Anda di halaman 1dari 13

BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)

PENGANTAR
Dalam suatu pelatihan biasanya selalu diawali dengan materi Building Learning
Commitment (BLC). BLC selalu ditaruh diawal pelatihan untuk menyiapkan peserta siap
mengikuti pelatihan. Mungkin tiap fasilitator atau lembaga pelatihan punya versi sendiri-
sendiri dalam mengampu materi ini. Jumlah jam pelajaran (JP) sangat mempengaruhi
jumlah dan lamanya pokok bahasan dari pada BLC, kisarannya antara 2-10 JP@ 45
menit .

PENDAHULUAN
Keberhasilan sebuah proses pelatihan antara lain ditentukan oleh interaksi yang baik
antara peserta dengan fasilitator. Semangat yang kuat untuk belajar dari peserta
pelatihan dan didukung kemampuan menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan dari fasilitator merupakan kombinasi yang mutlak diperlukan untuk
mencapai hasil yang maksimal dari sebuah pelatihan. Target belajar dapat diukur
melalui perubahan sikap dan kemampuan peserta setelah proses pelatihan.
Sebaliknya ketidakmampuan peserta memahami dengan baik materi dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan ketrampilan merupakan indikator kurang berhasilnya proses
pelatihan. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran dalam pelatihan adalah
metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran dan andragogi
belum diterapkan secara maksimal.
Materi ini membahas secara sederhana tentang konsep pembelajaran orang dewasa dan
konsep dasar membangun komitmen dalam pembelajaran. Bahan ajar ini disusun
dengan tujuan agar peserta pelatihan mampu memahami konsep dasar pembelajaran
orang dewasa dan konsep dasar serta pentingnya membangun komitmen dalam
pembelajaran. Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu
menciptakan pembelajaran yang kondusif agar semua pihak memperoleh manfaat
secara maksimal dari proses pembelajaran.

1|Building Learning Commitment


APA ITU BLC?
Menilik arti BLC jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti
membangun komitmen belajar. Komitmen belajar tentunya dari peserta
dalam mengikuti pelatihan. Kesuksesan pelatihan ditentukan oleh peserta,
panitia dan fasilitator. Dalam kaitannya dengan BLC, yang dibangun adalah
kesuksesan pelatihan dari unsur peserta. Maka dalam BLC perlu ditekankan
komitmen peserta dalam mengikuti pelatihan.
Yang perlu diketahui adalah bagaimana komitmen belajar mereka dalam
mengikuti pelatihan dan motivasi dari fasilatator agar mereka mempunyai
komitmen belajar selama mengikuti pelatihan. Komitmen adalah janji atau
kesanggupan yang pasti untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu. Maka diawal BLC peserta juga ditanya apa keinginan, tujuan,
motivasi mereka mengikuti pelatihan. Jika mereka sangat membutuhkan
pelatihan tersebut, tentu motivasi mereka mengikuti pelatihan sangat tinggi
dan mereka akan serius mengikuti pelatihan sampai selesai. Tetapi motivasi
peserta pelatihan bervariasi, ada yang karena diperintah atasan (baik suka
atau tidak suka), refreshing karena ingin keluar dari rutinitas kerja,
mendapat teman baru, bisa jalan-jalan (apalagi kalau pelatihannya di tempat
tertentu yang dekat dengan daerah wisata, seperti Jogja, Denpasar, Mataram,
Manado, Batam, dsb.), mendapat tambahan penghasilan karena diakhir
pelatihan di-sanguni oleh panitia, dan lain-lain motiv. Dari motiv yang
bermacam-macam itu, fasilitator harus berusaha agar peserta mempunyai
motiv yang sama dan satu, yaitu bahwa pelatihan tersebut sangat penting
dan bermanfaat dan akan berusaha untuk mengikuti pelatihan sampai
selesai.
Agenda dalam BLC biasanya terdiri dari: perkenalan, ice breaking, pemilihan
pengurus kelas, harapan dan kesepakatan norma-norma selama pelatihan.
Dalam literatur lain, dalam BLC juga disampaikan tentang gaya belajar
peserta, seperti auditori, visual dan kinestetik. Jika waktunya cukup, gaya

2|Building Learning Commitment


belajar bisa disampaikan dalam BLC. Gaya belajar seseorang mempengaruhi
efektivitas belajarnya.

