Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan potensi sadar untuk

menumbuh kembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan

pengajaran. Ada dua konsep pendidikan yang saling berkaitan yaitu belajar

(Learning) dan pembelajaran (Instruction). Konsep belajar berakar pada pihak

pendidik itu sendiri. Dalam proses pendidikan diperlukan tujuan pendidikan yang

jelas.

Tujuan pendidikan adalah membentuk sumber daya manusia yang

berkualitas tinggi yaitu manusia yang mampu menghadapai perkembangan zaman.

Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan proses pendidikan.

Pendidikan dapat ditempuh melalui jalur formal dan nonformal. Pendidikan formal

merupakan pendidikan yang dimulai dari jenjang terendah hingga tertinggi yang

harus ditempuh dengan serangkaian persyaratan tertentu jika akan naik kejenjang

selanjutnya. Pendidikan nonformal merupakan jenjang pendidikan yang diperoleh

dalam sebuah lembaga pendidikan yang beorientasi memberi dan meningkatkan

keterampilan yang dibutuhkan untuk berkompetisi dalam meraih kesuksesan hidup,

melalui pendidikan yang bermutu.

Belajar mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu

dengan yang lainnya. Belajar menunjuk kepada apa yang harus dilakukan oleh

1
seseorang sebagai subjek menerima pelajaran. Sedangkan mengajar menunjuk pada

apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.

Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perobahan

pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar yang dapat dilihat dari

berbagai bentuk seperti perobahan pengetahuan, kecakapan dan kemampuannya,

dan lain-lain-lain aspek yang ada pada individu.

Di SMKS YPP Lubuk Alung khususnya kelas X Otomatisasi dan Tata

Kelola Perkantoran masih rendah minat dan motivasi siswa dalam memahami

pelajaran serta malas bertanya tentang materi yang diajarkan. Ini dibuktikan dengan

hasil belajar dari siswa masih banyak mendapatkan nilai dibawah KKM atau 75 dan

yang mendapatkan KKM ke atas hanya 20% dari jumlah siswa kelas X tersebut

yang ada.

Selain masih rendahnya minat dan motivasi siswa dalam memahami

pelajaran serta malas bertanya tentang materi yang diajarkan, siswa juga kurang

aktif dalam belajar pada mata pelajaran Korespondensi Siswa Kelas X Otomatisasi

dan Tata Kelola Perkantoran di SMKS YPP Lubuk Alung. Ini sangat jelas terlihat

dari masih banyaknya siswa yang suka bermain-main dalam berlajar.

Kemampuan guru untuk menciptakan, mengatur dan mengembangkan

pengetahuan kepada siswa juga masih menoton. Karena metode mengajar yang

digunakan dalam pembelajaran masih berpusat pada guru. Sehingga anak tidak

tertarik untuk mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh. Selama dalam proses

belajar mengajar Koresponden Bahasa Indonesia di kelas X di SMKS YPP Lubuk

Alung, siswa cenderung menjalani aktivitas belajarnya tanpa persiapan yang

2
memadai. Sebagian siswa cenderung bersifat pasif merekam hanya mendengarkan

perkataan atau penjelasan dari guru saja tanpa adanya umpan balik. Jarang siswa

yang menanggapi penjelasan dari guru atau menjawab pertanyaan dari guru,

mereka merasa sangat sulit untuk menjawabnya. Kasus lain yang ditemui yaitu

siswa sibuk sendiri dengan kegiatannya. Mereka kurang memperhatikan penjelasan

guru. Hal ini menandakan siswa tidak merasa tertarik dengan materi yang

disampaikan oleh guru. Hanya 40-50% siswa aja yang dapat mengikuti pelajaran

dengan baik dan memiliki keseriusan dalam belajar.

Mata pelajaran Korespondensi Bahasa Indonesia ini tidak terlalu sulit untuk

dipahami siswa jika siswa dapat dengan semangat atau termotivasi untuk

mempelajari ini. Maka siswa akan mudah mamahami karena materi ini mengasah

daya kreatifitas siswa. Untuk itu supaya siswa dapat tertarik mempelajari materi ini

guru harus bisa memilih metode yang cocok digunakan. Metode yang digunakan

guru harus yang memudahkan siswa mamahami materi. Metode yang digunakan

guru harus sesuai dengan materi yang disampaikan yang membutuhkan penjelasan,

contoh-contoh, uraian dan sebagainya, agar mudah dipahami oleh siswa. Model

Pembelajaran Discovery Learning adalah suatu metode pembelajaran yang

memungkinkan siswa lebih cepat mamahami materi karena model pembelajaran ini

menuntut siswa belajar mandiri agar dapat menemukan prinsip umum yang

diinginkan guru dengan cara mengikuti arahan dan bimbingan guru.

Dengan Model Pembelajaran Discovery Learningm siswa mampu

menumbuhkan sikap mencari pada diri siwa, meningkatkan kemampuan siswa

dalam pemecahan masalah serta berpikir kritis.. Untuk itu penulis tertarik untuk

3
melakukan penelitian yang berkaitan dengan “Upaya Peningkatan Aktifitas dan

Hasil Belajar dengan Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning

pada Pembelajaran Korespondensi Siswa Kelas X Otomatisasi dan Tata

Kelola Perkantoran di SMKS YPP Lubuk Alung Tahun 2018/2019”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat

diindentifikasikan beberapa permasalahan yang dihadapi sebagai berikut:

1. Rendahnya minat dan motivasi siswa dalam memahami pelajaran serta malas

bertanya tentang materi yang diajarkan.

