Anda di halaman 1dari 66

Edisi 22 | Tahun 2019

Peran
Pengadaan
untuk Mencapai
Kinerja
Organisasi
ii | Edisi 22 Tahun 2019 IAPI IN ACTION
Sosialisasi
IAPI pusatPerpres 16 Tahun 2018 oleh Dpp Iapi Di Jakarta

HALAL BIHALAL IAPI 2019

Acara Bimtek IAPI di


Yogya
Kegiatan iapi
IAPI jawatimur
- Audiensi dengan BUMN
Kepala LKPP
IAPI IN ACTION
IAPI IN ACTION Edisi 22 Tahun 2019 | iii
Kegiatan IAPI - Audiensi dengan Kepala LKPP

Acara Bimtek IAPI di


Yogya

iv | Edisi 22 Tahun 2019


Edisi 22 | tahun 2019

DAF TAR ISI


UKPBJ Sebagai Pusat Keunggulan Pengadaan Barang/Jasa Merupakan Salah
Satu Strategi Nasional dalam Pencegahan Korupsi | 3
M. Kholid

PELAKU PENGADAAN PASCA PUTUSAN MK NO 87/PUU-XVI/2018 ? | 8


Ajik Sujoko

PENGADAAN DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF | 16


Nandang Sutisna

AKUNTANSI ATAS KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN YANG DIHENTIKAN


PENGERJAANNYA | 18
Setyawan Dwi Antoro

PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG SEJALAN DENGAN PENERAPAN


PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA | 22
Sumadiyah T. Olfah

KESALAHAN DALAM PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI


USAHA JASA KONSTRUKSI | 29
Irawan Purwo Aji

SIMULASI EVALUASI PENAWARAN PEKERJAAN JASA LAINNYA | 34


Riyanto, SE., MM.

HUMOR PENGADAAN | 41

Pembayaran Pengadaan Barang/Jasa oleh Penyedia dalam Keadaaan


Darurat | 42
Subarja

Kenapa Cost Recovery Tinggi? Alternatif Solusi Menurunkan Cost Recovery


| 49
Khairul Rizal

PENGALAMAN MEDIASI KAMPUS | 54


Athur Haliq Razaq

Artikel atau tulisan bukan pendapat resmi IAPI

Edisi 22 Tahun 2019 | 1


Pengantar

S atuan kerja pemerintah atau kantor kita, jangan disibukkan


dengan berbagai kesibukan pengadaan.
Satuan kerja, selama ini banyak yang disibukan dengan berbagai
proses pengadaan.
Kesibukan yang banyak atau beragam dari berbagai proses
pengadaan dan proses kontrak, yang kadang selalu berulang
setiap tahun, diperlukan langkah langkah strategis agar proses
pengadaan dan proses kontrak menjadi lebih efektif, efisien dan
akuntabel.
Perubahan menuju langkah strategis seperti kontrak secara
konsolidasi, kontrak payung, meng katalogkan dsb.
Dengan berbagai langkah tersebut diharapkan kesibukan
menjadi berkurang, dan berdampak pengadaan bisa lebih
cepat, pengadaan bisa lebih terjaga pasokannya, pengadaan
tidak menyita waktu, harga bisa lebih murah dsb. Diharapkan
kesibukan pengadaan dialihkan menjadi untuk peningkatan
kinerja organisasi.
Kinerja organisasi yang lebih menampakan peran dan
kontribusinya serta meningkatkan pelayanan masyarakat.

Demikian, semoga bermanfaat kehadiran majalah ini. Salam


pengadaan.
Salam dari kami IAPI

2 | Edisi 22 Tahun 2019


U K P B J
Sebagai Pusat Keunggulan Pengadaan
Barang/Jasa Merupakan Salah Satu Strategi
Nasional dalam Pencegahan Korupsi
M. Kholid

Pemkab Pasuruan

N ilai belanja pemerintah terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun
2018 nilai belanja pemerintah sebesar Rp. 2.001 T dimana dari anggaran
tersebut sebanyak 51% atau Rp. 1.040 T adalah anggaran belanja pengadaan
yang digunakan oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah prov/kab/
kota. Nilai anggaran pengadaan yang sedemikian besar memerlukan tatakelola
yang baik dan didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten agar tujuan
dari pengadaan barang/jasa tercapai sesuai dengan amanat pasal 4 perpres 16
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai berikut:
a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan,
diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah;
d. meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
e. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil
penelitian;
f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
g. mendorong pemerataan ekonorni; dan
h. mendorong pengadaan berkelanjutan.
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada saat ini terdapat beberapa kendala
yaitu: korupsi dalam pengadaan barang/jasa, tata kelola pengadaan yang
masih rendah dan masih diperlukan peningkatan kompetensi pelaku PBJ serta
penguatan kelembagaan PBJ. Permasalahan korupsi dalam pengadaan barang/
jasa masih cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus korupsi
yang ditangani oleh KPK, dimana secara akumulasi jumlah kasus korupsi berada
diperingkat ke-2 setelah kasus suap. Hingga tahun 2018 kasus korupsi pengadaan
barang/jasa yang ditangani oleh KPK sebanyak 188 kasus. Oleh sebab itu maka

Edisi 22 Tahun 2019 | 3


diperlukan upaya untuk memperbaiki/melakukan reformasi pengadaan barang/
jasa di Indonesia.
Upaya yang dilakukan pemerintah salah satunya dengan menetapkan Strategi
Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang merupakan arah kebijakan nasional
yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi yang digunakan sebagai
acuan K/L/Pemda & pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan aksi
pencegahan korupsi di Indonesia. Strategi tersebut ditetapkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Fokus Stranas PK meliputi : perijinan dan tata niaga, keuangan negara dan
penegakan hukum & reformasi birokrasi. Pada lampiran Perpres 54 Tahun 2018
menyebutkan bahwa salah satu tantangan fokus Stranas PK keuangan negara
adalah PBJ belum independen dan didukung SDM yang profesional, sedangkan
sasarannya adalah meningkatnya independensi, transparansi dan akuntabilitas
proses PBJ.
Untuk melaksanakan stranas PK, maka Perpres 54 tahun 2018 ditindak lanjuti
dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara KPK, KSP, KEMENDAGRI, BAPPENAS,
KEMENPANRB tentang Aksi Pencegahan Korupsi 2019-2020. Pada SKB tersebut,
bidang pengadaan barang/jasa dirumuskan aksi peningkatan profesionalitas
dan modernisasi pengadaan barang/jasa. Indikator keberhasilannya adalah
tercapainya tingkat kematangan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ)
minimal pada level 3 di 100 Kementerian, lembaga dan Pemerintah Provinsi.
Perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

4 | Edisi 22 Tahun 2019


mendefinisikan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) sebagai unit kerja
di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan
Pengadaan Barang/Jasa. Pasal 75 perpres 16 tahun 2018 menegaskan bahwa
tugas dari UKPBJ adalah menyelenggarakan dukungan pengadaan barang/
jasa pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, sedangkan fungsi UKPBJ
meliputi:
a. Pengelolaan pengadaan barang/jasa;
b. Pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik;
c. Pembinaan sumber daya manusia dan kelembagaan pengadaan barang/jasa;
d. Pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis; dan
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh menteri/kepala lembaga/kepala
daerah

Dalam Peraturan LKPP No. 14 tahun 2018 tentang UKPBJ menjabarkan bahwa
UKPBJ sebagai pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa merupakan unit kerja
yang memiliki karakter strategis, kolaboratif, berorientasi pada kinerja, proaktif
dan mampu melakukan perbaikan berkelanjutan sehingga merupakan pendorong
dalam penciptaan nilai tambah dan manfaat dalam kegiatan pengadaan
barang/jasa di Indonesia. Untuk mencapai karakter dimaksud, UKPBJ dituntut
untuk melakukan upaya perbaikan dari sisi kelembagaan, tatakelola, SDM dan
pengelolaan Sistem Informasi. Upaya perbaikan tersebut tersebut dapat diukur
melalui penilaian tingkat kematangan UKPBJ yang merupakan representasi dari
kapabilitas UKPBJ dalam melaksanakan modernisasi pengadaan barang/jasa.
Kapabilitas UKPBJ ditampilkan melalui 5 (lima) tingkatan (level) kematangan
sebagai berikut:
1. Inisiasi, yaitu UKPBJ yang pasif dalam merespon setiap permintaan dengan
bentuk yang masih ad-hoc dan belum merefleksikan keutuhan perluasan
fungsi dalam organisasi pengadaan barang/jasa (UKPBJ).
2. Esensi, yaitu UKPBJ yang memfokuskan pada fungsi dasar UKPBJ dalam
proses pemilihan, memiliki pola kerja tersegmentasi dan belum terbentuk
kolaborasi antar pelaku proses PBJ yang efektif.
3. Proaktif, yaitu UKPBJ yang menjalankan fungsi PBJ dengan berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan pelanggan melalui kolaborasi, penguatan fungsi
perencanaan bersama pelanggan internal maupun eksternal.
4. Strategis, yaitu UKPBJ yang melakukan pengelolaan pengadaan inovatif,
terintegrasi dan strategis untuk mendukung pencapaian kinerja organisasi.
5. Unggul, yaitu UKPBJ yang senantiasa melakukan penciptaan nilai tambah dan
penerapan praktik terbaik PBJ yang berkelanjutan sehingga menjadi panutan
dan mentor untuk UKPBJ lainnya
Pengukuran level/tingkat kematangan dilakukan pada 4 domain dan dirinci
dalam 9 variabel. Adapun rincian domain, variabel dan deskripsi dari masing-
masing tingkatan diuraikan dalam tabel sebagai berikut:

Edisi 22 Tahun 2019 | 5


6 | Edisi 22 Tahun 2019
Sesuai dengan SKB antara KPK, KSP,
KEMENDAGRI, BAPPENAS, KEMENPANRB
tentang Aksi Pencegahan Korupsi 2019-2020
pada aksi peningkatan profesionalitas dan
modernisasi pengadaan barang/jasa, indikator
keberhasilannya adalah tercapainya tingkat
UKPBJ minimal pada level 3 atau level proaktif.
Pada level tersebut UKPBJ dianggap sudah
melaksanakan modernisasi pengadaan barang/
jasa dan menjadi pusat keunggulan. Selain itu
sesuai dengan amanat Peraturan LKPP No. 16
Tahun 2018 tentang Agen Pengadaan, UKPBJ
yang dapat menjadi agen pengadaan merupakan
UKPBJ yang tingkat kematangannya minimal
mencapai level 3/proaktif.

Referensi:
1. Perpres 54 Tahun 2018 tentang Strategi
Nasional Pencegahan Korupsi
2. Perpres 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
3. Peraturan LKPP No. 14 tahun 2018 tentang
Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa
4. Peraturan LKPP No. 16 Tahun 2018 tentang
Agen Pengadaan
5. Surat Keputusan Bersama (SKB) antara KPK,
KSP, KEMENDAGRI, BAPPENAS, KEMENPANRB
tentang Aksi Pencegahan Korupsi 2019-2020
6. Bahan Paparan Kepala LKPP pada acara
Workshop Penguatan Kelembagaan UKPBJ
dalam Kerangka Keberlanjutan Program
Modernisasi Pengadaan
7. Bahan Paparan Direktur Pengembangan
Profesi dan Kelembagaan pada acara
Workshop Penguatan Kelembagaan UKPBJ
dalam Kerangka Keberlanjutan Program
Modernisasi Pengadaan

Edisi 22 Tahun 2019 | 7


PELAKU PENGADAAN
PASCA PUTUSAN MK
NO 87/PUU-XVI/2018 ?

Ajik Sujoko

FH Undip

MENELADANI SEORANG “PEMIMPIN”

M enurut Sufriani,1 di dalam skripsinya menjelaskan mengenai seorang


Pemimpin/Khalifah ke-8 Dinasti Umaiyah yang bernama Umar bin Abdul
Aziz dia memerintah setelah kekhalifahan Sulaiman bin Abdul Malik. Khalifah
Umar bin Abdul Aziz menjadi pelajaran mahal bagi kita bangsa ini. Bagaimana
tidak Umar bin Abdul Aziz yang menjadi pemimpin (Khalifah) tidak lebih dari 3
tahun mampu berprestasi dan mentorehkan sejarah emas umat Islam, ini terbukti
ketika dia menjadi Khalifah tidak ada satupun dari warga dan masyarakat saat itu
yang mau menerima zakat karena mereka sudah merasa cukup. Sungguh kisah
yang hampir tidak kita temukan saat ini. Dari keteladanan Khalifah Umar bin
Abdul Aziz banyak pelajaran mahal yang semestinya menjadi bahan renungan.
Setelah Umar bin Abdul Aziz berkuasa dia mengubah sistem yang dilakukan Bani
Umaiyah sebelumnya, dia dikenal bukan saja pandai menciptakan peraturan-
peraturan baru, dia juga memperbaiki dan mengkaji ulang kebijakan-kebijakan
yang telah ada, jika ia diperlukan oleh panggilan zaman demi tercapainya
kemaslahatan umat Islam. Umar bin Abdul Aziz seorang pemimpin yang cerdas
dan berpikir luar biasa. Orang yang cerdas adalah orang yang paling banyak
mengingat kematian dan paling baik dalam mempersiapkan bekal untuk
menghadapi kehidupan setelah kematian. Mereka adalah orang-orang yang
berakal.2 Berpikir luar biasa mengandalkan cara melompat, kreatif, mematahkan
aturan lama (rule-breaking) dengan membuat aturan baru (rule-making).3
Suatu waktu Khalifah Umar melihat putrinya sedang menenteng kalung

1 Ali Mufrodi, Islam Dikawasan Kebudayaan Islam Arab (Jakarta: Logos, 1997), h. 57 di dalam skripsi Sufriani,
Kebijakan Politik Umar Bin Abdul Aziz Dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah, Universitas Islam Negeri Suma-
tera Utara Medan, 2017, hlm. 47
2 Silmi Adawiya, Kriteria Orang Paling Cerdas Menurut Rasulullah, https://bincangsyariah.com /kalam/
kriteria-orang-paling-cerdas-menurut-rasulullah/, diunduh tanggal 20 April 2019, jam 10.27
3 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta, PT Kompas Media Nusantara, 2006, hlm. 126.

