Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia


dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan
untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Hidayat,2009). Kebutuhan dasar manusia
adalah hal-hal yang seperti makanan, air, keamanan, dan cinta yang marupakan hal yang
sangat penting untuk bertahan hidup dan kesehatan

Hierarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang dapat
digunakan perawat untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusia padasaar
memberikan perawatan. Menurut teori ini, beberapa kebutuhan manusia tertentu lebih dasar
dari pada kebutuhan lainnya. Oleh karena itu beberapa kebutuhan harus dipenuhi sebelum
kebutuhan yang lain.(Potter&Perry,2006). Hierarki kebutuhan manusia mengatur kebutuhan
dasar alam da;lam lima tingkatan prioritas. Kebutuhan akan keselamatan dan
kenyamanan,yang melibatkan fisik dan psikologis menjadi tingkatan kedua. Berbagai teori
keperawatan menyatakan bahwa kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan
tujuan pemberian asuhan keperawatan. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang
sama dengan nyeri. Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual,
psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan dan
merasakan nyeri.

Nyeri merupakan faktor yang utama yang mampu menghambat kemampuan dan
keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit. Kolcaba (1992) mendefinisikan
kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan rasa aman dan nyaman?

2. Apa saja fisiologi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan rasa aman dan
nyaman?

3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pada kebutuhan rasa aman dan nyaman?

1
1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui kebutuhan rasa aman dan nyaman

2. Untuk mengetahui fisiologi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan rasa


aman dan nyaman

3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada kebutuhan rasa aman dan nyaman

1.4 MANFAAT
1. Pendidikan
Sebagai bahan bacaan ilmiah, kerangka perbandingan untuk mengembangkan ilmu
keperawatan, serta menjadi sumber informasi bagi mereka ang ingin mengadakan
penelitian.
2. Perawat
Sebagai bahan makanan bagi perawat yang ada di rumah sakit untuk mengambil
langkah-langkah kebijakan dalam rangka upaya meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan khususnya asuhan keperawatan pasien hirschprung dengan post tutup
colostomy dengan madalah keperawatan gangguan rasa aman dan nyaman.
3. Pasien
Meningkatkan kemandirian dan pengalaman dalam menolong diri sendiri serta
sebagai acuan bagi keluarga untuk melakukan perawatan kepada keluarga yang
mengalami tindakan pembedahan atas riwayat hirschprung.
4. Penulis
Memperoleh pengetahuan tentang pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman
pasien, meningkatkan keterampilan dan wawasan penulis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN KEBUTUHAN RASA AMAN NYAMAN (NYERI)

A. Definisi

Kenyamanan / rasa aman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan
sehari-hari),kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi),dan trasenden (keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah dan nyeri).

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang
mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. Secara umum,
nyeri dapat di definisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri
adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau yang di rasakan dalam
kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan IASP (Potter dan Perry,2006).

Teori Nyeri

Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, diantaranya sebagai berikut:

1. Teori Pemisahan (specificity theory)


Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal cord) melalui
kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke tractus lissur dan
menyilang di garis median ke sisi lainnya serta berakhir di korteks sensoris tempat
rangsangan nyeri ytersebut di teruskan.
2. Teori Pola
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan
merangsang aktivitas sel T. hal ini mengakibatkan suatu respon yang merangsang ke
bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi
dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh
modalitas respons dari reaksi sel T.
3. Teori pengendalian gerbang (gate control theory)
Pada mekanisme nyeri, stimulus nyeri di transmisikan melalui serabut saraf
berdiameter kecil melewati gerbang. Akan tetapi serabut saraf berdiameter besar yang

3
juga melewati gerbang tersebut dapat menghambat transmisi impuls nyeri dengan cara
meniutup gerbang itu. Impuls yang berkonduksi pada serabut berdiameter besar bukan
sekedar menutup gerbang, melainkan juga merambat langsung ke korteks agar dapat
diidentifikasi dengan cepat (Long, 1996).
4. Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulus pada nosiseptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga
transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang spesifik.

