Anda di halaman 1dari 14

PERTEMUAN 12

KERUSAKAN KERUSAKAN (FAILURE) PADA MATERIAL

Kegagalan yang terjadi pada komponen biasanya disebabkan karena kerusakan


bahan/logamnya. Apabila kerusakan fatal terjadi dan mengakibatkan komponen patah atau
putus sebelum umur rancangan (design lifetime) tercapai, maka komponen tersebut harus
diganti. Penggantian komponen yang dilakukan diluar jadwal, mengakibatkan membengkaknya
biaya produksi dan hal ini harus dihindari. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan
komponen, antara lain faktor mekanis yaitu mulur (creep) yang disebabkan komponen menerima
beban dan/atau suhu tinggi konstan untuk waktu yang lama dan desain yang tidak memadai dari
komponen. Ini adalah tanggung jawab insinyur untuk mengantisipasi kegagalan sekecil mungkin
terhadap insiden di masa depan.
Bahan/logam yang digunakan untuk suatu kompoen yang bekerja dengan beban
dan/atau duhu tinggi yang kontan harus memiliki kekuatan mulur yang tinggi (high creep
strength) atau memiliki sifat laju mulur yang rendah. Adapun tujuan dilakukannya uji mulur
adalah untuk mengetahui kurva mulur suatu bahan kerja, dengan demikian kita dapat memilih
bahan kerja yang sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Sehingga dapat meminimalisir tingkat
kegagalan/rusaknya bahan kerja karena ketidakmampuannya dalam menahan reaksi yang kuat.
Topik yang akan dibahas dalam modul ini meliputi: a. Fraktur sederhana (baik ulet dan mode
rapuh), b. Dasar-dasar mekanisme fraktur (patah), c. Fraktur dampak pengujian, ulet-untuk-
rapuh transisi, kelelahan, dan d. Creep (mulur).

1. Dasar- Dasar Kerusakan


Kerusakan adalah kondisi ketidakmampuan suatu komponen untuk dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Kerusakan tidak harus melibatkan perpatahan (fracture) pada sebuah
komponen. Kondisi umum dari kerusakan material dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1. Apabila
tidak dapat dioperasikan (dijalankan). 2. Masih dapat beroperasi, namun tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. 3. Kerusakan serius atau tidak aman untuk digunakan. Patah sederhana
adalah pemisahan suatu kesatuan menjadi dua bagian atau lebih dalam menanggapi tegangan
yang diberikan yang statis (misalnya, konstan atau perlahan-
lahan berubah dengan waktu) dan pada suhu yang relatif rendah dengan suhu leleh
material. Tegangan yang mungkin terjadi adalah tarik, tekan, geser, atau torsi. Materi ini
akan terbatas patah pada material yang diakibatkan beban tarik uniaksial.
Untuk rekayasa bahan, dua mode fraktur yang mungkin adalah ulet dan rapuh.
Klasifikasi didasarkan pada kemampuan material untuk mengalami deformasi plastik. Bahan
ulet biasanya menunjukkan deformasi plastik besar dengan penyerapan energi tinggi
sebelum patah. Di sisi lain, biasanya ada sedikit atau tidak ada deformasi plastik dengan
penyerapan energi yang rendah menyertai patah getas. Ulet dan rapuh adalah istilah relatif.
Proses fraktur melibatkan dua langkah-retak pembentukan dan propagasi-inrespon
terhadap tegangan yang dikenakan. Modus patah sangat tergantung pada mekanisme
penjalaran retak. Patah ulet ditandai dengan luas deformasi plastik di sekitar retak.
Selanjutnya, proses hasil relatif lambat karena panjang retak diperpanjang. Retak seperti ini
sering dikatakan stabil. Artinya, itu menolak perpanjangan lebih lanjut kecuali ada
peningkatan dalam tegangan. Biasanya akan menjadi bukti yang cukup deformasi kotor di
permukaan yang patah (misalnya, memutar dan merobek). Di sisi lain, untuk patah rapuh,
retak dapat menyebar sangat cepat, dengan sangat sedikit menyertai deformasi plastik.
Retak tersebut dapat dikatakan tidak stabil. Dan perambatan retak, sekali dimulai, akan
terus menjalar seiring bertambah besar nilai tegangannya.