8 | Edisi 22 Tahun 2019


emas tadi, yang belum pernah dilihatnya sebelumnya.4 “Dari mana engkau
mendapatkannya?” tanya Umar bin Abdul Aziz kepada buah hatinya itu. Putrinya
menjawab, kalung emas itu diperolehnya dari penjaga Baitul Maal. Merasa
tidak ada yang salah, maka dibawalah benda indah itu ke rumah. Sang putri
dinasihatinya. “Takutlah kau wahai anakku tercinta bahwa engkau kelak akan
datang ke hadapan Pengadilan Allah dengan barang yang kau curangi ini dan
akan kuselidiki dengan saksama,” tutur sang khalifah. Dia juga mengingatkan
tentang Alquran surah Ali Imran ayat 161. Artinya, “Tidaklah ada seorang nabi pun
berlaku curang. Dan barangsiapa berlaku curang (ghulul), maka akan datanglah
dia dengan barang yang dicuranginya itu pada Hari Kiamat. Kemudian , setiap
diri akan diberi pembalasan tentang apa yang dia kerjakan dengan (pembalasan)
setimpal, sedangkan mereka tidak akan dianiaya.” Maka dikembalikanlah kalung
emas tersebut ke Baitul Maal.
Sebagai pejabat negara, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berprinsip sangat hati-
hati (wara’) dalam menggunakan fasilitas negara. Suatu malam, Umar bin Abdul
Aziz terlihat sibuk merampungkan sejumlah tugas di ruang kerja istananya. Tak
dinyana, putranya masuk ruangan dan hendak membericarakan sesuatu.5 “Untuk
urusan apa putraku datang ke sini: urusan negarakah atau keluargakah?” tanya
Umar. “Urusan keluarga, ayahanda,” jawab si anak. Tiba-tiba Umar mematikan
lampu penerang di atas mejanya. Seketika suasana menjadi gelap. “Kenapa ayah
memadamkan lampu itu?” tanya putranya merasa heran. “Putraku, lampu yang
sedang ayah pakai bekerja ini milik negara. Minyak yang digunakan juga dibeli
dengan uang negara. Sementara perkara yang akan kita bahas adalah urusan
keluarga,” jelas Umar. Umar kemudian meminta pembantunya mengambil lampu
dari ruang dalam. “Nah, sekarang lampu yang kita nyalakan ini adalah milik
keluarga kita. Minyaknya pun dibeli dengan uang kita sendiri. Silakan putraku
memulai pembicaraan dengan ayah.” Begitulah perangai pejabat sejati. Ternyata,
puncak kejayaan di berbagai bidang tak lantas membuat Umar bin Abdul Aziz
terperdaya. Meski prestasinya banyak dipuji, pemimpin berjuluk “khalifah kelima”
ini tetap bersahaja, amanah, dan sangat hati-hati mengelola aset negara.
Mengambil keteladanan seorang pimpinan se “level” Umar bin Abdul Aziz, di
negeri ini mungkin dikata belum ada atau belum menemukan. Jikalau pun ada
yang mengaku seperti Umar bin Abdul Aziz, patut dipertanyakan pengakuannya.
Berbagai kemudahan dan fasilitas negara yang berikan kepada pejabat atau
pegawai yang dibekerja pemerintah saat ini, jika dipertanyakan, sudahkah
mencontoh seperti tindakan tauladan seorang pemimpin se “level” Umar bin
Abdul Aziz. Akan memunculkan suatu pertanyaan, jika seorang pejabat/pegawai
yang yang dibekerja pemerintah, dengan sembarangan ia menyalahgunakan
fasilitas negara sekecil apapun, namun ia juga menjadi seorang regulator atau
pengambil keputusan atau yang menegakkan aturan.

4 Teladan Umar Bin Abdul Aziz, Pemimpin Antikorupsi, https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/


islam-digest/pnixb0458/teladan-umar-bin-abdul-aziz-pemimpin-antikorupsi, diunduh tanggal 29 April
2019, jam 10.06 WIB.
5 Umar bin Abdul Aziz dan Lampu Istana, http://www.nu.or.id/post/read/42579/umar-bin-abdul-aziz-dan-
lampu-istana, diunduh tanggal 29 April 2019, jam 09.57 WIB.

Edisi 22 Tahun 2019 | 9


PROGAM ATAU TARGET ?
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Febri Diansyah mengingatkan
seluruh pimpinan lembaga negara tak berkompromi dalam memecat pegawai
negeri sipil (PNS) yang sudah divonis bersalah dalam kasus korupsi.6 Dari data
Badan Kepegawaian Nasional (BKN) per 14 Januari 2019, baru 393 PNS yang
diberhentikan tidak dengan hormat dari daftar 2.357 PNS yang telah divonis
bersalah melalui putusan berkekuatan hukum tetap. Di luar 2.357 PNS tersebut,
terdapat tambahan 498 PNS yang terbukti korupsi dan diberhentikan. Sehingga,
total PNS yang diberhentikan baru mencapai 891 orang.
PPK akan dikenakan sanksi administratif jika tidak melakukan pemecatan
dengan tidak hormat (PDTH) terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang divonis
korupsi dan telah memiliki keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.7
Hal itu tertuang pada surat petunjuk Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) dengan nomor B/50/M.SM.00.00/2019.
Surat yang ditandatangani Menteri PAN-RB Syafruddin tersebut tertanggal 28
Februari 2019 dan ditujukan kepada para PPK. “Terhadap PPK dan PyB (Pejabat
yang Bersangkutan) yang tidak melaksanakan penjatuhan PDTH, dijatuhi
sanksi administratif berupa pemberhentian sementara tanpa memperoleh
hak-hak jabatan sesuai Pasal 81 ayat (2) huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan.” Kepala Daerah dan para Pejabat Pembina
Kepegawaian diminta melaksanakan proses pemberhentian pegawai negeri sipil
yang terlibat kasus korupsi paling lambat pada 30 April 2019.8 Pemberhentian
terhadap pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat kasus korupsi dilakukan kepada
PNS yang telah memeroleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
atau inkrach.
Menurut Pasal 87 UU ASN ayat (2) PNS dapat diberhentikan dengan
hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang
dilakukan tidak berencana. Ayat (3) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
Ayat (4) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. melakukan penyelewenangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan

6 Dylan Aprialdo Rachman, KPK Ingatkan Pimpinan Lembaga Negara Tak Kompromi terhadap PNS Korup-
tor, https://nasional.kompas.com/read/2019/01/28/20494041/ kpk-ingatkan-pimpinan-lembaga-negara-
tak-kompromi-terhadap-pns-koruptor, diunduh tanggal 28 Juni 2016, jam 11.20 WIB
7 Diamanty Meiliana "Pasca-putusan MK soal Pemecatan PNS Koruptor...", https://nasional.kompas.com/
read/2019/04/30/08362031/pasca-putusan-mk-soal-pemecatan-pns-koruptor?page=all, diunduh tanggal
28 Juni 2016, jam 11.24 WIB
8 Stefanus Arief Setiaji, Batas Waktu Pemecatan PNS Koruptor Paling Lambat 30 April 2019, https://ka-
bar24.bisnis.com/read/20190429/15/916630/batas-waktu-pemecatan-pns-koruptor-paling-lambat-30-
april-2019, diunduh tanggal 4 Juli 2019, jam 13.56 WIB

10 | Edisi 22 Tahun 2019


jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan
dan/atau pidana umum;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan tindak pidana yang dilakukan
dengan berencana
Pemecatan terhadap ASN yang tersandung masalah hukum dipertegas oleh
Mahkamah Konstitusi baru-baru ini. Hal itu juga berlaku bagi PNS koruptor.
Putusan MK yang bernomor 87/PUU-XVI/2018 tersebut diajukan oleh PNS
Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Hendrik. Salah satu amar putusan
Putusan MK yang bernomor 87/PUU-XVI/2018 adalah Pasal 87 ayat (4) huruf b
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menjadi
berbunyi, “dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan”
Perbedaan Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara sebelum dan sesudah Putusan MK yang bernomor
87/PUU-XVI/2018 sebagaimana bagan 1 berikut :

Sebelum Putusan MK yang bernomor 87/ Setelah Putusan MK yang bernomor 87/
PUU-XVI/2018 PUU-XVI/2018

dihukum penjara atau kurungan berdasarkan dihukum penjara atau kurungan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya pidana kejahatan yang ada hubungannya
dengan jabatan dan/atau pidana umum; dengan jabatan

Bagan 1. Perbedaan Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara sebelum dan sesudah Putusan MK yang bernomor 87/PUU-XVI/2018

POLEMIK KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH


Menurut Richo Andi Wibowo, bahwa kesalahan yang bersifat administrasi
dan keperdataan di beberapa kasus pengadaan barang/jasa secara janggal telah
diklasifikasikan oleh penegak hukum sebagai perbuatan korupsi merugikan
keuangan negara.9 Kriteria korupsi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah,

9 Richo Andi Wibowo, Kejanggalan Beberapa Putusan Korupsi Pengadaan dan Kaitannya dengan Konstitusi,

Edisi 22 Tahun 2019 | 11


dilihat bukan kesalahan proses pengadaan bukan buruknya pelaksanaan kontrak,
tetapi perbuatan suap/gratifikasi, mark up dari harga pasar, fiktif, kolusi dengan
mengalirnya dana kepada yang tidak berhak, penipuan dan pemalsuan.10 Pengajar
Hukum Anggaran Negara dan Keuangan Publik Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (FHUI), Dian Puji Simatupang mengatakan11 seorang pengambil
kebijakan sebagai produk administrasi negara tidak dapat dipidana meskipun
kebijakan tersebut salah dengan alasan seorang pengambil kebijakan dilekati
dengan wewenang atributif. Wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan
kepada seorang pengambil kebijakan untuk mengambil kebijakan. Guru Besar
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana juga memaparkan hal
yang serupa.12 Menurutnya, kebijakan yang dianggap salah tidak bisa ujug-ujug
diberikan sanksi pidana. Tidak semua kesalahan langsung dipidana. Kesalahan di
ranah hukum administrasi negara harus dibedakan dengan hukum pidana.
Dalam praktik yang ditemukan dalam beberapa putusan pengadilan, beberapa
kasus korupsi perbuatan penyelenggara baik itu dalam kesalahan administrasi/
perdata, atau adanya kerugian negara masuk dalam tindak pidana korupsi.13
Polemik mengenai kriteria korupsi mestinya dipahami oleh baik para pelaku
pengadaan, auditor, maupun Aparat Penegak Hukum (APH). Menentukan kriteria
korupsi yang dilakukan pelaku pengadaan harus jelas.
Untuk itu perlu pemahaman mengenai akibat perbuatan penyelenggaran
dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Ada 4 perbuatan penyelenggara; a.
kesalahan administrasi/perdata, b. kerugian negara, c tindak pidana korupsi dan
d. tindak pidana korupsi, seperti bagan 2 berikut :14

https://www.researchgate.net/publication/ 299337506_Kejanggalan _Beberapa_Putusan_Korupsi_Pen-


gadaan_dan_Kaitannya_dengan_Konstitusi, diunduh tanggal 13 Maret 2019, jam 13.22 WIB.
10 Mudjisantoso, Kesalahan Pengadaan? (Perspektif Hukum), Yogyakarta, CV. Primaprint, 2017, hlm. 23.
11 Akademisi: Pengambil Kebijakan Publik Tak Dapat Dipidana, https://www.hukumonline.com/berita/baca/
lt531b60851cc21/akademisi--pengambil-kebijakan-publik-tak-dapat-dipidana, diunduh tanggal 8 April
2019, jam 13.30 WIB.
12 Akademisi: Pengambil Kebijakan Publik Tak Dapat Dipidana, https://www.hukumonline.com/berita/baca/
lt531b60851cc21/akademisi--pengambil-kebijakan-publik-tak-dapat-dipidana, diunduh tanggal 8 April
2019, jam 13.30 WIB.
13 http://ajiksujoko.blog.undip.ac.id/files/2019/07/MEMBAHAS-PUTUSAN-PENGADILAN-TIPIKOR.pdf
14 Mudjisantoso, Op. Cit. hal 3-5.

12 | Edisi 22 Tahun 2019


Bagan 2.
Akibat perbuatan penyelenggaran dalam pengadaan barang/jasa pemerintah

PELAKU PENGADAAN PASCA PUTUSAN MK NO 87/PUU-XVI/2018 ?


Tidak semua pelaku pengadaan melakukan tindak pidana korupsi. Namun
demikian terkadang fakta yang dialami pelaku pengadaan karena kesalahan
administrasi/perdata, atau adanya kerugian negara masuk dalam tindak pidana
korupsi. Bagan 3 berikut menggambarkan kondisi atau fakta yang terkadang
dialami pelaku pengadaan.

Edisi 22 Tahun 2019 | 13


Bagan 3 kondisi atau fakta yang terkadang dialami pelaku pengadaan.

Kondisi yang cukup dilema manakala putusan pengadilan tipikor yang


berkekuatan hukum tetap atau inkrach memutuskan pelaku pengadaan melakukan
tindak pidana korupsi, namun sebenarnya melakukan kesalahan administrasi/
perdata, atau adanya kerugian negara. Kondisi dilema ini sangat memingkinkan
dialami ASN yang menjabat atau menjadi pelaku pengadaan. Satu sisi polemik
mengenai kriteria korupsi menurut para pelaku pengadaan, auditor, maupun
Aparat Penegak Hukum (APH) masih menuai perbedaan. Satu sisi adanya target
proses pemberhentian pegawai negeri sipil yang terlibat kasus korupsi.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Mufrodi, 2017, Islam Dikawasan Kebudayaan Islam Arab (Jakarta: Logos,
1997), h. 57 di dalam skripsi Sufriani, Kebijakan Politik Umar Bin Abdul Aziz
Dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Medan
Mudjisantoso, 2017, Kesalahan Pengadaan? (Perspektif Hukum), Yogyakarta, CV.
Primaprint
Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Jakarta, PT Kompas Media

14 | Edisi 22 Tahun 2019


Nusantara.
PUTUSAN MK No. 87/PUU-XVI/2018
Akademisi: Pengambil Kebijakan Publik Tak Dapat Dipidana, https://www.
hukumonline.com/berita/baca/lt531b60851cc21/akademisi--pengambil-
kebijakan-publik-tak-dapat-dipidana, diunduh tanggal 8 April 2019, jam
13.30 WIB.
Diamanty Meiliana “Pasca-putusan MK soal Pemecatan PNS Koruptor...”, https://
nasional.kompas.com/read/2019/04/30/08362031/pasca-putusan-mk-soal-
pemecatan-pns-koruptor?page=all, diunduh tanggal 28 Juni 2016, jam 11.24
WIB
Dylan Aprialdo Rachman, KPK Ingatkan Pimpinan Lembaga Negara Tak
Kompromi terhadap PNS Koruptor,  https://nasional.kompas.com/
read/2019/01/28/20494041/ kpk-ingatkan-pimpinan-lembaga-negara-tak-
kompromi-terhadap-pns-koruptor, diunduh tanggal 28 Juni 2016, jam 11.20
WIB
http://ajiksujoko.blog.undip.ac.id/files/2019/07/MEMBAHAS-PUTUSAN-
PENGADILAN-TIPIKOR.pdf
Silmi Adawiya, Kriteria Orang Paling Cerdas Menurut Rasulullah, https://
bincangsyariah.com /kalam/kriteria-orang-paling-cerdas-menurut-
rasulullah/, diunduh tanggal 20 April 2019, jam 10.27
Stefanus Arief Setiaji, Batas Waktu Pemecatan PNS Koruptor Paling Lambat 30
April 2019, https://kabar24.bisnis.com/read/20190429/15/916630/batas-
waktu-pemecatan-pns-koruptor-paling-lambat-30-april-2019, diunduh
tanggal 4 Juli 2019, jam 13.56 WIB
Richo Andi Wibowo, Kejanggalan Beberapa Putusan Korupsi Pengadaan dan
Kaitannya dengan Konstitusi, https://www.researchgate.net/publication/
299337506_Kejanggalan _Beberapa_Putusan_Korupsi_Pengadaan_dan_
Kaitannya_dengan_Konstitusi, diunduh tanggal 13 Maret 2019, jam 13.22
WIB.
Teladan Umar Bin Abdul Aziz, Pemimpin Antikorupsi, https://www.republika.
co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/pnixb0458/teladan-umar-bin-abdul-
aziz-pemimpin-antikorupsi, diunduh tanggal 29 April 2019, jam 10.06 WIB.
Umar bin Abdul Aziz dan Lampu Istana, http://www.nu.or.id/post/read/42579/
umar-bin-abdul-aziz-dan-lampu-istana, diunduh tanggal 29 April 2019, jam
09.57 WIB.

