Anda di halaman 1dari 24

TUGAS FATIK DAN KOROSI

Dosen : Dr. Eng. Ir. Indra, MT


NIP 196410241992031001

Nama : Mahady F. P. Simanjuntak


NIM : 130401030

VARIABLE AMPLITUDE LOADING

FATIGUE
Kelelahan (Fatigue) adalah salah satu jenis kegagalan (patah) pada komponen akibat
beban dinamis (pembebanan yang berulang-ulang atau berubah-ubah).

Gambar distribusi mode kegagalan.


Modus kegagalan komponen atau struktur dapat ddibedakan menjadi 2 kategori
utama, yaitu:

1. Modus kegagalan quasi statik (modus kegagalan yang tidak tergantung pada waktu
dan ketahanan terhadap kegagalannya, dinyatakan dengan kekuatan).
2. Modus kegagalan yang tergantung pada waktu (ketahanan terhadap kegagalannya
dinyatakan dengan umur/life-time).
Jenis-jenis kegagalan quasi statik, yaitu :

1. Kegagalan karena beban tarik.


2. Kegagalan karena beban tekan.
3. Kegagalan karena beban geser.

Patahan yang termasuk jenis kegagalan ini (kegagalan quasi statik) adalah patahan getas.

Jenis-jenis modus kegagalan yang tergantung pada waktu, yaitu:


1. Kelelahan (patah lelah).
2. Mulur.
3. Keausan.
4. Korosi.

Hingga saat ini, mekanisme patah lelah terdiri atas 3 tahap kejadian, yaitu:

1. Tahap awal terjadinya retakan ( crack initiation).


2. Tahap penjalaran retakan ( crack propagation).
3. Tahap akhir (final fracture).

Karakteristik kelelahan logam dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :


a). Karakteristik Makro, merupakan ciri-ciri kelelahan yang dapat diamati secara visual
(dengan mata telanjang atau dengan kaca pembesar).
b). Karakteristik Mikro, hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop.

a). Karakteristik Makroskopis.

Karakteristik makroskopis dari kelelahan logam adalah sebagai berikut :

1. Tidak adanya deformasi plastis secara makro.


2. Terdapat tanda ‘garis-garis pantai’ (beach marks) atau clam shell atau stop/arrest,
seperti pada gambar dibawah ini,

Gambar permukaan patah lelah pada poros.


3. Terdapat ‘Rachet Marks’ seperti yang ditunjukkan pada gambar,

Gambar permukaan patah lelah dari baut akibat beban tarik.

Rachet marks menjalar ke arah radial dan merupakan tanda penjalaran retakan yang
terjadi bila terdapat lebih dari satu lokasi awal retak. Rachet marks ini merupakan pertemuan
beach marks dari satu lokasi awal retak dengan beach marks dari lokasi lainnya.
Tanda garis-garis pantai (beach marks) yang merupakan tanda penjalaran retakan, mengarah
tegak lurus dengan tegangan tarik dan menjalar sedemikian hingga penampang yang tersisa
tidak mampu lagi menahan beban yang bekerja, sehingga terjadilah patah akhir (patah statik).
Luas daerah antara tahap penjalaran retakan dan tahap patah akhir secara kuantitatif dapat
menunjukkan besarnya tegangan yang bekerja. Jika luas daerah tahap penjalaran retakan
lebih besar daripada luas daerah patah akhir maka tegangan yang bekerja relatif rendah,
demikian sebaliknya.

Tahap I terjadinya kelelahan logam yaitu tahap pembentukan awal retak, lebih mudah
terjadi pada logam yang bersifat lunak dan ulet tetapi akan lebih sukar dalam tahap penjalaran
retakannya (tahap II), artinya logam-logam ulet akan lebih tahan terhadap penjalaran retakan.
Demikian sebaliknya, logam yang keras dan getas, akan lebih tahan terhadap pembentukan
awal retak tetapi kurang tahan terhadap penjalaran retakan.
Gambar Skematis penampang melintang dari kegagalan lelah tahap I (pembentukan awal
retak) dan II (penjalaran retakan).
b). Karakteristik Mikroskopis.