B. Fisiologi Nyeri

Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri merupakan
sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan fungsi organ tubuh, terutama
system saraf sebagai reseptor rasa nyeri. Reseptor nyeri disebut juga nosireseptor, secara
anatomis reseptor nyeri (nosireseptor) ada yang bermielin dan ada juga yang tidak bermielin
dari saraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagian tubuh yaitu pada kulit (cutaneus), somatic dalam (deep somatic), dan pada daerah
visceral. Nosireceptor cutaneous berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit
(cutaneus) terbagi dalam dua kelompok yaitu sebagai berikut:

1. Reseptor A delta, merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/s)
yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab
nyeri dihilangkan.
2. Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5 m/s) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit
dilokalisasi.

Menurut Potter dan Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu
resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut
saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis, kemudian melalui salah satu dari
beberapa rute saraf. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor,
mencegah stimulus nyeri sehingga mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks
serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya
mempersiapkan nyeri.

4
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang,
pembuluh darah, saraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Oleh karena struktur
reseptornya kompleks, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor visceral, reseptor ini meliputi organ-organ visceral
seperti jantung, hati, usus, ginjal, dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini
biasanya tidak sensitive terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap
penekanan, iskemia, dan inflamasi.

C. NOSISEPSI

Sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensoris primer yang khusus bertugas mendeteksi
kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan tekanan.
Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit
bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat di rangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau
kimiawi. Sementara proses fisiologis terkait nyeri di sebut nosisepsi. Proses tersebut terdiri
atas empat fase, yakni sebagai berikut:

1. Transduksi. pada fase transduksi,stimulus atau rangsangan yang membahayakan (misal:


bahan kimia, suhu, listrik, atau mekanis) memicu pelepasan mediator biokimia (misal:
prostaglandin, bradikinin, histamin, substansi P) yang menyensitisasi nosiseptor.
2. Transmisi. Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Pada bagian pertama, nyeri
merambat dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Dua jenis serabut nosiseptor yang
terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C, yang mentransmisikan nyeri tumpul dan
menyakitkan, serta serabut A-Delta yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan
terlokalisasi.
3. Persepsi. Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya persepsi
nyeri tersebut terjadi di struktur korteks sehingga memungkinkan munculnya berbagai
strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensoris dan afektif nyeri
(Mc.Caffery dan Pasero, 1999).
4. Modulasi. Fase ini disebut juga system desenden. Pada fase ini, neuron di batang otak
mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis. Serabut desenden tersebut
melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan norepinefrinyang akan
menghambatimpuls asenden yang membahayakan di bagian dorsal medulla spinalis.

5
2.2 PROSES DAN EFEK NYERI

A. Proses Terjadinya Nyeri

Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan
jaringan dalam saraf sensoris menjadi aktivitas listrik kemudian di transmisikan melalui
serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medulla
spinalis, thalamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut di persepsikan dan di
dikriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang
saraf perifer dan di susun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat
berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin), dana gen kimiawi yang dilepaskan
karena trauma/inflamasi. Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf
untuk merubah berbagai stimuli mekanik, kimia, dan elektris menjadi potensial aksi yang
dijalarkan ke system saraf pusat.

B. Efek yang Ditimbulkan Oleh Nyeri

1. Tanda dan gejala fisik

Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak mengeluh
atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital dan
pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf saraf otonom.

2. Efek perilaku

Klien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang khas dan
berespons secara vocal serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Klien seringkali
meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan
otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial, dan hanya focus pada aktivitas menghilangkan nyeri.

3. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari

Iklien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin,
seperti mengalami kesulitan dalam mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan
kebersihan normal serta dapat mengganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual.

6
C. Penyebab nyeri

1. Trauma
a. Mekanik, yaitu rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan.
Misalnya akibat benturan, gesekan, luka, dan lain-lain.
b. Termal, yaitu nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas
dan dingin. Misal karena api dan air.
c. Kimia, yaitu timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat.
d. Elektrik, yaitu timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa
nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Peradangan,

yaitu nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan
atau terjepit oleh pembengkakan, misalnya abses.

3. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah.


4. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya Karena edema akibat terjadinya penekanan pada
reseptor nyeri.
5. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
6. Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteri koronaria yang menstimulasi
reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
7. Spasme otot dapat menstimulasi mekanik.

D. Klasifikasi Nyeri

Menurut Tempat :

1. Peripheral Pain : nyeri permukaan (superficial pain), nyeri dalam (deep pain), nyeri alihan
(reffered pain), nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.
2. Central Pain : terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, medulla spinalis,
batang otak dan lain-lain.
3. Psychogenic Pain : nyeri dirasakan tanpa penyebab organic, tetapi akibat dari trauma
psikologis.
4. Phantom Pain : merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah taka da lagi.
Contohnya pada amputasi.
5. Radiating Pain : nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.