Edisi 22 Tahun 2019 | 15


PENGADAAN DALAM
BERBAGAI PERSPEKTIF
N an d an g S u t i sna | Direktur Ideaprolog

P agi ini setelah sholat subuh saya membaca tesis dengan judul penunjukan
langsung dalam perspektif hukum persaingan usaha. Tesis itu intinya
menjelaskan tentang penunjukan langsung yg tidak memenuhi prinsip dan
kaidah persaingan. Dalam perspektif ini tesis tersebut benar. 

Namun pengadaan ternyata tidak bisa dilihat hanya dalam satu perspektif
hukum persaingan. Kita harus melihat dari perspektif manajemen yang mewakili
prinsip efektif, dimana proses pengadaan harus mampu merespon kondisi dan
waktu kebutuhan, sehingga untuk keadaan tertentu atau untuk pekerjaan yang
khusus, maka prinsip persaingan bukan prinsip yg utama atau bahkan memang
tidak bisa terwujud, misalnya karena penyedia tunggal. 

Disisi lain, secara ekonomi pengadaan juga harus menjunjung tinggi prinsip
efisien, dimana dalam kondisi pasar yang secara alamiah tidak ada persaingan,
maka negosiasi lebih baik daripada tender semu yang justru berpotensi merugikan
karena memberikan kendali pengaturan kepada penyedia yang sebenarnya pasar
yg ada tidak mungkin mampu menciptakan persaingan. 

Tantangan berikutnya adalah bagaimana menciptakan pengadaan yang cepat


untuk pengadaan khusus dan keadaan tertentu? Inilah tantangan manajemen
dan teknologi untuk terus berinovasi. Dalam konteks kebijakan pengadaan kita,
diantaranya adalah tender cepat dan ePurchasing. Perspektifnya juga bertambah
dimana kita harus memahami kebijakan publik ketika mengatur kebijakan baru
tersebut dan dukungan teknologi IT untuk membuat gagasan itu bisa dilakukan.

16 | Edisi 22 Tahun 2019


Itulah sebagian kecil dari perspektif pengadaan yang harus kita pahami.
Masalah yang sering terjadi dalam proses audit dan hukum, termasuk dalam
tataran praktik pelaku pengadaan, kita selalu membatasi proses pengadaan
dalam satu atau beberapa perspektif yang sempit. Sehingga gambar besar dari
fungsi dan tujuan pengadaan malah tidak pernah tercapture dengan sempurna.
Sehingga pengadaan selalu saja tidak dapat kita gunakan sebagai instrumen
untuk meningkatkan kinerja atau bahkan meningkatkan kualitas kehidupan.

Saya masih mencari literatur tentang pengadaan dalam konteks yang lebih
luas seperti politik ekonomi pengadaan yang bisa dikaji di fakultas ilmu politik,
dimensi pengadaan antara hukum, manajemen dan seni atau bahkan hubungan
pengadaan dengan korupsi partai saat pemilu serentak. Pengadaan menawarkan
banyak hal untuk kita supaya terus berpikir, karena itu teruslah menjadi orang
pengadaan.

Salam

Edisi 22 Tahun 2019 | 17


AKUNTANSI ATAS
KONSTRUKSI DALAM
PENGERJAAN
YANG DIHENTIKAN
PENGERJAANNYA
S e t y a w an D w i A n t o r o

Widyaiswara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan

Abstraksi
Konstruksi dalam Pengerjaan atau KDP merupakan salah satu jenis aset tetap
yang masih dalam proses penyelesaian pekerjaan pada tanggal pelaporan keuangan.
Hambatan dan kendala seringkali muncul dalam proses penyelesaiannya, hingga
berlarut-larut dari tahun ke tahun. Tulisan ini mengupas perlakuan akuntansi atas
KDP yang dihentikan pengerjaannya, baik secara temporer maupun permanen.

Pendahuluan
Konstruksi Dalam Pengerjaan atau lebih sering disingkat dengan KDP adalah
aset tetap yang masih dalam proses pengerjaan pembangunan dan sampai pada
tanggal pelaporan keuangan pengerjaan tersebut belum selesai seluruhnya
sehingga aset tetap tersebut masih belum siap untuk digunakan dalam operasional
pemerintah maupun digunakan oleh masyarakat umum. Penyelesaian atas KDP
tersebut akan dilanjutkan pada periode akuntansi berikutnya. KDP dapat berupa
tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan,
maupun aset tetap lainnya yang proses perolehannya memerlukan suatu jangka
waktu tertentu.
Pada praktiknya, banyak terjadi satuan kerja instansi pemerintah yang
mengalami hambatan dan kendala dalam menyelesaikan pembangunan KDP,
sehingga pengerjaannya menjadi terhenti. Salah satu contoh adalah Pusdiklat
ABC yang merupakan satuan kerja instansi pemerintah berlokasi di Jakarta.
Pada tahun anggaran 2012, Pusdiklat ABC mendapatkan alokasi belanja modal
untuk membangun gedung asrama bagi peserta diklat yang diselenggarakan
oleh Pusdiklat ABC. Hasil pelaksanaan pembangunan di tahun tersebut sebuah
struktur bangunan asrama 2 lantai seluas 1.085m2 yang terdiri dari 32 kamar

18 | Edisi 22 Tahun 2019


dengan kapasitas 2 orang per kamar.
Di tahun anggaran 2013, pembangunan gedung asrama tersebut tidak
dapat dilanjutkan. Hal ini disebabkan karena tanah tempat lokasi didirikannya
pembangunan gedung mendapatkan gugatan hukum dari pihak ketiga. Pihak
ketiga tersebut mengklaim sebagai pemilik yang sah atas tanah dimaksud.
Dengan demikian tanah tersebut dalam status sengketa hukum. Pada pengadilan
di tingkat pertama, kedua, dan kasasi di MA, hakim memutuskan memenangkan
gugatan pihak ketiga. Namun di tingkat Peninjauan Kembali di MA, hakim
memutuskan untuk menolak gugatan pihak ketiga tersebut.
Dari kasus KDP yang dihentikan pengerjaannya tersebut muncul pertanyaan
sebagai berikut: ”Bagaimana perlakuan akuntansi atas penghentian pengerjaan
Konstruksi Dalam Pengerjaan? Apakah KDP tersebut mesti dihapuskan atau tidak
dari penyajian di neraca?”

Pengertian KDP
Sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
Nomor 8 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan, yang dimaksud
dengan Konstruksi Dalam Pengerjaan atau KDP adalah aset-aset tetap yang
dalam proses pembangunan. Dari definisi tersebut, kriteria pertama KDP adalah
aset dimaksud merupakan aset tetap. Aset tetap sendiri didefinisikan sebagai
aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
untuk digunakan atau dimaksudkan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah
atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Jenis-jenis aset tetap meliputi tanah,
gedung dan bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi, dan jaringan, serta aset
tetap lainnya.
Kriteria kedua dari KDP adalah aset tetap tersebut masih dalam proses
perolehan berupa pembangunan atau pengerjaan, jadi belum menjadi aset
tetap yang telah selesai dan siap digunakan, baik untuk digunakan sendiri dalam
kegiatan operasional pemerintah maupun untuk digunakan oleh masyarakat
umum. Perolehan aset KDP dapat dilakukan dengan membangun sendiri (kegiatan
swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi. Kontrak konstruksi
mencakup kontrak jasa perencanaan konstruksi aset ( jasa arsitektur); kontrak
pembangunan konstruksi itu sendiri; kontrak jasa pengawasan konstruksi aset
atau manajemen konstruksi; serta kontrak untuk membongkar atau merestorasi
aset dan lingkungan.

Pengakuan dan Penilaian KDP


KDP diakui dan dicatat sebesar biaya perolehannya. Biaya perolehan KDP
yang melalui kontrak konstruksi mencakup semua pembayaran termin kepada
kontraktor terkait dengan tingkat penyelesaian pekerjaannya, baik kontrak jasa
perencanaan, kontrak pelaksanaan konstruksi, maupun kontrak jasa pengawasan/

Edisi 22 Tahun 2019 | 19


manajemen konstruksinya. Selain itu, termasuk biaya perolehan KDP adalah biaya
langsung terkait dengan proses pengadaan barang/jasa pemerintah berupa
konstruksi seperti honor panitia pengadaan dan biaya perjalanan dinas panitia
pengadaan, besarnya kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor
terkait dengan pekerjaan yang telah diterima oleh instansi pemerintah dan
pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga yang berhubungan
dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
KDP akan dipindahkan dan diakui menjadi Aset Tetap definitif sebesar biaya
perolehan seluruhnya ketika pekerjaan pembangunan/pengerjaan konstruksi
aset dimaksud telah selesai dan aset tersebut telah siap digunakan sesuai dengan
tujuan perolehannya. Hal itu ditunjukkan dengan dokumen sumber berupa Berita
Acara Serah Terima (BAST) pekerjaan dari pihak kontraktor kepada satuan kerja
instansi pemerintah. Dalam kasus pada satuan kerja Pusdiklat ABC di atas, KDP
berupa gedung asrama tersebut belum selesai dikerjakan dan belum menjadi
gedung yang siap digunakan sesuai tujuan perolehan semula yaitu untuk kegiatan
operasional kediklatan, sehingga tidak dapat diakui sebagai aset tetap berupa
gedung dan bangunan.

Akuntansi atas KDP Dihentikan Pengerjannya


Untuk menentukan perlakuan akuntansi yang tepat atas KDP yang dihentikan
pengerjaannya seperti pada kasus di Pusdiklat ABC, perlu ditelaah lebih dahulu
sebab dan status penghentian KDP tersebut. Menurut Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 224/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah
Pusat, penghentian KDP dapat disebabkan oleh karena ketidaktersediaan dana,
kondisi politik, ataupun kejadian-kejadian lainnya. Penghentian KDP tersebut
dapat berupa penghentian sementara atau penghentian permanen.
Apabila suatu KDP dihentikan pembangunannya untuk sementara waktu, maka
KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam neraca dan kejadian ini diungkapkan
secara memadai di dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Namun,
apabila pembangunan KDP diniatkan untuk dihentikan pembangunannya secara
permanen karena diperkirakan tidak akan memberikan manfaat ekonomik di
masa depan, ataupun oleh sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan, maka
KDP tersebut harus dieliminasi dari neraca dan kejadian tersebut diungkapkan
secara memadai dalam CaLK.
Dalam kasus KDP di Pusdiklat ABC di atas, penghentian KDP disebabkan
karena tanah lokasi konstruksi gedung asrama yang didirikan dalam proses
sengketa hukum di pengadilan. Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan masih
terus melakukan upaya hukum untuk mempertahankan aset pemerintah tersebut
dengan mengajukan upaya banding pada tingkat pengadilan yang lebih tinggi.
Dengan demikian penghentian KDP masih bersifat sementara sampai terbitnya
putusan pengadilan tertinggi (MA) yang bersifat inkracht. Maka dari itu, KDP

20 | Edisi 22 Tahun 2019


berupa gedung asrama diklat di Pusdiklat ABC tetap disajikan di neraca sebesar
biaya perolehannya yang telah terakumulasi dan tanpa dilakukan penyusutan.
Tidak dilakukan penyusutan atas KDP karena KDP adalah aset tetap yang
belum selesai dikerjakan dan belum digunakan dalam kegiatan operasional
pemerintah atau dimanfaatkan masyarakat umum, sehingga tidak perlu alokasi
secara sistematis atas biaya perolehan KDP. Penjelasan yang memadai atas KDP
yang dihentikan pengerjaannya tersebut diungkapkan pada CaLK, mencakup:
(a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian
dan jangka waktu penyelesaiannya; (b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber
pendanaannya; (c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan dan yang masih harus
dibayar; (d) Uang muka kerja yang diberikan ( jika ada); (e) Retensi ( jika ada) serta
sebab-sebab penghentian KDP dimaksud.
Jika putusan tertinggi di MA telah terbit dan bersifat inkracht yang
(seandainya) memenangkan gugatan pihak ketiga, maka KDP mesti dihentikan
secara permanen. Usul penghapusan KDP disampaikan kepada Pengelola Barang
(Menteri Keuangan c.q. Ditjen Kekayaan Negara). Berdasarkan dokumen sumber
surat pengusulan penghapusan kepada Pengelola Barang tersebut, satuan kerja
Pusdiklat ABC melakukan eliminasi KDP dari neraca dan mengungkapkan kejadian
penghapusan KDP tersebut pada CaLK secara memadai.

Penutup
Dalam memberikan perlakuan akuntansi yang tepat atas KDP yang dihentikan
pengerjaannya, satker perlu menelaah sebab musabab dan status KDP yang
bersangkutan. KDP yang dihentikan sementara pengerjaannya tetap disajikan
pada neraca satker yang bersangkutan, tanpa dilakukan penyusutan. KDP yang
dihentikan secara permanen pengerjaannya segera diusulkan penghapusannya
kepada Pengelola Barang. Selanjutnya satker yang bersangkutan mengeliminasi
KDP tersebut dari neraca satker. Untuk memenuhi kecukupan pengungkapan
(adequate disclosure), KDP tersebut perlu dijelaskan secara memadai pada CaLK.