Karakteristik mikroskopis dari kelelahan logam adalah sebagai berikut :

1. Pada permukaan patahan terdapat striasi (striations).


2. Permukaan patahan memperlihatkan jenis patah transganular (memotong butir) tidak
seperti jenis patah intergranular, seperti yang terjadi pada kasus SCC (stress corrosion
cracking) atau mulur (creep).

Persamaan striasi dengan beach marks adalah sebagai berikut:

a. Ke-2 nya menunjukkan posisi ujung retak yang terjadi setiap saat sebagai fungsi
dari waktu siklik.
b. Ke-2 nya berasal dari lokasi awal retak yang sama.
c. Ke-2 nya memiliki arah yang sama (paralel ridges).
d. Ke-2 nya tidak hadir pada logam-logam yang terlalu keras atau terlalu lunak.

ASPEK METALURGIS PADA KELELAHAN LOGAM

Kelelahan logam diawali dengan pembentukan awal retak dan dilanjutkan dengan
penjalaran retakan hingga komponen mengalami patah. Lokasi awal retak pada komponen
atau logam yang mengalami pembebanan dinamis atau siklik adalah pada titik daerah dimana
memiliki kekuatan yang paling minimum dan atau pada titik daerah dimana mengalami
tegangan yang paling maksimum.
Oleh karena itu, untuk memperkirakan umur lelah suatu komponen merupakan suatu hal yang
cukup sulit. Hal ini disebabkan banyaknya fakor-faktor yang mempengaruhi umur lelahnya.
Faktor-faktor tersebut adalah :

1. Pembebanan.
a. Jenis beban : uniaksial, lentur, puntir.
b. Pola beban : periodik, random.
c. Besar beban/besar tegangan.
d. Frekwensi siklus beban.

2. Kondisi Material.
a. Ukuan butir.
b. Kekuatan.
c. Penguatan dengan larutan padat.
d. Penguatan dengan fasa ke-2.
e. Penguatan regangan.
f. Struktur mikro.
g. Kondisi permukaan (surface finish).
h. Ukuran komponen.

3. Proses Pengerjaan.
a. Proses pengecoran.
b. Proses pembentukan.
c. Proses pengelasan.
d. Proses pemesinan.
e. Proses perlakuan panas.

4. Temperatur operasi.
5. Kondisi lingkungan.

1. Pengaruh Pembebanan.

Parameter pembebanan yang berpengaruh terhadap kelelahan logam adalah tegangan


rata-rata, σm dan tegangan amplitudo, σa serta frekwensi pembebanan.

a. Pengaruh tegangan rata-rata (σm).


Gambar pengertian tegangan siklik

Tegangan amplitudo:

Sa = σa = σmax – σmin / 2

Tegangan rata-rata:

Sm = σm = (σmax – σmin) / 2

Rasio tegangan:

R = σmin / σmax

Besarnya tegangan rata-rata yang bekerja akan menentukan terhadap besarnya


tegangan amplitudo yang diijinkan untuk mencapai suatu umur lelah tertentu. Bila tegangan
rata-rata sama dengan 0 atau rasio tegangan sama dengan -1, maka besarnya tegangan
amplitudo yang diijinkan adalah nilai batas lelahnya ( S e ). Dengan demikian jika tegangan
rata-ratanya semakin besar maka tegangan amplitudonya harus diturunkan. Hal ini terlihat
pada alternatif diagram Goodman atau pada diagram-diagram lainnya, seperti pada gambar
berikut ini:
Persamaan-persamaan yang digunakan pada diagram batas tegangan seperti yang ditunjukkan
pada gambar adalah sebagai berikut :

A. Soderberg (USA, 1930 ):


Sa / Se + Sm / Syt = 1

B. Goodman ( England, 1899 ):


Sa / Se + Sm / Sut = 1

C. Gerber ( Germany, 1874 ):


Sa / Se + (Sm / Sut)2 = 1

D. Morrow ( USA, 1960 ):


S a / S e + S m / σf = 1

Dimana : Se : Batas lelah (endurance limit).


Su : Kekuatan tarik.
σf : Tegangan patah sebenarnya (true fracture stress).

