Anda di halaman 1dari 6

ANALISA KRITIS TERHADAP KITAB-KITAB INJIL NON-KANONIK (2):

INJIL THOMAS
Pendalaman Alkitab GKRI Exodus, 3 April 2007
Yakub Tri Handoko, Th. M.

Manuskrip Injil Thomas dalam bahasa Coptic merupakan salah satu dari penemuan di Nag
Hammadi, Mesir, pada tahun 1945. Manuskrip ini merupakan teks lengkap dari Injil Thomas.
Sejak penerbitan edisi fotografis pertama tahun 1959, manuskrip ini dibagi menjadi 114
logia/perkataan. Injil Thomas baru tersedia untuk konsumsi publik pada tahun 1975.
Berdasarkan usia manuskrip, Injil Thomas bahasa Coptic ditulis tahun 340 M.

Selain penemuan di atas, manuskrip Injil Thomas dalam bahasa Yunani sebelumnya telah
ditemukan pada tahun 1898 di Oxyrhynchus, Mesir, namun manuskrip Yunani ini tidak
selengkap manuskrip Coptic. Tiga manuskrip Yunani ini selanjutnya diberi nama POxy 1
(logia §26-33), POxy 654 (logia §1-7, §30), POxy 655 (logia §24, §36-39, §77). Ketiga
manuskrip ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 200 M.

Mayoritas sarjana berpendapat bahwa versi asli Injil Thomas ditulis dalam bahasa Yunani.
Dengan kata lain, Injil Thomas yang ditemukan di Nag Hammadi hanyalah merupakan
terjemahan kuno dari versi asli Injil Thomas. Pendapat umum ini masih dipersoalkan oleh
beberapa sarjana, karena mereka menganggap versi Coptic yang ada tidak identik dengan
versi Yunani.

Nama “Injil Thomas”

Nama “Injil Thomas” kemungkinan besar didasarkan pada kalimat pertama kitab ini yang
berbunyi “Inilah perkataan-perkataan rahasia yang diucapkan oleh Yesus yang hidup dan
yang dituliskan oleh Didymus Yudas Thomas”. Dalam bagian konklusi versi Yunani juga
terdapat sebuah subscript dengan tulisan euangelion kata Qomas (“kabar baik/injil menurut
Thomas). Berdasarkan nama ini para sarjana menduga kitab tersebut berasal dari bagian
timur Siria, tempat legenda tentang Thomas disirkulasikan.

Kita perlu mengetahui bahwa nama Thomas tidak hanya disangkut-pautkan dengan kitab ini
saja. Ada beberapa kitab lain yang dihubungkan dengan Thomas, misalnya Acts of Thomas,
Infancy Gospel of Thomas maupun The Book of Thomas the Contender. Fenomena ini
membuat para sarjana berdebat tentang rujukan “Injil Thomas” dalam tulisan bapa-bapa
gereja abad ke-3 (Hippolytus dan Origen) dan ke-4 (Cyril dari Yerusalem) yang menyatakan
kitab ini sebagai kitab gnostik yang sesat. Apakah yang dimaksud Hippolytus dalam bukunya
Refutation of All Heresies 5.7.20 adalah Injil Thomas logia §4 atau kitab lain yang memakai
nama Thomas? Apakah larangan di Cathechesis V untuk membaca “Injil Thomas” yang
dianggap Cyril sebagai tulisan pengikut ajaran sesat Manicheanisme ditujukan pada Injil
Thomas atau kitab lain? Solusi paling masuk akal adalah menerima sebutan dua bapa gereja
ini apa adanya. Fakta bahwa yang dikutip oleh mereka tidak identik dengan Injil Thomas
yang ditemukan mungkin harus dipahami sebagai indikasi adanya beragam tradisi/versi
(bukan hanya terjemahan) Injil Thomas (Ralph P. Martin & Peter H. David, “The Gospel of
Thomas” in Dictionary of the Later New Testament and Its Developments). Dugaan ini juga

1/6
bisa menjelaskan kemiripan dan perbedaan yang ada antara Injil Thomas Coptic dan Injil
Thomas Yunani.