Referensi:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan;
2. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 8
tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.05/2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.

Edisi 22 Tahun 2019 | 21


PENGADAAN BARANG DAN JASA
YANG SEJALAN DENGAN
PENERAPAN PENGANGGARAN
BERBASIS KINERJA
S u ma d i y a h T. O l f a h

Widyaiswara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan

P engadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa


oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/
APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima
hasil pekerjaan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut
APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang digunakan
untuk penyelenggaraan fungsi pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan
bernegara. Adapun penganggaran berbasis kinerja secara konseptual bermakna
alokasi anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented).
Bagaimana pengadaan barang dan jasa yang sejalan dengan penerapan
penganggaran berbasis kinerja?
Sebelum memahami keterkaitan pengadaan barang dan jasa dengan penerapan
penganggaran berbasis kinerja, terlebih dahulu kita harus memahami mengenai
Penganggaran Berbasis Kinerja. Penganggaran Berbasis Kinerja merupakan suatu
pendekatan dalam sistem perencanaan penganggaran belanja negara yang
menunjukkan secara jelas keterkaitan antara alokasi pendanaan dan kinerja yang
diharapkan atas alokasi belanja tersebut, serta memperhatikan efisiensi dalam
pencapaian kinerja (Peraturan Menteri Keuangan no. 94/PMK.02/2017 tentang
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran).
Hal yang paling mendasar dalam penganggran berbasis kinerja adalah
kejelasan rumusan kinerja yang akan didanai. Berdasarkan PP No. 90 tahun 2010
tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, kinerja
adalah prestasi kerja berupa keluaran dari suatu kegiatan atau hasil dari suatu
program dengan kuantitas dan kualitas terukur. Dengan demikian secara umum
APBN/APBD disusun dalam rangka untuk mendanai pencapaian output dan
outcome. Secara ringkas dapat terlihat dari gambar berikut :

22 | Edisi 22 Tahun 2019


Gambar Alur Pengunaan APBN

Output atau keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu
kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan
program dan kebijakan. Pendanaan untuk menghasilkan output dialokasikan
melalui APBN/APBD. Adapun outcome atau hasil adalah segala sesuatu yang
mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan dalam satu program.

Bagaimanakah keterkaitan antara output dengan outcome?


Penjelasan mengenai hubungan output dengan outcome dapat dilihat
sebagaimana gambar berikut :

Output dihasilkan oleh unit organisasi pemerintah. Output dihasilkan melalui


tahapan proses-proses dimana dalam setiap proses dibutuhkan input berupa
sumber dana maupun sumber daya. Dengan adanya output diharapkan dapat
mendorong perubahan situasi (outcome tercapai). Sebagai contoh dapat kita
lihat tabel berikut :

Edisi 22 Tahun 2019 | 23


Outcome Jangka Outcome Jangka Outcome Jangka
Output Pendek Menengah Panjang
Layanan Pendidikan Peserta Didik menjadi Sekembali dari Tujuan organisasi
dan Pelatihan tahu, paham, sadar dan pelatihan, peserta tercapai karena
bias didik mau, dan biasa didukung SDM
melakukan pekerjaan yang kompeten dan
sesuai yang diperoleh berintegritas
saat mengikuti
pendidikan dan
pelatihan

Bagaimanakah penyusunan penganggaran yang berbasis kinerja?


Dalam penyusunan penganggaran yang berbasis kinerja, acuan utama
sebelum menyusun anggaran biaya adalah output apa yang akan dihasilkan.
Tahapan dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja :
1. Mengidentifikasi output yang akan dihasilkan beserta indikatornya.
Contoh : Satuan Kerja Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keuangan akan
menghasilkan pelatihan pelatihan di bidang pengelolaan keuangan dengan
jumlah pelatihan sebagai berikut :
- Pelatihan PBJ 10 pelatihan
- Pelatihan Bendaharan 15 pelatihan
- Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran 5 pelatihan
2. Mengidentifikasi tahapan/proses yang dilakukan dalam rangka menghasilkan
output.
Contoh : Satuan Kerja Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keuangan akan
menghasilkan 30 pelatihan di bidang pengelolaan keuangan. Berikut hasil
identifikasi tahapan/proses yang dilakukan dalam rangka menghasilkan
output :

Komponen (tahapan/proses dalam menghasilkan output) Output


1. Persiapan Pendidikan dan Pelatiahan, meliputi : Layanan Diklat
- Menyusun Kurikulum Pendidikan dan Pelatiahan
- Menyusun materi Pendidikan dan Pelatiahan
2. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatiahan, meliputi:
- Penyusunan jadwal dan pemanggilan peserta diklat
- Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatiahan
3. Pelaksanaan evaluasi diklat, meliputi:
- Pelaksanaan ujian pendidikan dan pelatihan
- Evaluasi setelah peserta Pendidikan dan Pelatiahan kembali ke
tempat kerja

24 | Edisi 22 Tahun 2019


3. Mengidentifikasi input apa saja yang digunakan dalam setiap tahapan/
proses yang dilakukan.
Berdasarkan contoh pada nomor 2, berikut hasil identifikasi tahapan/proses
yang dilakukan dalam rangka menghasilkan output:

Komponen (tahapan/proses dalam menghasilkan


Detil Belanja (Input) output)
1. Persiapan Pendidikan dan Pelatiahan meliputi:
- SDM Menyusun Kurikulum Pendidikan dan Pelatiahan
- ATK
- Konsumsi rapat
- Biaya transport local
- Sarana dan prasarana perkantoran (Komputer,
ruang kantor/rapat dan kelengkapannya)
- SDM Menyusun materi Pendidikan dan Pelatiahan
- ATK
- Konsumsi rapat
- Biaya transport lokal
2. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatiahan, meliputi:
- SDM Penyusunan jadwal dan pemanggilan peserta diklat
- ATK
- Sarana dan prasarana perkantoran (Komputer,
ruang kantor/rapat dan kelengkapannya)
- SDM (panitia dan pengajar) Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatiahan
- ATK peserta diklat
- Akomodasi peserta Pendidikan dan Pelatiahan,
panitia dan pengajar (makan, dan penginapan,
dan akomodasi lainnya)
- Biaya perjalanan dinas peserta pendidikan dan
pelatiahan serta pengajar
3. Pelaksanaan evaluasi diklat, meliputi:
- SDM Pelaksanaan ujian pendidikan dan pelatihan
- ATK
- Sarana dan prasarana perkantoran (Komputer,
ruang kantor/rapat dan kelengkapannya)
- SDM Evaluasi setelah peserta pendidikan dan pelatihan
- Bahan dan ATK kembali ke tempat kerja
- Konsumsi Rapat
- Biaya perjalanan dinas peserta pendidikan dan
pelatiahan serta pengajar

Edisi 22 Tahun 2019 | 25


4. Menyusun Rencana Anggaran Biaya.
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan sebelumnya, tahap terakhir
adalah menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), yang merupakan dokumen
pendukung dalam pengusulan anggaran. Berikut contoh Rencana Anggaran
Biaya (RAB) :
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Layanan Pendidikan dan Pelatihan
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keuangan TA 2019

Kementerian : Kementerian Keuangan


Unit Eselon II/Satuan Kerja : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Kegiatan : Layanan Kediklatan di Bidang Keuangan
Sasaran Kegiatan : Terwujudnya SDM yang berkompetensi
Indikator Sasaran Kegiatan : Nilai Peningkatan Kompetensi SDM
Keluaran (Output) : Layanan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Indikator Keluaran Kegiatan : 1. Jumlah Layanan Berasrama
2. Jumlah Layanan Tidak Berasrama
Volume : 30

Satuan Ukur : Layanan Pendidikan dan Pelatihan
Alokasi Dana : Rp 1.500.000.000,-

Kode Uraian Frek X Satuan Jumlah


xxx Menyusun Kurikulum Pendidikan
dan Pelatiahan
20 orang X 1 kali X 15 frek Rp 13.500.000
- Rapat Pembahasan Desain X Rp. 45.000
Kurikulum
- Konsumsi rapat (makan)
xxx Pelaksanaan Pendidikan dan 35 peserta X 1 kali X 30 frek Rp 210.000.000
Pelatiahan X Rp. 200.000
- Pengadaan ATK dan
Perlengkapan Peserta Diklat Rp 708.750.000
35 peserta X 3 kali X 5 hari
- Konsumsi Peserta (Makan) X 30 frek X Rp. 45.000
… dst

Bagaimana keterkaitan pengadaan barang dan jasa dengan upaya pencapaian


kinerja sebagai wujud dari penerapan penganggaran berbasis kinerja?
Menurut Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan
Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang
dibiayai oleh APBN/APBD yang pro sesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai
dengan serah terima hasil pekerjaan. Salah satu tujuan pengadaaan barang

26 | Edisi 22 Tahun 2019


dan jasa adalah rnenghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang
dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia.
Secara umum pengadaan barang dan jasa adalah dalam rangka menyediakan
input yang akan digunakan unit organisasi untuk menghasilkan output. Secara
struktur dapat dijelaskan sebagaimana gambar berikut :

Output dihasilkan melaui tahapan proses-proses dimana didalam dokumen


anggaran (Petunjuk Operasional Kegiatan/POK) tertuang dengan nomenklatur
komponen. Setiap proses membutuhkan input baik berupa sumber dana, sumber
daya, maupun sarana dan prasarana. Input-input tersebut dapat tersedia salah
satunya dengan mekanisme pengadaan barang dan jasa. Untuk lebih mudah
memahami, Sebagai contoh dapat kita lihat matrik berikut:

Input (Detil Belanja) Mekanisme PBJ Proses (Komponen) Output


Honor Swakelola Persiapan Diklat Layanan Diklat
Perjadin Rapat Swakelola
ATK Penyedia Indikator :
Konsumsi Rapat Penyedia - Jumlah diklat target 30
ATK Peserta Diklat Penyedia Pelaksanaan Diklat
Konsumsi Peserta Diklat Penyedia Anggaran :
Akomodasi Peserta Diklat Penyedia/ Rp. 1.500.000.000,-
Honor Narasumber Swakelola
Swakelola
Honor Swakelola Evaluasi Hasil Diklat
Perjadin Rapat Swakelola
ATK Penyedia
Konsumsi Rapat Penyedia

Edisi 22 Tahun 2019 | 27


Berdasarkan penjelasanan-penjelasan tersebut, sudah seharusnya dalam
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa harus memperhatikan output apa yang
akan dihasilkan oleh organisasi. Agar pengadaaan barang dan jasa rnenghasilkan
barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, maka KPA dan PPK
harus memperhatikan relevansi setiap barang dan jasa dengan upaya-upaya
pencapaian output. Ketidaktepatan dalam pengadaan barang dan jasa akan
menghasilkan inefisiensi dan kesia-siaan.
Sebagai contoh pengadaan mobil ambulance untuk unit organisasi
kediklatan. Seberapa penting tersediannya mobil tersebut untuk mendukung
pencapaian output layanan diklat?. Walaupun dalam pelaksanaan pengadaan
barang dan jasa sudah memenuhi ketentuan peraturan pengadaan barang dan
jasa, namun apabila tidak memperhatikan output apa yang akan dihasilkan akan
mengakibatkan inefisiensi.

Referensi :
1. UU No. 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara
2. Peraturan Pemerintah N0. 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
3. Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

28 | Edisi 22 Tahun 2019


KESALAHAN DALAM PEMOTONGAN

PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
JASA KONSTRUKSI

I r a w an P u r w o A j i

Pegawai BDK Balikpapan

A. Pendahuluan

S istem pemungutan pajak di Indonesia menggunakan sistem self assessment.


Dalam self assessment, Wajib Pajak mendaftarkan diri, menghitung sendiri
pajak yang terutang, menyetorkan pajak yang masih harus dibayar, dan
melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT). Menyimpang dari hal tersebut, sistem
perpajakan di Indonesia juga mengenal withholding system. Withholding system
adalah suatu sistem pemotongan pajak dimana wewenang untuk menentukan
besarnya pajak terutang seseorang berada pada pihak ketiga dan bukan oleh
petugas pajak maupun oleh Wajib Pajak itu sendiri1. Kewajiban penyetoran dan
pelaporan pajak ada di pihak pemotong pajak, bukan Wajib Pajak yang menerima
penghasilan.
Salah satu jenis pajak yang disetor melalui mekanisme pemotongan pajak
adalah Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Jasa
konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi
pengawasan pekerjaan konstruksi2. Usaha Jasa Konstruksi berbentuk usaha
orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum3. Usaha jasa konstruksi dibedakan berdasarkan kualifikasi
usaha. Kualifikasi usaha bagi usaha jasa konstruksi dibedakan menjadi kualifikasi
kecil, kualifikasi menengah, dan kualifikasi besar4.
Tarif pemotongan PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dibedakan
berdasarkan jenis layanan dan kualifikasi usaha jasa konstruksi tersebut. Tarif
pemotongan PPh untuk usaha Pelaksanaan Konstruksi berbeda dengan tarif

1 Dalughu (2015)
2 Pasal 1 angka 2 PP 51 Tahun 2008
3 Pasal 19 UU No.2 Tahun 2017
4 Pasal 20 UU No.2 Tahun 2017

Edisi 22 Tahun 2019 | 29


pemotongan PPh untuk usaha Perencanaan atau Pengawasan Konstruksi.
Perbedaan tarif pemotongan PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
yang berbeda tersebut sering menimbulkan kesalahan bagi pemotong pajak
dalam memotong pajak. Kesalahan ini dapat menimbulkan kekurangan dalam
penyetoran PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Timbul kebingungan
antara pemotong pajak dengan pelaku Usaha Jasa Konstruksi pada saat dilakukan
klarifikasi oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait dengan kekurangan
PPh yang harus disetor. Pemotong pajak beranggapan bahwa seluruh penghasilan
telah diserahkan ke pelaku Usaha Jasa Konstruksi, sedangkan pihak pelaku
usaha menyatakan bahwa penyetoran PPh atas Usaha Jasa Konstruksi menjadi
kewajiban pemotong pajak. Atas hal tersebut, siapakah yang harus menyetorkan
kekurangan PPh bila terjadi kesalahan pemotongan pajak oleh pemotong pajak?