2. Siswa kurang aktif dalam belajar pada mata pelajaran Korespondensi Siswa

Kelas X Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran di SMKS YPP Lubuk Alung.

3. Hasil belajar yang rendah dalam pembelajaran Korespondensi di SMKS YPP

Lubuk Alung

4. Banyaknya siswa yang bermain-main saja dalam pembelajaran baik

pembelajaran teori maupun pembelajaran praktek.

5. Metode mengajar yang digunakan dalam pembelajaran masih berpusat pada

guru.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dan identifikasi masalah di atas dapat dikemukakan

rumusan masalah bagai berikut:

4
1. Apakah penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning dapat

meningkatkan aktivitas siswa pada pembelajaran Korespondensi Siswa Kelas

X Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran di SMKS YPP Lubuk Alung?

2. Apakah penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran Korespondensi Siswa

Kelas X Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran di SMKS YPP Lubuk

Alung”.

1.4 Pemecahan masalah

Sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang, bahwa kenyataannya

aktivitas dan hasil belajar siswa belum mencapai target yang diinginkan maka

kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran perlu ditingkatkan.

Tindakan yang dapat dilakukan sebagai alternative pemecahan masalah adalah

salah satunya melalui penerapan model Pembelajaran Discovery Learning. Pada

Pembelajaran Discovery Learning aktivitas pembelajaran cendrung berpusat

pada siswa, siswa dituntut untuk aktif berinisiatif dan berpartisipasi dalam

keseluruhan proses pembelajaran, sedangkan guru diharapkan untuk lebih

berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan kordinator kegiatan pembelajaran.

Dengan menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning diyakini

dapat menumbuhkan sikap mencari pada dalam diri siswa, meningkatkan

kemampuan siswa dalam pemecahan masalah serta berpikir kritis sehingga siswa

lebih aktif dalam bertanya maupun menjawab pertanyaan yang timbul dari teman

satu kelompoknya dan peserta didik lain.

5
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pemecahan masalah dalam

penelitian ini adalah dengan penerapan model pembelajaran Discovery

Learning diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

Korespondensi siswa kelas X Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran di

SMKS YPP Lubuk T.P. 2018/2019.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa setelah

diterapkan model pembelajaran Discoveriy Learning di Kelas X Otomatisasi

dan Tata Kelola Perkantoran di SMKS YPP Lubuk Alung.

2. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam proses belajar dengan

menggunkan model pembelajaran Discoveriy Learning di Kelas X Otomatisasi

dan Tata Kelola Perkantoran di SMKS YPP Lubuk Alung.

1.6 Manfaat Penelitian

Dari tujuan penelitian yang ditetapkan, maka penelitian diharapkan dapat

memberi manfaat bagi perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Adapun

manfaat dari hasil penelitian ini:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis sebagai guru profesional dalam

menggunakan model untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di

SMKS YPP Lubuk Alung

6
2. Sebagai bahan informasi guru-guru di SMKS YPP Lubuk Alung untuk

mengetahui sejauh mana penerapan model pembelajaran Discoveriy Learning

dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Belajar dan Mengajar

Proses belajar mengajar adalah inti dari proses pendidikan secara

keseluruhan dengan guru sebagai pemegang kendali utama peristiwa belajar

mengajar banyak berakar dari berbagai pandangan dan konsep. Oleh karena itu

perwujudan proses belajar mengajar dapat terjadi dalam berbagai model.

Mengajar adalah membantu anak juga membangkitkan minat. Belajar

adalah usaha sendiri memiliki pengetahuan. Dua pengertian ini tidaklah dapat

dikatakan dengan yang satu aktif dan yang lain pasif. Sebab belajar pada pihak

siswa adalah juga aktif. Dua-duanya ada saling hubungan. Mengajar tidak dengan

hasil belajar pada pihak siswa tidaklah dapat disebut mengajar.

Guru sopir mengajar siswanya dapat menyopir. Mengajar dan belajar dalam

hal ini adalah suatu proses mekanis. Di lingkungan sekolah juga terdapat

semacam ini misalnya mengajar menulis, belajar menulis, mengajar bernyanyi,

belajar menyanyi dan lain sebagainya.

Mengajar dalam bentuk lain adalah mengajar yang dilakukan secara teratur

dan rapi untuk membangkitkan berbagai pengalaman, mendorong keinginan

menyelidiki dan mencoba. Belajar sebagai proses dapat juga berwujud dalam

macam-macam bentuk, yang mengakibatkan pada manusia, suatu perobahan

kelakuan, misalnya : anak belajar berbicara, berjalan, mengendarai sepeda, kita

8
melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan, atau kita kemudian

melakukannya secara lain, lebih cepat atau lebih baik dari yang sebelumnya.

2.1.2 Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Suatu aktifitas yang berlangsung dan melibatkan komponen yang

saling berinteraksi disebut proses pembelajaran. Dalam keseluruhan proses

pendidikan di sekolah kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling

pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Ini berarti berhasil

atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan hanya tergantung kepada

bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.

Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku

akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungan. Menurut

Slameto (1991:31) secara umum belajar merupakan: “(1) perubahan tingkah

laku seseorang sebagai hasil dari proses interaksi dengan lingkungan dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. (2) usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh perubahan individu dalam interaksinya dengan lingkungan”.

Selanjutnya Slameto (1995:2), belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungan. Sedangkan Witherington dalam Sukmadinata

(2003:155) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan didalam

kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru

berbentuk keterampilan, sikap kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.

9
Berdasarkan pendapat diatas, maka dijelaskan bahwa belajar adalah

perubahan yang sedemikian rupa sehingga perubahan yang dilakukan dapat

diarahkan kearah yang baik.