Pengaruh penemuan Injil Thomas

Sama seperti kitab-kitab injil non-kanonik lainnya, penemuan Injil Thomas turut memicu
perdebatan para sarjana sehubungan dengan isu tentang tradisi awal kekristenan. Para sarjana
liberal menganggap apa yang tertulis dalam Injil Thomas merupakan salah satu versi
kekristenan yang kemudian didesak dan dimusnahkan oleh kekristenan ortodoks yang
dominan. Khusus berkaitan dengan Injil Thomas, perdebatan menjadi lebih ramai karena
sebagian sarjana liberal – terutama John Dominic Crossan - berpendapat bahwa Injil Thomas
ditulis lebih dahulu daripada kitab injil kanonik (sekitar tahun 50 M).

Berdasarkan dugaan pentarikhan seperti di atas, mereka menganggap Injil Thomas lebih
otoritatif daripada keempat injil kanonik. Injil Thomas juga dapat menjadi sumber utama
dalam menyelidiki Yesus Sejarah (Historical Jesus). Sikap ini paling jelas terlihat dalam
pandangan penganut Jesus Seminar, yaitu kumpulan sarjana dan orang awam yang berusaha
menentukan apakah ucapan dan tindakan Yesus di dalam Alkitab benar-benar berasal dari
Yesus atau hanya sekedar penafsiran para penulis Alkitab. Dalam mengambil keputusan
terhadap suatu teks, penganut Jesus Seminar memberikan otoritas yang lebih kepada Injil
Thomas. Hasil penelitian mereka dipublikasikan dengan judul The Five Gospels: What Did
Jesus Really Say?, di mana yang dimaksud dengan injil kelima adalah Injil Thomas.

Ada beberapa argumen yang mereka paparkan untuk mendukung pentarikhan Injil Thomas
yang lebih awal. Pertama, Injil Thomas berisi banyak tradisi yang tidak terdapat dalam kitab-
kitab injil kanonik. Urutan dalam Injil Thomas pun tidak sama dengan kitab injil kanonik
(Earl Doherty). Menurut estimasi mereka, sekitar separuh dari Injil Thomas tidak ada
kesamaannya dengan catatan Perjanjian Baru. Hal ini dianggap mereka sebagai bukti bahwa
apa yang tertulis dalam Injil Thomas kemungkinan besar berasal dari tradisi lisan secara
langsung. Mereka juga menambahkan bahwa karena tradisi lisan mulai kurang berperan
paruh kedua abad ke-1 M, maka Injil Thomas kemungkinan ditulis sekitar pertengahan abad
ke-1 M.

Kedua, Injil Thomas memuat sebagian perkataan yang ada di dalam Q, yaitu sumber tertulis
hipotetikal yang dipakai oleh Matius dan Lukas. Mereka selanjutnya membagi Q menjadi 3
tingkat sesuai perkembangan dari dokumen ini: Q1, Q2 dan Q3. Berdasarkan penyelidikan
mereka, 37 perkataan dalam Injil Thomas sesuai dengan Q1 dan Q2, sementara tidak ada satu
pun yang sesuai dengan Q3. Karena Q merupakan dokumen kuno yang dipakai oleh para
penulis kitab injil kanonik dan Injil Thomas memuat bahan yang sama dengan Q pada tahap-
tahap awal, maka Injil Thomas pasti ditulis jauh lebih dahulu daripada kitab injil kanonik,
terutama Matius dan Lukas.