2. Patah Ulet
Permukaan patah ulet akan memiliki ciri khas sendiri baik dari makroskopik maupun
tingkat mikroskopis Gambar 8.1 menunjukkan representasi skematik untuk dua-sifat
berdistribusi patah makroskopik. Konfigurasi yang ditunjukkan pada Gambar 8.1 (a) adalah
ditemukan untuk logam sangat lembut, seperti emas murni dan timah pada suhu kamar,
dan logam lainnya, polimer, dan gelas anorganik pada suhu yang tinggi.

Kondisi patah (Failure) pada gambar 8.1 yaitu:

(a) Patah sangat ulet didimana leher spesimen ke titik.


(b) Patah cukup ulet.
(c) Patah rapuh tanpa deformasi plastik.

Tahapan kondisi patah (Failure) pada gambar 8.2 yaitu:


(a) Leher awal.
(b) Kecil pembentukan rongga.
(c) Koalesensi darirongga untuk membentuk celah.
(d) Retak perambatan.
(e) Patah geser akhir pada 45o sudut relatif terhadap arah tarik.

3. Patah Getas
Patah getas berlangsung tanpa deformasi cukup, dan oleh retak cepat perambatan.
Arah gerakan retak sangat hampir tegak lurus terhadap arah tegangan tarik yang diterapkan
dan menghasilkan permukaan fraktur yang relatif datar. Permukaan fraktur dari bahan yang
gagal dengan cara rapuh akan memiliki mereka pola khas sendiri. Tanda-tanda deformasi
plastik kotor akan absen. Untuk misalnya, di beberapa potongan baja, serangkaian tanda
berbentuk V '' chevron '' dapat membentuk dekat pusat bagian fraktur lintas yang mengarah
kembali ke retak situs inisiasi. Permukaan patah getas lainnya berisi garis atau pegunungan
yang memancar dari asal retak dalam pola seperti kipas. Kedua pola-pola akan cukup jelas
dilihat dengan mata telanjang. Untuk yang sangat keras dan logam halus, tidak akan ada
dilihat pola fraktur. Patah getas bahan amorf, seperti kacamata keramik, menghasilkan
permukaan yang relatif mengkilap dan halus.

4. Prinsip- Prinsip mekanisme patah (Failure)


Patah getas biasanya berbahan ulet, Upaya penelitian yang luas selama masa lalu
beberapa dekade telah menyebabkan evolusi dari bidang mekanika patah. Subjek
memungkinkan kuantifikasi hubungan antara sifat material, tingkat tegangan, kehadiran
kekurangan retak-memproduksi, dan mekanisme penjalaran retak. Insinyur desain kini lebih
siap untuk mengantisipasi, dan dengan demikian mencegah kegagalan struktur. Pusat-pusat
diskusi hadir pada beberapa prinsip-prinsip dasar mekanika patah.
Stres Konsentrasi

kekuatan fraktur yang diukur untuk bahan yang paling rapuh secara signifikan
diperkirakan lebih rendah dari perhitungan teoritis. Perbedaan ini dijelaskan kekurangan
mikroskopis atau retak yang selalu ada dalam kondisi normal di permukaan dan di dalam
interior dari tubuh material. Kekurangan ini adalah kerugian bagi kekuatan fraktur
karena stres diterapkan dapat diperkuat atau terkonsentrasi di ujung, besarnya
amplifikasi ini bergantung pada orientasi retak dan geometri. Fenomena ditunjukkan pada
Gambar 8.8, profil stres di penampang mengandung retak internal. Seperti yang ditunjukkan
oleh profil ini, Pada posisi jauh besarnya stres lokal ini berkurang dengan jauhnya jarak dari
ujung retak.

5. Patah Getas Pada Keramik


Perpatahan sederhana adalah pemisahan material menjadi dua atau lebih sebagai
reaksi terhadap tegangan statis (konstan) dan pada suhu yang relatif rendah terhadap Tm
dari material. Digolongkan berdasarkan pada kemampuan suatu material untuk mengalami
deformasi plastis. Ductile fracture (perpatahan elastic) disertai dengan deformasi yang
signifikan.
Brittle fracture (perpatahan rapuh) sedikit atau tidak ada deformasi plastis, serta
secara tiba-tiba dan kerusakan yang berat atau parah. Kerusakan elastis (ductile) memiliki
deformasi plastis yang luas di sekitar ujung retak. Proses ini berlangsung relatif lambat
(stabil). Retakan tersebut menolak setiap perpanjangan yang ada kecuali terdapat
peningkatan tekanan.
Pada kerusakan rapuh (brittle), retakan dapat menyebar sangat cepat, dengan
sedikit deformasi. Retakan ini lebih tidak stabil dan perambatan retak akan berlanjut tanpa
peningkatan tekanan. Kerusakan intergranular biasanya terjadi karena
penipisan/penurunan unsur chromium pada batas butir atau semacam melemahnya batas
butir akibat serangan kimia, oksidasi, kerapuhan (embrittlement).

