Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan menurut Siti dan Djoko (2017:403)

merupakan salah satu lembaga pendidikan yang dibuat oleh pemerintah

sebagai cara untuk meningkakan sumber daya manusia (SDM). Sesuai dengan

Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2010 didalamnya terdapat pernyataan

bahwa fungsi Pendidikan Menengah Kejuruan adalah Pendidikan yang

membekali siswa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecakapan

kejuruan para profesi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kompetensi

lulusan SMK Jurusan Ketenagalistrikan ini dibentuk melalui berbagai proses

pembelajaran di sekolah. Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 pasal 1 ayat

4 dikemukakan Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan

lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi

atau keterampilan yang dimiliki siswa lulusan SMK ini terbentuk melalui

berbagai proses pembelajaran di sekolah.

Menurut Zainal Arifin Ahmad dalam jurnal Tri Diana Sari (2015:622)

pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara guru dan peserta didik yang

berisi berbagai kegiatan yang bertujuan agar terjadi proses belajar (perubahan

tingkah laku) pada diri peserta didik. Faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan belajar siswa diantaranya tenaga pendidik, sarana dan prasarana,

media pembelajaran atau bahan ajar. Keseluruhan faktor tersebut harus

1
2

berjalan beriringan dan saling mendukung satu dengan yang lainnya, agar

keberhasilan belajar siswa dapat tercapai dengan baik, untuk mencapai hasil

pembelajaran yang optimal dan terciptanya belajar mandiri diperlukan

bahan/materi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang tepat. untuk

mengembangkan kemampuan siswa secara mandiri bisa berupa modul

pembelajaran.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) modul adalah kegiatan

program belajar-mengajar yang dapat dipelajari oleh murid dengan bantuan

yang minimal dari guru pembimbing, meliputi perencanaan tujuan yang akan

dicapai secara jelas, penyediaan materi pelajaran, alat yang dibutuhkan, alat

untuk penilai, serta mengukur keberhasilan murid dalam penyelesaian

pelajaran. Sistem pengajaran dengan modul adalah suatu sistem penyampaian

yang telah dipilih dalam usaha pengembangan sistem pendidikan yang lebih

efisien, relavan, dan efektif. Sehingga prinsip utama dari sistem pengajaran

dengan modul adalah meningkatkan efisiansi dan efektifitas belajar-mengajar

di sekolah dalam hal penggunaan waktu, dana, fasilitas dan tenaga secara

cepat (Suryosubroto, 1983:9). Fungsi modul dalam kegiatan pembelajaran

meliputi bahan ajar mandiri, pengganti fungsi pendidik, sebagai alat evaluasi,

sebagai bahan rujukan. dalam upaya meningkatkan efektivitas perserta didik

dalam belajar, maka guru atau pendidik dituntut untuk menggunakan media

pembelajaran yang isi materinya lebih terperinci dan sesuai kompetensi, dalam

hal ini berupa modul.


3

Pembelajaran yang dilakukan di SMK 5 Padang masih menggunakan

pembelajaran dengan media papan tulis dan spidol ditambah dengan jobsheet,

hal ini membuat pelajaran kurang efektif karena disebabkan materi yang

terpisah-pisah dan membuat pemahaman siswa menjadi lama. Menurut

Widyawati dan Supari muslim (2016:549) dalam jurnal pengembangan modul

pembelajaran pada mata Pelajaran Teknik Instalasi Tenaga Listrik di SMK

PGRI Lamongan, pengembangan modul ini layak digunakan. Hasil data

keefektifan modul pembelajaran ditinjau dari hasil belajar memperoleh nilai

rata-rata hasil belajar ranah kognitif sebesar 56,4 untuk pre-test dan 83,6 untuk

post-test. Hasil belajar ranah afektif menunjukkan peningkatan setiap

pertemuan dengan nilai rata-rata sebesar 73, 75, 79, 83, dan 85. Berdasarkan

data tersebut dapat disimpulkan bahwasanya keefektifan modul ini saat

pembelajaran berlangsung dapat diterapkan pada proses belajar dan mengajar.

Mustaji (2008:30-32) mengemukakan unsur-unsur yang ada dalam

modul yaitu, rumusan tujuan instruksional yang eksplisitt dan spesifik,

petunjuk guru, lembar kegiatan siswa, lembar kerja siswa, kunci lembar kerja,

lembar evaluasi, kunci lembar evaluasi. Modul yang ada di SMK Negeri 5

Padang pada saat ini belum sepenuhnya memiliki unsur-unsur yang ada dalam

modul karna modul yang ada di SMK 5 Padang kondisi penulisan dilakukan

BAB per BAB, tidak adanya penyampaian tujuan dari materi yang ada cuma

indikator keberhasilan, dari segi penulisan symbol dan angka masih ada yang

tertinggal, pembuatan gambar tidak berwarna yang tidak diselingi bentuk


4

gambar asli dari alat atau bahan tersebut, dan kunci jawaban pada latihan juga

tidak di lampirkan.

Waktu pelaksanaan obserfasi dan diskusi bersama guru di SMK N 5

Padang kerangka modul yang akan di kembangkan berdasarkan kebutuhan

proses belajar dan mengajar di SMK N 5 Padang meliputi adanya judul,

tujuan, indikator, materi, lembar kerja praktek, evaluasi, soal dan jawaban.

Lembar kerja praktek ini berisikan seperti jobsheet karna kebutuhan proses

belajar dan mengajar yang ada di SMKN 5 Padang dilakukan yang diawali

teori selanjutnya dilakukan praktek atau tugas menggambar.

Observasi yang dilakukan pada waktu praktek lapangan kependidikan

bulan Juli-Desember 2018 pada mata pelajaran Instalasi Motor Listrik

semester 1 siswa kelas XI L 1 TITL SMKN 5 Padang, dalam proses

pembelajaran masih berpusat pada guru. Sedangkan siswa hanya

mendengarkan saja, pada akhirnya siswa hanya mengetahui secara umumnya

saja tanpa mengetahui manfaat dan cara mengaplikasikan ilmunya. Dan juga

pembelajaran berpusat pada guru mengabaikan perbedaan individual atau tidak

diberi peranan. Akibatnya, siswa-siswa yang cepat dalam belajar harus

menunggu teman-temannya. Sehingga menjadi bosan, Sebaliknya, siswa-siswa

yang lamban selalu tertekan karena harus mengejar ketinggalannya.

Hasil observasi juga menunjukkan bahwa tidak terjadi belajar mandiri

pada siswa, karena ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan

pelajaran, siswa juga tidak terpacu dalam memahami materi pembelajaran

secara detail, motivasi diri siswa kurang dalam mengembangkan materi


5

pembelajaran yang dipaparkan oleh guru, dan tidak ada persiapan siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran. Akibatnya, siswa hanya terpaku pada materi

yang disampaikan dari guru mata pelajaran tanpa menambah/mengembangkan

pengetahuannya dengan memperbanyak membaca buku pelajaran.

