FATIGUE
Kelelahan (Fatigue) adalah salah satu jenis kegagalan (patah) pada komponen akibat
beban dinamis (pembebanan yang berulang-ulang atau berubah-ubah).
1. Modus kegagalan quasi statik (modus kegagalan yang tidak tergantung pada waktu
dan ketahanan terhadap kegagalannya, dinyatakan dengan kekuatan).
2. Modus kegagalan yang tergantung pada waktu (ketahanan terhadap kegagalannya
dinyatakan dengan umur/life-time).
Jenis-jenis kegagalan quasi statik, yaitu :
Patahan yang termasuk jenis kegagalan ini (kegagalan quasi statik) adalah patahan getas.
Hingga saat ini, mekanisme patah lelah terdiri atas 3 tahap kejadian, yaitu:
Rachet marks menjalar ke arah radial dan merupakan tanda penjalaran retakan yang
terjadi bila terdapat lebih dari satu lokasi awal retak. Rachet marks ini merupakan pertemuan
beach marks dari satu lokasi awal retak dengan beach marks dari lokasi lainnya.
Tanda garis-garis pantai (beach marks) yang merupakan tanda penjalaran retakan, mengarah
tegak lurus dengan tegangan tarik dan menjalar sedemikian hingga penampang yang tersisa
tidak mampu lagi menahan beban yang bekerja, sehingga terjadilah patah akhir (patah statik).
Luas daerah antara tahap penjalaran retakan dan tahap patah akhir secara kuantitatif dapat
menunjukkan besarnya tegangan yang bekerja. Jika luas daerah tahap penjalaran retakan
lebih besar daripada luas daerah patah akhir maka tegangan yang bekerja relatif rendah,
demikian sebaliknya.
Tahap I terjadinya kelelahan logam yaitu tahap pembentukan awal retak, lebih mudah
terjadi pada logam yang bersifat lunak dan ulet tetapi akan lebih sukar dalam tahap penjalaran
retakannya (tahap II), artinya logam-logam ulet akan lebih tahan terhadap penjalaran retakan.
Demikian sebaliknya, logam yang keras dan getas, akan lebih tahan terhadap pembentukan
awal retak tetapi kurang tahan terhadap penjalaran retakan.
Gambar Skematis penampang melintang dari kegagalan lelah tahap I (pembentukan awal
retak) dan II (penjalaran retakan).
b). Karakteristik Mikroskopis.
a. Ke-2 nya menunjukkan posisi ujung retak yang terjadi setiap saat sebagai fungsi
dari waktu siklik.
b. Ke-2 nya berasal dari lokasi awal retak yang sama.
c. Ke-2 nya memiliki arah yang sama (paralel ridges).
d. Ke-2 nya tidak hadir pada logam-logam yang terlalu keras atau terlalu lunak.
Kelelahan logam diawali dengan pembentukan awal retak dan dilanjutkan dengan
penjalaran retakan hingga komponen mengalami patah. Lokasi awal retak pada komponen
atau logam yang mengalami pembebanan dinamis atau siklik adalah pada titik daerah dimana
memiliki kekuatan yang paling minimum dan atau pada titik daerah dimana mengalami
tegangan yang paling maksimum.
Oleh karena itu, untuk memperkirakan umur lelah suatu komponen merupakan suatu hal yang
cukup sulit. Hal ini disebabkan banyaknya fakor-faktor yang mempengaruhi umur lelahnya.
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Pembebanan.
a. Jenis beban : uniaksial, lentur, puntir.
b. Pola beban : periodik, random.
c. Besar beban/besar tegangan.
d. Frekwensi siklus beban.
2. Kondisi Material.
a. Ukuan butir.
b. Kekuatan.
c. Penguatan dengan larutan padat.
d. Penguatan dengan fasa ke-2.
e. Penguatan regangan.
f. Struktur mikro.
g. Kondisi permukaan (surface finish).
h. Ukuran komponen.
3. Proses Pengerjaan.
a. Proses pengecoran.
b. Proses pembentukan.
c. Proses pengelasan.
d. Proses pemesinan.
e. Proses perlakuan panas.
4. Temperatur operasi.
5. Kondisi lingkungan.
1. Pengaruh Pembebanan.
Tegangan amplitudo:
Sa = σa = σmax – σmin / 2
Tegangan rata-rata:
Sm = σm = (σmax – σmin) / 2
Rasio tegangan:
R = σmin / σmax
Pada gambar 2.2 di atas yang memperlihatkan aman tidaknya kondisi pembebanan
terhadap kelelahan logam, berdasarkan hasil diskusi atas berbagai permasalahan maka dapat
dinyatakan sebagai beriku:
Diagram A. (Soderberg) adalah paling konservatif dan paling aman, atau digunakan
pada kondisi nilai R mendekati 1.