6. Kegagalan Pada Polimer


Fraktur kekuatan dari bahan polimer adalah relatif rendah dibandingkan logam dan
keramik. Sebagian aturan umum, modus fraktur di thermosting polimer adalah rapuh.
Dalam istilah sederhana, selama proses fraktur, retak berada didaerah dimana ada
konsentrasi lokal (goresan, takik dan tajam kekurangan). Faktor yang mendukung fraktur
rapuh adalah penurunan suhu, peningkatan nilai ketegangan, kehadiran takik tajam,
ketebalan spesimen peningkatan dan perubahan dari struktur polimer yang menimbulkan
temperatur transisi.
Fatig (Kelelahan )Material
Fatig (kelelahan) merupakan bentuk kegagalan yang terjadi pada struktur yang
disebabkan oleh tegangan dinamic dan berulang. Fatig juga merupakan kerusakan stuktural
lokal dan progresif yang terjadi ketika material dikenakan beban cyclic. Contohnya
jembatan, pesawat terbang, komponen mesin, dll. Kegagalan ini dinamakan fatig karena
kejadian ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Kelelahan/fatig terjadi apabila :
➢ Kegagalan lelah terjadi ketika sebuah bahan telah mengalami siklus tegangan
dan regangan yang menghasilkan kerusakan yang permanen.
➢ Kelelahan dapat terjadi dibawah atau diatas tegangan luluh
➢ Kegagalan lelah pada umumnya meliputi pertumbuhan inti dan penyebaran
dari sebuah retak.
Penyebab kelelahan antara lain sebegai berikut :
➢ Kelelahan yang dikontrol oleh tegangan :
– Lengkung rotasi (rotating bending)
– Getaran (vibration)
– Penekanan (pressurisation)
– Kontak gelinding (rolling contacts)
➢ Kelelahan yang dikontrol oleh regangan
- Siklus termal (thermal cycles)
- Takikan besar (severe notches)
- Terbuka/tertutup
Umur lelah (fatigue life) biasanya 10 siklus. Perkiraan dari jumlah siklus yang dialami oleh
suatu piston mobil lebih dari 100.000 mil (~330.000 km).

Pengukuran Kelelahan :
Struktur presisi (smooth) dan bertakik (notched) :
➢ Kelelahan meliputi pertumbuhan inti dan penyebaran retakan (propagation
of crack).
➢ Karakterisasi dengan umur lelah T-S (Tegangan-Siklus, S-N) atau R-S
(Regangan-Siklus,  - N).
➢ Takikan mengkonsentrasikan tegangan dan regangan.
Struktur retak :
➢ Kelelahan meliputi penyebaran retakan.
➢ Karakterisasi dengan laju pertumbuhan retak lelah (fatigue crack growth
rate).
Tujuan memprediksi umur lelah atau siklus pembebanan maksimum untuk menentukan
umur tak terbatas (infinite life) pada suatu bahan kerja.

7. Tes Impak
Besarnya energi impact (joule) dapat dilihat pada skala mesin penguji. Sedangkan
besarya energi impact dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Eo = W.ho……………………………………………………………………(2.1)
E1 = W.h1……………………………………………………………………(2.2)
∆E = Eo - E1
= W (ho- h1)……………………………………………………….....(2.3)
dari data didapatkan ho = ℓ - ℓcos α
= ℓ (1 - cos α)………………....… (2.4)
h1 = ℓ - ℓcos β