Selain itu, dalam proses pembelajaran siswa cenderung bersikap pasif,

sedangkan guru cenderung berperanan dominan. Guru menganggap cara itu

yang paling mudah untuk memelihara ketertiban kelas. Akibatnya siswa-siswa

ketergantungan, kurang inisiatif, tidak dilatih untuk berdiri sendiri dalam hal

belajar. Pembelajaran yang berpusat pada guru, akan berdampak pada nilai

KKM. Hal ini dapat dilihat pada rekapitulasi nilai siswa kelas XI L1 TITL

SMK Negeri 5 Padang.

Tabel 1. Presentase ketuntasan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

Instalasi Motor Listrik dari nilai keterampilan (N3) yang di perbarui tahun

ajaran 2017/2018.

JUMLAH KETUNTASAN
NO KELAS KKM
SISWA TIDAK TUNTAS TUNTAS

1 XI L1 17 75 8 9

Rombel A

Presentase Ketuntasan Belajar 47% 53%

Sumber: daftar nilai mata pelajaran instalasi motor listrik


6

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat masih banyak siswa masih belum

optimal dalam tercapainya nilai KKM. Dari uraian permasalahan di atas, maka

modul adalah salah satu sarana yang sangat efektif digunakan untuk

memahami materi pembelajaran. Melalui pengembangan modul, siswa

diharapkan dapat memahami materinya dengan belajar mandiri, dan mampu

mengevaluasi diri, sehingga dapat mengoptimalkan hasil belajar. Berdasarkan

uraian di atas, maka diperlukan pengembangan modul pada mata pelajaran

Instalasi Motor Listrik siswa kelas XI TITL di SMKN 5 Padang.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan dapat

diidentifikasi masalah yang terjadi sebagai berikut:

1. Sistem pembelajaran yang didominasi oleh guru sehingga siswa hanya

mendengarkan dan mengetahui secara umumnya saja.

2. Proses pembelajaran cenderung berpusat pada guru, siswa yang cepat

belajar harus menunggu temannya, sehingga menjadi bosan/ mengacau

kelas. Sebaliknya, siswa yang lamban selalu tertekan karena harus

mengejar ketinggalannya. Dan siswa menjadi tergantungan pada guru,

kurang inisiatif dan tidak dilatih untuk berdiri sendiri dalam hal belajar.

3. Proses pembelajaran tidak terjadi belajar mandiri pada siswa, karena

ketidakmampuan menyesuaikan pembelajaran dan kurangnya motivasi

diri mengembangkan materi pembelajaran yang dipaparkan oleh guru.


7

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka penelitian ini hanya pada

pengembangan modul pembelajaran pada mata pelajaran Instalasi Motor

Listrik dengan Kompetensi Dasar (KD) Menjelaskan komponen dan sirkit

motor kontrol non programmable logic controler (Non PLC).

D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yaitu identifikasi masalah dan

pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

Bagaimana mengembangkan modul pembelajaran Instalasi Motor listrik siswa

kelas XI L 2 TITL di SMK Negeri 5 Padang?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan

dari penelitian ini untuk mengembangkan modul pembelajaran yang valid,

praktis dan efektif pada mata Instalasi Motor Listrik untuk siswa kelas XI L 1

TITL di SMK Negeri 5 Padang.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Tersedianya bahan ajar berupa modul pada mata pelajaran Instalasi

Motor Listrik yang digunakan oleh siswa kelas XI TITL di SMK Negeri

5 Padang.

2. Dapat mempermudah siswa dalam memahami materi komponen sirkit

motor kontrol non programmable logic controler (Non PLC).

3. Dapat membantu siswa dalam belajar mandiri.


8

G. Spesifikasi Modul Yang Dihasilkan

Spesifikasi modul pembelajaran Instalasi Modul Listrik kelas XI L1

semester satu adalah sebagai berikut:

1. Materi yang disediakan tentang komponen dan sirkit motor control non

programmable logic control (non PLC), Kelas XI semester 1.

2. Modul pembelajaran yang dihasilkan dari penelitian pengembangan ini

berbentuk modul pembelajaran interaktif dan belajar mandiri, berbasis

media cetak dalam bentuk modul Instalasi Motor Listrik.

3. Modul pembelajaran yang akan dikembangkan didesain dengan:

diskripsi judul, petunjuk penggunaan untuk siswa, standar kompetensi,

kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, rangkuman materi, soal

evaluasi, kunci jawaban soal evaluasi, diskripsi tokoh matematika, dan

daftar rujukan

H. Asumsi Dan Keterbatasan Penelitian

Asumsi dalam pengembangan modul pembelajaran ini adalah belum

tersedianya sumber pembelajaran yang berupa modul pembelajaran yang

memungkinkan siswa untuk dapat belajar mandiri.

Keterbatasan dalam pengemangan modul pembelajaran ini adalah

1. modul pembelajaran dibatasi pada materi pokok komponen dan sirkit

motor control non programmable logic control (non PLC).

2. Modul pembelajaran yang dihasilkan dari penelitian pengembangan ini

berbentuk modul pembelajaran interaktif dan belajar mandiri, berbasis

media cetak dalam bentuk modul Instalasi Motor Listrik.


9

3. Subjek uji coba modul pembelajaran terbatas pada siswa SMK Negeri 5

Kelas XI .
10

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Belajaran Dan Pembelajaran

1. Konsep Dasar Belajar

Belajar adalah “bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri

seseorang yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang baru berkat

pengalaman dan latihan” (Hamalik, 2004:24). Tingkah laku yang baru itu

seperti tidak tahu menjadi tahu, bertambahnya pengertian baru, perubahan

dalam kebiasaan, keterampilan, kesanggupan menghargai sifat sosial,

emosional, dan perkembangan jasmani

Menurut Rahyubi (2012:1) “belajar merupakan proses hidup yang-

sadar atau tidak-harus dijalani semua manusia untuk mencapai berbagai

macam kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Proses

belajar para siswa memiliki kemampuan pada ranah kognitif, afektif dan

psikomotor. Dengan demikian proses pembelajaran hendaknya

memberikan kesempatan untuk berkembang pada ketiga ranah tersebut,

yaitu dengan memperhatikan segi pemahaman siswa terhadap materi atau

bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi

penghayatan (aspek afektif), serta pengalaman (aspek psikomotor). Hal ini

berkaitan dengan tujuan belajar, yaitu untuk mendapatkan pengetahuan,

merubah sikap dan pandangan, serta menciptakan pengalaman dan

keterampilan yang sesuai dengan konsentari yang digeluti oleh siswa.