Ketiga, Injil Thomas memuat beberapa hal yang bertentangan dengan Injil Yohanes. Menurut
Elaine Pagels dalam bukunya Beyond Belief (2003), beberapa teks dalam Injil Yohanes hanya
dapat dipahami dalam terang Injil Thomas. Menurut dia, Injil Yohanes ditulis untuk
menyerang keberadaan “komunitas Thomas” yang memegang konsep teologi seperti
tercermin dalam Injil Thomas. Ia memberikan contoh dari figur Thomas di Injil Yohanes
yang negatif (11:16; 14:5 dan - terutama – 20:24-29). Kisah tentang Thomas yang
mencucukkan tangannya ke tubuh Yesus dianggap sebagai serangan penulis Injil Yohanes

2/6
terhadap konsep doketisme (ajaran yang menganggap Yesus tidak sungguh-sungguh
memiliki tubuh manusiawi) yang dianut oleh “komunitas Thomas” yang cenderung gnostik.
Karena Injil Yohanes ditulis untuk menyerang “komunitas Thomas”, maka Injil Thomas pasti
ditulis jauh sebelum Injil Yohanes.

Keempat, Injil Thomas memiliki beberapa kesamaan dengan tulisan Paulus awal - terutama
1Korintus, Galatia dan Filipi - yang tidak terdapat dalam kitab-kitab injil kanonik. Hal ini
dianggap sebagai dukungan bagi pentarikhan Injil Thomas yang lebih awal, karena tulisan-
tulisan Paulus tersebut ditulis sebelum empat kitab injil kanonik. Menurut mereka, Paulus
mendapatkan perkataan Yesus dari tradisi yang lebih tua, sama seperti Injil Thomas.

Kelima, Injil Thomas tidak berisi konsep-konsep Gnostisisme abad ke-2 M. Injil Thomas
mengajarkan konsep yang berbeda dengan tulisan-tulisan lain dari Nag Hammadi yang
menyiratkan warna Gnostisisme yang sudah berkembang. Beberapa kosa kata yang tipikal
gnostik abad ke-2 M tidak muncul dalam Injil Thomas, misalnya demiurgh. Selain itu,
seandainya Injil Thomas memang bernuansa gnostik dan ditulis setelah kitab injil kanonik
maka penulisnya pasti akan mengutip ayat-ayat tertentu yang bisa mendukung pandangan
gnostik, misalnya Yohanes 8:58 “Sebelum Abraham ada, Aku selalu ada”.

Keenam, penemuan Injil Thomas bersamaan dengan kitab-kitab Nah Hammadi lain yang
bernuansa gnostik tidak boleh ditafsirkan bahwa Injil Thomas juga bernuansa gnostik, apalagi
Gnostisisme abad ke-2 M. Beberapa tulisan kuno lain yang non-gnostik juga ditemukan di
Nag Hammadi, misalnya tulisan Plato yang berjudul Republic.

Apakah semua argumen di atas cukup untuk membuktikan bahwa Injil Thomas ditulis lebih
dahulu daripada kitab injil kanonik? Seandainya iya, apakah itu berarti bahwa Injil Thomas
lebih berotoritas daripada kitab injil kanonik?

Evaluasi kritis terhadap Injil Thomas

Isu Pentarikhan

Sebelum membahas tentang isu pentarikhan Injil Thomas, kita perlu bertanya lebih dahulu:
“seandainya Injil Thomas memang ditulis sebelum kitab injil kanonik, apakah itu berarti
bahwa Injil Thomas lebih berotoritas?”. Terhadap pertanyaan ini kita pertama-tama harus
mengetahui bahwa pada saat penulisan kitab injil kanonik, beberapa orang sudah mencoba
menuliskan tradisi tentang Yesus. Lukas 1:1-4 secara eksplisit mengindikasikan keberadaan
beberapa tulisan lain tentang Yesus sebelum penulisan Injil Lukas. Penyelidikan para sarjana
pun mengarah pada keberadaan sumber-sumber tertulis tertentu yang dipakai oleh para
penulis kitab injil kanonik. Sebagai contoh, Matius dan Lukas memakai Injil Markus dan Q.
Di luar kitab injil kanonik, kita juga melihat penulis surat Yudas yang mengutip kitab non-
kanonik Assumption of Moses (Yud 1:9) dan 1Enoch (Yud 1:14-15). Pemakaian sumber lain
di luar Alkitab oleh para penulis Alkitab tidak membuktikan bahwa sumber-sumber itu lebih
berotoritas daripada tulisan Alkitab.