Perbandingan dari tegangan amplitudo terhadap tegangan rata-rata disebut rasio


amplitudo (A=Sa/Sm), sehingga hubungan antara nilai R dan A yaitu sebagai berikut :

Jika R = -1, maka A = ~ (kondisi fully reversed).


Jika R = 0, maka A = 1 (kondisi zero to maximum).
Jika R = ~, maka A = -1 (kondisi zero to minimum).

Pada gambar 2.2 di atas yang memperlihatkan aman tidaknya kondisi pembebanan
terhadap kelelahan logam, berdasarkan hasil diskusi atas berbagai permasalahan maka dapat
dinyatakan sebagai beriku:
 Diagram A. (Soderberg) adalah paling konservatif dan paling aman, atau digunakan
pada kondisi nilai R mendekati 1.
 Data hasil pengujian, cenderung berada diantara diagram B. Dan C. (Goodman dan
Gerber).
 Untuk baja keras (getas), diagam B. dan D. (Goodman dan Morrow) hampir berimpit
(sama).
 Untuk baja lunak (ulet), diagram D. (Morow) akan lebih akurat.
 Pada kondisi R < 1 (perbedaan tegangan rata-rata dan tegangan amplitudo cukup
kecil) maka ke-4 diagram hampir sama (berimpit).

Gambar diagram Goodman.

b. Pengaruh tegangan amplitudo, σa

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tegangan amplitudo akan sangat berpengaruh


terhadap umur kelelahan logam. Perkiraan kelelahan pada pembebanan yang kompleks
atau variabel, seringkali didasarkan pada hukum kerusakan non linier (linier damage rule)
yang pertama kali diajukan oleh Palmgren (1924) dan dikembangkan oleh Miner (1945)
sehingga metoda ini dikenal dengan Hukum Miner.

Hukum ini tidak selalu sesuai dengan kenyataan, sehingga muncullah berbagai
alternatif yang lain seperti teori kerusakan non linier (oleh Collins), metode perhitungan
siklus (Cycle counting) yaitu metode perhitungan curah hujan/rain flow counting (oleh
Downing).

c. Pengaruh frekwensi pembebanan.

Pengaruh frekwensi ini dapat dilihat pada pengujian kelelahan logam dengan
frekwensi ± 500÷10.000 siklus/menit, pada interval ini hampir tidak ada pengaruhnya
terhadap kekuatan lelah materialnya.

Sebagai contoh pada pengujian kelelahan baja pada frekwensi 200÷5.000


siklus/menit, tidak menunjukkan adanya pengaruh tersebut terhadap batas lelahnya. Tetapi
pengujian pada 100.000 siklus/menit, maka batas lelahnya akan semakin meningkat (karena
pada frekwensi tinggi, deformasi plastis yang terjadi tidak sebesar pada frekwensi endah).
Pengaruh frekwensi tersebut terjadi pula pada logam-logam non-ferro.

2. Pengaruh Kondisi Material.

Awal retak lelah terjadi dengan adanya deformasi plastis mikro setempat, dengan
demikian komposisi kimia dan struktur mikro material akan sangat mempengaruhi
kekuatan untuk menahan terjadinya deformasi plastis sehingga akan sangat berpengaruh
pula terhadap kekuatan lelahnya. Parameter-parameter dari kondisi material yang
mempengaruhi kekuatan lelah tersebut yaitu:

a. Pengaruh ukuran butir

Butir halus yang akan meningkatkan kekuatan luluh dan kekuatan lelah atau akan
meningkatkan umur lelah logam, hanya dapat terjadi pada pembebanan siklik dengan kondisi
HCF atau LCS (High Cycle Fatigue atau Low Cycle Stress/Strain). Tetapi berdasarkan hasil
eksperimen menunjukkan bahwa pada pembebanan siklik dengan kondisi sebaliknya yaitu
LCF atau HCS (Low Cycle Fatigue atau High Cycle Stress/Strain), ternyata ukuran butir
tidak berpengaruh terhadap umur lelah.