Data hasil pengujian, cenderung berada diantara diagram B. Dan C. (Goodman dan
Gerber).
Untuk baja keras (getas), diagam B. dan D. (Goodman dan Morrow) hampir berimpit
(sama).
Untuk baja lunak (ulet), diagram D. (Morow) akan lebih akurat.
Pada kondisi R < 1 (perbedaan tegangan rata-rata dan tegangan amplitudo cukup
kecil) maka ke-4 diagram hampir sama (berimpit).
Hukum ini tidak selalu sesuai dengan kenyataan, sehingga muncullah berbagai
alternatif yang lain seperti teori kerusakan non linier (oleh Collins), metode perhitungan
siklus (Cycle counting) yaitu metode perhitungan curah hujan/rain flow counting (oleh
Downing).
Pengaruh frekwensi ini dapat dilihat pada pengujian kelelahan logam dengan
frekwensi ± 500÷10.000 siklus/menit, pada interval ini hampir tidak ada pengaruhnya
terhadap kekuatan lelah materialnya.
Awal retak lelah terjadi dengan adanya deformasi plastis mikro setempat, dengan
demikian komposisi kimia dan struktur mikro material akan sangat mempengaruhi
kekuatan untuk menahan terjadinya deformasi plastis sehingga akan sangat berpengaruh
pula terhadap kekuatan lelahnya. Parameter-parameter dari kondisi material yang
mempengaruhi kekuatan lelah tersebut yaitu:
Butir halus yang akan meningkatkan kekuatan luluh dan kekuatan lelah atau akan
meningkatkan umur lelah logam, hanya dapat terjadi pada pembebanan siklik dengan kondisi
HCF atau LCS (High Cycle Fatigue atau Low Cycle Stress/Strain). Tetapi berdasarkan hasil
eksperimen menunjukkan bahwa pada pembebanan siklik dengan kondisi sebaliknya yaitu
LCF atau HCS (Low Cycle Fatigue atau High Cycle Stress/Strain), ternyata ukuran butir
tidak berpengaruh terhadap umur lelah.
Ukuran butir, pada satu sisi dapat meningkatkan umur lelah, tetapi di sisi lain akan
meningkatakan kepekaan terhadap takikan (notch). Spesimen yang halus permukaannya dan
memiliki struktur berbutir halus, akan meningkatkan umur lelah, tetapi jika sepsimen tersebut
memiliki takikan, maka akan berumur lebih pendek jika berbutir halus.
b. Pengaruh kekuatan
Sebagai patokan kasar, baja memiliki batas lelah sebesar: S e = 0.5 Su , hal ini terlihat
pada gambar berikut ini:
Gambar pengaruh kekuatan tarik terhadap batas lelah.
Sedangkan untuk logam-logam non ferro ( Cu, Ni, Mg dan lain-lain), memiliki batas
lelah sebesar : Se = 0.35 Su
Perbandingan kekuatan lelah (Se) dan kekuatan tarik (Su) disebut rasio kelelahan. Jika pada
spesimen tersebut memiliki takikan, maka rasio kelelahan akan menurun hingga 0,2÷0,3.
Dengan demikian, semakin tinggi kekuatan taik logam, maka akan semakin tinggi pula
kekuatan lelahnya. Kekuatan tarik tersebut dapat ditingkatkan melalui mekanisme-
mekanisme penguatan logam, yaitu:
Rasio kelelahan dari batas lelah karena pembebanan aksial hasil eksperimen adalah sebesar
0,6÷0,9 dan secara konservatif diestimasi sebesar:
Sedangkan rasio kelelahan hasil eksperimen dengan uji lelah puntir dan bending atau lentur
putar adalah sebesar 0,5÷ 0,6 dan hubungan tersebut secara teoritis dituliskan:
Fasa ke-2 yang keras akan menghalangi gerakan dislokasi sehingga akan
meningkatkan kekuatan logam. Parameter fasa ke-2 yang berpengaruh tersebut adalah :
bentuk, ukuran dan distribusinya.
Plating, dimana proses ini akan menghasilkan tegangan sisa tarik pada
permukaan logam.
Thermal (proses difusi), seperti karburisasi, nitriding dan lainnya dapat
menimbulkan tegangan sisa tekan pada permukaan logam.
Mechanical, misalnya shot peening, dapat menghasilkan tegangan sisa tekan
pada permukaan logam.
