Referat Appendisitis Akut
Referat Appendisitis Akut
APENDISITIS AKUT
DISUSUN OLEH :
NURUL AZIZAH
030.08.186
PEMBIMBING :
1
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 030.08.186
Bagian :KepaniteraanKlinikIlmuPenyakitBedah
FK UniversitasTrisakti
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
dihadapi. Namun saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-
kendala yang saya hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada dr. Deddy Subandrio,
Sp.Bsebagaidokter pembimbing dalam mengerjakan laporan kasus ini,
sertakepadaseluruhdokter yang telahmembimbingsayaselama di kepaniteraan klinik
IlmuBedah di RSAL dr. Mintohardjo. Dan jugaucapanterimakasihkepada teman-
teman seperjuangan di kepaniteraan ini, sertakepadasemuapihak yang
telahmemberidukungandanbantuankepadapenyusun.
Semogalaporankasusinidapatbermanfaatbagisayadanparapembaca.
Sayamenyadaribahwamakalahinimasihjauh dari sempurna, olehkarena itu kritikdan
saran diharapkan dari parapembaca.
Nurul Azizah
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI........................................................................................................ 1
BAB. I PENDAHULUAN................................................................................... 2
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
Appendiks merupakan organ dengan struktur tubular yang rudimeter dan tanpa
fungsi yang jelas. Appendiks berkembang dari posteromedial caecum dengan panjang
yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5-15 cm dan diameter sekitar 0,5-
0,8 cm. Appendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara
Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan
apppendiks terlihat pada minggu ke-8 kehamilan yaitu bagian ujung dari protuberans
caecum. Dalam proses perkembangannya, awalnya apendiks berada pada apeks
caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial ekat Plica ileocaecalis.
Lumen apendiks sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Hampir
seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks (mesenter
dari appendiks) yang merupakan lipatan peritoneum yang berjalan kontinyu sepanjang
appendiks dan berakhir di ujung appendiks.(1)
6
Pada appendiks terdapat 3 taenia coli yang menyatu di persambungan caecum
dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi appendiks. Posisi
apendiks terbanyak adalah retrocaecal 65.28% baik intraperitoneal maupun
retroperitoneal dimana appendiks berputar ke atas di belakng caecum. Selain itu juga
terdapat posisi pelvic (panggul) 31,01% (appendiks menggantung ke arah pelvic
minor), subcaecal ( dibawah caecum) 2,26% retroileal (dibelakang usus halus) 0,4%,
retrokolika, dan pre-ileal. (1)
Persarafan parasimpatis dari apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti a. Mesenterica superior dan a. Apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari n. Thorakalis X.(1)
7
II.2 Fisiologi Appendiks(3)
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.
II.3 Histologi
Komposisi histologi serupa dengan usus besar, terdiri dari empat lapisan yakni
mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan serosa. Permukaan dalam atau
mukosa secara umum sama seperti mukosa colon, berwarna kuning muda dengan
gambaran nodular, dan komponen limfoid yang prominen. Komponen limfoid ini
mengakibatkan lumen dari appendiks seringkali berbentuk irreguler (stelata) pada
potongan melintang.Dindingnya berstruktur sebagai berikut :(3)
A. Tunica mucosa
Tidak mempunyai villi intestinalis.
1. Epitel, berbentuk silindris selapis dengan sel piala. Banyak ditemukan
selargentafin dan kadang-kadang sel paneth.
2 . Lamina propria, hampir seluruhnya terisi oleh jaringan limfoid dengan
adanya pula nodulus Lymmphaticus yang tersusun berderet-deret
sekeliling lumen. Diantaranya terdapat crypta lieberkuhn
3. Lamina muscularis mucosa, sangat tipis dan terdesak oleh jaringan
limfoid dan kadang-kadang terputus-putus
B. Tunica submucosa
8
Tebal, biasanya mengandung sel-sel lemak dan infiltrasi limfosit yang merata.
Di dalam jariangan tunica submucosa terdapat anyaman pembuluh darah dan
saraf.
C. Tunica muscularis
Walaupun tipis, tapi masih dapat dibedakan adanya lapisan dua lapisan.
D. Tunica serosa
Tunica serosanya mempunyai struktur yang tidak pada intestinum tenue.