10
11

Berdasarkan uraian pendapat diatas kesimpulan belajar adalah

aktivitas mental yang dilakukan secara aktif dengan menggunakan

kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Suatu proses perubahan

tingkah laku seorang individu melalui belajar dan latihan berupa hal yang

tidak tahu menjadi tahu, perubahan dalam kebiasaan, keterampilan,

kesanggupan menghargai sifat-sifat sosial, emosional, dan perkembangan

jasmani.

2. Konsep Dasar Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu proses belajar yang dilakukan oleh

siswa dan guru. Untuk mencapai proses pembelajaran yang baik

hendaknya siswa dapat terlibat aktif dalam proses pelaksanaan

pembelajaran dikelas. Menurut Trianto (2011:17) “pembelajaran

hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan

siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya)

dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan”. Dari makna ini terlihat

jelas bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru

dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi yang

berkelanjutan dan terarah menuju pada suatu sasaran yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Pada hakikatnya pembelajaran mempunyai pengertian yang hampir

sama dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang

berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik

dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu


12

objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi

perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotorik)

seorang peserta didik. Namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya

sebagai pekerja satu pihak, yaitu pekerjaan pengajaran saja. Sedangkan

pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan

peserta didik.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam

belajar akan ditemukan banyak perubahan. Perubahan ini terjadi karena

adanya interaksi dengan para siswa dengan lingkungan belajar,

penggunaan modul pembelajaran yang inovatif yang dapat merangsang

semangat siswa untuk belajar. Interaksi yang terjadi dapat diatur

sedemikian rupa sehingga didapat hasil belajar yang memuaskan.

3. Belajar Mandiri

Belajar mandiri adalah belajar yang dilakukan oleh siswa secara

bebas menentukan tujuan belajarnya, strategi belajarnya, merencanakan

proses belajar, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya,

membuat keputusan dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk tercapainya

tujuan belajar. Belajar mandiri adalah cara belajar aktif dan partisipatif

untuk mengembangkan diri masing-masing individu yang tidak terikat

dengan kehadiran guru, pertemuan/ tatap muka di kelas, atau dengan

kehadiran teman sekolah

Belajar mandiri merupakan belajar dalam pengembangan diri,

keterampilan dengan cara tersendiri. Peran guru hanya sebagai fasilitator


13

sebagai salah satu sumber informasi. Belajar mandiri membutuhkan

semangat, kemauan, keingintahuan untuk terus berkembang. Belajar

mandiri memiliki manfaat yang banyak terhadap kemampuan kognitif,

afektif dan psikomotor siswa, yaitu:

a. Memupuk tanggung jawab.

b. Meningkatkan ketrampilan.

c. Memecahkan masalah.

d. Mengambil keputusan.

e. Berfikir kreatif, banyak ide.

f. Berfikir kritis.

g. Percaya diri yang kuat.

h. Menjadi guru bagi dirinya sendiri.

Belajar mandiri akan menjadikan siswa untuk berani memilih

sendiri apa yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Kemandirian

adalah memerlukan tanggung jawab, berinisiatif, memiliki keberanian,

dan sanggup menerima resiko serta mampu menjadi guru bagi dirinya

sendiri, dengan demikian pada akhirnya siswa akan menikmati arti hidup

sebenarnya dari pada terbelenggu dan selalu diatur oleh orang lain.

4. Penelitian Pengembangan

Penelitian dan pengembangan atau Research and Development

(R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan

produk modul atau menyempurnakan produk modul yang sudah ada, dan

menguji kefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2012:297). Produk modul


14

tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware),

seperti buku, modul, alat bantu mengajar dikelas atau dilaboratorium,

tetapi bisa juga perangkat lunak (software), seperti program komputer

untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan,

laboratorium, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran, pelatihan,

bimbingan, evaluasi, manajemen.

B. Modul Pembelajaran

1. Pengertian Modul

Modul adalah bahan ajar yang dirancang untuk dapat dipelajari baik

secara mandiri maupun belajar bersama dan juga dilengkapi dengan

evaluasi materi pembelajarannya. Modul merupakan salah satu bentuk

bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat

seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk

membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik

(Depdiknas, 2008:10). Menurut Daryanto, Aries, (2014:177),

mendefinisikan modul sebagai suatu kesatuan bahan belajar yang

disajikan dalam bentuk “Self-intruction”, artinya bahan belajar yang

disusun didalam modul dapat dipelajari siswa secara mandiri dengan

bantuan yang terbatas dari guru dan orang lain.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulan

modul pembelajaran adalah suatu paket pembelajaran yang disusun untuk

belajar mandiri, dengan materi lengkap sesuai dengan standar kompetensi

yang disusun untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran.


15

2. Karakteristik Modul

Untuk menghasilkan modul yang mampu untuk meningkatkan

motivasi belajar, pengembangan modul harus memperhatikan

karakteristik yang diperlukan sebagai modul. Adapun karakteristik modul

(Daryanto, Aries, 2014:186) adalah sebagai berikut:

a. Self-instruction, merupakan karakteristik penting dalam modul,

dengan karakter tersebut memungkinkan seseorang belajar

secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain.

b. Self-contained, merupakan modul yang seluruh materi

pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut,

agar memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi

pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar dikemas

kedalam satu kesatuan yang utuh.

c. Stand-alone, atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul

yang tidak tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak

harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar/media lain.

d. Adaptif, modul dikatakan adaptif jika dapat menyesuaikan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

fleksibel/luwes digunakan diberbagai perangkat keras

e. Bersahabat/akrab (User Friendly), Modul hendaknya

bersahabat/akrap dengan pemakainya, seperti kemudahan

pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan

keinginan.
16

3. Manfaat Modul Pembelajaran

Manfaat pembelajaran menggunakan modul menurut S.

Nasution (2010:206) adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan efektivitas pembelajaran karena pembelajar

dapat belajar di rumah secara berkelompok maupun sendiri.

b. Menentukan dan menetapkan waktu belajar yang lebih sesuai

dengan kebutuhan dan perkembangan belajar peserta didik

c. Secara tegas mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik

secara bertahap melalui kriteria yang telah ditetapkan dalam

modul

d. Mengetahui kelemahan atau kompetensi yang belum dicapai

peserta didik berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam modul

sehingga dapat memutuskan dan membantu peserta didik untuk

memperbaiki belajarnya serta melakukan remidiasi.