Seandainya para penulis kitab injil kanonik memakai Injil Thomas tetapi waktu penulisannya
tetap dalam periode pertengahan abad ke-1 M, maka hal itu tidak terlalu berpengaruh
terhadap otoritas kitab injil kanonik, karena pada saat kitab-kitab itu ditulis para saksi mata
kehidupan Yesus masih hidup sehingga mereka bisa mengecek kebenaran dari yang ditulis.

3/6
Persoalan akan menjadi lain seandainya kitab-kitab injil kanonik dianggap ditulis pada abad
ke-2, sehingga sangat jauh dari peristiwa kehidupan Yesus dan para saksi mata sudah tidak
ada lagi. Interval waktu yang jauh juga berpotensi mengubah cerita, karena menurut hukum
transmisi tradisi, sebuah cerita memang cenderung berkembang, apalagi jika semakin jauh
dari peristiwa aslinya. Pentarikhan kitab injil kanonik pada abad ke-2 M juga berarti kitab-
kitab itu tidak ditulis oleh para rasul, sehingga kitab-kitab itu akan kehilangan wibawa
apostolik, padahal kriteria ini sangat penting dalam proses pengakuan suatu kitab sebagai
firman Allah (kanonisasi).

Walaupun kemungkinan pemakaian Injil Thomas oleh para penulis kitab injil kanonik tidak
membahayakan otoritas Alkitab (sejauh kitab-kitab itu tetap ditulis pada pertengahan abad
ke-1 M), penyelidikan yang teliti dan objektif justru mengarah pada suatu konklusi: penulis
Injil Thomas menggunakan, mengubah dan menggabungkan tradisi tentang Yesus yang
terdapat dalam kitab-kitab injil kanonik.

Hal pertama yang perlu kita ketahui adalah bagian-bagian Injil Thomas yang memiliki
kemiripan dengan separuh lebih kitab-kitab Perjanjian Baru (Matius, Markus, Lukas,
Yohanes, Kisah Rasul, Roma, 1-2 Korintus, Galatia, Efesus, Kolose, 1Tesalonika, 1Timotius,
Ibrani, 1Yohanes, Wahyu). Fenomena ini memang bisa ditafsirkan sebagai dukungan bahwa
semua penulis kitab tersebut memakai Injil Thomas sebagai sumber, namun lebih mudah dan
logis kalau kita berpikir sebaliknya, yaitu Injil Thomas ditulis setelah dan memakai kitab-
kitab tersebut. Hal ini akan menjadi semakin jelas apabila dikaitkan dengan nuansa gnostik
dalam Injil Thomas yang menunjukkan bahwa kitab ini ditulis pada abad ke-2 M (lihat
bagian selanjutnya).

Kedua, beberapa bagian Injil Thomas memiliki kemiripan dengan peredaksian Matius dan
Lukas atas sumbernya (Craig Blomberg, Craig Evans). Seperti sudah disinggung sebelumnya,
Matius dan Lukas memakai sumber tertulis, yaitu Injil Markus dan Q. Kedua penulis tidak
hanya memakai sumber itu apa adanya, tetapi mereka juga mengadakan peredaksian sesuai
dengan tujuan kitab masing-masing. Perbandingan dengan Injil Thomas menunjukkan adanya
kesamaan antara beberapa logia dengan hasil peredaksian tersebut. Fenomena ini – sekali lagi
– memang bisa dilihat sebagai bukti bahwa Matius dan Lukas memakai Injil Thomas pada
bagian-bagian yang mirip tersebut, namun lebih masuk akal apabila kita memandang
sebaliknya.