Semakin besar ukuran maka akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya
pembentukan awal retaknya, sehingga muncul faktor modifikasi batas lelah, yaitu sebagai
berikut:
Csize = 1 jika d ≤ 8 mm
Hal-hal yang berpengaruh terhadap ketahanan lelah logam sebagai akibat negatif dari proses
pengecoran adalah:
Logam hasil proses pembentukan akan memiliki batas lelah yang lebih tinggi
daripada benda coran, namun cacat-cacat dari suatu proses pembentukan akan sangat
merugikan pula terhadap batas lelah logam yang dihasilkan. Cacat-cacat tersebut antara lain:
Cacat laps atau seams (berupa lipatan) pada permukaan produk tempa atau
roll.
Oksida yang terjebak pada lipatan dipermukaan produk tempa atau roll.
Permukaan yang kasar, dan lain-lain.
Proses pengelasan melibatkan pencairan dan pembekuan, maka segala jenis cacat-
cacat coran dapat terjadi di daerah logam las. Sedangkan daerah terpengaruh panas (Heat
Affected Zone) dapat terjadi perubahan struktur mikro yang menghasilkan fasa getas dan
butir kasar, hal ini akan sangat merugikan ketahanan lelah sambungan lasan disamping
adanya tegangan sisa tarik pada daerah tersebut.
Pengaruh dari proses perlakuan panas yang dapat menurunkan kekuatan lelah adalah :
Pada temperatur tinggi, kekuatan logam akan menurun sehingga deformasi plastis akan
lebih mudah terjadi dan batas lelah menjadi tidak jelas (hilang) yang disebabkan oleh karena
pengaruh mobilitas dislokasi.
Kondisi lingkungan yang korosif akan menyerang permukaan logam dan menghasilkan
lapisan oksida atau produk korosi. Umumnya oksida adalah sebagai lapis lindung dan dapat
mencegah kerusakan korosi selanjutnya, tetapi pembebanan siklik dapat menyebabkan
pecahnya lapisan tersebut dan kerusakan korosi berikutnya, sehingga timbul korosi sumuran
yang berfungsi sebagai takikan.
Hal itulah yang menyebabkan penurunan kekuatan lelah, pengaruh lingkungan korosif
ini menurunkan kekuatan lelah logam hingga 10% serta dapat menyebabkan batas lelah
menjadi tidak jelas (hilang), sepeti dijelaskan pada gambar-gambar berikut:
Gambar pengaruh lingkungan terhadap kurva S-N baja
Gambar pengaruh kekuatan tarik terhadap korosi lelah berbagai jenis baja
Konsep S-N
Konsep tegangan siklus (S-N) merupakan pendekatan pertama untuk memahami
fenomena kelelahan logam. Konsep ini secara luas dipergunakan dalam aplikasi perancangan
material dimana tegangan yang terjadi dalam daerah elastik dan umur lelah cukup panjang.
Metode S-N ini tidak dapat dipakai dalam kondisi sebaliknya (tegangan dalam daerah plastis
dan umur lelah relatif pendek), hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah. Umur lelah yang
diperhitungkan dalam metode S-N ini adalah umur lelah tahap I (inisiasi retak lelah) dan
umur lelah II (propagasi retakan).
Dasar dari metode S-N adalah diagram Wohler atau diagram S-N yang secara
eksperimen didapat dari pengujian lelah, lentur, putar dengan tegangan yang bekerja
berfluktuasi secara sinusoidal antara tegangan tarik dan tekan. Kekuatan lelah atau batas
lelah (endurance limit), Se adalah tegangan yang memberikan umur tak berhingga.
Tegangan dibawah batas lelah akan menyebabkan logam aman terhadap kelelahan, hal ini
disebabkan karena gerakan dislokasinya akan terhambat oleh atom-atom asing interstisi
sehingga tidak akan menghasilkan PSB (Presistant Slip Band). Batas lelah logam-logam
BCC (Body Centered Cubic) akan tidak jelas sehingga kurvanya menjadi tidak kontinyu jika
mengalami kondisi sebagai berikut :
Pada logam-logam FCC (Face Centered Cubic), batas lelahnya tidak jelas atau
kurvanya kontinyu. Sehingga kekuatan lelahnhya ditentukan dari nilai tegangan yang
memberikan umur 5x108 siklus.
Gambar perbandingan kurva S-N pada logam BCC dan FCC.
Batas lelah:
S1.000 = 0,9 SU
Estimasi hubungan S-N (untuk 103 < N < 106) adalah:
S = 1,62 SU N-0,085
Atau,
Berdasarkan persamaan garis lurus (Y=mX + C), diestimasi hubungan S-N (untuk : 103 < N <
106 atau Se < S < S1000) adalah :
Sa / Sb = (Nb /Na)R
Dimana :