7
6. Nyeri somatic dan nyeri visseral : kedua nyeri ini umumnya bersumber dari kulit dan
jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang.

Menurut Sifat :

1. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang.


2. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama.
3. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali serta biasanya menetap
10-15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
4. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh pada arthritis,
pemberian analgetik narkotika merupakan kontraindikasi akibat dari lama nya penyakit
yang dapat mengakibatkan kecanduan.

Menurut Intensitas Rasa Nyeri :

1. Nyeri Ringan : dalam intensitas rendah


2. Nyeri Sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
3. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi

Menurut Waktu Serangan Nyeri :

1. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi,
penyakit atau intervensi bedah, dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang
bervariasi (ringan sampai berat ) serta berlangsung singkat (kurang dari enam bulan) dan
menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
Nyeri akut biyasanya berlangsung singkat, misalyan nyeri pada fruktur.
2. Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode
waktu. Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah diidentifikasi, intensitas
nyerisukar untuk diturunkan, rasa nyeri biasanya meningkat, sifat nyeri kurang jelas, dan
kemungkinan kecil untuk sembuh atau hilang.

E. Respons Terhadap Nyeri

1. Respons fisiologis

Pada saat impils nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus,
system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respons stress. Apabila nyeri
berlangsung terus-menerus secara tipikal akan melibatkan organ-organ visceral, system saraf
parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Respons fisiologis terhadap nyeri sangat

8
membahayakan individu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri berat yang menyebabkan individu
mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi yaitu tanda-tanda fisik
kembali normal. Dengan demikian, klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu
memperlihatkan tanda-tanda fisik:

a. Stimulasi simpatik (nyeri ringan, moderat, dan superfisial) berupa dilatasi saluran
bronkial dan peningkatan tingkat respirasi, peningkatan detak jantung,
vasokonstriksi perifer, peningkatan tekanan darah, peningkatan nilai gula darah,
diaphoresis, peningkatan kekuatan otot, dilatasi pupil, dan penurunan motilitas
gastrointestinal.
b. Stimulus parasimpatik (nyeri berat dan dalam) berupa muka pucat, otot mengeras,
penurunan detak jantung dan tekanan darah, napas cepat dan tidak teratur, nausea
dan vomitus, serta kelelahan dan keletihan.
2. Respon psikologis

Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi
atau arti nyeri bagi klien. Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu, dan factor sosial budaya.

3. Respon perilaku

Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi
wajah yang mengindikasikan nyeri dapat di tunjukkan oleh klien sebagai respon perilaku
terhadap nyeri. Respon tersebut seperti mengerutkan dahi, gelisah, memelingkan wajah
ketika di ajak bicara. Pada respon perilaku dapat diamati dari hal berikut:

a. Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak napas, mendengkur).


b. Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir).
c. Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari
dan tangan).
d. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari percakapan, menghindari
kontak sosial, penurunan rentang perhatian, focus pada aktivitas menghilangkan
nyeri).

9
F. Pengalaman Nyeri

Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni:

1. Makna nyeri
Nyeri memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang, juga untuk orang yang sama di
saat yang berbeda. Umumnya, manusia memendang nyeri sebagai pengalaman yang
negative, walaupun nyeri juga mempunyai aspek positif. Beberapa makna nyeri antara
lain berbahaya atau merusak, menunjukkan adanya komplikasi (misal, infeksi),
memerlukan penyembuhan, menyebabkan ketidakmampuan, merupakan hukuman akibat
dosa, merupakan sesuatu yang harus ditoleransi.
2. Persepsi nyeri
Nyeri merupakan salah satu bentuk reflex guna menghindari rangsangan dari luar
tubuh, atau melindungi tubuh dari segala bentuk bahaya. Akan tetapi jika nyeri itu terlalu
berat atau berlansung lama dapat berakibat tidak baik bagi tubuh, dan hal ini akan
menyebabkan penderita menjadi tidak tenangdan putus asa. Persepsi nyeri tepatnya pada
area korteks (fungsi evaluatif kognitif), muncul akibat stimulus yang di transmisikan
menuju jarak spinotalamikus dan talamiko kortikalis. Persepsi nyeri ini sifatnya objektif,
sangat kompleks, dan dipengaruhi factor-faktor yang memicu stimulus nosiseptor dan
transmisi impuls nosiseptor, seperti daya reseptif dan interpretasi kortikal.
3. Toleransi terhadap nyeri
Terkait dengan intensitas nyeri yang membuat seseorang sanggup menahan nyeri
sebelum mencari pertolongan. Tingkat toleransi yang tinggi berarti bahwa individu
mampu menahan nyeri yang berat sebelum ia mencari pertolongan. Meskipun setiap
orang mempunyai pola penahan nyeri yang relatif stabil, tingkat toleransi berbeda
bergantung pada situasi yang ada.toleransi terhadap nyeri tidak di pengaruhi oleh usia,
jenis kelamin, kelelahan, atau sedikit perubahan sikap.faktor-faktor yang mempengaruhi
toleransi nyeri seperti terlihat pada table di bawah ini:

Mengalami peningkatan Mengalami penurunan


1. Alcohol 1. Capek atau kelelahan
2. Obat-obatan 2. Marah
3. Hipnosis 3. Kebosanan
4. Panas 4. Cemas
5. Gesekan atau garukan 5. Nyeri yang kronis
6. Pengalihan perhatian 6. Sakit atau penderitaan
7. Kepercayaan yang kuat

10
4. Reaksi terhadap nyeri

Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap nyeri. Ada orang yang
menghadapinya dengan perasaan takut, gelisah, dan cemas, ada pula yang menanggapinya
dengan sikap yang optimis dan penuh toleransi. Sebagian orang merespon nyeri dengan
menangis, mengerang dan menjerit-jerit, meminta pertolongan, gelisah ditempat tidur, atau
berjalan mondar-mandir tak tentu arah untuk mengurangi rasa nyeri. Sementara, yang lainnya
tidur sambal menggemertakkan gigi, mengepalkan tangan, atau mengeluarkan banyak
keringat krtika mengalami nyeri. Faktor-faktor yang memengaruhi reaksi nyeri sebagai
berikut:

a. Anti nyeri terhadap individu


b. Tingkat persepsi nyeri
c. Pengalaman masa lalu
d. Nilai kultural
e. Harapan sosial
f. Kesehatan fisik dan mental
g. Sikap orang tua terhadap nyeri
h. Menentukan dimana nyeri terjadi
i. Takut, cemas
j. Usaha-usaha untuk mengurangi respons terhadap stressor
k. Usia

2.4 JENIS DAN BENTUK NYERI

Ada tiga klasifikasi nyeri, yaitu sebagai berikut :

1. Nyeri perifer. Nyeri ini ada tiga macam, yaitu (1) nyeri superfisial,yakni rasa nyeri yang
muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa (2) nyeri viseral, yakni rasa nyeri yang
muncul akibat stimulasi pada respon nyeri di rongga abdomen, kranium, dan toraks (3)
nyeri alih, yakni nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab
nyeri.
2. Nyeri sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medula spinalis, batang otak, dan
talamus.

11
3. Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain, nyeri
ini timbul akibat pikiran penderita sendiri. Seringkali, nyeri ini muncul karena faktor
psikologis, bukan fisiologis.
A. Bentuk nyeri

Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.

1. Nyeri akut. Nyeri ini biyasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan
gejalanya mendadak dan biyasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri ini
ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan dan meningkatkan persepsi
nyeri.
2. Nyeri kronis. Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri bisa diketahui
atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biyasanya tidak dapat disembuhkan. Selain
itu, pengindraan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar untuk menunjukkan
lokasinya. Dampak dari nyeri ini antara lain penderita menjadi mudah tersinggung dan
sering mengalami insomnia.
B. Faktor yang mempengaruhi nyeri
1. Etnik dan nilai budaya

Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang mempengaruhi reaksi terhadap
nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh : individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif
dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru lebih memilih
menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain.

2. Tahap perkembangan

Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variabel penting yang akan
mempengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anak-anak cenderung
kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan dibandingkan orang dewasa, dan
kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka.

3. Lingkungan dan individu pendukung


Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas yang
tinggi dilingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan
orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi persepsi nyeri individu.