Menurut Sukmadinata (2003:179), hasil belajar merupakan realisasi

atau pemekaran dari kecakapan-kacakapan potensial yang dimiliki

seseorang. Selanjutnya Sukmadinata menambahkan lagi bahwa hasil belajar

bukannya berupa penguasaan pengetahuan, tetapi kecakapan, keterampilan

dan mengadakan pembagian kerja, penguasaan hasil dapat dilihat dari

perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan,

keterampilan berfikir maupun keterampilan motorik.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar di

sekolah bukan semata-mata penguasaan pengetahuan mata pelajaran saja,

tetapi juga keterampilan berfikir dan keterampilan motorik.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

1) Faktor Internal

Menurut depdikbud (1993:6), faktor internal yang mempengaruhi

hasil belajar siswa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a) Kondisi Fisiologis

Pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kamampuan belajar

seseorang dalam keadaan segar akan berbeda hasil belajarnya

dengan orang yang sedang dalam keadaan lelah.

10
b) Kondisi psikologis

Beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi terhadap proses

belajar adalah minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan

kognitif.

Menurut Slameto (1995:54) bahwa faktor internal yang

mempengaruhi hasil belajar adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat,

motivasi, kematangan dan kesegaran jasmani.

2) Faktor Eksternal

Menurut Depdikbud (1993:6), faktor eksternal yang mempengaruhi

hasil belajar siswa dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu

a) Faktor lingkungan

Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan alami seperti keadaan

suhu, kelembaban udara, dimana Indonesia orang cenderung

berpendapat bahwa belajar pada pagi hari akan lebih baik hasilnya

dari pada belajar pada siang dan sore hari.

b) Faktor instrumen

Faktor instrumen adalah faktor yang pengadaan dan penggunaannya

direncanakan sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-

faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai

tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan.

Menrut depdikbud (1993:7), faktor-faktor ini dapat berwujud

gedung, perlengkapan belajar, alat-alat pratikum, kurikulum, program,

guru dan sebagainya. Selanjutnya Slameto (1995:54) mengemukakan

11
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang tidak

kalah pentingnya adalah faktor jasmaniah, dimana di dalamnya

berhubungan dengan faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh.

3) Pemilihan dan Penentuan Model Pembelajaran

Model mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan

kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian

dengan perumusan tujuan instruksional khusus. Jarang sekali guru

merumuskan tujuan hanya dengan satu rumusan, tetapi guru merumuskan

lebih dari satu tujuan.

Dan guru pun selalu menggunakan model yang lebih dari satu.

Pemakaian model yang satu digunakan untuk mencapai tujuan yang satu,

sementara penggunaan model yang lain juga digunakan untuk mencapai

tujuan yang lain.

4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Model.

Bila ada para ahli yang mengatakan bahwa makin baik metode itu,

makin efektif pula pencapaian tujuan, adalah pendapat yang mengandung

nilai kebenaran, dalam pandangan yang sudah diakui kebenarannya

mengatakan bahwa setiap metode mempunyai sifat masing-masing, baik

mengenai kebaikan-kebaikannya maupun mengenai kelemahan-

kelemahannya. Guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling

serasi untuk situasi dan kondisi yang khusus dihadapinya. Jika memahami

sifat-sifat masing-masing metode tersebut.

12
Winarno surakhman (1990, 97) mengatakan bahwa pemulihan dan

penentuan metode di pengaruhi oleh beberapa factor sebagai berikut :

a. Anak Didik

Anak didik adalah manusia yang berpotensi yang menghajatkan

pendidikan. Tinggi atau rendahnya kreativitas anak didik dalam mengolah

pesan dari bahan pelajaran yang baru diterima bisa dijadikan tolak ukur dari

kecerdasan seorang anak. Perbedaan individu anak didik pada aspek biologis,

intelektual, dan psikologis mempengaruhi pemulihan dan penentuan metode

yang mana sebaiknya guru ambil untuk menciptakan lingkungan belajar

kreatif dalam kondisi yang relative lama demi tercapainya tujuan pengajaran

yang telah dirumuskan secara operasional.

b. Tujuan

Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar.

Metode yang guru pilih harus sejalan dengan taraf kemampuan yang hendak

diisi kedalam diri setiap anak didik. Artinya, metode yang harus tunduk

kepada kehendak tujuan dan bukan sebaliknya. Karena itu, kemampuan yang

bagaimana yang dikehendaki oleh tujuan, maka metode harus mendukung

sepenuhnya.

c. Situasi.

Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya

sama dari hari ke hari. Pada suatu waktu boleh jadi guru ingin menciptakan

situasi belajar mengajar di alam terbuka, yaitu di luar ruangan sekolah, maka

13
guru dalam hal ini tentu memilih metode mengajar yang sesuai dengan situasi

yang diciptakan itu.

d. Fasilitas.

Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemulihan dan penentuan

metode mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak

didik di sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi

pemulihan metode mengajar. Ketiadaan laboratorium untuk praktek TIK

misalnya, ini akan kurang mendukung penggunaan metode eksperimen atau

metode demonstrasi.

e. Guru.

Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda. Seorang guru misal

kurang suka berbicara, tetapi seorang guru yang lain suka berbicara, latar

belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kompetensi. Kurangnya

penguasaan terhadap berbagai jenis metoda menjadi kendala dalam memilih

dan menentukan metoda.