Kadang-kadang pada potongan melintang dapat diikuti pula mesoappendix
yang merupakan alat penggantung sebagai lanjutan peritoneum
viserale.berbeda dengan yang terdapat
9
BAB III
APPENDISITIS AKUT
10
menu sehari-hari.Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan.Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-
30 tahun, setelah itu menurun.Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada lelaki lebih tinggi.
Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus appendiks neonatal dan prenatal. Pasien
dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat
apendisitis.
a. Faktor sumbatan
b. Faktor bakteri
11
fragilis dan E.coli, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi
adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%.
d. Kecenderungan familiar
12
yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi appendisitis. Hal ini
juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama
denga diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekalith dan
mengakibatkan obstruksi lumen.
1. Appendisitis akut
13
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemik dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram
karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks
terjadi edema, heperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen.
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-
tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu.
Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
Apada appendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan
cairan peritoneal yang purulen.
2. Appendisitis infiltrat
3. Appendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa
iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic.
4. Appendisitis perforasi
14
5. Appendisitis kronis
Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian diikuti oleh
infeksi. Beberapa hal ini dpat menyebabkan sumbatan, yaitu hiperplasia jaringan
limfoid, fekalith, benda asing, striktur, kingking, perlengketan.
Bila bagian proksimal appendiks tersumbat, terjadi sekresi mukus yang tertimbun
dalam lumen appendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi. Tekanan ini akan
mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada mukosa,
stadium ini disebut Appendisitis Akut Ringan. Tekanan yang meninggi, edema dan
disertai inflamasi menyebabkan obstruksi aliran vena sehingga menyebabkan
trombosis yang memperberat iskemi dan edema. Pada lumen appendiks juga terdapat
bakteri, sehingga dalam keadaan tersebut suasana lumen appendiks cocok buat bakteri
untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan membelah diri sehingga menimbulkan
infeksi dan menghasilkan pus. Stadium ini disebut Appendisitis Akut Purulenta.
Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri juga
terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai vaskularisasi minimal,
sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut Appendisitis Gangrenosa.
Pada stadium ini sudah terjadi mikroperforasi, karena tekanan intraluminal yang
tinggi ditambah adanya bakteri dan mikroperforasi, mendorong pus serta produk
infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini disebut Appendisitis Akut
Perforasi, dimana menimbulkan peritonitis umum dan abses sekunder. Tapi proses
perjalanan appendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas, karena ada usaha tubuh
untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara “Walling Off” oleh omentum, lengkung
15
usus halus, caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi gumpalan massa plekmon
yang melekat erat. Keadaan ini disebut Appendisitis Infiltrate.
Perforasi mungkin masih terjadi pada walling off yang sempurna sehingga akan
terbentuk abses primer. Sedangkan pada walling off yang belum sempurna akan
terbentuk abses sekunder yang bisa menyebabkan peritonitis umum.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya dan menimbulkan obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi
dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. Appendisitis terjadi dari proses
inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala,
kemudian diikuti dengan pembentukan abses setelah 2-3 hari.
16
Gambar 6 (b). Patofisiologi Appendisitis
a. Nyeri abdominal
17
Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar, tumpul dan hilang timbul yang
merupakan nyeri viseraldi daerah epigastrium atau sekitar umbilicuskarena
appendix dan usus halus mempunyai persarafan yang sama. Setelah
beberapa jam (4-6 jam) nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan
bawah (titik Mc Burney). Apabila terjadi inflamasi (>6 jam) akan
terjadinyeri somatik setempatyang berarti sudah terjadi rangsangan pada
peritoneum parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta
nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul
sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak
apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut :
18
berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua
kali.
e. Demam
Demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 – 38,50C
tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
19
mulai toksik, leukositosis.
Perforasi Nyeri dan defans muskuler seluruh
perut.
Pembungkusan tidak berhasil Demam tinggi, dehidrasi,
syok, toksik
Pembungkusan berhasil Massa perut kanan bawah, keadaan
umum berangsur membaik
Abses Demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
20
2) Auskultasi
3) Palpasi
Rovsing sign
Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah, karena
tekanan merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga
menggerakkan peritoneum sekitar appendix yang meradang (somatic
pain)
Blumberg sign
21
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau
kolateral dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa
nyeri pada kuadran kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisi
yang berlawanan.