12
4. Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan
kepekaannya terhadap nyeri. Individu yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan
penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa terancam dengan
peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan individu lain yang belum pernah
mengalaminya. Meinhart dan Mc. Caffery mendeskripsikan tiga fase pengalaman nyeri
senagai berikut.
a. Fase antisipasi ( terjadi sebelum nyeri diterima )
b. Fase sensasi ( terjadi saat nyeri terasa )
c. Fase akibat ( terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti )
5. Ansientasi dan stres
Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak jelas
asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat
memperberat persepsi nyeri.
6. Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang memengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa
seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan
boleh menangis dalam situasi yang sama.
7. Makna nyeri
Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberi
kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan ancamcan.
8. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat memengaruhi
persepsi nyeri.
9. Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping sehingga meningkatkan persepsi nyeri.
10. Gaya koping
Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai
individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa
seperti nyeri.
11. Dukungan keluarg dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat klien dn bagaimana sikap mereka terhadap klien
memengaruhi respons nyeri.

13
C. Cara Mengukur Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,
pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, serta kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda

Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri tapi masih dapat dikontrol oleh pasien dengan aktivitas
yang biasa dilakukan
10 Sangat nyeri dan tidak terkontrol

D. Penanganan Nyeri

FARMAKOLOGI

1. Analgesik narkotik
Terdiri atas berbagai derivat opium seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat
memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini membuat ikatan
dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat.
Namun penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernapasan dimedula
batang otak hingga perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam status
pernapasan jika menggunakan analgesik jenis ini.
2. Analgesik nok anargotik
Seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga
memiliki efek anti inflamasi dan antipiretik. Obat golongan ini menyebabkkan penurunan
nyeri dengan memnghambat produksi prostaglandin dari jaringan yang mengalami trauma
atau inflamasi (menurut smeltzer dan bare,2001). Efek samping yang paling umum terjadi
adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster.

14
NONFARRMAKOLOGI

1. Relaksasi progesif
Merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stress. Teknik relaksasi
memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik,
dan emosi pada nyeri.
2. Stimulasi kutaneus klasebo
Merupakan zat tanpa kegiatan farmakologis dalam bentuk yang dikenal oleh klien
sehingga obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya. Klasebo umumnya terdiri
atas larutan gula, larutan salin normal, atau air biasa.
3. Teknik distraksi
Merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian
klien paada hal-hal yang lain sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami.

15
2.5 Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Nyeri

A. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk penatalaksanaan nyeri yang efektif. Oleh
karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada
masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua faktor yang mempengaruhi
nyeri, seperti faktor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Tujuan
pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman
subjektif.
Cara pendekatan yang digunakan dalam mengkaji nyeri adalah dengan PQRST.
1.P (provoking atau pemacu) : yaitu faktor yang memperparah atau memperingankan
nyeri
2. Q (Quality atau kualitas) : yaitu kualitas nyeri misalnya, tumpul, tajam, merobek
3.R ( Region atau daerah) : yaitu daerah penjalaran nyeri.
4.S (severity atau keganasan) : yaitu intensitasnya
5. T ( Time atau waktu) : yaitu serangan, lamanya, frekuensi, dan sebab

Data perawatan yang dikaji dan didapatkan pada klien mencakup hal sebagai berikut:

1. Alasan Masuk Rumahsakit, yaitu keluhan utama klien saat MRS dan saat dikaji. Klien
mengeluh nyeri, dilanjutkan dengan riwayat kesehatan sekarang, dan kesehatan sebelum.
2. Kebutuhan rasa nyaman (nyeri). Data didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
(PQRST)
3. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendapatkan perubahan klinis yang diakibatkan oleh
nyeri yang dirasakan oleh klien.

RIWAYAT NYERI
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberi klien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata-
kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawat memahami makna nyeri bagi
klien dan bagaimana kooping terhadap situasi tersebut.secara umum, pengkajian riwayat
nyeri meliputi beberapa aspek, antara lain:

16
1. Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan area
nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien bisa
menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri.
2. Intensitas nyeri
Metode yang mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri klien. Skala
nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10.
3. Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukulatau ditusuk-tusuk. Perawat perlu
mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya sebab
informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta
pilihan tindakan yang diambil.
4. Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interfal nyeri. Oleh
karenya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung,
apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
5. Faktor presipitasi
Aktifitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri. Contoh aktifitas fisik yang berat
dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu faktor lingkungan (lingkkungan yang sangat
dingin atau sangat panas), serta stressor fisik dan emosional juga dapat memicu
munculnya nyeri.
6. Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing dan diare. Gejala tersebut bisa disebabkan
oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
7. Pengaruh pada aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri memengaruhi aktifitas harian klien akan
membantu perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan
yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan,
hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktifitas dirumah, aktifitas diwaktu
senggang, serta status emosional.
8. Sumber kooping
Setiap individu memilik strategi kooping yang berbeda dalam menghadi nyeri.
Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh
agama dan budaya

17
9. Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi bergantung pada situasi, derajat dan
durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, serta banyak faktor lainnya. Perawat perlu
mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri
klien.

B. DIAGNOSA
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan adalah nyeri akut dan nyeri kronis. Saat menuliskan pernyataan
diagnostik, perawat harus menyebutkan lokasinya (misalnya), nyeri pada pergelangan
kaki kanan). Kondisi tersebut dapat pula menjadi etiologi untuk diagnosis keperawatan
lain, seperti ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ansietas, ketidakefektifan kooping,
kelemahan, perubahan penampilan peran, perubahan pola seksualitas, kerusakan
mobilitas fisik, intoleran aktivitas, gangguan pola tidur, kurang perawatan diri (total atau
sebagian), perubahan pemeliharaan kesehatan, dan lain-lain

C. INTERVENSI (PERENCANAAN)
 Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi nyeri (ketidakpercayaan orang lain,
kurang pengetahuan, keletihan, kehidupan yang monoton)
 Kurangi atau hilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri.
 Kolaborasikan bersama klien untuk menentukan metode mana yang dapat
digunakan untuk mengurangi intensitas nyeri.
 Beri pereda nyeri yang optimal bersama analgesik yang diresepkan
 Kaji respon klien terhadap obat-obat pereda nyeri
 Kurangi atau hilangkan efek samping narkotik yang paling umum
(konstipasi,mual,muntah, dan mulut kering
 Bantu keluarga berespons positif terhadap pengalaman nyeri klien
 Kaji pengetahuan keluarga dan responsnya terhadap nyeri
 Berikan informasi kepada klien setelah nyeri hilang atau berkurang
 Dorong klien untuk mendiskusikan nyeri yang dialami
 Beri pujian untuk kesabaran klien dan sampaikan padanya bahwa ia telah
mengatasi nyeri dengan baik tanpa memperhatikan perilaku yang ditunjukkan
klien

18
 Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.
D. IMPLEMENTASI
Tindakan implementasi sesuai dengan intervensi
E. EVALUASI
Asuhan keperawatan yang kita berikan dikatakan berhasil bila:
Klien mampu mengatasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aman dan nyaman
(nyeri).

CONTOH KASUS
I. BIODATA
Nama : Ny.R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 68 tahun
Status perkawinan : Sudah menikah
Agama : Kristen
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jalan Karang Bakti Landasan Ujung No 16, Medan Polonia
Golongan darah :-
Tanggal pengkajian : 13 Juni 2017
Diagnosa medis : Hipertensi
Komposisi Keluarga : Ny.R sudah menikah dan memiliki 4 anak

II. KELUHAN UTAMA


Saat dilakukan pengkajian, pasien mengeluh merasa pening dan sakit kepala,
jika melakukan aktivitas sering terasa berat ditengkuk.

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG


A. Provocative/palliative
1. Apa penyebab
Pasien tidak mengetahui.
2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan
Pasien memilih untuk beristirahat ketika kepala mulai pusing.
B. Quantity/quality

19
1. Bagaimana dirasakan
Nyeri dibagian kepala pasien terasa seperti ditekan benda berat dan pada tengkuk
sangat berat
2. Bagaimana dilihat
Pasien tampak gelisah dan sering memeggangi kepalanya.
C. Region
1. Dimana lokasinya
Di bagian kepala dan tengkuk
2. Apakah menyebar
Nyeri tidak menyeba
D. Severity
Pasien mengatakan nyeri yang dialaminya sangat mengganggu.
E. Time
Nyeri dialami pasien sudah lama.