2.1.3 Aktivitas Belajar

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta

didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah lebih

baik yang terjadi dalam suatu aktivitas yang disebut dengan proses belajar. Dalam

proses pembelajaran yang berlangsung, sebenarnya siswa sudah banyak dilibatkan

dengan akademik siswa di dalam kelas. Siswa dituntut mendegarkan,

14
memperhatikan, dan mencerna materi pelajaran yang disampaikan guru. Serta

siswa diharapkan aktif dan menanyakan yang belum jelas kepada guru.

Masjudin dan Hayatunnupus (2017: 14) dalam proses belajar mengajar

“guru sangat berperan dalam aktivitas belajar siswa karena aktivitas merupakan

prinsip atau jasa yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar”. Aktivitas

belajar dapat melibatkan aktivitas fisik dan aktivitas mental. Dalam kegiatan

belajar, kedua aktivitas ini saling terkait. Sebagai contoh yaitu siswa sedang

belajar dengan membaca menghadpi suatu buku, tapi mungkin pikiran dan sikap

mentalnya tidak tertuju pada buku yang dibacanya. Kalau sudah demikian, maka

belajar sudah barang tertentu tidak berlangsung optimal. Begitupula sebaliknya

jika hanya mentalnya saja melakukan aktivitas. Misalnya ada siswa berpikir

tentang suatu, tentang ide tetapi tidak dituangkan dalam aktivitas fisik berupa

menulis, maka ide atau pemikirannya itu akan sia-sia

Menurut Dimyati dan mudjiono (2013:114) “setiap pembelajaran pasti

berdampak keaktifan orang yang belajar atau siswa”. Keaktivan siswa dalam

peristiwa pembelajaran mengambil beraneka bentuk kegiatan, dari kegiatan fisik

yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulkit diamati. Kegiatan fisik

yang dapat diamati diantaranya dalam bentuk kegaiatan membaca, mendegarkan,

menulis, meragakan. Sedangkan kegiatan psikis mengingat kembali isi pelajaran

pertemuan sebelumnya.

Sedangkan menurut Dimyati dan mudjiono (2013:115) “pelibatan

intelektual-emosional/ fisik siswa serta optimalisasi pembelajaran, diarahkan

15
untuk memberlajarkan siswa bagaimana belajar memperoleh dan memproses

perolehan belajarnya tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai”.

Aktivitas belajar tidak terlepas dari yang namanya konsep belajar.

Dimana konsep belajar menekankan bahwa belajar menyangkut apa yang harus

dikerjakan peserta didik untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari

peserta didik sendiri. Guru pembimbing dan pengarah, yang mengemudikan

perahu, tetapi tenaga untuk menggerakkan perahu tersebut haruslah berasal dari

peserta didik yang belajar. Dengan demikian, dalam belajar orang tidak mungkin

melimpahkan tugas-tugas belajarnya kepada orang lain. Orang yang belajar adalah

orang-orang yang mengalami sendiri proses belajar. Walaupun telah lama kita

menyadari bahwa belajar memerlukan keterlibatan secara aktif orang yang belajar,

kenyataan masih menunjukkan kecendrungan yang berbeda. Dalam proses

pembelajaran masih tampak adanya kecendrungan meminimalkan peran dan

keterlibatan siswa.

Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan, bahwa aktivitas belajar

siswa merupakan segala kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses

pembelajaran sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Aktivitas yang ditekankan

disini adalah siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran akan berdampak terciptanya situasi belajar aktif. Sebab aktivitas

memiliki hubungan yang searah dengan hasil belajar, dimana apabila aktivitas

siswa meningkat dalam proses belajar mengajar, maka hasil belajar siswa juga

akan meningkat. Maka dari itu guru hendaknya mampu merancang proses

16
pembelajaran yang akan dapat meningkatkan aktivitas siswa sehingga hasil belajar

siswa juga akan meningkat.

2.1.4 Pendekatan Scientific

Pendekatan saintifik adalah suatu proses pembelajaran yang

dirancang supaya peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum,

atau prinsip melalui kegiatan mengamati, merumuskan masalah,

mengajukan/merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai

teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan

(M. Hosnan, 2014 :34). Pendekatan saintifik dimaksukan untuk

memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal,

memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah. Penerapan

pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses

seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan,

dan menyimpulkan. Pendekatan saintifik memiliki karakteristik berpusat

pada peserta didik, melibatkan keterampilan proses sains dalam

mengkonstruk konsep; hukum; atau prinsip, melibatkan proses kognitif

yang potensial merangsang perkembangan intelek (keterampilan

berpikir), serta dapat mengembangkan karakter peserta didik.

Tujuan pendekatan saintifik dalam pembelajaran antara lain untuk

meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, membentuk kemampuan

dalam menyelesaikan masalah secara sistematik, menciptakan kondisi

pembelajaran supaya peserta didik merasa bahwa belajar merupakan suatu

17
kebutuhan, melatih peserta didik dalam mengemukakan ide-ide,

meningkatkan hasil belajar peserta didik, dan mengembangkan karakter

peserta didik. Pelaksanaan pendekatan saintifik dalam pembelajaran

memiliki prinsip antara lain berpusat pada peserta didik, membentuk

students self concept, terhindar dari verbalisme (mengurangi banyaknya

guru dalam berbicara), memberikan kesempatan kepada peserta didik

untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep; prinsip; atau hukum,

mendorong peningkatan kemampuan berpikir peserta didik, meningkatkan

motivasi belajar peserta didik dan motivasi guru untuk mengajar, memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih kemampuan

berkomunikasi, serta adanya proses validasi konsep; hukum; dan prinsip

yang telah dikonstruk oleh peserta didik dalam struktur kognitifnya (M.