= ℓ (1 - cos β)…………………...…….(2.5)
dengan subtitusi persamaan 2.4 dan 2.5 pada 2.3 di dapatkan :
∆E = W ℓ( cos β - cos α )……………………………………….....…(2.6)
dimana Eo = Energi awal (J)
E1 = Energi akhir (J)
W = Berat bandul (N)
ho = Ketinggian bandul sebelum dilepas (m)
h1 = Ketinggian bandul setelah dilepas (m)
ℓ = panjang lengan bandul (m)
α = sudut awal (o)
β = sudut akhir (o)
Untuk mengetahui kekuatan impact/impact strength (Is) maka energi impact tersebut harus
dibagi dengan luas penampang efektif spesimen (A) sehingga :
Is = ∆E/A
= W ℓ( cos β - cos α )……………………………………………….…(2.7)
Pada suatu konstruksi, keberadaan takik atau nocth memegang peranan yang amat
berpengaruh terhadap kekuatan impact. Adanya takikan pada kerja yang salah seperti
diskotinuitas pada pengelasan, atau korosi lokal bisa bersifat sebagai pemusat tegangan
(stress concentration). Adanya pusat tegangan ini dapat menyebabkan material brittle
(getas), sehingga patah pada beban di bawah yield strength.
Metode pengujian impact dibedakan menjadi 2, yaitu Metode Charpy dan Metode Izod.

8. Tegangan Cyclic dari Fatig

Bentuk –bentuk tegangan yang menyebabkan fatig adalah :


1. Axial (tension-compression)

2. Flexural (bending)

3. Torsional (twisting)

Tipe fluktuasi (stress – time) pembebanan ada tiga macam, yaitu :

➢ Reverse Stress Cycle amplitudonya simetris terhadap zero stress level.


l

Contohnya, besar maksimum tensile stress = besar minimum

compressive stress.

➢ Repeated Stress Cycle, amplitudo besar maksimum tensile stress dan

besar minimum compressive stress tidak simetris terhadap zero stress

level.

➢ Random Stress Cycle, stress level bervariasi secara random dalam

amplitudo dan frekuensinya.


Beberapa parameter fluktuasi stress adalah :

1. Mean Stress (sm)

sm = ½ (smax + smin )

2. Range of Stress

sr = smax - smin

sa = ½ sr

3. Stress Ratio

R = (smin / smax)

9. Kurva S-N

Sifat fatig material dapat diketahui dari hasil laboratorium test simulasi. Pengujian

fatig biasanya mengikuti ASTM Standard E 466. Proses pengujian nya mesti di design

supaya menghasilkan service stress conditions diantaranya :

- Stress level ;

- Time frequency ;

- Stress pattern, dan lain-lain

Contoh. Model pengujian fatig, skema diagram of rotating –bending.

Dalam situasi fatig siklus tinggi, kinerja material umumnya ditandai dengan

kurva S-N, juga dikenal sebagai kurva WOHLER. Ini adalah grafik dari besarnya

tegangan cyclic (S) terhadap skala logaritmik dari siklus kegagalan (N). Kurva S-N

berasal dari tes pada sampel material yang akan dikarakterisasi dimana tegangan

sinusoidal regular diterapkan oleh mesin uji yang juga menghitung jumlah siklus

untuk kegagalan.

10. Kelelahan Bahan Pada Material Polimer

Polimer, seperti polyvinylidene fluoride (PVDF) dan kopolimernya dengan

trifluoroethylene (TrFE) adalah material dielektrik dan feroelektrik. Material ini

menunjukkan loop histeresis jika dikenakan medan listrik yang disiklus. Agar bersifat
piroelektrik, material ini harus mengalami poling. Perlakuan poling atau fatiguing

pada material ini akan mempengaruhi tidak saja sifat feroelektriknya, tetapi juga sifat

dielektriknya, baik pada film yang tebal maupun yang tipis (kurang dari 1 mm). Sifat

dielektrik yang diukur adalah permitivitas dielektrik dan dielectric loss sebagai fungsi

dari frekuensi pada beberapa suhu yang berbeda. Dari hasil pengukuran didapat

bahwa poling atau fatiguing meningkatkan kekristalan dan memperbesar ukuran

kristal. Tetapi, pengaruh fatigue (kelelahan) pada sifat dielektrik material ini hanya

teramati pada frekuensi rendah.

11. Tahap Awal Terjadinya Retakan dan Perambatan Retak

Mekanisme patah lelah terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap awal terjadinya

retakan (crack initiation), tahap penjalaran retakan (crack propagation) serta patah

akhir atau patah statis akibat dari penampang yang tersisa tidak mampu lagi

menerima beban.