B. Pembahasan
Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan kon-
struksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsul-
tansi pengawasan pekerjaan konstruksi5. Yang dimaksud dengan pekerjaan kon-
struksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/
atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural,
sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengka-
pannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain6.
Tarif pemotongan PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dibedakan
berdasarkan jenis layanan dan kualifikasi usaha jasa konstruksi tersebut. Tarif
pemotongan PPh untuk Pelaksanaan Konstruksi berbeda dengan Perencanaan
Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi. Perencanaan Konstruksi adalah
pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan
pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain7. Pelaksanaan
Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan
ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan
menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan
konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model
penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering,
procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan
pembangunan (design and build)8. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa
oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan

5 Pasal 1 angka 2 PP 51 Tahun 2008


6 Pasal 1 angka 3 PP 51 Tahun 2008
7 Pasal 1 angka 4 PP 51 Tahun 2008
8 Pasal 1 angka 5 PP 51 Tahun 2008

30 | Edisi 22 Tahun 2019


sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan9.
Adapun tarif PPh untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut10:
1. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
2. 3% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
3. 4% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2;
4. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi
yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
5. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi
yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Pemotongan PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi bersifat final
sehingga sering disebut dengan PPh Final atas Penghasilan dari Usaha Jasa
Konstruksi. PPh Final tersebut dapat dipotong oleh pengguna jasa pada saat
pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan pemotong pajak; atau disetor
sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong
pajak11. Besarnya PPh yang dipotong atau disetor sendiri dihitung dari jumlah
pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dikalikan tarif PPh
untuk usaha Jasa Konstruksi atau jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk
PPN, dikalikan tarif PPh untuk usaha Jasa Konstruksi dalam hal PPh disetor sendiri
oleh penyedia jasa12.
Pemotong pajak kadang melakukan kesalahan penerapan tarif PPh dalam
pemotongan PPh atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi. Contoh kesalahan
penerapan tarif yang sering dilakukan oleh pemotong pajak adalah sebagai
berikut:
Dinas Pendidikan Kabupaten XYZ akan melakukan pembangunan gedung
kantor Dinas Pendidikan. Adapun yg menjadi pemenang tender adalah PT
Jaya Hadi Perkasa sebagai pelaksana konstruksi. PT Jaya Hadi Perkasa adalah
perusahaan konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha menengah (dibuktikan
dengan sertifikasi pelaksana konstruksi dari Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi). Nilai proyek berdasarkan kontrak adalah sebesar Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah). Nilai kontrak tidak termasuk PPN.
Atas pembayaran kontrak tersebut, Bendahara Dinas Pendidikan Kabupaten
XYZ memotong PPh sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Jumlah
tersebut merupakan hasil dari:

9 Pasal 1 angka 6 PP 51 Tahun 2008


10 Pasal 3 ayat 1 PP 51 Tahun 2008
11 Pasal 5 ayat 1 PP 51 Tahun 2008
12 Pasal 5 ayat 2 PP 51 Tahun 2008

Edisi 22 Tahun 2019 | 31


PPh Final atas Usaha Jasa Konstruksi = 2% x Rp5.000.000.000,00
= Rp100.000.000,00
Keterangan:
a. 2% merupakan tarif pemotongan PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa
Konstruksi untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
yang memiliki kualifikasi usaha kecil.
b. Rp5.000.000.000,00 merupakan nilai kontrak pembangunan gedung Dinas
Pendidikan tidak termasuk PPN.

Terkait pekerjaan tersebut, PT Jaya Hadi Perkasa menerima pembayaran


dari Bendahara Dinas Pendidikan sebesar Rp4.900.000.000,00 yang merupakan
nilai kontrak dikurangi dengan PPh yang telah dipotong (Rp5.000.000.000,00 –
Rp100.000.000,00).

Berdasarkan contoh diatas, Bendahara Dinas Pendidikan Kabupaten XYZ


keliru dalam menerapkan tarif pemotongan PPh Final atas Penghasilan dari
Usaha Jasa Konstruksi. PT Jaya Hadi Perkasa adalah perusahaan konstruksi yang
memiliki kualifikasi usaha menengah. Bendahara Dinas Pendidikan Kabupaten
XYZ seharusnya melakukan pemotongan PPh Final atas pekerjaan tersebut
dengan tarif 3%, namun pemotongan telah dilakukan dengan menggunakan tarif
2%. Tarif tersebut merupakan tarif untuk perusahaan konstruksi yang memiliki
kualifikasi usaha kecil. Bendahara tidak dapat melakukan pemotongan atas selisih
tarif karena telah menyerahkan seluruh pembayaran pekerjaan konstruksi kepada
PT Jaya Hadi Perkasa.
Atas hal tersebut, terdapat selisih kekurangan PPh yang terutang berdasarkan
Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan PPh berdasarkan pembayaran yang telah
dipotong. Selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh penyedia jasa13.
Berdasarkan contoh diatas, penghitungan kekurangan PPh yang harus disetor
sendiri oleh PT Jaya Hadi Perkasa adalah sebagai berikut:
PPh terutang = Rp150.000.000,00
(3% x Rp5.000.000.000,00)
PPh yang telah dipotong = Rp100.000.000,00
(2% x Rp5.000.000.000,00)
Kekurangan PPh yang harus disetor sendiri = Rp 50.000.000,00

PT Jaya Hadi Perkasa harus menyetorkan sendiri kekurangan PPh Final tersebut
ke kas negara sesuai dengan ketentuan penyetoran pajak yang berlaku.

13 Pasal 6 ayat 1 PP 51 Tahun 2008

32 | Edisi 22 Tahun 2019


C. Kesimpulan
Tarif pemotongan PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dibedakan
berdasarkan jenis layanan dan kualifikasi usaha jasa konstruksi tersebut. Perbedaan
tarif pemotongan PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi yang berbeda
tersebut sering menimbulkan kesalahan bagi pemotong pajak dalam memotong
pajak sehingga menyebabkan kekurangan penyetoran PPh. Pemotong Pajak tidak
dapat menyetor kekurangan PPh tersebut karena pemotong telah menyerahkan
seluruh pembayaran yang terkait dengan Jasa Konstruksi tersebut. Berdasarkan
Pasal 6 ayat 1 PP 51 Tahun 2008, kewajiban penyetoran kekurangan PPh tersebut
bukan kewajiban pemotong pajak, melainkan kewajiban dari pihak Penyedia
Jasa Konstruksi selaku penerima pembayaran. Penyedia Jasa Konstruksi harus
menyetor sendiri kekurangan PPh yang kurang dipotong oleh pemotong pajak.

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi. 12 Januari 2017. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. 20 Juli 2008. Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2008. Jakarta.
Dalughu, Meyliza. 2015. Analisis Perhitungan dan Pemotongan PPh Pasal 21 pada
Karyawan PT BPR Primaesa Sejahtera Manado. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi
Volume 15 No.03. Manado

Biodata Penulis
Nama : Irawan Purwo Aji
Tempat/Tanggal Lahir : Gunungkidul, 23 Desember 1979
Agama : Islam
Alamat Rumah : Pesona Maguwo No.17, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY
Alamat Email : mazpoerwo@gmail.com
Telepon : 085228597096

Edisi 22 Tahun 2019 | 33


SIMULASI EVALUASI
PENAWARAN PEKERJAAN
JASA LAINNYA
DENGAN MENGGUNAKAN
METODE SISTEM NILAI

O l e h : R i y an t o , S E . , M M .

(Widyaiswara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan)

Abstrak

S alah satu tahapan dalam rangkaian kegiatan pengadaan barang/jasa adalah


pemilihan penyedia (tender) oleh pejabat pengadaan atau pokja UKPBJ atau
Pejabat Pembuat Komitmen. Terdapat tiga metode evaluasi penawaran tender
barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya, yaitu sistem nilai, Biaya Selama Umur
Ekonomis (BSUE), dan harga terendah. Pada sistem nilai, penawaran dari peserta
tender dievaluasi harga penawarannya (bobot harga penawaran 30 – 40%) dan
aspek teknisnya (bobot teknis 60 – 70%). Pada simulasi evaluasi penawaran jasa
penyediaan makan (katering) peserta pelatihan, CV Lembayung Jaya (bukan
nama sebenarnya) memperoleh nilai gabungan aspek harga penawaran dan
aspek teknis tertinggi (96,78) sehingga dapat ditunjuk sebagai pemenang tender.
Kata Kunci: Pengadaan Barang/Jasa, Jasa Lainnya, Evaluasi Penawaran, Sistem Nilai

PENDAHULUAN
Kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan
barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai
oleh APBN/APBD, dan prosesnya dimulai sejak identifikasi kebutuhan sampai

34 | Edisi 22 Tahun 2019


dengan serah terima hasil pekerjaan. Salah satu tahapan dalam rangkaian
kegiatan pengadaan barang/jasa adalah pemilihan penyedia (tender). Tender
dapat dilaksanakan oleh pejabat pengadaan, kelompok kerja (pokja) Unit Kerja
Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Siapa
yang melaksanakan tender tergantung dari besarnya nominal paket barang/jasa,
jenis barang/jasa yang ditenderkan, dan cara pemilihan penyedianya.
Terdapat empat jenis barang/jasa yang dapat ditenderkan oleh satuan kerja
pemerintah, yaitu barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya.
Jasa lainnya adalah jasa non-konsultansi atau jasa yang membutuhkan peralatan,
metodologi khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang
telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Contoh
jasa lainnya adalah pekerjaan penyediaan konsumsi, laundry, sewa/rental,
penggandaan modul, dan pekerjaan lainnya yang sejenis.
Dalam kegiatan tender, penawaran yang telah masuk harus dievaluasi. Metode
evaluasi penawaran dalam pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa
lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan:

a. Sistem Nilai
Metode evaluasi sistem nilai digunakan untuk pengadaan barang/pekerjaan
konstruksi/jasa lainnya yang harga penawarannya dipengaruhi oleh kualitas teknis,
sehingga penetapan pemenang berdasarkan kombinasi perhitungan penilaian
teknis dan harga. Evaluasi penawaran dilakukan dengan memberikan bobot
penilaian terhadap teknis dan harga. Besaran bobot harga antara 30% sampai
dengan 40%, sedangkan besaran bobot teknis antara 60% sampai dengan 70%.
Evaluasi administrasi menggunakan sistem gugur (pass and fail). Sedangkan
penilaian teknis dilakukan dengan memberikan bobot terhadap masing-
masing unsur penilaian (kriteria) dengan nilai masing-masing unsur dan/atau
nilai total keseluruhan unsur memenuhi ambang batas minimal. Nilai angka/
bobot ditetapkan dalam kriteria evaluasi yang menjadi bagian dari dokumen
tender. Unsur/sub unsur yang dinilai harus bersifat kuantitatif atau yang dapat
dikuantifikasikan. Penilaian penawaran harga dengan cara memberikan nilai
tertinggi kepada penawar terendah. Nilai penawaran peserta yang lain dihitung
dengan menggunakan perbandingan harga penawarannya dengan harga
penawaran terendah.

b. Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis


Metode evaluasi penilaian biaya selama umur ekonomis digunakan untuk
pengadaan barang yang memperhitungkan faktor umur ekonomis, harga, biaya
operasional, biaya pemeliharaan, dan nilai sisa dalam jangka waktu operasi
tertentu. Evaluasi administrasi dan teknis menggunakan sistem gugur (pass and
fail). Sedangkan evaluasi harga dilakukan dengan memperhitungkan total biaya
perolehan (total cost of ownership) selama jangka waktu operasi/umur ekonomis

Edisi 22 Tahun 2019 | 35


yang dikonversikan ke dalam harga sekarang (present value). Penentuan pemenang
berdasarkan nilai biaya selama umur ekonomis yang terendah.

c. Harga Terendah
Metode evaluasi harga terendah digunakan untuk pengadaan barang/
pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dalam hal harga menjadi dasar penetapan
pemenang di antara penawaran yang memenuhi persyaratan teknis. Pada sistem
harga terendah, penetapan pemenang dilakukan terhadap peserta tender yang
memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan penawaran harga terendah.
Evaluasi administrasi menggunakan sistem gugur (pass and fail). Sedangkan
evaluasi teknis menggunakan sistem gugur (pass and fail) atau sistem gugur
dengan ambang batas. Sistem harga terendah dapat digunakan untuk pengadaan
barang/jasa di mana:
1) Spesifikasi/KAK jelas dan standar
2) Persyaratan teknis mudah dipenuhi
3) Harga/biaya adalah kriteria evaluasi utama.
Metode evaluasi harga terendah digunakan misalnya untuk barang/jasa
standar seperti peralatan kantor, peralatan komunikasi, bahan kimia, mesin
sederhana atau bahan baku.

PEMBAHASAN
Pada artikel ini, penulis akan membahas cara melakukan evaluasi dokumen
penawaran pada tender jasa lainnya dengan sistem nilai. Jasa lainnya yang akan
dibahas adalah pengadaan konsumsi peserta pelatihan satker Pusdiklat X. Harga
Perkiraan Sendiri (HPS) pengadaan tersebut telah ditetapkan oleh PPK sebesar Rp
2.440.000.000,- (data fiktif).
Setelah HPS ditetapkan, pokja UKPBJ kemudian menyusun dokumen tender.
Salah satu isi dokumen tender adalah penetapan kriteria evaluasi penawaran.
Adapun kriteria evaluasi penawaran peserta tender yang telah dibuat pokja UKPBJ
adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi harga penawaran (bobot 40%)
b. Evaluasi teknis (bobot 60%) dengan kriteria teknis sebagai berikut:
1) Pengalaman sejenis (bobot 20%), dibuktikan dengan salinan kontrak
pekerjaan sejenis.
- Lebih dari 8 tahun (poin 100)
- 4 – 8 tahun (poin 75)
- Kurang dari 4 tahun (poin 50)
2) Variasi menu (bobot 40%), dibuktikan dengan daftar menu makan pagi,
makan siang, makan malam, coffee break pagi, dan coffee break sore)
- 15 menu (poin 100)

36 | Edisi 22 Tahun 2019


- 10 – 15 menu (poin 50)
- Kurang dari 10 menu (poin 25)
3) Personil (bobot 25%), dibuktikan dengan salinan identitas personil dan
sertifikat keahlian.
- 1 koki dan 2 asisten (poin 100)
- 1 koki dan 1 asisten (poin 75)
- 1 koki tanpa asisten (poin 25)
4) Peralatan (bobot 15%), dibuktikan dengan foto, salinan kuitansi/nota
pembelian, dan salinan bukti peminjaman peralatan ( jika menyewa).
- Lengkap dan milik sendiri (poin 100)
- Lengkap tapi sebagian sewa (poin 75)
- Tidak lengkap tapi milik sendiri (poin 50)
- Tidak lengkap dan sebagian sewa (poin 25)

c. Nilai ambang batas (passing grade) untuk data teknis minimal 80.
Pada saat pelaksanaan tender, terdapat empat perusahaan yang dinyatakan
lulus evaluasi administrasi. Adapun data harga penawaran dan data teknis
perusahaan-perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:

Harga Penawaran
No Nama Perusahaan (setelah koreksi Aspek Teknis
aritmatik)
1 CV Super Bayam 2.367.000.000 - Pengalaman 10 tahun
- 15 variasi menu
- 1 koki dan 1 asisten
- Lengkap, sebagian sewa
2 CV Lembayung Jaya 2.302.000.000 - Pengalaman 8 tahun
- 15 variasi menu
- 1 koki dan 2 asisten
- Lengkap, milik sendiri
3 CV Kurnia Hudaya 2.309.000.000 - Pengalaman 7 tahun
- 15 variasi menu
- 1 koki dan 2 asisten
- Lengkap, sebagian sewa
4 CV Tunggul Rahayu 2.337.500.000 - Pengalaman 9 tahun
- 15 variasi menu
- 1 koki dan 1 asisten
- Lengkap, milik sendiri

Edisi 22 Tahun 2019 | 37


Dengan berpedoman pada data penawaran tersebut, pokja UKPBJ melakukan
evaluasi harga penawaran dan evaluasi teknis. Evaluasi harga penawaran dilakukan
setelah pokja UKPBJ melakukan koreksi artimatika untuk memastikan tidak ada
nominal harga penawaran yang salah. Adapun hasil dari pelaksanaan evaluasi
harga penawaran adalah sebagai berikut:

No Nama Perusahaan Harga Penawaran Perhitungan Nilai


1 CV Super Bayam 2.367.000.000 2.309.000.000 x 40% 39,02
2.367.000.000
2 CV Lembayung Jaya 2.322.000.000 2.309.000.000 x 40% 39,78
2.322.000.000
3 CV Kurnia Hudaya 2.309.000.000 2.309.000.000 x 40% 40,00
2.309.000.000
4 CV Tunggul Rahayu 2.337.500.000 2.309.000.000 x 40% 39,51
2.337.500.000

Jika hanya melihat aspek harga penawarannya, maka perusahaan yang


memperoleh nilai tertinggi adalah CV Kurnia Hudaya. Namun perlu dilanjutkan
dengan evaluasi teknis, untuk melihat apakah CV Kurnia Hudaya juga unggul
pada aspek teknisnya.
Dengan berpedoman pada data teknis, pokja UKPBJ melakukan evaluasi
teknis masing-masing peserta tender. Adapun hasil evaluasi teknis adalah sebagai
berikut:

Nama
No Harga Penawaran Poin Perhitungan Total
Perusahaan
1 CV Super Bayam - Pengalaman 10 tahun 100 100 x 20% = 20,00 90,00
100
- 15 variasi menu 100 100 x 40% = 40,00
100
- 1 koki dan 1 asisten 75 75 x 25% = 18,75
100
- Lengkap, sebagian sewa 75 75 x 15% = 11,25
100

38 | Edisi 22 Tahun 2019


2 CV Lembayung - Pengalaman 8 tahun 75 75 x 20% = 15,00 95,00
Jaya 100
- 15 variasi menu 100 100 x 40% = 40,00
100
- 1 koki dan 2 asisten 100 100 x 25% = 25,00
100
- Lengkap, milik sendiri 100 100 x 15% = 15,00
100
3 CV Kurnia - Pengalaman 7 tahun 75 75 x 20% = 15,00 91,25
Hudaya 100
- 15 variasi menu 100 100 x 40% = 40,00
100
- 1 koki dan 2 asisten 100 100 x 25% = 25,00
100
- Lengkap, sebagian sewa 75 75 x 15% = 11,25
100
4 CV Tunggul - Pengalaman 9 tahun 100 100 x 20% = 20 93,75
Rahayu 100
- 15 variasi menu 100 100 x 40% = 40
100
- 1 koki dan 1 asisten 75 75 x 25% = 18,75
100
- Lengkap, milik sendiri 100 100 x 15% = 15
100

Jika melihat hasil evaluasi teknis di atas, maka nilai semua peserta tender di
atas nilai ambang batas, yang artinya semua dinyatakan lulus (di atas 80). Pada
evaluasi teknis ini, CV Lembayung Jaya memperoleh nilai tertinggi. Hal ini berbeda
dengan hasil evaluasi harga penawaran. Untuk menentukan pemenang tender,
maka pokja UKPBJ menggabungkan hasil evaluasi harga dan evaluasi teknis.
Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:

Harga
Penawaran Teknis (nilai teknis x Total
No Nama Perusahaan Peringkat
bobot 60%) Nilai
(bobot 40%)
1 CV Super Bayam 39,02 90 x 60% = 54,00 93,02 IV
2 CV Lembayung Jaya 39,78 95 x 60% = 57,00 96,78 I
3 CV Kurnia Hudaya 40,00 91,25 x 60% = 54,75 94,75 III
4 CV Tunggul Rahayu 39,51 93,75 x 60% = 56,25 95,76 II

Berdasarkan tabel tersebut di atas, maka dapat ditarik simpulan bahwa


CV Lembayung Jaya memperoleh total nilai tertinggi (96,78) sehingga dapat

Edisi 22 Tahun 2019 | 39


ditetapkan sebagai pemenang kesatu. Sedangkan CV Tunggul Rahayu, CV Kurnia
Hudaya, dan CV Super Bayam ditetapkan sebagai pemenang kedua, ketiga, dan
keempat.
Tahap berikutnya adalah pokja UKPBJ akan mengumumkan hasil tender
tersebut kepada para peserta tender. Jika setelah masa sanggah berakhir tidak ada
peserta tender yang menyanggah, maka pokja UKPBJ membuat laporan kepada
PPK tentang hasil pelaksanaan tender. Sampai tahap ini, pekerjaan tender sudah
dinyatakan selesai, tugas pokja UKPBJ juga selesai. Tahap berikutnya berupa
penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPPBJ) dan seterusnya
bukan lagi menjadi tugas pokja UKPBJ, melainkan PPK.

PENUTUP
Untuk mempermudah pejabat pengadaan dan pokja UKPBJ dalam
melaksanakan tugasnya, maka Perpres 16 tahun 2018 dan Peraturan LKPP nomor
9 tahun 2018 memberi pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui
penyedia. Salah satunya adalah pengaturan metode evaluasi penawaran pada
tender barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya/jasa konsultansi. Terdapat tiga
metode evaluasi penawaran tender barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya,
yaitu sistem nilai, biaya selama umur ekonomis, dan harga terendah.
Pada metode sistem nilai, penawaran dari para peserta tender dievaluasi
harga penawaran dan data teknisnya. Besaran bobot harga penawaran antara
30% sampai dengan 40%, sedangkan besaran bobot teknis antara 60% sampai
dengan 70%. Adapun tujuan metode sistem nilai ini adalah untuk memperoleh
pemenang tender yang harga penawarannya kompetitif dan memiliki aspek
teknis yang baik secara proporsional.

REFERENSI
Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
Peraturan LKPP nomor 9 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Melalui Penyedia

40 | Edisi 22 Tahun 2019


Hasil kontrak yang tidak jelas

Kabul : Pak aku mau nikah sama cewek Jombang.

Bapak : Jangan Nak, bapak dulu playboy di Jombang, takutnya nanti pacarmu
masih saudaramu kandung.

Kabul : Kalau gitu aku mau nikah sama cewek Mojokerto.

Bapak : Jangan juga, bapak dulu playboy di Mojokerto.

Kabul : Ya sudah aku mau nikah sama cewek Sidoarjo.

Bapak : Waah bapak malah sangat playboy di Sidoarjo.

Akhirnya Kabul tanya ibunya :

Bu aku gak boleh nikah sama cewek Jombang, Mojokerto dan Sidoarjo kata Bapak
dia playboy di sana, takutnya pacarku masih saudaraku kandung.

Ibu : Sudahlah Nak kalau mau nikah yaa nikah saja, karena kamu belum tentu
*anaknya bapakmu* tapi anaknya bapak yang lain !!!

Kabul pingsan !!! Gubraakk !!! JJJ

Sisa kemampuan paket ( SKP ) PENGADAAN


Seorang istri bertanya kepada suaminya
Pak kenal ibu A ...tidak
HUMOR
Kenal ibu B... kenal 
Kenal mbak S ....tidak
Kenal non Z ...kenal..
Lho pak kok sebagian dilupa...
Ya bu yang kuingat yang cantik cantik saja.
Sambil cemberut. Kenapa kok begitu pak.
Iya karena memoriku terbatas.
Yang jelek jelek ku delete.
Kalo aku bagaimana pak, cantik nggak ?
Ya ini waktunya di delete.
Gubrak J

Edisi 22 Tahun 2019 | 41


Pembayaran Pengadaan
Barang/Jasa oleh
Penyedia dalam
Keadaaan Darurat
Oleh : Subarja

Abstrak

P roses pengadaan barang/jasa dalam keadaan darurat berbeda dengan proses


pengadaan daam keadaan normal. Imbasnya akan berpengaruh juga terhadap
bagaimana proses pembayarannya. Sangatlah penting untuk membangun sistem
harmonis, baik dari sisi pengadaan maupun dari sisi pembayarannya. Tumpang
tindih, ketidakselarasan, ketidakjelasan pengaturan hanya akan menghambat
berjalannya proses sistem. Dan akhirnya dapat mengganggu proses pencapaian
tujuan yang diinginkan. Maka sangatlah penting untuk dilakukan harmonisasi
antara aturan-aturan yang ada, terutama bila terjadi irisan-irisan urusannya. Dan
aturan mengenai pengadaan barang/jasa serta proses pembayarannya dalam
masa darurat memang sangat perlu untuk segera diupdate dan diselaraskan.
Mengingat Indonesia adalah negara yang rawan dengan bencana.
Kata kunci: pembayaran, keadaan darurat, pengadaan barang/jasa, kontrak

Ketika terjadi bencana di berbagai wilayah Indonesia, maka banyak fasilitas


pemerintah yang rusak. Tentu fasilitas-fasilitas tersebut harus diperbaiki,
apalagi bila menyangkut fasilitas yang terkait dengan pelayanan dasar dan
sangat penting bagi masyarakat. Untuk memperbaikinya tentu dilaksanakan
melalui proses pengadaan. Tetapi karena keadaan sedang darurat, maka proses
pengadaannya pun dilakukan dengan cara darurat. Yang menjadi pertanyaan
adalah bagaimana proses pembayarannya bila dalam keadaan darurat? Karena
tentu bila pengadaannya dengan cara darurat, maka dokumen-dokumennya,
prosesnya juga berbeda dengan proses bila pengadaan dilaksanakan dalam
keadaan biasa.

42 | Edisi 22 Tahun 2019


Dalam Pasal 59 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah disebutkan bahwa penanganan keadaan darurat dilakukan
untuk keselamatan/perlindungan masyarakat atau warga negara Indonesia yang
berada di dalam negeri dan/atau luar negeri yang pelaksanaannya tidak dapat
ditunda dan harus dilakukan segera. Keadaan darurat tersebut adalah meliputi:
1. Bencana alam, bencana non alam, juga bencana sosial
Aturan yang terkait adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial Keadaan darurat tersebut meliputi siaga darurat,
tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan
2. Pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian
dan Pertolongan
3. Kerusakan sarana/ prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan
publik;
4. Bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, perkembangan situasi
politik dan keamanan di luar negeri, dan/atau pemberlakuan kebijakan
pemerintah asing yang memiliki dampak langsung terhadap keselamatan
dan ketertiban warga negara Indonesia di luar negeri.
5. Pemberian bantuan kemanusiaan kepada negara lain yang terkena bencana.
Dalam hal terjadi lima jenis keadaan darurat tersebut, PPK menunjuk penyedia
terdekat yang sedang melaksanakan pengadaan barang/jasa sejenis atau
pelaku usaha lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi untuk
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis.
Khusus untuk pengadaan yang terkait kontruksi permanen terdapat dua
ketentuan yaitu:
1. Penanganan keadaan darurat dapat dilakukan dengan penggunaan konstruksi
permanen, dalam hal penyerahan pekerjaan permanen masih dalam kurun
waktu keadaan darurat.
2. Penanganan keadaan darurat yang hanya bisa diatasi dengan konstruksi
permanen, penyelesaian pekerjaan dapat melewati masa keadaan darurat.

Selanjutnya tata cara pengadaannya diatur dalam Peraturan LKPP Nomor


13 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Keadaan
Darurat. Dalam Pasal 6 disebutkan bahwa tahapan pengadaan barang/jasa dalam
penanganan keadaan darurat meliputi:
1. Perencanaan Pengadaan
Perencanaan pengadaan ini meliputi:
a. identifikasi kebutuhan barang/jasa
b. analisis ketersediaan sumber daya
c. penetapan cara Pengadaan Barang/Jasa.

Edisi 22 Tahun 2019 | 43


2. Pelaksanaan Pengadaan
Tahapan pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang melalui penyedia ini
adalah tahapan sebagai berikut:
a. penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ)
b. pemeriksaan bersama dan rapat persiapan
c. serah terima lapangan
d. penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)/Surat Perintah Pengiriman
(SPP)
e. pelaksanaan pekerjaan
f. perhitungan hasil pekerjaan
g. serah terima hasil pekerjaan
Tahapan pelaksanaan pengadaan huruf a sampai dengan huruf d untuk
pengadaan barang dapat digantikan dengan surat pesanan.
3. Penyelesaian Pembayaran
Penyelesaian pembayaran dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a. kontrak;
b. pembayaran
c. post audit
Dalam penjelasan Peraturan LKPP tersebut digambarkan proses pengadaannya
adalah sebagai berikut:

44 | Edisi 22 Tahun 2019


Intinya, dalam aturan ini yang membedakan dengan proses pengadaan dalam
keadaan normal adalah:
1. Tidak adanya/minimnya beuty contest, karena memang keadaan darurat.
2. Pengadaan lebih bersifat penunjukkan langsung
3. Kontrak/Surat perintah kerja dibuat setelah pekerjaan selesai
Titik krusial yang menjadi permasalahan adalah bahwa kontrak dibuat setelah
pekerjaan selesai. Padahal dalam keadaan biasa, sebelum pekerjaan pengadaan
dilaksanakan, maka harus dibuat kontrak terlebih dahulu antara Pejabat pembuat
Komitmen dan penyedia.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 Tentang
Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Negara Pasal 35 ayat 1 disebutkan bahwa “Perjanjian/kontrak yang
pembayarannya akan dilakukan melalui SPM-LS, PPK mencatatkan perjanjian/
kontrak yang telah ditandatangani ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan”. Data perjanjian/kontrak yang memuat
informasi tersebut, disampaikan kepada KPPN paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah ditandatanganinya perjanjian/kontrak untuk dicatatkan ke dalam Kartu
Pengawasan Kontrak KPPN (Pasal 36 ayat 1). Dan data perjanjian/kontrak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta ADK-nya disampaikan ke KPPN
secara langsung atau melalui e-mail.
Karena biasanya kontrak dibuat sebelum pekerjaan pengadaan dimulai,
disana akan ditentukan kapan pembayaran akan dilaksanakan, berapa termin,
apakah sekaligus atau bertahap. Atas dasar rencana pencairan dana tersebut,
maka Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melaksanakan verifikasi
jika tagihan pembayaran atas suatu pekerjaan pengadaan. Bila data kontrak ini
tidak ada atau tidak sesuai, maka tagihan akan ditolak. Mengingat pengadaan
dalam keadaan darurat tidak membuat kontrak terlebih dahulu, maka tentu data
kontrak tidak dapat disampaikan ke KPPN sesuai aturan pasal 36 tersebut di atas.
Dan ketika ini terjadi, padahal pihak ketiga sudah melaksanakan pengadaan dan
selesai, tetapi KPPN tidak mau membayar. Akhirnya, agar dapat dibayar harus
meminta dispensasi ke pihak yang berwenang.
Dan memang sampai saat ini, sistem aplikasi yang digunakan untuk merekam
data kontrak memang belum bisa merekam data kontrak bila tanggal mulai
pekerjaan lebih kecil dari tanggal penandatanganan kontrak. Ini adalah contoh
simulasi yang dibuat untuk merekam data kontrak.