4. Teknik Pengembangan Modul

Ada tiga teknik yang dapat dipilih dalam menyusun modul. Ketiga

teknik tersebut menurut Sungkono, dkk. (2003:10), yaitu:

a. Menulis Sendiri (Starting from Scratch)

Modul ditulis sesuai dengan yang akan digunakan dalam

proses pembelajaran. Landasan cara ini adalah pembuat modul

merupakan pakar yang berkompeten dalam bidang ilmunya,

mempunyai kemampuan menulis, dan mengetahui kebutuhan

siswa dalam bidang ilmu tersebut. Pengetahuan itu dapat


17

diperoleh melalui analisis pembelajaran, dan silabus.

b. Pengemasan Kembali Informasi (Information Repackaging)

Modul tidak ditulis sendiri, tetapi memanfaatkan buku-

buku teks dan informasi yang ada dikemas kembali menjadi

modul yang memenuhi karakteristik modul yang baik dengan

gaya bahasa yang sesuai. Selain itu juga diberi tambahan

keterampilan atau kompetensi yang akan dicapai, latihan, tes

formatif, dan umpan balik.

c. Penataan Informasi (Compilation)

Cara ini mirip dengan cara kedua, tetapi dalam penataan

informasi tidak ada perubahan yang dilakukan terhadap modul

yang diambil dari buku teks, jurnal ilmiah, artikel, dan lain-lain.

Dengan kata lain, materi-materi tersebut dikumpulkan, dan

digunakan secara langsung. Materi-materi tersebut dipilih dan

disusun berdasarkan kompetensi yang akan dicapai dan silabus

yang hendak digunakan.

5. Langkah-Langkah Penyusunan Modul

Daryanto dan Aries, (2014:186) suatu modul yang digunakan

disusun melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menyusun kerangka modul

1) Menetapkan (menggariskan) Tujuan Instruksional Umum

(TIU) yang akan dicapai dengan mempelajari modul

tersebut.
18

2) Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang

merupakan perincian atau pengkhususan dari tujuan

instruksional umum tadi.

3) Menyusun soal-soal penilaian untuk mengukur sejauh

mana tujuan instruksional khusus bisa dicapai.

4) Identifikasi pokok-pokok materi pelajaran yang sesuai

dengan setiap tujuan instruksional khusus.

5) Mengatur atau menyusun pokok-pokok materi tersebut

didalam urutan yang logis dan fungsional.

6) Menyusun langkah-langkah kegiatan belajar siswa.

7) Pemeriksaan sejauh mana langkah-langkah kegiatan

kegiatan belajar telah diarahkan untuk mencapai semua

tujuan yng telah dirumuskan.

8) Identifikasi alat-alat yang diperlukan untuk melaksanakan

kegiatan belajar dengan modul itu.

b. Menyusun (menulis) program secara terperinci meliputi

pembuatan semua unsur modul yakni petunjuk guru, lembar

kegiatan siswa, lembar kerja siswa, lembar jawaban, lembar

penilaian (tes) dan lembar jawaban tes.

6. Penerapan Modul Pembelajaran Pada Mata Pelajaran IML

Mata pelajaran IML merupakan salah satu pelajaran wajib dipahami

oleh siswa untuk memudahkan dalam pembelajaran tingkat selanjutnya.

Pengembangan modul pembelajaran IML difokuskan pada kompetensi


19

dasar menjelaskan komponen dan sirkit motor kontrol non programmable

logic controler (Non PLC).

Banyaknya materi ajar pada kompetensi dasar mendeskripsikan

konsep komponen dan sirkit motor istrik menimbulkan kesulitan

pemahaman yang tidak utuh bila dipisahkan atau dipelajari secara

terpisah-pisah. Maka akan lebih membantu apabila suatu materi

pembelajaran dikemas sebagai satu kesatuan yaitu modul pembelajaran

yang sesuai dengan standar kompetensi. Dengan adanya modul

memungkinkan peserta didik memahami materi baik secara individu

maupun berkelompok. Berdasarkan uraian diatas, untuk tujuan

pembelajaran yang sesuai dengan Standar kopetensi akan lebih mudah

dengan adanya modul pembelajaran.

C. Validitas, Praktikalitas, dan Efektifitas

Instrument penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data

penelitian ini adalah:

1. Validitas

Sudjana (2016:12) mengemukakan “validitas berkenan dengan

ketetapan alat penilai terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul

menilai apa yang seharusnya dinilai”. Menurut Suharsimi (2018:79)

“validitas adalah suatu hasil pengetesan/ ukuran yang digunakan untuk

mengukur kevalidan atau ketepatan suatu produk/ Modul”. Menurut

menurut Darmodjo dan Kaligis (1993:41) penyusunan modul harus

memenuhi berbagai persyaratan yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi,


20

dan syarat teknik. Kisi-kisi Penilaian berdasarkan Syarat didaktik,

konstruksi, dan teknis dapat dilihat dalam table dibawah ini.

Tabel 2. Kisi-kisi Penilaian Syarat Didaktik, Konstruksi, dan Teknis.

NO SYARAT KRITERIA
1. Didaktif 1. Mengaju pada kurikulum pendidikan
2. Memberi penekanan pada proses untuk menemukan
konsep
3. Meningkatkan proses pembelajaran
4. Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial,
emosional, moral, dan estetika dalam pembelajaran pada
diri siswa.
5. Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan
kegiatan siswa
2 Kontruksi 1. Memiliki tujuan belajar yang jelas serta bermanfaat
2. mengacu pada buku standar dalam kemampuan
keterbatasan siswa.
3. Mempunyai identitas untuk memudahkan
administrasinya.
4. Menggunakan struktur kalimat yang jelas.
5. Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan
tingkat kemampuan siswa
6. Dapat digunakan untuk semua siswa, baik yang lamban
maupun yang cepat.
7. Pembelajaran jadi efisien
8. Memiliki tujuan belajar yang jelas serta bermanfaat
sebagai sumber motivasi
9. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

3 Teknis 1. Penampilan
2. Kombinasi warna
21

3. Tulisan
4. Kombinasi antar gambar dan tulisan adalah menarik
Sumber: Darmodjo dan Kaligis (1993:41) di perbarui

Syarat didaktik berhubungan dengan asas-asas pembelajaran efektif,

Syarat konstruksi adalah syarat- syarat yang berkenaan dengan

penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan

kejelasan dalam modul, dan Syarat teknis berkaitan dengan penyajian

modul, yaitu berupa tulisan, gambar dan penampilan.

Validasi suatu produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan

beberapa pakar ahli atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk

menilai produk yang baru dirancang sehingga dapat diketahui kelemahan

dan kekuatannya, hal ini dinyatakan oleh Sugiyono (2013:125). Jadi

validator terdiri dari dua orang dosen pembelajaran, dan Guru mata

pelajaran IML.