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


A. Penyakit yang pernah dialami
Sejak bebrapa tahun yang lalu pasien sudah sering mengalami hal ini.
B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan
Ketika kondisinya memburuk, pasien hanya beristirahat dan jarang memeriksakan
dirinya ke dokter
C. Pernah dirawat/dioperasi
Pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit.
D. Lama dirawat
-
E. Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat, cuaca,maupun zat.
F. Imunisasi
Pasien tidak pernah mendapat imunisasi.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


A. Orangtua
Pasien mengatakan orangtuanya tidak memiliki sakit apa pun.
B. Saudara kandung

20
Ny.R mengatakan tidak ada yang memiliki penyakit yang sama dengan dirinya
C. Penyakit keturunan yang ada
Tidak ada
D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Tidak ada
E. Anggota keluarga yang meninggal
Kedua orangtua dan pasien sudah meninggal dunia.
F. Penyebab meninggal
Klien mengatakan ayahnya meninggal karena ayah pasien sudah tua.

VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL


A. Persepsi pasien tentang penyakitnya
Pasien mengatakan tidak mengerti dengan sakitnya.
B. Konsep diri:
- Gambaran diri : Pasien bersyukur dan dapat menerima kondisi fisiknya.
- Ideal diri : Pasien merasa puas dengan kondisinya.
- Peran diri : Pasien masih dapat mengerjakan peran ibu rumah tangga.
- Identitas : Pasien adalah anak ke 2 dari 6 bersaudara dan memiliki 4 orang anak.
C. Keadaan emosi : Pasien tampak tenang dan keadaaan emosinya stabil.
Pasien menjawab pertanyaan dengan baik dan mudah tersenyum.

VII. STATUS MENTAL


- Tingkat kesadaran : compos mentis
- Penampilan : rapi
- Pembicaraan : kooperatif, tenang,
- Alam perasaan : Lesu
- Afek : stabil, sesuai keadaan
- Interaksi selama wawancara : kooperatif, terbuka, kontak mata baik
- Proses pikir : terarah, mudah menangkap arah pembicaraan
- Waham : tidak ada
- Memori : adanya gangguan ingatan jangka panjang

VIII. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum

21
Kesadaran : Compos mentis, klien tampak lemah.
B. Tanda-tanda vital
- Suhu tubuh : 37° C
- Tekanan darah : 160 / 110 mmHg
- Nadi : 84 kali / menit
- Pernapasan : 26 kali / menit
- Skala nyeri : 7
C. Pemeriksaan Head to Toe
Kepala dan rambut
- Bentuk : Bentuk kepala bulat dan simetris
- Ubun-ubun : Normal, tidak ada pembengkakan
- Kulit kepala : Bersih
Wajah
- Warna kulit : Kulit wajah putih
- Struktur wajah : Bulat dan simetris
Mata
- Kelengkapan dan kesimetrisan : Mata pasien lengkap dan
simetris
- Palpebra : berkedip secara reflex.
- Pupil : Kedua pupil bulat, isokor,
- Cornea dan iris : Bening dan iris berwarna hitam.
- Visus : Baik.
Hidung
- Tulang hidung dan posisi septum nasi : lengkap dan simetris.
- Lubang hidung : Tidak ada sekret, bersih
- Cuping hidung : Tidak ada cuping hidung
Telinga
- Bentuk telinga : Normal dan simetris
- Ukuran telinga : Normal
- Lubang telinga : Normal
Mulut dan faring
- Keadaan bibir : Mukosa bibir lembab
Leher
- Thyroid : Tidak ada pembesaran

22
- Denyut nadi karotis : teraba
Pemeriksaan integumen
- Kebersihan : Kulit pasien bersih.
- Kehangatan : Teraba cukup hangat.
- Warna : putih.
- Turgor : elastis, turgor kembali < 2 detik.
- Kelembaban :Kulit pasien lembab.
- Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan.
Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada benjolan atau
massa.
Pemeriksaan ekstermitas : Lengkap dan simetris

IX. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI


I. Pola makan dan minum
- Frekuensi makan/hari : 3 kali sehari
- Nafsu/selera makan : selera makan baik
- Nyeri ulu hati : tidak ada nyeri pada ulu hati
- Alergi : tidak ada alergi
- Waktu pemberian makan : pagi, siang, dan malam
- Jumlah dan jenis makanan : nasi, lauk pauk, sayuran
- Waktu pemberian minum : sering
- Masalah makan dan minum: tidak ada masalah ketika makan maupun minum
II. Perawatan diri/personal hygiene
- Kebersihan tubuh : bersih dan tak berbau
- Kebersihan gigi dan mulut : gigi dan mulut bersih
- Kebersihan kuku kaki dan tangan : kuku tampak bersih
III. Pola kegiatan/Aktivitas
- Pemenuhan aktivitas : dilakukan secara mandiri
- Pola kegiatan diwaktu luang : mengikuti kegiatan gereja