Hosnan, 2014: 34-37).

Langkah-langkah pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran

meliputi mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba

(experimenting), mengolah data atau informasi dilanjutkan dengan

menganalisis; menalar (associating); dan menyimpulkan, menyajikan data

atau informasi (mengomunikasikan), dan menciptakan serta membentuk

jaringan (networking). Langkah-langkah tersebut dapat diringkas menjadi 5

langkah, yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengolah data, dan

mengomunikasikan. Berikut adalah penjelasannya:

1) Mengamati (Observing)

Mengamati adalah proses pembelajaran dalam pendekatan

18
saintifik yang mengedepankan pengamatan langsung pada objek

penelitian secara sistematik. Tujuan pengamatan ini adalah untuk

mendapatkan fakta berbentuk data yang objektif yang kemudian

dianalisis sesuai tingkat perkembangan peserta didik. Selain itu, dengan

kegiatan mengamati diharapkan proses pembelajaran dapat menjadi

lebih bermakna bagi peserta didik. Kegiatan mengamati diharapkan

dapat melatih kompetensi kesungguhan, ketelitian, dan mencari

informasi.

2) Menanya (Questioning)

Menanya merupakan kegiatan mengajukan pertanyaan

tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang sedang

diamati atau untuk menambah informasi tentang objek pengamatan

(dari pertanyaan faktual hingga hipotetik). Kegiatan menanya

diharapkan dapat mengembangkan kompetensi kreativitas, rasa ingin

tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran

kritis untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Kegiatan

menanya merupakan kegiatan untuk mendorong, membimbing, dan

menilai kemampuan berpikir peserta didik. Pertanyaan yang muncul

menjadi dasar untuk mencari informasi lebih lanjut.

3) Mengumpulkan Informasi

Mengumpulkan informasi merupakan kegiatan lanjutan dari

menanya. Informasi dapat diperoleh melalui berbagai sumber,

pengamatan, atau melakukan percobaan. Kompetensi yang diharapkan

19
dapat mengembang melalui kegiatan ini yaitu sikap teliti, jujur, sopan,

menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,

kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara,

mengembangkan kebiasaan belajar, dan belajar sepanjang hayat.

4) Mengasosiasi/Mengolah Informasi/Menalar

Kegiatan mengasosiasi merupakan kegiatan mengumpulkan

informasi, fakta maupun ide-ide yang telah diperoleh dari kegiatan

mengamati, menanya, maupun mencoba untuk selanjutnya diolah.

Pengolahan informasi merupakan kegiatan untuk memperluas dan

memperdalam informasi yang diperoleh sampai mencari solusi dari

berbagai sumber. Sedangkan dalam kegiatan menalar, peserta didik

menghubungkan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang ada dalam

kehidupan sehari- hari. Kompetensi yang dapat dikembangkan melalui

kegiatan ini yaitu sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras,

kemampuan menerapkan prosedur, dan kemampuan berpikir induktif

serta deduktif dalam menyimpulkan.

5) Mengomunikasikan

Kegiatan mengomunikasikan merupakan kegiatan yang mana

guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

menyampaikan apa yang telah dipelajari baik dengan cara ditulis

maupun diceritakan. Melalui kegiatan ini, maka guru dapat

memberikam konfirmasi jika ada kesalahan pemahaman peserta didik.

Kompetensi yang diharapkan dapat berkembang dari kegiatan ini adalah

20
sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,

mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, serta

mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar (M.

Hosnan, 2014: 37-76).

Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik menurut Hosnan

dapat disajikan seperti Tabel 1.

Tabel 1. Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Kegiatan Aktivitas Belajar


Mengamati Melihat, mengamati, membaca, mendengar,

Menanya Mengajukan pertanyaan dari yang faktual

(questioning) sampai yang bersifat hipotesis; diawali dengan

Mengumpulkan bimbingan guru


Menentukan data sampai
yang dengan mandiri
diperlukan dari

Data pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber

Mengasosiasi data (benda, data


Menganalisis dokumen,
dalambuku,
bentukeksperimen),
membuat

(associating) kategori, menentukan hubungan data/kategori,

menyimpulkan dari hasil analisis data; dimulai


Mengomuni- Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam

kasikan bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar,


Sumber: M. Hosnan (2014:39)
atau media lainnya.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka langkah pendekatan

saintifik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengamati (proses

pengumpulan data dengan pengamatan langsung pada objek secara

sistematis), menanya (pengajuan pertanyaan mengenai objek pengamatan

untuk hal-hal yang belum dipahami maupun untuk menambah informasi dari

objek pengamatan), mengumpulkan data (pengumpulan data/informasi dari

21
kegiatan mengamati dan menanya), mengasosiasi (mengkaji lebih luas dan

lebih dalam informasi yang telah diperoleh serta mengidentifikasi

hubungannya dengan apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari), dan

mengomunikasikan (penyampaian hasil diskusi kelompok mengenai

materi yang sedang dipelajari untuk mengetahui kebenaran dari hasil

diskusi/mendapatkan konfirmasi dari guru).

2.1.5 Model Pembelajaran Discovery Learning

Model pembelajaran Discovery Learning adalah model pembelajaran

yang dimana siswa berpikir secara mandiri agar dapat menemukan prinsip

umum yang diinginkan guru dengan cara mengikuti arahan dan bimbingan guru.