Psoas sign
Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara memeriksa:
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa,
pasien memfleksikan articulation coxae kanan, psoas sign (+) bila
terasa nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
pemeriksa, psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.
22
Obturator sign
Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul atau articulation coxae.
Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
23
o Pemeriksaan darah : pada laboratorium darah terdapat leukositosi
ringan ( 10.000 – 18.000/mm3) yang didominasi >75% oleh sel
Polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to the left) dimana terjadi
pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien dengan
akut appendisitis dan apendisitis tanpa komplikasi. Sedangkan
leukosit >18.000/mm3meningkatkan kemungkinan terjadinya
perforasi apendiks dengan atau tanpa abses.
24
atau harus dikerjakan dalam mengevaluasi pasien dengan nyeri
abdomen yang akut.
3) USG
False (+) dapat ditemukan pada adanya dilatasi tuba falopii dan
pada pasien yang obese hasilnya bisa tidak akurat, divertikulum
Meckel, divertikulitis cecal, penyakit radang usus, penyakit radang
panggul, dan endometriosis. Sedangkan false (-) didapatkan pada
appendiks.
4) Barium enema
25
Pemeriksaan ini dikatakan positif bila menunjukkan appendiks yang
non-filling dengan indentasi dari caecum menunjukkan adanya
appendisitis kronis. Hal ini menunjukkan adanya inflamasi pericaecal.
False negative (partial filling) didapatkan pada 10% kasus. Barium
enema ini sudah tidak lagi digunakan secara rutin dalam mengevaluasi
pasien yang dicurigai menderita appendisitis akut.
5) CT Scan
26
e. Scoring Appendisitis
Skor Alvarado(9)
Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor <6 dan skor >6.
Selanjutnya dilakukan apendiktomi, setelah operasi dilakukan pemeriksaan
PA terhadap jaringan apendiks dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu : radang akut dan bukan radang akut.
1–4 : observasi
5–7 : antibiotik
27
8 – 10 : operasi dini
Sign/Symptom Value
Pain on compression in the lower right quadrant 4,5
Rebound pain 2,5
Absence of urinary symptoms 2,0
Continuous pain 2,0
White blood cell count > 10000/mIL 1,5
Age under 50 years 1,5
Migration of pain to the right lower quadrant 1,0
Involuntary muscular tension (defense) 1,0
No Kriteria Skoring
1. Gender
1) Laki-laki 2
2) Perempuan 0
2. Intensitas Nyeri
1) Berat 2
2) Sedang 0
3. Perpindahan nyeri
1) Ya 4
2) Tidak 0
4. Nyeri perut kuadran kanan bawah
1) Ya 4
2) Tidak 0
5. Muntah
28
1) Ya 2
2) Tidak 0
6. Suhu badan
1) 37,50C 3
2) <37,50C 0
7. Guarding
1) Ya 2
2) Tidak 0
8. Bising Usus
1) Absent/meningkat 4
2) Normal 0
9. Rebound tenderness
1) Ya 7
2) Tidak 0
Appendisitis akut mempunyai nilai 0 sampai nilai maksimal 32. Dan nilai
ini digunakan untuk mendiagnosa ada atu tidaknya appendisitis akut.
Nilai batas untuk appendisitis akut adalah >21 kemungkinan besar
appendisitis akut.
Jika nilai <15, kemungkinan untuk appendisitis akut adalah rendah.
Diagnosis banding appendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin :
29
gejala yang mirip dengan appendisitis, yakni diare, mual, muntah, dan
ditemukan leukosit pada feses.
- Pada pria dewasa muda : crohn’s disease, kolik traktur urogenitalis dan
epididimitis.
- Pada wanita usia muda : pelvic onflammatory disease (PID), kita ovarium,
infeksi saluran kencing
Pada PID, nerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada
kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
30
berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT-Scan lebih berarti
dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.
a. Gastroenteritis
b. Limfadenitis mesenterica
c. Peradangan pelvis
Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua
organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau
adnesitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat
kontak seksual. Suhu biasanay lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada
colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.
d. Kehamilan Ektopik
e. Diverticulitis
31
Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-
kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan
ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-
gejala appendisitis.
- Ileus
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan
merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendiktomi sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks
normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa
komplikasi tidak banyak masalah. Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi
diperlukan tindakan operasi apendiktomi cito.