Ukuran butir, pada satu sisi dapat meningkatkan umur lelah, tetapi di sisi lain akan
meningkatakan kepekaan terhadap takikan (notch). Spesimen yang halus permukaannya dan
memiliki struktur berbutir halus, akan meningkatkan umur lelah, tetapi jika sepsimen tersebut
memiliki takikan, maka akan berumur lebih pendek jika berbutir halus.

b. Pengaruh kekuatan

Sebagai patokan kasar, baja memiliki batas lelah sebesar: S e = 0.5 Su , hal ini terlihat
pada gambar berikut ini:
Gambar pengaruh kekuatan tarik terhadap batas lelah.

Sedangkan untuk logam-logam non ferro ( Cu, Ni, Mg dan lain-lain), memiliki batas
lelah sebesar : Se = 0.35 Su

Perbandingan kekuatan lelah (Se) dan kekuatan tarik (Su) disebut rasio kelelahan. Jika pada
spesimen tersebut memiliki takikan, maka rasio kelelahan akan menurun hingga 0,2÷0,3.
Dengan demikian, semakin tinggi kekuatan taik logam, maka akan semakin tinggi pula
kekuatan lelahnya. Kekuatan tarik tersebut dapat ditingkatkan melalui mekanisme-
mekanisme penguatan logam, yaitu:

 Penguatan larutan padat


 Penguatan fasa ke-2
 Penguatan presipitasi
 Penguatan regangan, dan lain-lain.

Rasio kelelahan dari batas lelah karena pembebanan aksial hasil eksperimen adalah sebesar
0,6÷0,9 dan secara konservatif diestimasi sebesar:

Se (aksial) ≈ 0,7 Se (bending)

Sedangkan rasio kelelahan hasil eksperimen dengan uji lelah puntir dan bending atau lentur
putar adalah sebesar 0,5÷ 0,6 dan hubungan tersebut secara teoritis dituliskan:

Se (puntir) ≈ 0,577 Se (bending)

c. Pengaruh penguatan larutan padat

At0m-atom asing akan menyebabkan distorsi kisi sehingga menghasilkan medan


tegangan pada kisi kristal logam yang akan menghambat gerakan dislokasi yang pada
akhirnya akan meningkatkan kekuatan logam termasuk batas lelahnya, apalagi jika
atomasing tersebut yang larut pada interstisi, menimbulkan strain aging, maka akan
lebih meningkatkan batas lelah logam, seperti pada gambar berikut:
Gambar pengaruh unsur paduan (atom asing) terhadap batas lelah.

d. Pengaruh fasa ke-2

Fasa ke-2 yang keras akan menghalangi gerakan dislokasi sehingga akan
meningkatkan kekuatan logam. Parameter fasa ke-2 yang berpengaruh tersebut adalah :
bentuk, ukuran dan distribusinya.

e. Pengaruh surface finish

Kelelahan logam merupakan suatu fenomena permukaan, sehingga kondisi


permukaan (surface finish) logam akan sangat mempengaruhi batas lelahnya.Kondisi
permukaan tersebut sangat ditentukan oleh perlakuan permukaan seperti :

 Plating, dimana proses ini akan menghasilkan tegangan sisa tarik pada
permukaan logam.
 Thermal (proses difusi), seperti karburisasi, nitriding dan lainnya dapat
menimbulkan tegangan sisa tekan pada permukaan logam.
 Mechanical, misalnya shot peening, dapat menghasilkan tegangan sisa tekan
pada permukaan logam.

f. Pengaruh ukuran komponen

Semakin besar ukuran maka akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya
pembentukan awal retaknya, sehingga muncul faktor modifikasi batas lelah, yaitu sebagai
berikut:

Csize = 1 jika d ≤ 8 mm

Csize = 1,189 d-0,097 jika 8 mm < d ≤ 250 mm


Pengaruh ukuran ini berhubungan dengan lapisan tipis permukaan material yang terkena
tegangan 95% atau lebih. Semakin besar ukuran akan semakin besar pula volume dari
permukaan material yang mengalami tegangannya. Seperti ditunjukkan pada tabel:

Tabel. Pengaruh ukuran terhadap batas lelah.