Ada beberapa langkah moodel pembelajaran discovery learning yaitu

sebagai berikut:

1) Merumuskan masalah yang hendak dipecahkana

2) Menetapkan hipotesis atau jawaban sementara yang masih harus diuji

kebenarannya

3) Mengumpulkan data, fakta, dan informasi yang diperlukan untuk

menjawab hipotesis

4) Menganalisis data, fakta, dan informasi yang telah dikumpulkan dengan

cara menguji atau membuktikannya.

5) Menarik kesimpulan berdasarkan pembahasan analisis data

22
2.2 Penelitian Relevan

Dalam Penelitian ini, penulis mengambil dari berbagai referensi yang

menjadi acuan dalam melakukan penelitian tindakan kelas. Untuk menilai

keberhasilan model pembelajarn Discovery Learnin.

Kalim (2013) dalam penelitian yang berjudul Model pembelajaran

Discovery Learning dalam meningkat Hasil Belajar Matematika. Kemampuan

guru meningkat dari 2.9 pada siklus I menjadi 3.6 pada siklus II dan 4.3 pada

siklus III. Aktivitas siswa pada siklus I yang tergolong aktif dari 38 siswa adalah

77,1 % meningkat menjadi 76 % pada siklus II dan 81 % pada siklus III, hasil

belajar meningkat dari rata-rata 66,3 pada siklus I menjadi 73.1 pada Siklus II dan

79,5 pada siklus III, sedangkan ketuntasan minimal adalah meningkat dari 45 %

menjadi 89 %.

Nasrani (2013) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Model

Pembelajaran Discovery Learning dengan Strategi Pembelajaran Guided

Teaching untuk meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Akuntansi di kelas XI

Ak 1 SMK Swasta Jambi Medan T.A 2013/2014. Aktivitas belajar akuntansi pada

siklus I sebesar 36 % dan pada siklus II sebesar 84 %, mengalami peningkatan

sebesar 48 %. Hasil belajar akuntansi pada Siklus I sebesar 52 % siswa tuntas dan

pada siklus ke II sebesar 88 % berarti mengalami peningkatan sebanyak 36 %.

Siregar (2014) Melakukan penelitian tentang penerapan Discovery

Learning dalam meningkatkan aktivitas dan Hasil belajar siswa. Hasil analisis

data menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen sebesar 70,25

23
dengan standar deviasi sebesar 11,26. Sedangkan nilai rata-rata kelas kontrol

adalah sebesar 63,63 dengan standar deviasi 10,19. Pengujian hipotesis

dilakukan dengan menggunakan statistik uji-t dengan dk= n1 + n2 – 2 pada

taraf signifikan 95%. Dari perhitungan hipotesis diperoleh t hitung sebesar 2,81

dan ttabel sebesar 1,667. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa t hitung

> t tabel (2,81 > 1,667) dengan kata lain hipotesis diterima. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning

terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran kewirausahaan di kelas X SMK

Swasta Sri Langkat Tanjung Pura tahun pembelajaran 2014/2015.

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan, pada hakekatnya kegiatan

belajar mengakar merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa. Guru harus

dapat menciptakan komunikasi yang memberikan kemudahan bagi siswa agar

mampu menerima pengetahuan yang diberikan guru. Kenyataan komunikasi dalam

proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung seperti yang diharapkan. Guru

masih menggunakan metode yang monoton sehingga siswa hanya menerima

informasi saja yang mengakibatkan siswa tidak mempunyai kreativitas, tidak

mempunyai kesempatan berpartisipasi aktif dalam KBM, akibatnya interaksi sosial

dan hasil belajar siswa rendah.

Kondisi ini memerlukan perbaikan, salah satu arternative model

pembelajaran yang dapat digunakan untuk aktivitas dan hasil belajar siswa adalah

diterapkan model pembelajaran Discovery Learning.

24
Penerapan model Discovery Learning pada pembelajaran cendrung

berpusat pada siswa, siswa dituntut untuk aktif berinisiatif dan berpartisipasi

dalam keseluruhan proses pembelajaran, sedangkankan guru diharapkan untuk

lebih berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan kordinator kegiatan

pembelajaran.

Metode pembelajaran Discovery Learning adalah model

pembelajaran yang dimana siswa berpikir secara mandiri agar dapat menemukan

prinsip umum yang diinginkan guru dengan cara mengikuti arahan dan

bimbingan guru.

Ada beberapa langkah moodel pembelajaran discovery learning yaitu

sebagai berikut:

1) Merumuskan masalah yang hendak dipecahkana

2) Menetapkan hipotesis atau jawaban sementara yang masih harus diuji

kebenarannya

3) Mengumpulkan data, fakta, dan informasi yang diperlukan untuk

menjawab hipotesis

4) Menganalisis data, fakta, dan informasi yang telah dikumpulkan dengan

cara menguji atau membuktikannya.

5) Menarik kesimpulan berdasarkan pembahasan analisis data

Berdasarkan uraian diatas, diharapkan dengan model pembelajaran

Discovery Learning maka aktivitas dan hasil belajar Korespondensi siswa kelas X

Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran di SMKS YPP Lubuk Alung dapat

ditingkatkan.

25
2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka teopritis, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir di

atas, maka yang menjadi hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah:

1. Aktivitas belajar Korespondensi meningkat jika diterapkan model pembelajaran

Discovery Learning siswa kelas X Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran di

SMKS YPP Lubuk Alung Tahun Pelajaran 2018/2019.

2. Hasil belajar Korespondensi meningkat jika diterapkan model pembelajaran

Discovery Learning siswa kelas X Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran di

SMKS YPP Lubuk Alung Tahun Pelajaran 2018/2019.