32
Untuk pasien yang dicurigai Apendisitis :
Puasakan
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgesik tidak akan menyamarkan
gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia produktif.
Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomi.
Terapi Non-Operatif
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
appendisitis akut bagi mereka yang sulit mendapatkan intervensi operasi
(misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memiliki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi.
Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Terapi Operatif
Antibiotika preoperatif (persiapan preoperatif)
Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi
post operasi.
Diberikan antibiotika spektrum luas dan juga untuk gram negatif dan anaerob.
Antibiotika preoperatif diberikan oleh ahli bedah.
Antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya
digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri
yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.
Indikasi Appendiktomi :
Appendisitis akut
Appendisitis kronik
Periapendikular infiltrat dalam stadium tenang
Apendiks terbawa dalam operasi kandung kemih
Apendisitis perforata
33
Teknik operasi Apendiktomi :
1) Open Appendectomy
Insisi Gridiron pada titik Mc Burney. Garis insisi paralel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik Mc Burney yaitu 1/3 lateral garis yang
menghubungkan spina illiaka anterior superior kanan dan umbilikus.
Lapisan kulit yang dibuka pada Appendiktomi : cutis - sub cutis - fascia
scarfa - fascia camfer - aponeurosis MOE – MOI - M. Transversus - fascia
transversalis - pre peritoneum – peritoneum.
Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan fasia. Otot – otot dinding
perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. Setelah itu akan
tampak peritoneum parietal ( mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan)
yang disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari
ukurannya yang besar dan mengkilat dan lebih kelabu/putih, mempunya
haustrae dan taenia koli, sedangkan ileum lebih kecil, lebih merah dan
tidak mempunyai haustrae dan taenia koli. Basis appendiks dicari pada
pertemuan ketiga taenia koli. Teknik inilah yang paling sering dikerjakan
karena keuntungannya tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi
herniasi, trauma operasi minimum pada alat –alat tubuh, dan masa istirahat
pasca bedah lebih pendek karena masa penyembuhannya lebih cepat.
Kerugiannya adalah lapangan iperasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu
operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan memotong
secara tajam.
34
Gambar 9. Incisi Grid Iron (McBurney Incision)
35
m) Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan
untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum dijahit jelujur dengan chromic
cat gut dan otot – otot dikembalikan.
n) Dinding perut ditutup lapis demi lapis, fasia dengan sutera, sub cutis dengan
cat gut dan akhirnya kulit dengan sutera.
o) Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.
36
Gambar 11. Lanz transverse incision
37
Gambar 13. Lokasi Insisi Appendectomy
Pada hari operasi penderita diberikan infus menurut kebutuhan sehari kurang lebih
2 – 3 liter cairan Ringer Laktat dan Dekstrosa. Pada appendisitis tanpa perforasi :
antibiotik diberikan hanya 1 x 24 jam. Pada appendisitis dengan perforasi : antibiotik
diberikan hingga jika gejala klinis infeksi reda dan laboratorium normal. Mobilisasi
secepatnya setelah penderita sadar dengan menggerakkan kaki miring ke kiri dan ke
kanan bergantian dan duduk. Penderita boleh berjalan pada hari pertama pasca
operasi. Pemberian makan peroral di mulai dengan memberikan minum sedikit-
sedikit (50 cc) tiap jam apabila sudah ada aktifitas usus yaitu adanya flatus dan bising
usus. Bilamana dengan pemberian minum bebas penderita tidak kembung maka
pemberian makanan peroral dimulai. Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ke
tujuh pasca bedah.
2) Laparoscopic Appendectomy
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopicdapat dipakai sarana diagnosis
dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek appendisitis akut.
Laparoscopickemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan
38
abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari appendisitis akut
sangat mudah dengan menggunakan laparoskop.
Komplikasi
Pasca bedah dini : perdarahan, infeksi, hematom, paralitik ileus, peritonitis, fistel
usus, abses intraperitoneal.
Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah
pada orang tua. Kematian biasanya akibat dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi.
Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum perforasi terjadi dan dengan
antibiotik yang adekuat. Morbiditas meningkat seiring dengan perforasi dan usia tua.
39
BAB IV
KESIMPULAN
Bila diagnosa klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
appendiktomi,dapat dilakukan secara open surgery atau laparascopic appendictomy.
40
DAFTAR PUSTAKA
41