2. Praktikalitas

Setelah modul di validasi tahap selanjutnya melakukan uji

praktikalitas. Definisi praktis menurut KBBI adalah mudah dan senang

memakainya. Suharsimi (2013:77) menyatakan “sebuah produk dikatakan

memiliki praktikalitas apabila produk tersebut bersifat praktis, mudah

pengadministrasianya. Selain itu, produk dikatakan praktis penggunaanya

oleh guru dan siswa, maka memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Mudah dilaksanakan atau digunakan.

b. Mudah pemeriksaanya.

c. Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.


22

Sukardi (2008:52) mengemukakan aspek-aspek praktikalitas sebagai

berikut:

a. Kemudahan dalam penggunaan

b. Waktu yang digunakan dalam pelaksanaan sebaiknya singkat,

cepat, dan tepat.

c. Daya tarik produk terhadap peserta didik.

d. Mudah diinterpretasikan oleh pendidik ahli maupun pendidik

lain.

e. Memiliki ekivalensi yang sama sehingga bisa bisa digunakan

sebagai pengganti atau variasi.

Arikunto (2013:77) menyatakan bahwa sebuah produk dikatakan

praktis apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Mudah dilaksanakan artinya dapat memberi kesempatan siswa

untuk mengerjakan hal yang mudah terlebih dahulu

b. Mudah pemeriksaanya artinya bahwa siswa dapat memeriksa

kekeliruan yang dilakukan sendiri dengan adanya pedoman

c. Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga

siswa tidak mengalami kesulitan.

Definisi praktikalitas diatas dapat disimpulkan bahwa kepraktisan

suatu modul dapat dilihat dari pengoperasian atau penggunaan suatu

modul tersebut. Modul dikatakan praktis setelah dibuktikan oleh praktisi

yang dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran Instalasi Motor

Listrik dan siswa kelas XI L 1 Teknik Instalasi Tenaga Listrik .


23

3. Efektifitas

Menurut Kamus besar bahasa Indonesia efektifitas berasal dari kata

efektif yang berarti “hal yang memiliki pengaruh, akibat maupun

memiliki efek”. Efektifitas mengarah kepada tingkat keberhasilan

pencapaian tujuan hasil belajar terhadap modul yang digunakan. Jadi

suatu upaya dikatakan efektif apabila upaya tersebut mampu mencapai

tujuan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat (Daryanto, 2014:22)

efektifitas pembelajaran adalah tingkat pencapaian tujuan dari

pembelajaran. Jika tujuan pembelajaran terpenuhi maka produk yang

dikembangkan dapat dikatakan efektif. Keefektifan modul ini di lihat dari

tingkat penguasaan materi siswa terhadap materi yang diajarkan. Menurut

(Daryanto, 2014:22) efektifitas pembelajaran adalah tingkat pencapaian

tujuan pembelajaran, dalam penelitian pengembangan pembelajaran suatu

produk di katakan efektif apabila hasilnya sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang berupa:

a. Peningkatan pengetahuan

b. Peningkatan keterampilan

b. Perubahan sikap

c. Perubahan perilaku

d. Kemampuan adaptasi

e. Peningkatan integritas

f. Peningkatan pertisipasi

g. Peningkatan partisipasi
24

D. Penelitian Yang Relavan

1. Cut nurmuthaharah (2016) dengan judul penelitian pengembangan

modul pembelajaran pada mata pelajaran Instalasi Motor Listrik siswa

kelas X TITL SMK Negeri 5 padang, jenis penelitian ini adalah

penelitian dan pengembangan (Research and Development) dengan

model 4D, penelitian ini menyimpulkan berdasarkan hasil penelitian

diperoleh data validitas media adalah 91.67% dengan kategori sangat

valid, validitas materi rata-rata 92.30% dengan kategori sangat valid.

Hasil praktikalitas menurut siswa sebesar 80.08% dengan kategori

praktis. Hasil efektivitas diperoleh sebesar 82.61%. dengan kategori

efektif. Dengan demikian penelitian ini telah menghasilkan modul

pembelajaran Pengukuran istrik yang valid, praktis dan efektif.

2. Ismi Laili (2016) dengan judul penelitian pengembangan modul

pembelajaran pada mata pelajaran menggunakan hasil pengukuran di

kelas X TITL 2 SMK Negeri 1 Pariaman, jenis penelitian ini adalah

penelitian dan pengembangan (Research and Development) dengan

model pengembangan 4D, penelitian ini menyimpulkan Rata-rata dari

ketiga validator diperoleh 86,79% dengan kategori valid. Hasil

praktisi guru 83.03% dikategorikan praktis dan hasil uji praktikalitas

dari 37 orang siswa sebesar 84% dikategorikan praktis. Efektivitas

Modul Pembelajaran diperoleh 86,84%. Dengan demikian penelitian

ini telah menghasilkan modul pembelajaran menggunakan hasil

pengukuran yang valid, praktis dan efektif.


25

3. Akmal (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Pengembangan

Modul Mata Diklat Sistem Kopling Siswa di Kelas X Teknik

Kendaraan Ringan SMK Negeri 1 Kecamatan Guguak. Menggunakan

model pengembangan Borg And Gall, penelitian ini menyimpulkan

sebuah produk berupa modul sistem kopling untuk siswa kelas X

Teknik Kendaraan Ringan rata-rata memperoleh kevalidan oleh ahli

media adalah 89,50% mencapai kategori valid. Rata-rata uji

praktikalitas mencapai 88% dengan kategori praktis. Keefektifan

setelah menggunakan modul meningkat mencapai 80% diatas KKM.

E. Kerangka Konseptual

Proses pembelajaran pada mata pelajaran IML masih belum

maksimal, hal ini dibuktikan dengan kurang ketersediaannya bahan

belajar bagi siswa yang menyebabkan tidak ada hubungan timbal balik

antara guru dan siswa. Proses pembelajaran Tidak terjadi belajar mandiri

dalam, siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru sehingga

tidak ada persiapan bagi siswa untuk menerima pelajaran di pertemuan

berikutnya.

Setelah dilakukan analisis lebih lanjut, dengan permasalahan yang

ada maka dipilih modul sebagai perbaikan proses pembelajaran dalam

mata pelajaran IML karena modul menyediakan materi belajar bagi siswa

yang dapat membantu siswa belajar mandiri sesuai dengan

kemampuannya serta dapat diamanfaatkan oleh siswa tanpa harus

menunggu waktu tatap muka di kelas.