26
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMKS YPP Lubuk Alung yang beralamat di

jalan Pasar Gadung Sei. Abang kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang

Pariaman. Dan waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun

Pelajaran 2018/2019.

3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X Otomatisasi dan Tata Kelola

Perkantoran di SMKS YPP Lubuk Alung Tahun Pelajaran 2018/2019 yang

berjumlah 32 orang siswa.

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah Penerapan Model Pembelajaran Discovery

Learning Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Korespondensi siswa

kelas X Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran di SMKS YPP Lubuk Alung

Tahun Pelajaran 2018/2019.

3.4 Defenisi Operasional

Defenisi Operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

a. Pembelajaran menggunakan model Discovery Learning, dalam penelitian

ini yaitu pembelajaran dimana siswa siswa berpikir secara mandiri agar

27
dapat menemukan prinsip umum yang diinginkan guru dengan cara

mengikuti arahan dan bimbingan guru.

Kategori yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Nilai 76 s/d 100 = Sangat Baik

Nilai 66 s/d 75 = Baik

Nilai 56 s/d 65 = Cukup Baik

Nilai 50 s/d 55 = Kurang Baik

b. Aktivitas belajar adalah bentuk keterlibatan dan perbuatan siswa

dalam interaksi belajar mengajar, khususnya dalam pembelajaran dengan

menggunakan model kooperatif tipe STAD. Indikator aktivitas siswa dilihat

dari interaksi antar sesama anggota kelompok di kelompoknya masing-

masing pada saat pembelajaran berlangsung.

Ukuran ketercapaian aktivitas siswa sesuai dengan kategori yang

ditentukan yaitu :

A. 81 % - 100 % =Baik sekali

B. 61 % - 80 % = Baik

C. 41 % - 60% = Cukup

D. 21 % - 40 % = kurang

E. 0 % - 20 % = Kurang sekali

c. Hasil belajar, adalah taraf keberhasilan proses pembelajaran dengan

menggunakan model Discovery Learning. Kegiatan penilaian ini terjadi

pada akhir pembelajaran dengan mengerjakan tes formatif. Ukuran dilihat

dengan nilai 10 sampai 100.

28
3.5 Prosedur Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research)

yang dilakukan dalam dua siklus dan tiap siklus-siklusnya terdiri dari empat tahapan.

Berikut siklus-siklusnya terdiri empat tahapan menurut Arikunto (2014:137)

Siklus Penelitian Tindakan Kelas

Perencanaan Perencanaan

Pelaksanaan
Siklus 1

Pengamatan

Perencanaan

Perencanaan
Refleksi Siklus II

Pengamatan

29
Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Perencanaan

Kegiatan dalam perencanaan meliputi:

1) Menyusun perangkat pembelajaran yang menggunakan model Discovery

Learning, beserta LKS, media, dan item tes.

2) Mempersiapkan instrumen penelitian.

3) Menyusun lembar kegiatan yang akan diberikan kepada siswa.

2. Pelaksanaan

Kegiatan ini berupa penerapan kegiatan pembelajaran yang telah disusun dalam

perencanaan. Adapun urutan kegiatan secara garis besar adalah sebagai berikut:

1) Guru mengawali pelajaran dengan memberikan motivasi dan apersepsi.

2) Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari

4-5 orang secara heterogen.

3) Guru menjelaskan kepada siswa tentang proses pembelajaran Sains

menggunakan model pembelajaran Discovery Learning.

4) Proses penyampaian materi:

(1) Sajian materi oleh guu

(2) Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk

30
mengerjakan latihan / membahas suatu topik lanjutan

bersama-sama. Disini anggota kelompok harus bekerja sama.

(3) Tes / kuis atau silang tanya antar kelompok. Skor kuis / tes

tersebut untuk menentukan skor individu juga digunakan untuk

menentukan skor kelompok.

(4) Penguatan dari guru .

5) Guru memberikan tes.

3. Observasi

Kegiatan observasi dilakukan untuk memonitor tindakan yang terjadi di dalam kelas

selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam tahap ini peneliti mengamati kinerja

guru, aktivitas siswa dan berperan aktif dalam kegiatan yang sedang berlangsung.

Peneliti mengamati dan mendokumentasikan jalannya proses pembelajaran yang

terjadi didalam kelas denagn menggunakan model Discovery Learning.

4. Refleksi

Refleksi adalah kegiatan menganalisis, memahami dan membuat kesimpulan setelah

proses belajar mengajar berlangsung. Refleksi dilakukan dengan menganalisis hasil

belajar, serta menentukan kemajuan dan kelemahan yang terjadi, sebagai dasar perbaikan

selanjutnya.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2014:265) menyatakan bahwa mengumpulkan data adalah “hal

yang penting, terutama apabila peneliti menggunakan metode yang memiliki cukup besar

31
celah untuk dimasuki unsur minat penulis. Itulah sebabnya pengumpulan data harus ditangani

secara serius agar diperoleh hasil yang sesuai dengan kegunaannya yaitu pengumpulan

variable yang tepat”.

Adapu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Tes

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa data yang diungkap dalam penelitian dapat

dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu fakta, pendapat dan kemampuan. Untuk mengukur ada

atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti, digunakan tes. Diberikan tes ini

bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa, dalam hal ini berupa soal essay yang diambil

dari buku pegangan guru mata pelajaran Korespondensi. Sehingga realibilitasnya dan

validitasnya tidak perlu diuji kembali.