Ketiga, beberapa bagian Injil Thomas juga memiliki kesamaan dengan sumber khusus yang
dipakai Matius atau Lukas (Craig Evans). Sumber khusus yang ada di Injil Matius atau Injil
Lukas itu dikenal dengan sebutan M (untuk Matius) dan L (untuk Lukas). Sumber khusus ini
adalah sumber lokal yang dimiliki oleh Matius atau Lukas. Lebih mudah untuk melihat
kemiripan antara sumber khusus ini dengan Injil Thomas sebagai bukti bahwa penulis Injil
Thomas mendapatkan sumber khusus ini setelah sumber-sumber itu dipakai dalam Injil
Matius dan Injil Lukas daripada berpikir sebaliknya.

Keempat, beberapa tema umum yang penting dalam masa kekristenan abad ke-1 M tidak
muncul dalam Injil Thomas. Salah satu yang menonjol adalah konsep apokaliptis (kedatangan
Tuhan pada akhir jaman). Pemikiran apokaliptis sudah menjadi wacana umum bagi orang
Yahudi sejak abad ke-2 SM, yang ditandai dengan beredarnya berbagai tulisan apokaliptis
Yahudi. Tren ini juga dianut oleh orang Kristen mula-mula, walaupun konsep mereka tentang
akhir jaman berbeda dengan orang Yahudi lainnya. Konsep apokaliptis Kristiani muncul di

4/6
tulisan awal kekristenan (1Tes 4:13-18) maupun kitab-kitab injil kanonik yang ditulis
setelahnya (Matius 24:44; 25:31; Mar 13:26; Luk 12:40; 21:27). Berdasarkan hal ini, sulit
dimengerti mengapa Injil Thomas tidak menyinggung masalah ini sama sekali (seandainya
memang kitab ini ditulis pada abad ke-1 M). Lebih mudah kita melihat absennya konsep
apokaliptis dalam Injil Thomas sebagai bukti bahwa kitab ini dtulis pada abad ke-2 M atau
ke-3 M ketika konsep apokaliptis tidak lagi menjadi tren di kalangan orang Kristen.

Kelima, Injil Thomas mengajarkan konsep gnostik yang kental sebagaimana ditemukan
dalam kitab-kitab gnostik lain pada akhir abad ke-2 M atau sesudahnya. Begitu kentalnya
nuansa gnostik dalam kitab ini sampai-sampai Graham Stanton dalam bukunya The Gospels
and Jesus mengatakan “pengambilan lapisan gnostik [dari kitab ini] tidak akan pernah
mudah [dilakukan]” (p. 129). Berikut ini adalah beberapa contoh konsep gnostik yang
ditemukan dalam Injil Thomas:
 Penekanan pada wahyu rahasia (kalimat pengantar, §13)
 Keutamaan dibandingkan “Semua” (§2; §77)
 Kritik terhadap dunia sebagai “kemabukan” (§28) dan “kemiskinan” (§3, §29)
 Penolakan terhadap dunia materi (§110)
 Perendahan terhadap wanita (logia §114)

Keenam, dalam banyak kasus terlihat jelas bahwa penulis Injil Thomas memodifikasi teks-
teks kitab Injil kanonik dengan ungkapan-ungkapan yang bernuansa gnostik. Contoh: Injil
Thomas 73 paralel dengan Matius 9:37-38 dan Lukas 10:2, tetapi Injil Thomas 74-75
memiliki tambahan yang sangat gnostik, terutama ayat 75 “Yesus berkata ‘banyak orang
berdiri di depan pintu, tetapi orang yang menyendiri (solitary) yang akan memasuki kamar
pengantin (bridal chamber)”. Ungkapan “menyendiri” dan “kamar pengantin” merupakan
ungkapan khas gnostik.

Yesus Menurut Injil Thomas

Dalam Injil Thomas Yesus ditampilkan terutama sebagai pewahyu surgawi dan
pengejawantahan hikmat yang hanya bisa dipahami oleh beberapa orang saja. Kalimat
pertama dalam kitab ini adalah “inilah perkataan-perkataan rahasia...”. Mereka yang
menerima wahyu khusus ini akan menjadi terkemuka dan mengalahkan orang banyak. Logia
§2 “biarlah dia yang mencari tidak berhenti mencari sampai dia menemukan dan apabila dia
sudah menemukan, dia akan terganggu. Ketika dia telah terganggu, dia akan heran dan
memerintah atas semua”. Dalam logia §13 diceritakan keunggulan pengetahuan rohani
Thomas dibandingkan Petrus dan Matius, sehingga Yesus pun mengatakan kepada Thomas
“Aku bukanlah gurumu, karena engkau telah meminum dan mabuk dari mata air yang sama
yang aku ambil”.