3. Pengaruh Proses Pengerjaan.

Pada dasarnya setiap keetidakkontinyuan dan ketidakseragaman pada material akan


berpengaruh langsung terhadap penjalaran retak lelah atau ketahanan lelah material,
ketidakkontinyuan ini dapat berupa takikan dari geometri komponen atau berupa retakan dan
rongga sebagai akibat suatu proses pengerjaan.

a. Pengaruh proses pengecoran

Hal-hal yang berpengaruh terhadap ketahanan lelah logam sebagai akibat negatif dari proses
pengecoran adalah:

 Segregasi (terutama segregasi makro)


 Cacat rongga
 Porositas
 Retak panas
 Terak, slag atau inklusi, dan lain-lain.
Gambar cacat-cacat coran.
b. Pengaruh proses pembentukan

Logam hasil proses pembentukan akan memiliki batas lelah yang lebih tinggi
daripada benda coran, namun cacat-cacat dari suatu proses pembentukan akan sangat
merugikan pula terhadap batas lelah logam yang dihasilkan. Cacat-cacat tersebut antara lain:

 Cacat laps atau seams (berupa lipatan) pada permukaan produk tempa atau
roll.
 Oksida yang terjebak pada lipatan dipermukaan produk tempa atau roll.
 Permukaan yang kasar, dan lain-lain.

c. Pengaruh proses pengelasan

Proses pengelasan melibatkan pencairan dan pembekuan, maka segala jenis cacat-
cacat coran dapat terjadi di daerah logam las. Sedangkan daerah terpengaruh panas (Heat
Affected Zone) dapat terjadi perubahan struktur mikro yang menghasilkan fasa getas dan
butir kasar, hal ini akan sangat merugikan ketahanan lelah sambungan lasan disamping
adanya tegangan sisa tarik pada daerah tersebut.

d. Pengaruh proses pemesinan

Kondisi permukaan logam sangat berpengaruh terhadap umur lelahnya, permukaan


yang kasar meupakan tempat yang tegangan lokainya tinggi sehingga dapat menjadi lokasi
awal retak lelah. Dengan demikian proses pemesinan yang menentukan kekasaran permukaan
logam akan menentukan pula terhadap ketahanan lelahnya disamping timbulnya tegangan
sisa akibat deformasi plastis pada saat pembentukan geram dalam operasi pemesinan tersebut,
bahkan jika tegangan sisa tarik yang muncul cukup besar seperti dalam proses penggerindaan
yang cukup berat, dapat menimbulkan retak rambut.
e. Pengaruh proses perlakuan panas

Pengaruh dari proses perlakuan panas yang dapat menurunkan kekuatan lelah adalah :

 Over heating yang menyebabkan butir kasar.


 Over heating yang menyebabkan pencairan fasa bertitik cair rendah.
 Retak quench.
 Tegangan sisa.
 Dekarburisasi, dan lain-lain.

Tabel. Pengaruh dekarburisasi terhadap batas lelah.

4. Pengaruh Temperatur Operasi.

Pada temperatur tinggi, kekuatan logam akan menurun sehingga deformasi plastis akan
lebih mudah terjadi dan batas lelah menjadi tidak jelas (hilang) yang disebabkan oleh karena
pengaruh mobilitas dislokasi.

5. Pengaruh Kondisi Lingkungan.

Kondisi lingkungan yang korosif akan menyerang permukaan logam dan menghasilkan
lapisan oksida atau produk korosi. Umumnya oksida adalah sebagai lapis lindung dan dapat
mencegah kerusakan korosi selanjutnya, tetapi pembebanan siklik dapat menyebabkan
pecahnya lapisan tersebut dan kerusakan korosi berikutnya, sehingga timbul korosi sumuran
yang berfungsi sebagai takikan.

Hal itulah yang menyebabkan penurunan kekuatan lelah, pengaruh lingkungan korosif
ini menurunkan kekuatan lelah logam hingga 10% serta dapat menyebabkan batas lelah
menjadi tidak jelas (hilang), sepeti dijelaskan pada gambar-gambar berikut:
Gambar pengaruh lingkungan terhadap kurva S-N baja

Gambar pengaruh kekuatan tarik terhadap korosi lelah berbagai jenis baja
Konsep S-N
Konsep tegangan siklus (S-N) merupakan pendekatan pertama untuk memahami
fenomena kelelahan logam. Konsep ini secara luas dipergunakan dalam aplikasi perancangan
material dimana tegangan yang terjadi dalam daerah elastik dan umur lelah cukup panjang.