2. Observasi

Menurut Arikunto (2014:272) menjelaskan bahwa menggunakan:

Metode obervasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan formal atau

blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang dususun berisi item-item tentang

kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi. Observasi atau pengamatan

dilakukan oleh penulis untuk belajar Perbankan Dasar selama proses belajar mengajar

berlangsung

Observasi atau pengamatan dilakukan oleh peneliti untuk melihat aktivitas belajar

Korespondensi siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Berikut format observasi

yang dirancang penulis:

32
Format Observasi aktivitas Siswa

Kel No Nama Aspek Yang Dinilai Jumlah Ket


Siswa Skor
1 2 3 4 5 6 7
I 1
2
Dst
II 1
2
Dst

Keterangan:

A. Aspek yang dinilai

1. Visual activities (membaca, memperhatikan pendapat teman)

2. Oral activities ( bertanya, mengemukakan pendapat)

3. Listening activities (menghargai pendapat orang lain, mendengarkan arahan guru)

4. Writing activities (mencatat)

5. Motor activities (kecepatan dalam membahas materi)

6. Mental activities (memberi tanggapan, memecahkan masalah, bekerja sama,

menaati peraturan)

7. Emotional activities (minat, gembira, semangat, berani, tenang)

B. Kriteria Skor

1= tidak pernah dilakukan

2= dilakukan namun jarang (1 kali – 2 kali)

33
3= sering dilakukan (3 kali)

4= sangat sering dilakukan (lebih dari 4 kali)

C. Kriteria Penilaian

24-28= sangat aktif (SA)

19-23= aktif (A)

15-18= cukup aktif (CA)

11-14= belum aktif (BA)

7-10 = tidak aktif (TA)

Aqib (fitri,2013)

3.7 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif:

3.7.1 Analisis Kualitatif

Data kualitatif ini, diperoleh dari data non tes yaitu lembar observasi v aktivitas siswa

dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. Kategori keaktifan siswa dan

guru dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2. Data kategori prosentase keaktifan siswa

34
Tabel 3. Data kategori kinerja guru

a. Nilai aktivitas siswa diperoleh dengan rumus:

NP = x 100 %

Keterangan:

NP = Nilai yang dicari atau diharapkan

R = Skor mentah yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum dari tes yang ditentukan

100 = Bilangan tetap

Diadaptasi dari Purwanto (2008: 102)

b. Analisis kinerja guru diperoleh dengan rumus:

NP = x 100 %

Keterangan:

NP = Nilai yang dicari atau diharapkan

R = Skor mentah yang diperoleh guru

35
SM = Skor maksimum ideal

100 = Bilangan tetap

Diadaptasi dari Purwanto (2008: 102)

3.7. 2 Analisis Kuantitatif

Digunakan untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa dalam penguasaan materi

yang diajarkan guru. Nilai hasil belajar tiap siswa diperoleh dengan rumus:

NS = x 100

Keterangan:

NS = Nilai yang dicari atau diharapkan

R = Skor mentah yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum ideal

100 = Bilangan tetap

Diadaptasi dari Purwanto (2008: 102)

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal, digunakan

rumus sebagai berikut:

P = x 100% Diadaptasi

dari Aqib, dkk (2009: 41)

Dengan kriteria keberhasilan aktivitas siswa:

36
81 % - 100 % = Baik sekali

61 % - 80 % = Baik

41 % - 60% = Cukup

21 % - 40 % = kurang

0 % - 20 % = Kurang sekali

3.8 Indikator Keberhasilan Tindakan

3.8.1 Indikator Proses

Indikator proses dalam penelitian ini yaitu proses sesuai dengan prosedur yang terdapat

pada penerapan model pembelajaran Discovery Learning. Guru melakukan tindakan

Korespondensi sesuai langkah-langkah yang terdapat pada penerapan model pembelajaran

Discovery Learning.

3.8.2 Indikator Output

Indikator ouput yang ditentukan penulis ini adalah:

1. aktivitas belajar siswa yang diukur dengan keberhasilan berdasarkan persentase apabila

70 % telah aktif mengikuti proses pembelajaran

2. hasil belajar siswa ditentukan jika 70 % siswa yang mengikuti mata pelajaran

Korespondensi Dasar telah mencapai nilai 80 menurut kriteria ketuntasan Minimum

(KKM) yang telah ditetapkan.

37
3.8.3 Indikator Dampak

Indikator dampak setelah penelitian ini berakhir yaitu hasil belajar Korespondensi

siswa mengalami peningkatan. Pada umumnya siswa yang mengikuti mata pelajaran

Korespondensi mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan standar kompetensi sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

38
DAFTAR PUSTAKA

Kalim, Nur. 2013. Hubungan Model Pembelajaran Kooperatif STAD Dalam Meningkatkan

Hasil Belajar Matematika Kelas IX SMA IPA YP UTAMA Sidoarjo. Jurnal Pendidikan

Matematika STKIP PGRI Sidoarjo ISSN:2337-8166 Vol.1 N0.1 Hal 75-82 April 2013.

http://lppm.stkippgri-sidoarjo.ac.id/files/Model-Pembelajaran-Kooperatif-STAD-dalam

Meningkatkan-Hasil-Belajar-Matematika.pdf (Diakses 09 April 2014)

Siregar, Siti Maisarah.1014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams

Achievement Division (STAD) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran

Kewirausahaan Di SMK Swasta Sri Langkat Tanjung Pura T.P 2014/2015.

Medan.UNIMED

Rusman, M. Pd.Dr. Model-model Pembelajaran pengembangan profesioanl guru, Jakarta:

2014. Raja Grafindo Persada

Hamdayama, Jumanta. Metodologi Pengajaran.2016. Jakarta: PT Bumi Aksara.

39

Anda mungkin juga menyukai