BLC adalah:
 Suatu proses pembelajaran untuk mempersiapkan peserta guna
mengikuti proses belajar secara individual, kelompok dan menyeluruh,
yang mengubah diri kearah positif baik secara intelektual maupun
emosional.
 Merupakan suatu proses membangun komitmen peserta diklat untuk
mengikuti proses belajar secara individual, kelompok maupun bersama
secara menyeluruh dalam upaya mengembangkan wawasan, intektual
maupun emosional.

Tujuan BLC:
 Menghilangkan kecemasan/ketegangan dan jarak antara peserta dengan
peserta, antara peserta dengan panitia, antara peserta dengan fasilitator.
 Membangun suasana pergaulan yang informal
 Menciptakan suasana persiapan pembelajaran yang kondusif dan
menyenangkan
 Mendorong peserta baik secara individual maupun kelompok siap untuk
belajar kelompok

Latar belakang adanya BLC:


 Situasi kerja yang rutin sangat berbeda dengan situasi belajar.
 Lingkungan kerja yang berbeda dengan lingkungan diklat.
 Peserta umumnya belum saling kenal
 Peserta sangat heterogen dalam hal latar belakang: pendidikan, sosial
ekonomi, jenis kelamin, umur, suku, pendidikan, sosial ekonomi, jenis
kelamin, umur, agama, dan lain-lain
 Karakteristik peserta berbeda baik fisik maupun psikis.

3 |Building Learning Commitment


Perkenalan dan ice breaking
Di awal BLC yang sering dilakukan adalah perkenalan antar peserta.
Fasilitator BLC biasanya MOT (Master of Training) pelatihannya (sekarang
dikenal dengan Pengendali Diklat/PD). Sehingga selain saling kenal antar
peserta, juga antar peserta dengan MOT dan panitia. Teknik perkenalan
macam-macam, diantaranya:
1. Peserta dibagi beberapa kelompok kecil, misalnya dari 30 peserta dibagi
menjadi 3 kelompok @ 10 orang. Perkenalan dilakukan dalam kelompok
dulu misalnya tiap orang menyebutkan identitas dirinya seperti nama,
pendidikan terakhir, tempat/tanggal lahir, instansi, alamat rumah.
Setelah perkenalan dalam satu kelompok, dilanjutkan perkenalan dengan
anggota kelompok lain; salah satu anggota kelompok memperkenalkan
anggota kelompoknya kepada kelompok lain. Setelah selesai
diperkenalkan, fasilitator meminta kelompok lain menyebutkan anggota
kelompok tadi. Perkenalan dilanjutkan ke kelompok lain yang belum
memperkenalkan anggotanya. Fasilitator menanyakan kepada peserta
yang bisa menyebutkan identitas semua peserta. Dalam proses
perkenalan ini ada peserta yang langsung bisa mengingat/hafal semua
temannya dalam satu kelas, tetapi juga ada yang belum mampu
semuanya. Dalam proses pembelajaran dihari berikutnya mereka secara
alami akan mengenal teman-teman sekelasnya dengan lebih akrab lagi,
apalagi bila sering terjadi interaksi seperti dalam diskusi kelompok. Agar
peserta lebih mengenal satu dengan lainnya, panitia harus merubah
lokasi duduk peserta dengan memindah table name yang ada di tiap meja
peserta.
2. Tiap peserta diberi potongan kertas. Dia harus mencari potongan kertas
lainnya dari teman lainnya yang akan membentuk suatu bentuk,
misalnya bulatan. Tiap bulatan bisa dibagi menjadi 5 potongan untuk 5
orang. Maka 5 orang tersebut harus mencari potongan yang sesuai agar