Hingga saat ini, mekanisme patah lelah adalah terdiri atas 3 tahap kejadian yaitu :

1. Tahap awal terjadinya retakan (crack inisiation).

2. Tahap penjalaran retakan (crack propagation).

3. Tahap akhir (final fracture).

Karakteristik kelelahan logam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu karakteristik

makro dan karakteristik mikro. Karakteristik makro merupakan ciri-ciri kelelahan yang

dapat diamati secara visual (dengan mata telanjang atau dengan kaca pembesar).

Sedangkan karakteristik mikro hanya dapat diamati dengan menggunakan

mikroskop.

12. Tahap Perambatan Retak

Perambatan retak yang terjadi bila terdapat lebih dari satu lokasi awal retak,

ratchet marks ini merupakan pertemuan beach marks dari satu lokasi awal retak

dengan beach marks dari lokasi lainnya. Tanda garis-garis pantai (beach marks) yang
merupakan tanda penjalaran retakan, mengarah tegak lurus dengan tegangan tarik

dan setelah menjalar sedemikian hingga penampang yang tersisa tidak mampu lagi

menahan beban yang bekerja, maka akhirnya terjadilah patah akhir atau patah statik.

Luas daerah antara tahap penjalaran retakan dan tahap patah akhir secara kuantitatif

dapat menunjukkan besarnya tegangan yang bekerja. Jika luas daerah tahap

penjalaran retakan lebih besar daripada luas daerah patah akhir, maka tegangan

yang bekerja relatif rendah, demikian sebaliknya. Tahap I terjadinya kelelahan logam

yaitu tahap pembentukan awal retak, lebih mudah terjadi pada logam yang bersifat

lunak dan ulet tetapi akan lebih sukar dalam tahap penjalaran retakannya (tahap II),

artinya logamlogam ulet akan lebih tahan terhadap penjalaran retakan. Demikian

sebaliknya, logam yang keras dan getas, akan lebih tahan terhadap pembentukkan

awal retak tetapi kurang tahan terhadap penjalaran retakan. Tahapan perambatan

retakan dalam mekanisme kelelahan logam, membutuhkan waktu sehingga umur

lelah dari komponen atau logam, ditentukan dari ke-2 tahap tersebut (total fatigue

life, NT = fatigue initiation, Ni + fatigue propagation, Np).

13. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Umur Kelelahan

Kelelahan logam diawali dengan pembentukan awal retak dan dilanjutkan

dengan penjalaran retakan hingga komponen mengalami patah. Lokasi awal retak

pada komponen atau logam yang mengalami pembebanan dinamis atau siklik

adalah pada titik daerah dimana memiliki kekuatan yang paling minimum dan atau

pada titik daerah dimana mengalami tegangan yang paling maksimum. Oleh karena

itu untuk memperkirakan umur lelah suatu komponen merupakan suatu hal yang

cukup sulit, hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi

umur lelahnya. Faktor-faktor tersebut adalah :

1. Pembebanan :

a. Jenis beban : uniaksial, lentur, puntir.


b. Pola beban : periodik, random.

c. Besar beban (besar tegangan).

d. Frekuensi siklus beban.

2. Kondisi material :

a. Ukuran butir.

b. Kekuatan.

c. Penguatan dengan larutan padat.

d. Penguatan dengan fasa ke-2.

e. Penguatan regangan.

f. Struktur mikro.

g. Kondisi permukaan (surface finish).

h. Ukuran Komponen.

3. Proses pengerjaan.

a. Proses pengecoran.

b. Proses pembentukan.

c. Proses pengelasan.

d. Proses pemesinan.

e. Proses perlakuan panas.

4. Temperatur operasi.

5. Kondisi lingkungan.

14. Pengaruh Lingkungan


Korosi (perkaratan) merupakan reaksi redoks spontan antar logam dengan zat yang
ada di sekitarnya dan menghasilkan senyawa yang tidak dikehendaki biasanya berupa oksida
logam atau logam karbonat. Korosi terjadi karena sebagian besar logam mudah teroksidasi
dengan melepas oksigen di udara dan membentuk oksida logam. Mudah tidaknya suatu
logam terkorosi dapat dipahami dari deret Volta ataupun nilai potensial elektrode
standarnya, Eo.(sumber: assembly.gov.nt.ca)
Sebagai contoh, logam besi (Fe) dengan potensial elektrode sebesar -0,44 lebih mudah
terkorosi dibandingkan dengan logam emas yang memiliki potensial elektrode standar Eo
sebesar +1,50.
Secara umum korosi logam melibatkan beberapa reaksi sebagai berikut :
1. Reaksi oksidasi logam pada anode :
L → L n+ + ne-
2. Reaksi reduksi pada katode yang mungkin terjadi adalah :
• Reduksi O2 menjadi ion OH- (kondisi netral atau basa)
O2(aq) + H2O(I) + 2e- → 2OH-(aq)
• Reduksi O2menjadi H2O (kondisi asam)
O2(aq) + 4H+(aq) + 4e- → 2H2O(I)
• Evolusi/Pembentukan H2
2H+(aq) + 2e- → H2(g)
• Reduksi Ion Logam
L3+(aq) + e- → L2+(aq)
• Deposisi Logam
L+(aq) + e- → L(s)