26

Perkembangan siswa dengan belajar menggunakan modul dapat

dicapai perkembangannya secara optimal, yakni perkembangan yang

sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Modul pembelajaran pada

mata pelajaran IML terlebih dahulu di uji coba melalui serangkaian uji

validitas, praktikalitas dan efektifitas. Dengan demikian, kerangka

konseptual pengembangan modul pembelajaran pada mata pelajaran IML

adalah seperti gambar 1:

1. Sistem pembelajaran terpusat pada guru,


tidak adanya belajar mandiri oleh siswa
Masalah 2. Banyaknya siswa yang tertinggal akan
pembelajaran yang berlangsung
3. Kurangnya bahan ajar untuk siswa belajar
mandiri

Solusi Pengembangan Modul Pembelajaran IML


yang akan mengurangai ketergantungan
siswa terhadap guru

Hasil yang Tersedianya modul pembelajaran yang


diharapkan valid, Praktis, dan efektif

Gambar 1. Kerangka konseptual penelitian


27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan (Research

and Development atau R&D). Penelitian pengembangan yang dilakukan

peneliti yaitu mengembangkan modul mata pelajaran Instalasi Motor Listrik

untuk siswa kelas XI L1 di SMKN 5 Padang.

B. Subyek dan Lokasi Penelitian

Subyek penelitian pengembangan ini adalah modul pembelajaran, dan

responden penelitian adalah siswa kelas XI L1 yang terdiri dari siswa dan guru

Mata Pelajaran Instalasi Motor Listrik jurusan TITL di SMKN 5 Padang pada

Semester Ganjil Tahun ajaran 2017/2018.

C. Model Pengembangan

Dalam penelitian ini adalah menggunakan model pengembangan 4-D.

Karena pengembangan mengunakan 4-D merupakan pengembangan perangkat

pembelajaran yang secara detail menjelaskan langkah-langkah operasional

pengembangan perangkat modul. Sebagai contohnya di Indonesia pijakan

uatama pendidikan berdasarkan kurikulum yang digunakan, oleh karena itu

dalam penyusunan perangkat pembelajaran terlebih dahulu melakukan analisis

kurikulum. Model pengembangan 4-D (Trianto, 2012:93) mempunyai empat

tahapan dalam pengembangannya, yaitu tahap I (define), tahap II (design),

tahap III (develop), dan tahap IV (disseminate). Mengacu pada langkah-

27
28

langkah penelitian (R&D) maka alur penelitian pengembangan 4-D yang akan

dijabarkan pada gambar 2.

Gambar 2. Bagan Modul Pengembangan 4-D


(Sumber: Thiagarajan, semmel, dan semmel, 1974)
29

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Define (pendefinisian)

Tujuan tahap pendefinisian ini adalah menetapkan dan

mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran yang sesuai dengan tujuan

penelitian pengembangan ini. Adapun langkah-langkah dalam tahap ini

yaitu:

a. Menetapkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Pada tahap ini akan dianalisis kurikulum yang berlaku pada

saat itu. Dalam kurikulum terdapat kompetensi yang ingin

dicapai. Fungsi dari analisis kurikulum ini adalah untuk

menentukan standar kompetensi yang berlaku pada saat itu dan

kompetensi Dasar yang manakah yang akan dikembangkan

menjadi modul, karena ada kemungkinan tidak semua

kompetensi dapat disediakan modul.

b. Analisis Konsep

Analisis konsep ini dilakukan untuk menetapkan materi

utama yang perlu diajarkan, mengumpulkan dan memilih

materi yang relevan dan menyusunnya kembali secara

sistematis.

c. Analisis Peserta

Didik Analisis peserta didik ini dilakukan agar pembelajaran

yang dilakukan sesuai dengan kemampuan peserta didik. Hal-


30

hal yang dipertimbangkan untuk mengetahui karakteristik

peserta didik antara lain: usia peserta didik, kemampuan

akademik individu, kemampuan berkelompok, motivasi

belajar, latar belakang ekonomi dan social dll. Analisis peserta

didik perlu dilakukan karena agar tersusun modul yang baik

maka modul tersebut harus dapat disesuaikan dengan

karakteristik dan kemampuan peserta didik.

2. Design (Perancangan)

Pada tahap ini, modul pembelajaran mulai dirancang. Tahap ini

dimulai setelah indikator pencapaian hasil belajar yang ingin dicapai oleh

siswa telah ditentukan. Adapun tahap yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

a. Pembuatan Sketsa

Pada tahap ini menentukan konsep dari modul yang akan

disusun. Langkah-langkah yang akan dilakukan berupa

merumuskan tujuan yang ingin dicapai, merancang cover

modul, pembuatan petunjuk penggunaan modul bagi guru dan

siswa, dll. Pembuatan sketsa produk ini dilakukan berdasarkan

tahap pendefinisian yang sesuai dengan silabus, materi

pembelajaran dan kemampuan belajar peserta didik.

b. Pengumpulan Objek Rancangan

Pada tahap ini dikumpulkan objek-objek yang dibutuhkan

dalam pembuatan modul, pemilihan referensi materi yang


31

sesuai dengan materi yang akan dibahas. Materi berasal dari

berbagai sumber baik buku-buku, internet, dan informasi dari

kejadian-kejadian dialam sekitar.

c. Pembuatan Modul

Perancangan dimulai dari pembuatan sketsa, pengumpulan

materi-materi sesuai dengan referensi, dan penyusunan tes

yang telah terancang maka dituangkan kedalam sebuah modul.

program terperinci yang meliputi komponen modul yang akan

dibuat yaitu

1) Sampul / Cover modul

2) Kata pengantar

3) Daftar isi, daftra gambar, dan daftra tabel

4) BAB I (Pendahuluan)

a) Deskripsi

b) Prasyarat

c) Petunjuk penggunaan modul bagi siswa dan guru

d) Tujuan akhir

e) Tes awal

5) BAB II (Pembelajaran)

a) Rencana Belajar Peserta Didik

b) Kegiatan Belajar

 Pembelajaran 1

o Materi
32

o Tugas dan pertanyaan

o Lembar Kerja Praktek Menggambar

o Evaluasi Praktek dan kesimpulan

o Tugas latihan

 Pembelajaran 2

o Materi

o Lembar Kerja Praktek Menggambar

o Lembar Kerja Praktek Memasang

o Evaluasi Praktek dan kesimpulan

o Tugas latihan

 Pembelajaran 3

o Materi

o Lembar Kerja Praktek Menggambar

o Lembar Kerja Praktek Memasang

o Evaluasi Praktek dan kesimpulan

o Tugas latihan

c) Kunci Jawaban Pembelajaran 1

d) Kunci Jawaban Pembelajaran 2

e) Kunci Jawaban Pembelajaran 3

3. Develop (Pengembangan)

Pada tahap ini, modul pembelajaran yang telah dihasilkan

dikembangkan menjadi modul pembelajaran yang valid. Adapun tahap-

tahap pengembangan terdiri dari:


33

a. Tahap Validasi

Proses validasi ini dilakukan untuk menghasilkan modul

pembelajaran yang valid. Modul yang dihasilkan pada tahap

perancangan akan divalidasi oleh tiga orang yaitu dua orang

validator merupakan dosen jurusan Teknik Elektro UNP dan

satu orang guru mata pelajaran MHP jurusan TITL di SMK

Negeri 5 Padang. Validator mengisi instrument berupa angket

validasi yang telah disediakan sebagai masukan terhadap

modul yang dikembangkan

b. Perbaikan Produk

Perbaikan produk dilakukan berdasarkan hasil validasi

media oleh validator. Perbaikan media berfungsi mengurangi

kelemahankelemahan yang dikemukakan validator. Hasil

perbaikan dikonsultasi kembali kepada ahli jika diperlukan.

c. Uji Coba

Tahap uji coba ini dilakukan untuk melihat praktikalitas

dan efektivitas modul pembelajaran setelah direvisi

berdasarkan saran dari pakar. Praktikalitas adalah tingkat

keterpakaian modul oleh siswa dan guru, yaitu melaksanakan

uji coba pemakaian modul pembelajaran yang telah direvisi

dan penilaian validator. Modul dikatakan memiliki

praktikalitas yang tinggi apabila bersifat praktis dalam

penggunaannya. Setelah uji praktikalitas maka dilakukan uji


34

efektivitas dalam bentuk soal tes kepada siswa untuk mendapat

hasil efektivitas dari modul pembelajaran yang telah

dikembangkan

4. Dessiminate (Penyebaran)

Tahap ini merupakan tahap penyebaran modul pembelajaran yang

telah dikembangkan. Penyebaran dilakukan dengan penyebaran terbatas,

hanya pada guru mata pelajaran MHP untuk digunakan dalam

pembelajaran di SMK Negeri 5 Padang.

E. Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (2013:40) menyatakan bahwa alat dalam

pengumpulan data atau instrumen pengumpulan data yaitu alat bantu yang di

pilih dan digunakan dalam penelitian agar kegiatan tersebut sistematis dan

praktis. Instrumen penelitian yang digunakan adalah:

1. Lembar Validitas

Angket validasi diberikan beberapa aspek penilaian yang terdiri

syarat didaktik, konstruk dan teknis. Syarat didaktik berhubungan

dengan asas-asas pembelajaran efektif, Syarat konstruksi adalah syarat-

syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat,

kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam modul, dan Syarat

teknis berkaitan dengan penyajian modul, yaitu berupa tulisan, gambar

dan penampilan Validator media terdiri dari ahli dalam pengembangan

modul pembelajaran, dan juga guru mata pelajaran Instalasi Motor

Listrik.
35

Tabel 3. Kisi-kisi Lembar Validasi

No Aspek Penilaian Jumlah Item


1 Syarat didaktik 5
2 Syarat konstruksi 9
3 Syarat teknis 4
Sumber: Darmodjo dan Kaligis (1993:41)

2. Lembar Praktikalitas

Angket kepraktisan berfungsi untuk mengetahui tingkat kepraktisan

modul pembelajaran pada mata pelajaran Instalasi Motor Listrik.

Tingkat kepraktisan modul pembelajaran dilihat dari penggunaannya

oleh siswa.

Tabel 4. Kisi-Kisi Lembar Praktikalitas Oleh Siswa

No Aspek Penelitian Jumlah Item


1 Kemudahan dalam menggunakan media 3
2 Efesiensi Penggunaan Waktu 1
3 Daya Tarik Modul 2
4 Pengintrpestasian 3
5 Ekivalensi 2
Sumber: Sukardi (2008:52)

3. Tes Objektif

Keefektifan pembelajaran yang dimaksud disini adalah dampak atau

pengaruh penggunaan modul pembelajaran terhadap kompetensi siswa.

Instrumen untuk mengukur keefektifan modul pembelajaran berupa tes

objektif. Adapun kisi-kisi tes objektif dapat dilihat pada tabel 5.


36

Tabel 5. Kisi-Kisi Test Objektif

Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Jumlah Soal


KD) Menjelaskan Karakter Motor Induksi dan 10
komponen sirkit motor Sistem kendali
kontrol non elektromekanikal untuk
programmable logic mula jalan motor (motor
controler (Non PLC) starting)
Struktur dan Konsep 10
Pengasutan Motor Induksi
Koordinasi Gawai Pengaman 10
Jumlah 30

Perencanaan Jumlah soal yang akan dibuat totalnya yaitu 30 butir

soal. Sebelum soal di uji cobakan pada siswa kelas XI L1 TITL SMK

Negeri 5 Padang, maka soal divalidasi oleh guru mata pelajaran Instalasi

Motor Listrik. Dari uji coba instrumen, dilakukan analisis item untuk

melihat tes yang valid, reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal dan daya

beda soal dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Validitas butir soal

Validitas adalah penilaian terhadap konsep yang akan dinilai

sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya di nilai (Sudjana

2016:12). Uji validitas ini dilakukan pada kelas yang berbeda di

sekolah yang sama. Validitas butir soal diuji menggunakan rumus

koefisien korelasi biserial seperti yang dikemukakan oleh Arikunto

(2013:93) sebagai berikut:


37

𝑀𝑝 − 𝑀𝑡 𝑝
𝑅𝑝𝑏𝑖 = √
𝑆𝑡 𝑞

Keterangan:

𝑅𝑝𝑏𝑖 = Koefisien korelasi poin biserial

𝑀𝑝 = Mean skor dari subjek yang menjawab benar

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟


𝑀𝑝 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟

𝑀𝑡 = mean skor total

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎


𝑀𝑡 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

𝑆𝑡 = Standar deviasi soal

∑ 𝑦2 ∑𝑦 2
𝑆𝑡 =√ −( )
𝑛 𝑛

𝑝 = Proporsi siswa yang menjawab benar

𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟


𝑝 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

𝑞 = Proporsi siswa yang menjawab salah

𝑞 =1−𝑝

Harga 𝑅𝑝𝑏𝑖 kemudian dikonsultasikan dengan harga 𝑟 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

(Tabel 7) pada taraf signifikan 5 %. Apabila 𝑅𝑝𝑏𝑖 > 𝑅𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka

butir soal tes tersebut valid. Sebaliknya, jika 𝑅𝑝𝑏𝑖 < 𝑅𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka

butir soal tes tersebut tidak valid.