Metode S-N ini tidak dapat dipakai dalam kondisi sebaliknya (tegangan dalam daerah plastis
dan umur lelah relatif pendek), hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah. Umur lelah yang
diperhitungkan dalam metode S-N ini adalah umur lelah tahap I (inisiasi retak lelah) dan
umur lelah II (propagasi retakan).

Gambar pembagian daerah umur lelah dalam kurva S-N

Dasar dari metode S-N adalah diagram Wohler atau diagram S-N yang secara
eksperimen didapat dari pengujian lelah, lentur, putar dengan tegangan yang bekerja
berfluktuasi secara sinusoidal antara tegangan tarik dan tekan. Kekuatan lelah atau batas
lelah (endurance limit), Se adalah tegangan yang memberikan umur tak berhingga.

Tegangan dibawah batas lelah akan menyebabkan logam aman terhadap kelelahan, hal ini
disebabkan karena gerakan dislokasinya akan terhambat oleh atom-atom asing interstisi
sehingga tidak akan menghasilkan PSB (Presistant Slip Band). Batas lelah logam-logam
BCC (Body Centered Cubic) akan tidak jelas sehingga kurvanya menjadi tidak kontinyu jika
mengalami kondisi sebagai berikut :

 Over load periodik (sehingga dislokasi mengalami unlock atau unpin)


 Lingkungan yang korosif
 Temperatur tinggi (sehingga mobilitas dislokasi tinggi)

Pada logam-logam FCC (Face Centered Cubic), batas lelahnya tidak jelas atau
kurvanya kontinyu. Sehingga kekuatan lelahnhya ditentukan dari nilai tegangan yang
memberikan umur 5x108 siklus.
Gambar perbandingan kurva S-N pada logam BCC dan FCC.

Hubungan tegangan siklik, S dan umur lelah, N( siklus) :

S = 10C Nb (untuk 103 < N < 106)

N = 10-C/b S1/b (untuk 103 < N < 106)

Eksponen C dan b ditentukan sebagai berikut :

b = - 1/3 log (S1.000 / Se)

C = log { (S1000)2 / Se)

Batas lelah:

Se = 0,5 SU (SU ≤ 200 ksi atau 1379 Mpa)

Se = 0,25 BHN (BHN ≤ 400)

Se = 100 ksi atau 689,5 Mpa

(SU > 200 ksi atau 1379 Mpa)

Tegangan Siklik yang menghasilkan umur 1.000 siklus:

S1.000 = 0,9 SU
Estimasi hubungan S-N (untuk 103 < N < 106) adalah:

S = 1,62 SU N-0,085

Atau,

S = 0,81 BHN N-0,085

Berdasarkan persamaan garis lurus (Y=mX + C), diestimasi hubungan S-N (untuk : 103 < N <
106 atau Se < S < S1000) adalah :

S = - [(S1000 – Se) / (106 – 103)] N + S1000

= - (S1000 – Se) 10-6 N + S1000

= - (0,9 SU – 0,5 SU) 10-6 N + 0,9 SU

= - 0,4 SU 10-6 N + 0,9 SU

= SU (0,9 – 0,4 10-6 N)

S/SU = k = 0,9 – 0,4 10-6 N

0,4 10-6 N = 0,9 – k Maka : N = [ (0,9 – k) / 0,4 ] 106

Untuk N > 106 (siklus) :

Sa / Sb = (Nb /Na)R

Dimana :

 Sa : Kekuatan lelah pada umur Na


 Sb : Kekuatan lelah pada umur Nb
 Na : Umur lelah pada kekuatan lelah Sa
 Nb : Umur lelah pada kekuatan lelah Sb
 R : Rasio tegangan = 𝜎min / σmax
KELELAHAN PADA AMPLITUDO BERUBAH (VARIABEL)

Anda mungkin juga menyukai