Edisi 22 Tahun 2019 | 45


Permasalahan lain adalah ketika penyedia meminta uang muka. Pada
penjelasan peraturan LKPP disebutkan bahwa pada pengadaan barang/jasa dalam
penanganan keadaan darurat, penyedia dapat diberikan uang muka berdasarkan
SPMK. Sementara pemberian uang muka dalam pengadaan di keadaan normal
biasanya harus dicantumkan dalam kontrak agar dapat dibayar oleh KPPN.
Sementara kontrak belum ada, tentu KPPN enggan untuk membayarnya.
Dalam pengelolaan keuangan negara, proses pembayaran biasanya didahului
oleh proses pengadaan. Pembayaran pada umumnya dapat dilaksanakan bila
barang/jasa telah diadakan/disediakan oleh penyedia. Maka proses pengadaan
harus diatur dengan baik. Begitu juga masalah pembayaran, harus diatur
dengan sebaik-baiknya. Dan pada saat ini, untuk kebijakan pengadaan barang/
jasa ditangani oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
(LKPP) dan yang mengatur mengenai kebijakan dalam proses pembayaran
ditangani oleh Kementerian Keuangan. Untuk yang menangani dua hal ini
(kebijakan Pengadaan dan Kebijakan Pembayaran) sudah ditentukan siapa yang
bertanggung jawab untuk membuatnya. Tetapi terdapat hal-hal yang memang
saling beririsan sehingga mau tidak mau harus ada kesesuaian dan akan menjadi
masalah jika tidak sesuai. Salah satunya adalah pembayaran tagihan negara bila
terjadi keadaan darurat.
Aturan mengenai pembayaran dalam keadaan darurat disebut dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 27 ayat (4) yang
berbunyi “Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran

46 | Edisi 22 Tahun 2019


yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan
perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran”.
Aturan ini menurut penulis lebih mengarah kepada penggunaan dana cadangan
yang ada di Kementerian Keuangan, bukan pengaturan pelaksanaan anggaran
untuk semua satuan kerja bila terjadi keadaan darurat.
Kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Tata
Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara juga disebutkan
mengenai aturan-aturan pembayaran bila terjadi keadaan. Dalam pasal
165 disebutkan bahwa “Ketentuan mengenai pelaksanaan anggaran dalam
penanggulangan bencana berlaku mutatis mutandis ketentuan Bab II, Bab III, dan
Bab V”. Artinya aturan yang ada sedapat mungkin dapat disamakan, kalau tidak
dapat dilaksanakan maka harus dengan dilakukan perubahan-perubahan yang
diperlukan atau penting.
Selanjutnya dalam pasal 166 disebutkan bahwa dalam pelaksanaan anggaran
penanggulangan bencana yang memerlukan penanganan bencana yang cepat,
tepat, prioritas, koordinasi, dan terpadu dapat diberlakukan ketentuan sebagai
berikut:
1. Menteri Keuangan selaku BUN dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya untuk pelaksanaan penanggulangan bencana pada
tahap tanggap darurat bencana;
2. PA yang membidangi tugas koordinasi penanggulangan bencana dapat
menunjuk pejabat/pegawai pada Kementerian Negara/Lembaga lainnya atau
pejabat/pegawai Pemerintah Daerah selaku KPA/PPK/PPSPM/Bendahara
Pengeluaran/BPP untuk melaksanakan tugas pelaksanaan anggaran
penanggulangan bencana.
3. Pertanggungjawaban penggunaan dana penanggulangan bencana pada
tahap tanggap darurat bencana, diperlakukan secara khusus sesuai dengan
kondisi kedaruratan dan dilaksanakan sesuai dengan prinsip akuntabilitas
dan transparansi.
Pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166 angka 1 di atas,
selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan
dalam Laporan Realisasi Anggaran (Pasal 167). Aturan ini, menurut penulis lebih
cenderung mengatur proses penggunaan dana cadangan yang ada di Kemenkeu.
Yang penting adalah terkait pasal 172 yang berbunyi “Ketentuan mengenai
pelaksanaan anggaran penanggulangan bencana diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan”. Penulis menemukan satu Peraturan Menteri Keuangan Nomor
105/PMK.05/2013 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan
Bencana. Tetapi dalam Pasal 2 menyebutkan bahwa “Peraturan Menteri ini
mengatur mengenai pelaksanaan anggaran penanggulangan bencana yang
dilakukan oleh BNPB pada tahap:
a. Prabencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana;
b. Keadaan darurat bencana; dan

Edisi 22 Tahun 2019 | 47


c. Pascabencana.
Jadi PMK 105/PMK.05/2013 hanya khusus mengatur dana yang dikelola
oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), tidak mengatur proses
pembayaran untuk satker lain bila terjadi pengadaan dalam keadaan darurat.
Sementara dalam Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018 yang dimaksud dengan
pengadaan Barang/Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat adalah kegiatan
Pengadaan Barang/Jasa dalam masa status keadaan darurat yang ditetapkan
oleh pihak yang berwenang (Pasal 1). Dan dalam pasal 2 ayat 1 disebutkan
bahwa “Peraturan Lembaga ini merupakan pedoman bagi Kementerian/
Lembaga/Perangkat Daerah dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa dalam
Penanganan Keadaan Darurat”. Jadi Bukan pengadaan yang hanya dilakukan oleh
BNPB saja.
Proses pembayaran dalam keadaan darurat juga sangat penting untuk
dibangun, mengingat kejadian bencana di Indonesia sering terjadi. Aturan tersebut
yang akan menjadi prosedur standar operasionalnya proses pembayaran. Bukan
diletakkan pada pemberian dispensasi yang kewenangannya diberikan pada para
pejabat. Karena masing-masing pejabat biasanya mempunyai pemikiran dan
pertimbangan yang lain-lain. Sehingga bila terjadi keadaan darurat, maka SOP-
nya sama. Dan dapat berjalan dengan cepat.
Sangatlah penting untuk membangun sistem yang lengkap dan harmonis,
baik dari sisi pengadaan maupun dari sisi pembayarannya. Tumpang tindih,
ketidakselarasan, ketidakjelasan pengaturan hanya akan merugikan rantai proses
sistem yang ada. Dan pada akhirnya dapat mengganggu proses pencapaian
tujuan yang diinginkan. Maka sangatlah penting untuk dilakukan harmonisasi
antara berbagai aturan yang ada, terutama bila terjadi irisan-irisan urusannya.
Dan aturan mengenai pengadaan barang/jasa serta proses pembayarannya
dalam masa darurat perlu untuk segera diupdate dan diselaraskan.

48 | Edisi 22 Tahun 2019


Kenapa Cost Recovery Tinggi?
Alternatif Solusi
Menurunkan
Cost Recovery

Kenapa Cost Recovery Tinggi?


Alternatif SolusiKMenurunkan
hairul Rizal
Cost Recovery
Khairul Rizal

Jika kita mendengar atau membicarakan masalah cost recovery di KKKS (Kontraktor
Kontrak Kerja Sama) MIGAS, yang muncul selalu nada negatif dan miring.
Pembicaraan akan mengarah pada rekapitulasi dari pos-pos biaya tinggi yang
disebabkan karena penggelembungan (mark-up) atau dari biaya-biaya yang tidak
termasuk kedalam biaya yang boleh di recover. Sumber utama informasi selalu
bermuara dari hasil temuan audit baik internal BPMIGAS,BPKP maupun BPK.

Ribut dan gonjang ganjing tentang Cost Recovery pada suatu periode bisa sangat
impulsif. Tindakan yang muncul setelah itu , berbagai departemen terkait atau barisan
stakeholders maupun DPR secara sporadik mendeklarasikan atau membentuk
banyak forum ,Pansus, atau “task force” dengan tujuan ingin menyelesaikan
masalah ini.Dari banyak usulan dan diskusi selalu muncul kesimpulan antara lain
“Kita akan membuat negatif list cost recovery yang lebih tegas , yang selama ini
masih abu-abu akan di hitam atau diputihkan, mengawasi spending di masing-masing
cost centre atau usulan yang lebih ekstrim merubah pola kontrak dari konsep cost
recovery (Profit Sharing) menjadi Revenue Sharing atau Royalty System”. Belum
pernah ada usaha melihat, mengevaluasi atau mengkritisi apakah pola operasi
kita saat ini sudah benar , boros , royal , penuh redudancy atau tidak?

Apakah itu salah? Semua pendekatan atau usaha tersebut tidak salah, pertanyaannya
apakah kita sudah membidik dan menyelesaikan inti permasalahan krusial yaitu
menurunkan “cost recory” secara sistemik atau belum? PerbaikanEdisipada
22 Tahun
cost 2019 | 49
centre
spending dan perbaikan pada kesalahan administrasi terutama pengadaan dari temuan
audit mungkin akan menurunkan sedikit cost recovery tapi apakah solusi ini dapat
recovery (Profit Sharing) menjadi Revenue Sharing atau Royalty System”. Belum
pernah ada usaha melihat, mengevaluasi atau mengkritisi apakah pola operasi
kita saat ini sudah benar , boros , royal , penuh redudancy atau tidak?

Apakah itu salah? Semua pendekatan atau usaha tersebut tidak salah, pertanyaannya
apakah kita sudah membidik dan menyelesaikan inti permasalahan krusial yaitu
menurunkan “cost recory” secara sistemik atau belum? Perbaikan pada cost centre
spending dan perbaikan pada kesalahan administrasi terutama pengadaan dari temuan
audit mungkin akan menurunkan sedikit cost recovery tapi apakah solusi ini dapat
menjamin cost recovery yang akan datang tidak akan lebih besar atau apakah secara
nasional kita sudah bicara tentang solusi permanen.?

Jadi Apa yang salah?

Audit yang berbasis financial dan administration compliance merupakan langkah


awal menemukan penyimpangan atau in-efisiensi , tapi apakah ini cukup?. Sebagai
contoh ketika auditor mengaudit penggunaaan fix wing (pesawat charter) , baik dari
sisi penggunaan dan pengadaan tidak akan menemukan kenapa biayanya sangat
mahal, sehinga dia lolos menjadi cost recovery. Tetapi ketika kacamata auditnya kita
perlebar dari sisi kontrak, utilisasi dan manajemen operasi atau di kenal dengan audit
kinerja baru terlihat sesuatu yang luar biasa. Untuk sistem charter tahunan ,dimana
sewa dihitung berdasarkan pendekatan biaya standby dan utilisasi selama 365 hari ,
walau pesawat tersebut hanya dipakai 3(tiga) kali seminggu atau maksimum 45 %
utilization rate dan penumpang yang diangkut rata-rata hanya 70-80% dari kapasitas
maksimum , sehingga kalau dihitung biaya perorang / kali terbang untuk jarak yang
sama bisa sangat-sangat mahal jika dibandingkan dengan kondisi penerbangan saat ini
atau dengan cara membuat kontrak yang berbeda. Hal sama dimana tidak optimalnya
penggunaan fasilitas seperti gudang, boat, pelabuhan dll akan ditemukan di
banyak KKKS yang beroperasi di Indonesia.

Page 1 of 5

Audit yang berbasis financial


dan administration compliance
merupakan langkah awal
menemukan penyimpangan
atau in-efisiensi, tapi apakah
ini cukup?

50 | Edisi 22 Tahun 2019


Kondisi lain yang membuat biaya cost recovery tinggi adalah tidak adanya/ kurang
efektifnya kordinasi antar KKKS dalam melakukan kegiatan, contoh jika satu KKKS
menyelesaikan kegiatan drilling, Rig tersebut akan dipakai atau dimobilisasi ke
daerah lain, sedangkan KKKS disebelahnya perlu melakukan kegiatan yang sama. Hal
ini akan membuat KKKS yang beroperasi berdekatan dengan KKKS pertama harus
memobilisasi peralatan drilling dengan biaya mobilisasi yang tinggi dari daerah lain.

Pola operasi Alternatif

Pada akhir tahun 80an ketika harga minyak dunia jatuh dibawah 10 USD//Barel
semua perusahaan minyak dunia menjerit dan mencari alternatif solusi untuk bertahan
hidup. Perusahaan yang beroperasi di North Sea (Laut Utara) ketika itu memiliki
biaya sekitar 13 USD/barel.Upaya yang dilakukan perusahan adalah melakukan
perubahan pola operasi dengan sangat drastis. Semua operator duduk bersama dan
meredefinisi ulang pola operasi yang ada. Pola operasi yang tadinya sendiri-sendiri
dan eksklusif dirubah total dengan melakukan pola operasi bersama. Para operator
melakukan planning bersama (Collaborative planning) untuk kegiatan seismik dan
drilling , melakukan kegiatan pengadaan yang strategis atau tidak transaktional
(strategic procurement ) serta melakukan kegiatan pendukung operasi produksi dari
suatu logistic base bersama sehingga terjadi tingkat utilisasi fasilitas secara optimal.

Perubahan dan Konsekuensi logis dari kombinasi menerapkan pola operasi yang
berbasis collaboration (bersama) ,strategic procurement (mendapatkan diskon harga
dari volume pembelian yang besar dan mentransfer biaya inventori yang besar ke
pihak ketiga / vendor managed inventory), menggunakan fasilitas logistik bersama
secara optimum (gudang,kapal,pelabuhan, pesawat dll) bagi semua operator terbukti
bisa menekan biaya hingga 30%. Inisiatif ini dikenal dengan nama Cost Reduction in
the New Era (CRINE) . Hal yang sama ditiru dan diterapkan oleh negara tetangga kita
Malaysia dengan inisiatif yang dinamakan CORAL (Cost Reduction Alliance) dan
menggunakan logistik base hanya di dua lokasi Kemaman (di pantai Timur
Malaysia) dan Labuhan di bagian Kalimantan Utara untuk mendukung kegiatan
operator diseluruh Offshore Malaysia, inisiatif ini terbukti dapat mengurangi biaya
produksi mereka hingga 35% (EY report tahun 2000).