Korosi Besi Pada Kondisi Korosi Besi Pada Kondisi


Netral Atau Basa Asam

Reaksi di Anode Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e- Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e-

Reaksi di O2(aq) + 4H+(aq) + 4e-


½ O2(aq) + H2O(I) + 2e- → 2OH-(aq)
Katode →2H2O(I)

15. Sifat Umum Creep


Creep merupakan jenis kegagalan yang terjadi pada temperatur tinggi yang disertai
dengan pembebanan tinggi. Oleh karena itu, fenomena creep ini menjadi sangat penting
dan perlu diperhatikan dalam mendesain bejana tekan reaktor. Proses creep terbagi
menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Primary creep.
b. Secondary creep.
c. Tertiary creep.
Mekanisme yang terjadi pada tahapan creep adalah sebagai berikut :
i. Tahapan pertama kurva mulur adalah kurva transien, dimana laju mulurnya
turun terhadap waktu. Tahap ini disebut mulur primer dimana hambatan mulur
bahan bertambah besar akibat pemulihan (recovery) dari deformasi yang terjadi.
ii. Tahapan yang kedua adalah mulur viskos dengan laju mulur tetap. Tahap mulur
yang kedua ini disebut mulur sekunder, adalah proses dengan laju mulur hampir
tetap. Hal ini disebabkan oleh terjadinya keseimbangan antara kecepatan proses
pengerasan regang dan proses pemulihan (recovery). Oleh karena itu mulur
sekunder biasanya dinyatakan sebagai mulur keadaan seimbang (steady state).
Nilai rata-rata laju mulur selama terjadi mulur sekunder dinamakan laju mulur
minimum.
iii. Tahap mulur ketiga atau mulur tersier terutama terjadi pada uji beban tetap
pada temperatur dan tegangan-regangan yang tinggi. Mulur tersier terjadi
apabila terdapat pengurangan efektif pada luas penampang lintang yang
disebabkan oleh penyempitan setempat atau pembentukan rongga internal.
Mulur tahap ketiga sering dikaitkan dengan perubahan metalurgi tertentu,
seperti pengkasaran partikel endapan, rekristalisasi, atau perubahan difusi dalam
fasa yang ada.
Untuk menentukan kurva mulur rekayasa suatu logam, maka pada benda tarik dikenakan
beban tetap sedang suhu uji dijaga tetap, regangan yang terjadi ditentukan sebagai fungsi
waktu.

16. Efek Tegangan dan Temperatur Creep


Strain pada temperatur dibawah 0.4 Tm setelah initia deformasi akan berlangsung
tanpa tergantung waktu, artinya material tidak akan rusak karena creep. Dengan
peningkatan stress dan temperatur :
1) Terjadi peningkatan strain pada saat diberi tegangan;
2) Stead state creep rate meningkat;
3) Rupture lifetime berkurang.

Rumus dapat dituliskan, dimana steady state sebagai fungsi dari tegangan dan temperatur.

17. Alloys Untuk Penggunaan Pada Suhu Tinggi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi karakteristik mulur pada suatu logam,
yaitu titik leleh, elastisitas, dan ukuran butir. Secara umum titik leleh yang paling tinggi,
elastisitas modulus yang besar serta ukuran partikel besar adalah material yang tahan
terhadap creep.

18. Creep Pada Material Keramik dan Polimer


Material keramik sering mengalami deformasi sebagai akibat pemberian tegangan (ditekan)
pada temperatur tinggi. Secara umum waktu deformasi mulur (creep) pada keramik mirip
dengan material logam. Namun creep yang terjadi pada keramik memiliki temperatur yang
lebih tinggi. Viskoelastik creep adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan fenomena
creep pada material polimer.

Anda mungkin juga menyukai