Yesus dalam Injil Thomas bukan hanya memberikan wahyu khusus dan membuat penerima
wahyu menjadi terkemuka, tetapi Yesus juga menjanjikan konsep penyatuan ilahi-insani.
Logia §108 menjanjikan “barangsiapa minum dari mulutku akan menjadi seperti aku; Aku
sendiri akan menjadi orang itu dan hal-hal yang tersembunyi akan dinyatakan kepadanya”.
Penyatuan ini bahkan mencakup hal-hal yang tidak berpirbadi (benda). Logia §77 “Aku
adalah terang yang menyinari segala sesuatu. Aku ada di setiap tempat. Dari aku semua
keluar, kepada aku semua kembali. Potonglah sebuah kayu dan di sana aku ada. Angkatlah
sebuah batu dan kamu akan menemukan aku di sana”.

5/6
Yesus juga ditampilkan sebagai penyelamat, namun konsepnya sangat berbeda dengan ajaran
kitab-kitab injil kanonik. Keselamatan dalam Injil Thomas didasarkan pada usaha sendiri
melalui introspeksi spiritual. Logia §70 “Jika engkau mengeluarkan apa yang ada di
dalammu, apa yang engkau miliki akan menyelamatkan engkau. Jika engkau tidak
mengeluarkannya, apa yang tidak engkau miliki di dalammu akan membunuh engkau”.

Kredibilitas Historis Injil Thomas

Pembahasan dalam bagian “Isu Pentarikhan” telah membuktikan bahwa Injil Thomas ditulis
pada abab ke-2 M (kemungkinan pada akhir abad ke-2 M). Pentarikhan ini bukan hanya
menyangkal wibawa apostolik dalam Injil Thomas, tetapi juga menunjukkan bahwa kitab ini
ditulis jauh setelah kehidupan Yesus. Dari peredaksian kitab ini terlihat bahwa Injil Thomas
merupakan karya seorang penulis yang tidak dikenal yang berusaha mengubah dan
mengumpulkan tradisi tentang Yesus dalam kitab-kitab kanonik sehingga menghasilkan
sebuah kitab yang sangat bernuansa gnostik.

Jenis literatur Injil Thomas yang hanya berisi perkatan-perkataan tanpa rujukan tempat dan
waktu yang spesifik menunjukkan bahwa penulisnya tidak serius dengan historisitas. Selain
itu, sifat pembicaraan yang rahasia semakin meneguhkan ketidakseriusan tersebut. Hal ini
sangat berbeda dengan kitab-kitab injil kanonik yang cenderung memberikan keterangan
tempat, waktu maupun saksi mata.

Rendahnya kredibilitas historis Injil Thomas juga dapat dilihat dari beberapa logia yang tidak
mungkin berasal dari ajaran Yesus pada awal abad ke-1 M. Contoh: Logia §53 mencatat
tentang perkataan Yesus yang menyiratkan ketidakmutlakan sunat secara lahiriah. Ucapan ini
sangat mungkin tidak berasal dari Yesus, karena pada jaman Yesus hidup belum banyak
petobat dari kalangan non-Yahudi, sehingga sunat atau tidak bersunat belum menjadi isu
pelik. Bahkan kitab-kitab injil kanonik yang ditulis tahun 60-an (setelah injil diterima
berbagai bangsa) pun tidak menyinggung ucapan Yesus tentang sunat sama sekali, walaupun
pada tahun 60-an sunat sudah menjadi isu (band. Kis 15:1; Gal 5:6, 11; 6:12, 15). #

6/6

Anda mungkin juga menyukai