b. Reliabilitas Soal

Sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliabel apabila hasil

pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut


38

secara berulang kali terhadap subjek yang sama, menunjukkan hasil

yang tetap sama atau sifatnya stabil (Sudjana, 2016:16). Arikunto

(2013:115) untuk menentukan reliabilitas tes digunakan rumus

Kuder Richardson 20:

𝑛 𝑠 2 − ∑ 𝑝𝑞
𝑟11 =( )( )
𝑛−1 𝑠2

Keterangan:

𝑟11 = Reliabilitas instrumen

∑ 𝑝𝑞 = Jumlah varian butir

𝑆 = Standar deviasi

𝑛 = Banyaknya item

𝑝 = Proporsi subjek yang menjawab betul pada suatu butir

soal (proporsi soal subjek mendapat skor 1)

𝑞 = Proporsi subjek yang menjawab salah pada suatu butir

soal (proporsi soal subjek mendapat skor 0)

Kriteria dalam pengujian reliabilitas adalah dikonsultasikan

dengan tabel 6:

Tabel 6. Interpretasi Nilai r

No Interpretasi Nilai r Klasifikasi


1 0,81 – 1,00 Sangat Tinggi
2 0,61 – 0,80 Tinggi
3 0,41 – 0,80 Cukup
4 0,21 – 0,40 Rendah
5 0,00 – 0,20 Sangat rendah
Sumber: Arikunto (2013:75)
39

c. Tingkat Kesukaran Soal

Soal-soal yang terlalu mudah dan terlalu sulit tidak baik

digunakan sebagai alat ukur. Oleh karena itu perlu mengetahui

tingkat kesukaran soal-soal tersebut guna diadakan revisi atau

perbaikan. Arikunto (2013:223) untuk menentukan tingkat

kesukaran soal digunakan persamaan:

𝐵
𝑃=
𝐽𝑆

Keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar

JS = Jumlah seluruh siswa yang mengikuti ujian

Setelah didapatkan nilai indeks kesukaran (P) maka

dikonsultasikan dengan tabel 7 klasifikasi indeks kesukaran soal:

Tabel 7. Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal

No Indeks Kesukaran Klasifikasi


1 0,00 - 0,30 Sukar
2 0,31 - 0,70 Sedang
3 0,71 – 1,00 Mudah
Sumber: Arikunto (2013:225)

d. Daya Beda Soal

Daya pembeda merupakan suatu indikator untuk membedakan

siswa yang pandai dengan yang kurang pandai. Angka yang

menunjukan besarnya daya pembeda disebut indeks deskriminasi,


40

disingkat dengan D. Untuk menentukan daya pembeda digunakan

rumus yang dinyatakan oleh Arikunto (2013:228) dengan cara:

𝐵𝐴 𝐵𝐵
𝐷= − = 𝑃𝐴 − 𝑃𝐵
𝐽𝐴 𝐽𝐵

Keterangan:

D = Daya pembeda soal

𝐽𝐴 = Jumlah peserta kelompok atas

𝐽𝐵 = Jumlah peserta kelompok bawah

𝐵𝐴 = Banyak peserta kelompok atas yang menjawab benar

𝐵𝐵 = Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab benar


𝐵𝐴
𝑃𝐴 =
𝐽𝐴
=Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

𝐵𝐵
𝑃𝐵 =
𝐽𝐵
= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab

Setelah didapatkan nilai daya pembeda soal (D) maka

dikonsultasikan dengan tabel 8 klasifikasi daya beda soal:

Tabel 8. Klasifikasi Daya Beda Soal

No Indek Daya Pembeda Klasifikasi


1 0,00 - 0,20 Jelek
2 0,21 - 0,40 Cukup
3 0,41 - 0,70 Baik
4 0,71 - 1,00 Baik Sekali
Sumber: Arikunto (2013:232)

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisis data

deskriptif. Mendeskripsikan validitas dan kepraktisan modul pembelajaran

pada Instalasi Motor Listrik pada siswa kelas XI TITL di SMKN 5 Padang.
41

1. Analisis Validitas Modul Pembelajaran

Analisis validitas menggunakan skala likert yaitu dapat dilihat

pada table 9 sebagai berikut:

Tabel 9. Indikator Variabel Skala Likert

No Indikator Variabel Skor


1 Valid 2,6 - 5
2 Tdidak Valid 1- 2,5
Sumber: dimodifikasi dari Riduwan (2015:87)

Menurut Riduwan (2015:98) hasil skor mentah dari validator

tersebut dijumlahkan dan dianalisis menggunakan rumus:

𝐽𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑎ℎ


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑣𝑎𝑙𝑖𝑑𝑖𝑡𝑎𝑠 = × 100 %
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Berdasarkan hasil nilai validitas yang diperoleh, kemudian dapat

dikategorikan sesuai dengan tingkat kevalidan seperti pada tabel 10:

Tabel 10. Kategori Kevalidan

No Tingkat Pencapaian (%) Kategori


1 61 - 100 Valid
2 0 - 60 Tidak Valid
Sumber: dimodifikasi dari Riduwan (2015:98)

2. Analisis Kepraktikalitas Modul Pembelajaran

Data respon guru dan siswa terhadap modul dilakukan pengisian

angket. Teknik analisis praktikalitas menggunakan skala likert,

kemudian dihitung nilai akhir (Riduwan, 2015:98) dengan

menggunakan rumus:

𝐽𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑎ℎ


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑠 = × 100 %
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
42

Berdasarkan hasil nilai praktikalitas yang diperoleh, kemudian dapat

dikategorikan dengan tingkat kepraktisan seperti pada tabel 11 berikut:

Tabel 11. Kategori tingkat kepraktisan

No Tingkat Pencapaian (%) Kategori


1 61 - 100 Praktis
2 0 - 60 Tidak Praktis
Sumber: dimodifikasi dari Riduwan (2015:98)

3. Analisis Efektivitas Modul Pembelajaran

Analisis efektivitas modul pembelajaran dilakukan setelah uji coba,

dimana telah didapatkan hasil belajar siswa melalui tes objektif. Hasil

belajar siswa dapat dikatakan tuntas jika telah memenuhi KKM yaitu 75.

Ketuntasan klasikal atau presentase kelulusan siswa yang harus dipenuhi

adalah 80%. Jadi modul pembelajaran dikatakan efektif jika tingkat

kelulusan siswa sama atau lebih dari 80%. Untuk mengetahui presentase

ketuntasan klasikal siswa, dihitung menggunakan rumus:

𝐽𝑇
𝑃𝐾 = × 100 %
𝐽𝑆

Sumber: Depdikbud (Trianto, 2010:241)

Keterangan:

PK = Presentase ketuntasan

JT = Jumlah siswa tuntas

JS = Jumlah seluruh siswa

Anda mungkin juga menyukai