4 |Building Learning Commitment


bisa membentuk bulatan. Setelah menjadi bulatan, ke 5 orang itu saling
memperkenalkan diri. Dilanjutkan dengan perkenalan dengan kelompok
lainnya.
3. Hampir mirip dengan di atas, tiap peserta diberi sepotong kertas yang
berisi 1 kata. Dia harus mencari potongan kertas dari teman lainnya yang
akan membentuk suatu kalimat, misalnya pribahasa. Jika kalimat
tersebut sudah lengkap, para anggotanya saling memperkenalkan diri.
Kemudian dilanjutkan dengan perkenalan kelompok lainnya.
4. Fasilitator berdiri di tengah lingkaran peserta sambil membawa 1 bola
tenis, kemudian memberikan/melemparkan bola tenis kepada salah satu
peserta. Peserta yang mendapatkan bola memperkenalkan dirinya.
Setelah memperkenalkan diri, dia melempar bola tenis kepada teman
lainnya. Yang mendapat bola, memperkenalkan dirinya. Demikian
seterusnya sampai semua peserta mendapat bola dan memperkenalkan
dirinya.
5. Bila peserta telah saling mengenal, masing-masing memperkenalkan
temannya dengan kesan/pendapatnya yang positif dan unik dan spesifik
tentang teman yang telah dikenalnya itu. Seterusnya secara bergantian,
saling memperkenalkan. Satu orang hanya boleh memperkenalkan satu
orang saja, dan harus orang yang berbeda dengan sebelumnya. Waktu
dibatasi agar tidak berkepanjangan. Lakukan evaluasi, siapa di antara
peserta yang dapat menyebutkan kembali nama yang telah diperkenalkan
tadi sebanyak-banyaknya. Berikan hadiah untuk merayakan.
Agar peserta tetap saling kenal setelah selesai pelatihan, diakhir pelatihan
sebaiknya panitia memberikan biodata semua peserta pelatihan. Ada juga
peserta yang berinisiatif membentuk grup WA (whatsapp) pelatihan.
Supaya antar peserta lebih akrab perlu dicairkan dengan game-game yang
fun. Suasana yang gembira akan mempermudah peserta mengikuti
pembelajaran selanjutnya. Belajar akan lebih efektif bila dalam suasana hati
yang gembira. Beberapa game diantaranya:

5 |Building Learning Commitment


1. Seven bom
Peserta membuat lingkaran. Fasilitator menjelaskan peserta yang dapat
nomor urut 7 dan kelipatannya mengucapkan ‘bom’ (ada juga yang
menggantinya dengan mengucapkan namanya). Fasilitator bebas
menunjuk nomor urut 1 dari mana saja. Peserta yang salah atau tidak
mengucapkan ‘bom’ supaya keluar dari lingkaran. Terakhir akan muncul
1 orang pemenang.
2. Birthday line up
Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok sekitar 10
orang. Tiap kelompok supaya berbaris dari depan ke belakang. Fasilitator
menginstruksikan kepada kelompok untuk mengurutkan barisannya
sesuai dengan yang diperintahkan, misalnya diurutkan menurut umur,
tinggi badan, berat badan, nomor sepatu, dsb. Urutan bisa dari yang
terbesar ke terkecil atau dari terkecil ke terbesar. Contoh instruksi: “Yang
paling berat badannya ada di belakang!” Jika urutan sudah benar peserta
supaya berjongkok atau mengangkat jari tangannya dan fasilator
mengecek kebenaran urutan tersebut.

PERLUNYA PEMBELAJARAN
Dalam andragogi, peserta pelatihan diibaratkan bukan gelas yang kosong,
tetapi gelas yang sudah terisi, dengan isi yang tidak selalu sama. Pada
peserta yang merasa senior, status sosialnya tinggi, pendidikannya lebih
tinggi dari fasilitator, ada kalanya ‘aku’nya muncul, sehingga ada perasaan
lebih baik, lebih pintar, lebih tahu, lebih menguasai dari si fasilitator.
Fasilitator BLC harus memotivasi peserta agar terbuka dan mau belajar,
diantaranya:
1. Selama pelatihan supaya ‘mengosongkan’ gelas yang sudah terisi itu agar
bisa diisi oleh para fasilitator.

6|Building Learning Commitment


Gambar 1: Peserta pelatihan bukanlah gelas yang kosong, tetapi gelas yang
sudah terisi dengan volume dan jenis yang berbeda.

Gambar 2: Selama pelatihan mereka supaya mengosongkan isi gelasnya,


agar bisa diisi berbagai materi dari fasilitator.

Gambar 3: Setelah selesai pelatihan, gelas mereka menjadi bervariasi,


selain karena adanya masukan dari fasilatator juga sharing dari para
peserta.