23
II. ANALISA DATA

DS:

- Ny. R mengatakan selalu merasa sakit kepala seperti ditekan oleh benda berat

- Ny. R mengatakan sering merasa tegang pada bagian tengkuk

DO :

-Ny. R tampak gelisah dan sering memegangi kepala menahan nyeri

- Ny. R tampak lemas

- TD : 160/110 mmHg

- HR : 84 x/i

- RR : 26 x/i

- Skala Nyeri : 7

Penyebab : Meningkatnya tekanan darah pada pembuluh darah perifer mengakibatkan


Perubahan komponen intracranial menjadikan Kepala seperti ditekan benda berat
menimbulkan Sakit kepala

Diagnosa : Gangguan rasa nyaman (nyeri)

INTERVENSI (PERENCANAAN)

 Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi nyeri


 Kurangi atau hilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri.
 Kolaborasikan bersama klien untuk menentukan metode mana yang dapat
digunakan untuk mengurangi intensitas nyeri.
 Beri pereda nyeri yang optimal bersama analgesik yang diresepkan
 Kaji respon klien terhadap obat-obat pereda nyeri
 Bantu keluarga berespons positif terhadap pengalaman nyeri klien
 Kaji pengetahuan keluarga dan responsnya terhadap nyeri
 Berikan informasi kepada klien setelah nyeri hilang atau berkurang

24
 Dorong klien untuk mendiskusikan nyeri yang dialami

IMPLEMENTASI

Tindakan implementasi sesuai dengan intervensi

EVALUASI

Asuhan keperawatan yang kita berikan dikatakan berhasil bila:


Klien mampu mengatasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aman dan nyaman
(nyeri).

25
BAB III
PEMBAHASAN

PROSES DAN EFEK NYERI

A. Proses Terjadinya Nyeri

Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan
jaringan dalam saraf sensoris menjadi aktivitas listrik kemudian di transmisikan melalui
serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medulla
spinalis, thalamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut di persepsikan dan di
dikriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang
saraf perifer dan di susun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat
berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin), dana gen kimiawi yang dilepaskan
karena trauma/inflamasi. Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf
untuk merubah berbagai stimuli mekanik, kimia, dan elektris menjadi potensial aksi yang
dijalarkan ke system saraf pusat.

B. Efek yang Ditimbulkan Oleh Nyeri

4. Tanda dan gejala fisik

Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak mengeluh
atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital dan
pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf saraf otonom.

5. Efek perilaku

Klien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang khas dan
berespons secara vocal serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Klien seringkali
meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan
otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial, dan hanya focus pada aktivitas menghilangkan nyeri.

6. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari

Iklien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin,
seperti mengalami kesulitan dalam mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan
kebersihan normal serta dapat mengganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual.

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Nyeri adalah sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam
istilah seperti kerusakan. (willkinson, judith.M.2007) nyeri merupakan sumber
penyebab frustasi, baik bagi klien maupun tenaga kesehatan. Nyeri dapat merupakan
faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari
suatu penyakit.(Potter dan Pery 2009). Untuk menangani masalah nyeri tersebut maka
dilakukan tindakan keperawatan antara lain: mengkaji nyeri, lokasi, skala nyeri, dan
TTV, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberi posisi nyaman saat tidur
atau duduk, mendengarkan keluhan klien dan melakukan tindakan kolaborasi
dalampemberian analgetik.

4.2 SARAN
Diharapkan kepada perawat untuk lebih memperhatikan gangguan rasa
nyaman yang dialami oleh klien dengan skala kecil sekalipun dalam memberikan
asuhan keperawatan. Dimulai dari pengkajian yang tepat untuk mendapatkan data
yang akurat sehingga kriteria hasil tercapai dan kebutuhan dasar klien terpenuhi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Joko S, Lilis I, Wahid I.M, 2015,Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar,Jakarta:Salemba


Medika

S.Kamitsuru, T.H.Herdman,2018,NANDA-I (2018-2020),Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Http://repositori.usu.ac.id

28

Anda mungkin juga menyukai