Lolu Kecamatan Sigi Biromaru. Sedangakan dari analisis

deskriptif, nilai rata-rata dari penanaman nilai -nilai karakrer anak,

terdapat 24,45% dalam kategori BSB, dan 51,11% dalam kategori BSH,

ada 22,22 dalam kategori MB, dan 2,22% dalam kategori BB.

5.2 Saran

Sesuai simpulan penelitian, ada beberapa saran yang dapat

dikemukakan oleh peneliti sebagai bahan masukan, kepala TK, Guru,anak,

peneliti dan para peneliti lain, dalam rangka mengoptimalkan nilai karakter

anak , adalah sebagai berikut:

1. Kepala TK: Sebagai masukan bagi pihak sekolah untuk selalu

mendukung proses pembelajaran dengan selalu menyediakan sarana dan

prasarana dalam upaya untuk meningktakan kemampuan karakter anak.

2. Kepada anak-anak. Diharapkan agar nilai karakter anak dapat

berkembang sesuai dengan umurnya dan juga anak selau disiplin dalam

kehidupa sehari-hari baik di sekolah maupun di lingkungan keluarganya.


68

3. Bagi guru: Khususnya di Kelompok B2 TK Anatapura Lolu Kecamatan

Sigi Biromaru, disarankan agar berupaya maksimal mungkin untuk

menotivasi dan mengembangkan nilai karakter anak.

4. Bagi peneliti lain: Dapat dijadikan sebagai bahan acuan atau

pertimbangan dalam merancang penelitian ataupun jurnal dalam judul

yang sama ataupun berbeda.

5. Bagi peneliti: Dapat dijadikan sebuah pengalaman dan wadah untuk

menambah ilmu pengetahuan dan pegalaman dalam penelitian yang

berkaitan dengan nilai-nilai karakter anak maupun yang berdeda.


69

RUBRIK PENILAIAN PENGEMBANGAN NILAI KARAKTER ANAK


DENGAN MENGGUNAKAN METODE MEDIA BUKU CERITA DI
KELOMPOK B2 TK ANATAPURA LOLU SIGI BIROMARU

1. Sopan Santun

Kategori Indikator Skor

Berkembang Jika anak sudah dapat menunjukkan sikap


4
Sangat sopan santun:

Baik (BSB) 1. Anak dapat mengucapkan kata

tolong ketika meminta bantuan.

2. Anak dapat mengucapkan terima

kasih jika menerima sesuatu.

3. Anak ramah pada siapa saja,

misalnya mencium tangan ibu guru.

4. Anak mampu berbicara sopan atau

tidak berteriak.

5. Anak tertib saat belajar.

Berkembang Sesuai Ada 3 indikator yang muncul.


3
Harapan (BSH)
Mulai Berkembang Ada 2 indikator yang muncul.
2
(MB)
Belum Berkembang Belum ada indikator yang muncul.
1
(BB)

2. Menghargai Teman
70

Indikator Skor

Berkembang Sangat Jika anak sudah dapat menunjukkan sikap


4
Baik (BSB) menghargai:

1. Anak menunjukkan sikap toleransi

terhadap perbedaan agama dengan

temannya.

2. Anak dapat menghargai hasil karya

temannya.

3. Anak tidak memilih-milih teman.

4. Anak tidak mengganggu teman.

5. Anak dapat berbagi makanan

bersama teman.

Berkembang sesuai Ada 3 indikator yang muncul.


3
Harapan (BSH)

Mulai Berkembang Ada 2 indikator yang muncul.


2
(MB)

Belum Berkembang Belum ada indikator yang muncul.


1
(BB)

3. Tanggung Jawab
71

Kategori Indikator Skor

Jika anak sudah dapat menunjukkan sikap


4
Berkembang Sangat tanggung jawab:

Baik (BSB) 1. Anak mampu mengurus diri sendiri

(misalnya memakai sepatu sendiri).

2. Anak mampu menyelesaikan tugas

yang berikan, (misalnya mewarnai

gambar dengan baik hingga

selesai).

3. Anak mau menyimpan kembali

alat makan yang telah di gunakan.

4. Membuang sampah pada

tempatnya.

5. Meminta maaf jika sudah berbuat

salah

Berkembang Sesuai Ada 3 indikator yang muncul.


3
Harapan (BSH)

Mulai Berkembang Ada 2 indikator yang muncul.


2
(MB)

Belum Berkembang Belum ada indikator yang muncul.


1
(BB)
72

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HARIAN (RPPH)

TEMA/SUBTEMA : LINGKUNGAN SEKOLAH

SEMRSTER/MINGGU : I/III
73

HARI/TANGGAL : SELASA, 14 April 2020

KELAS/USIA : B/5-6 TAHUN

MATERI

1. Doa sebelum dan sesudah belajar mengucap surah-surah pendek

2. Mengenal prilaku yang baik sebagai cerminan ahlak mulia

3. Mengenal anggota tubuh fungsi dan gerakannya

4. Membuang sampah pada tempatnya

I. KEGIATAN PEMBUKAAN (30 MENIT)

• Salam, berdoa dan bernyanyi

• Bercakap-cakap tentang prilaku yang baik dan tidak baik, seperti

membantah apa yang diprintahkan guru

• Betcakap-cakap fungsi anggota tubuh seperti mengerjakan ketika

diperintah guru

• Praktek langsung membuang sampah pada tempatnya dengan benar

II. KEGIATAN INTI (60 MENIT)

• Tanya jawab tentang nilai-nilai karakter anak

• Sopan santun

• Tanggung jawab

• Menghargai teman

III. ISTIRAHAT (30 MENIT)

• Bermain

• Cuci tangan sebelum dan sesudah makan


74

• berdoa

IV. PENUTUP (30 MENIT)

• Evaluasi kegiatan hari ini

• Pesan-pesan

• Berdoa pulang

• salam

Peneliti

Depita Labone
A 411 16 006

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HARIAN (RPPH)

SEMRSTER/MINGGU : I/III

HARI/TANGGAL : SELASA, 21 APRIL 2020


75

KELAS/USIA : B/5-6 TAHUN

TEMA/SUBTEMA : LINGKUNGAN SEKOLAH

MATERI

1. Doa sebelum dan sesudah belajar mengucap surah-surah pendek

2. Mengenal prilaku yang baik sebagai cerminan ahlak mulia

3. Mengenal anggota tubuh fungsi dan gerakannya

4. Membuang sampah pada tempatnya

V. KEGIATAN PEMBUKAAN (30 MENIT)

• Salam, berdoa dan bernyanyi

• Bercakap-cakap tentang prilaku yang baik dan tidak baik, seperti

membantah apa yang diprintahkan guru

• Betcakap-cakap fungsi anggota tubuh seperti mengerjakan ketika

diperintah guru

• Praktek langsung membuang sampah pada tempatnya dengan benar

VI. KEGIATAN INTI (60 MENIT)

• Tanya jawab tentang nilai-nilai karakter anak

• Sopan santun

• Tanggung jawab

VII. Mengahargai teman ISTIRAHAT (30 MENIT)

• Bermain

• Cuci tangan sebelum dan sesudah makan

• berdoa
76

VIII. PENUTUP (30 MENIT)

• Evaluasi kegiatan hari ini

• Pesan-pesan

• Berdoa pulang

• salam

Peneliti

Depita Labone
A 411 16 006

Anda mungkin juga menyukai