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia adalah negara kepulauan , dimana lokasi kegiatan perminyakan tersebar


dari ujung Sumatera hingga Papua. Suatu bentang geografis yang sangat luas dan
merupakan salah satu faktor yang membuat biaya operasi tinggi. Pola operasi yang
saat ini masih sangat silos (sendiri-sendiri), rencana kerja yang tidak dibuat bersama
antar KKKS berdekatan, penggunaan fasilitas logistik sendiri-sendiri telah
memberikan biaya operasi yang tinggi. Paparan komparasi biaya produksi / biaya
eksplorasi minyak Indonesia yang lebih besar dengan negara-negara di Asia Pacifik
telah membuat banyak pihak berteriak dan tidak nyaman. Tetapi setelah kita teliti
secara detail pola operasi yang kita lakukan baru secara faktual kita berani
mengatakan memang pola operasi perminyakan kita perlu di review ulang, di
reform atau harus dilakukan breakthrough initiatives yang semua pihak terkait
komit secara konsisten melakukannya.
Edisi 22 Tahun 2019 | 51

Page 2 of 5
Dibawah ini adalah contoh gambaran distribusi biaya untuk salah satu KKKS
berproduksi di Indonesia. Struktur biaya tertinggi (73%) adalah biaya procurement
(beli barang dan jasa) dan biaya logistik (pengelolaan barang atau biaya
pendukung pekerjaan jasa).

Struktur Biaya KKKS


40%
17%
33%
Procure-
ment of
goods
Logistics

15% 23%
12%
Procure-
Salary & ment of
Insurance Benefit services

+/- 73% Cost dikeluarkan melalui kegiatan


Procurement & logistics (SCM activities)
Gambar-1 : Contoh distribusi biaya sebuah KKKS - Offshore

Melihat pola spending diatas terlihat bahwa jika kita akan melakukan perubahan
drastis dipola spending atau menekan cost recovery, kita harus melakukan inisiatif-
inisiatif strategis di bidang procurement dan logistics atau saat ini dikenal dengan
Supply Chain Management. Pola pengadaan yang sangat transaksional (banyak
PO/Kontrak) dan Pola pengelolaan logistik yang sendiri-sendiri perlu di reform
menjadi pola pengadaan yang strategis dan pengelolaan logistik bersama atau
meningkatkan penggunaaan shared facilities.

Bagaimana memulai?

Untuk memulai inisiatif ini BPMIGAS sebagai badan pelaksana MIGAS di Indonesia
dapat menjadi penggerak utama (prive mover). Inisiatif Kepala BPMGAS yang baru
menempatkan eksekutifnya di KKKS harus diikuti dengan membentuk tim-tim kerja
untuk KKKS yang berdekatan (lihat gambar-2 usulan lokasi logistics base yang meng
cover perubahan pola operasi di Industri MIGAS nasional ). Tim ini merupakan
gabungan key-person yang ditempatkan oleh masing-masing KKKS dan akan bekerja
setiap hari , difasilitasi dan berkantor di BPMIGAS tetapi statusnya tetap dibayar
sebagai karyawan KKKS. Ketika diperlukan tenaga ahli untuk bidang-bidang tertentu
si key person dapat membawa tenaga ahli dari masing-masing KKKS sebagai tim

52 | Edisi 22 Tahun 2019

Page 3 of 5
pendukung dalam membuat planning bersama. Salah satu tugas tim ini adalah
melahirkan WP&B (Work Program & Budget , AFE(Authorized For Expenditure)
/format-format planning dan budgeting yang berlaku antar KKKS saat ini atau
kontrak dan monitoring sistem yang berbasis “collaborative plan”,shared dan
optimalization skenario. Hal ini jika terjadi akan melibas habis alasan kurang
kordinasi antar KKKS , meeting yang berulang-ulang, melelahkan dan tidak efektif.
BPMIGAS dalam konteks ini akan secara elegan berperan sebagai fasilitator dan
perekat sehingga semua tujuan tercapai dengan efisien.

Gambar-2 : Usulan Lokasi fasilitas logistik bersama

Pada pola operasi ini akan terjadi perubahan sangat mendasar atau indikator
keberhasilannya akan diperlihatkan dari minimum atau tidak terjadi biaya mobilisasi
peralatan pada cost recovery (misal seismik dan drilling), pembelian barang yang
sangat efisien dengan sedikitnya PO karena diganti dengan pembelian yang berbasis
group purchase, minimalnya inventori karena dimasing-masing logistics base akan
muncul vendor-vendor yang menstok barang seperti adanya supermarket didalam
komplek perumahan (artinya kebutuhan rutin tidak perlu distok pembeli), penggunaan
fasilitas dibayar hanya yang dipakai (gudang,kapal,pesawat,utilitas pelabuhan dll),
dan berbagai indikator cantik lainnya..

Utopis atau Real?

Muncul pertanyaan sederhana apa ini bisa dilakukan? Jawabannya pun sangat
sederhana apa kita mau melakukan? Kalau kita takut gagal dalam implementasi kita
tinggal mengcopy (menjiplak) habis apa yang sudah dan sedang dilakukan diberbagai
negara saat ini, pasti paling tidak 70-80% nya akan terjadi atau berhasil menurunkan
biaya cost recovery yang selalu diributkan.Jika ditahun 2010 ini sesuai presentasi
Edisi 22 Tahun 2019 | 53

Page 4 of 5
WAKA BPMIGAS pada seminar tentang Financing Breakthrough bulan April 2010
lalu,cost recovery dari KKKS produksi akan menjadi 13,6 Miliar USD dan jika
ditambah dengan KKKS eksplorasi menjadi 15.98 Miliar USD dan 73% nya adalah
pengadaan dan logistik, jika kita dapat menghemat 20% saja (70% dari pengalaman
sukses negara lain) kita sudah menghemat hingga 20 Triliun Rupiah/tahun , angka
yang sangat signifikan untuk dinikmati bagi banyak rakyat Indonesia yang masih
hidup dibawah garis kemiskinan ? (KRMay2010)

KHAIRUL RIZAL
• Graduated from ITB (Geophysics Dept ) and MBA (Strategic Mng)-Cumlaude.
• 1985-1994 : From Geophysicist to Seismic Project Manager Asamera Oil Indonesia.
• 1994-1999 : From Exploration & New Venture Manager to VP.Business Development Risyad Salim
Resources Int’l-PSC (Operator of Bontang & Asahan Block ,partner in Tuban Block)
• 1999- 2006 : Business Process Re-engineering & Cost Reduction Consultant in Gulf Indonesia
Resources and Star Energy (Initiator of E-procurement implementation in Gulf Indonesia).
• 20006-present : Director of Seismic Acquisition company and International Purchasing & Supply
Chain Management (IPSCM) certified instructor.

54 | Edisi 22 Tahun 2019

Page 5 of 5
Pengalaman
MEDIASI KAMPUS

Athur Haliq Razaq

PENGALAMAN MEDIASI KAMPUS



Kali ini penulis akan berbagi pengalaman terkait mediasi perkelahian antara kelompok mahasiswa
teknik. Dimana perkelahian dapat dipicu oleh hal kecil, dari perkelahian dua orang menjadi
perkelahian kelompok. Penyebabnya, hal kecil seperti teguran dari senior ke junior kelompok
mahasiswa lain, bisa dari tatap menatap di kantin antara kelompok atau saling tatap sinis saat
berpapasan di koridor, ataupun bisa jadi masalah pribadi. Dari sebab-sebab kecil dilanjutkan saling
menantang sehingga berakhir perkelahian. Hal ini bisa memicu perkelahian kelompok karena ketika
coba dilerai oleh temannya, dianggap ikut mengeroyok lawannya. Apabila hal ini tidak cepat ditangani
maka jumlah peserta semakin lama semakin bertambah dan dampak yang ditimbulkan dapat
merugikan pihak yang berkelahi, bahkan dapat merugikan kampus dengan rusaknya fasilitas karena
saling menyerang antar kelompok.

Proses mediasi agar perkelahian tidak berlanjut bukan hal yang mudah apalagi masing-masing
kelompok sudah terpancing dan muncul semangat solitaritas karena temannya menjadi korban,
sehingga apapun alasannya, semangat solidaritas ini akan membentuk opini terhadap kelompok
lawan. Disini dibutuhkan skill mediator dalam menangani situasi dan kondisi.

Sebelum lebih lanjut, penulis ingin menjelaskan terlebih dahulu definisi dari mediasi. Berdasarkan
Peraturan Mahmakah Agung No.1 Tahun 2016 Pasal 1: Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh
Mediator. Pada pasal 2: Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator
sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan
sebuah penyelesaian.

Salah satu fungsi utama seorang mediator adalah menerapkan suatu bentuk komunikasi yang benar
dan efektif. Sebab pada umumnya, suatu sengketa timbul karena ada permasalahan para pihak dalam
berkomunikasi.

Tindakan awal penanganan situasi dan kondisi di tempat kejadian misalnya di kantin atau koridor,
halaman atau jalan dalam kampus adalah mencegah bertambahnya jumlah dari kedua belah pihak,
dengan memisahkan dan membawa kedua belah pihak dalam ruangan dan menghadirkan perwakilan
kelompok organisasinya.

Dalam ruangan sebagai tempat mediasi dibutuhkan komunikasi dalam memahami dan
Edisi 22 Tahun 2019 | 55
menginterpretasi pesan suara dan bahasa tubuh. Misalnya salah satu pihak sedang duduk bersilang-
tangan, maka dapat diinterpretasikan oleh seorang mediator bahwa pihak tersebut sedang cemas dan
menunjukkan sikap defensif. Atas dasar interpretasi tersebut, maka seorang mediator dapat
berkomunikasi.

Tindakan awal penanganan situasi dan kondisi di tempat kejadian misalnya di kantin atau koridor,
halaman atau jalan dalam kampus adalah mencegah bertambahnya jumlah dari kedua belah pihak,
dengan memisahkan dan membawa kedua belah pihak dalam ruangan dan menghadirkan perwakilan
kelompok organisasinya.

Dalam ruangan sebagai tempat mediasi dibutuhkan komunikasi dalam memahami dan
menginterpretasi pesan suara dan bahasa tubuh. Misalnya salah satu pihak sedang duduk bersilang-
tangan, maka dapat diinterpretasikan oleh seorang mediator bahwa pihak tersebut sedang cemas dan
menunjukkan sikap defensif. Atas dasar interpretasi tersebut, maka seorang mediator dapat
menindaklanjuti suatu bentuk intervensi yang tepat.

Dalam ruangan kedua belah pihak diminta duduk berhadapan, diam, tarik nafas sedalam mungkin
sambil ingat Tuhan dan orangtua. Penanganan ini efektif karena menyentuh sisi religi dan keluarga.
Setelah beberapa saat mediator lalu memulai berkomunikasi.

Untuk kasus perkelahian mahasiwa, beberapa tahapan mediasi tidak dapat dilaksanakan karena
kesepakatan perdamaian harus sesegera mungkin. Adapun tahapan mediasi dalam materi Pusat
Mediasi Nasional terdiri dari: tahap pendahuluan, sambutan mediator, presentasi pihak, identifikasi
kesepahaman, mendefinisikan masalah, tawar menawar & pengambilan keputusan, pertemuan
terpisah (apabila diperlukan), pengambilan keputusan akhir, penyusunan kesepakatan dan tahap
penutupan.

Dari tahapan mediasi di atas, proses mediasi perkelahian mahasiswa dilakukan penulis langsung pada
identifikasi kesepahaman, pengambilan keputusan akhir, penyusunan kesepakatan dan penutupan
karena harus sesegera mungkin harus tercapai penyelesaian sengketa dalam bentuk kesepakatan
damai agar tidak meluas menjadi dendam kelompok mahasiswa yang bisa pecah di kemudian hari.

Tahapan identifikasi kesepahaman secara tidak langsung sudah ditempuh penulis saat meminta para
pihak menarik nafas dalam-dalam sambil mengingat Tuhan dan orangtua. Setelah itu mencari
kesepahaman dengan menanyakan: harapan orangtua kepada anaknya yang sedang kuliah, perasaan
orangtua yang mengetahui anaknya berkelahi dan harapan kedua belah pihak kedepan dalam
beraktivitas di kampus. Jawaban dari para pihak akan dijadikan mediator untuk menyimpulkan
kesepahaman diantara para pihak.

Setelah mendengar jawaban maka masuk pada tahapan pengambilan keputusan akhir, dimana
mediator membimbing pembicaraan, menjelaskan dan mengajukan pertanyaan kepada para pihak
dan wakilnya bahwa pada dasarnya dari jawaban para pihak ada persamaan. Setelah itu mediator
menggiring komunikasi agar kesepakatan damai muncul dari para pihak sebagai keputusan akhir.

Dengan adanya kesepakatan damai yang diinginkan maka selanjutnya masuk tahapan penyusunan
kesepakatan. Penyusunan kesepakatan dituangkan dalam bentuk surat pernyataan berisi
kesepakatan damai dari kedua pihak dan kelompok organisasinya disertai tanggungjawab sosialisasi
kepada anggota kelompoknya tentang kesepakan damai dan siap bertanggungjawab apabila
dikemudian hari terjadi perselisihan terkait kejadian hari ini.

Sebagai tahapan penutupan dari proses mediasi dilakukan dengan berpelukan ikhlas tanpa dendam
dari kedua belah pihak dan perwakilannya.

Demikian aplikasi proses mediasi yang dilakukan penulis dalam beberapa kali menangani perkelahian
kelompok.

Salam Mediasi
A.H.R
Athur Haliq Razaq

56 | Edisi 22 Tahun 2019


Buku Baru

Pengadaan

Edisi 22 Tahun 2019 | 57


Buku Baru

Pengadaan

*pesan buku ke : SOFIANA 0821-1223-3577

58 | Edisi 22 Tahun 2019


Buku Baru

Pengadaan

Edisi 22 Tahun 2019 | 59


Buku Baru

Pengadaan

*pesan buku ke : SOFIANA 0821-1223-3577

60 | Edisi 22 Tahun 2019


Buku Baru

Pengadaan
Jilid

1
2
3
Edisi 22 Tahun 2019 | 61
EVEN penting

Pengadaan
member of

IKATAN AHLI PENGADAAN INDONESIA


IAPI

62 | Edisi 22 Tahun 2019

Anda mungkin juga menyukai