7|Building Learning Commitment


2. Fasilitator terdiri dari beragam pendidikan, kompetensi dan karakter.
Tekankan dengan mengatakan: unjhur ma qila wala tanjhur manqola
(lihat/dengarkan apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang
mengatakan). Artinya supaya peserta tidak pilih-pilih fasilitator, dimana
fasilitator yang bagus didengarkan, yang tidak bagus dibiarkan.
3. Hindari merasa diri lebih baik dari fasilitator. Ceritakan kisah iblis yang
tidak mau taat pada perintah Allah ketika diminta sujud kepada Adam
seperti tercantum di dalam Alquran surat Shood ayat 76. Ketika itu iblis
mengatakan: ana khoyrumminhu (saya lebih baik dari dia/Adam), karena
kholaqtani minnarin wa kholaqtahu min thin (saya terbuat dari api
sedangkan Adam dari tanah). Jika peserta sudah merasa lebih baik dari
fasilitator, maka dia sudah terkena virus iblis. Akhirnya akan menjadi
manusia yang sombong, angkuh, taqobur dan akhirnya meremehkan
fasilitator.
4. Dalam upaya pengembangan diri, diperlukan komitmen untuk terus
menerus belajar dalam kondisi apapun, mengingat proses belajar tidak
mengenal batas waktu (long live learning). Prof. Prahalad menyatakan “If
you don’t learn, you don’t change, you will die”. Setelah menjadi pegawai
tidak lantas berhenti belajar, tetapi tetap harus belajar, termasuk melalui
pelatihan. Never stop learning. Pantun di bawah ini bisa memotivasi
peserta agar mau belajar:

Main gitar pakai akar kedongdong


Mau pintar … belajar dulu dong.

5. Anda adalah orang yang beruntung yang terpilih mengikuti pelatihan ini.
Ada orang yang untuk mengikuti pelatihan ini harus membayar dengan
biaya yang besar. Tapi kalau Anda … gratis. Bahkan dikasih uang saku,
uang harian, uang transport, lumpsum. Uang itu bisa digunakan untuk
berbagai hal. Selama pelatihan disediakan akomodasi (penginapan,

8 |Building Learning Commitment


makan) gratis. Pelatihan ini akan meningkatkan karier dan kapasitas
Anda sebagai seorang pegawai.

Belajar adalah memasukkan informasi ke dalam memori (sistem daya ingat).


Selama proses pembelajaran, tidak selalu semua informasi yang disampaikan
fasilitator bisa diserap oleh peserta. Untuk itu peserta diminta membuat
“Jurnal Harian” atas proses pembelajaran yang telah diberikan setiap
harinya, yaitu peserta diminta memberikan catatan, ungkapan maupun
kesimpulan dengan membuat rangkuman jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut :
 Kejadian apa saja yang dialami dan diamati selama proses pembelajaran;
 Apa saja yang dirasakan atau bagaimana perasaan peserta selama
mengikuti pembelajaran;
 Pengalaman baru yang mempunyai kesan mendalam;
 Kesan manfaat belajar apa yang dapat diperoleh yang berpengaruh bagi
karier Anda kedepan;
 Manfaat apa yang mungkin dapat diterapkan dalam pertumbuhan atau
perkembangan organisasi peserta.
Dengan membuat Jurnal Harian, peserta otomatis akan membuat catatan-
catatan dari materi yang diberikan fasiliator. MOT bisa memeriksa dan
menandatangani buku jurnal harian peserta. Ini sebetulnya merupakan
teknik mengingat dengan ‘pengulangan’ berupa catatan.
Selain itu ada yang memakai teknik refleksi, yaitu merangkum materi sehari
sebelumnya. Refleksi biasanya dilakukan per kelompok yang terdiri dari
beberapa orang. Namun pengamatan kami, saat refleksi tidak semua peserta
aktif mendengarkan temannya yang refleksi.
Jika materi yang sudah diberikan ingin bertahan lama, maka harus diberikan
pengulangan SEGERA setelah selesai mempelajari sesuatu selama 5-10
menit; dilanjutkan sehari, seminggu, 1-3 bulan setelah mempelajari sesuatu
selama 5-10 menit saja.

9 |Building Learning Commitment


Untuk memberi semangat selama pelatihan, ada kalanya diberi yel-yel. Maka
yel-yel sebaiknya dimasukkan dalam BLC karena akan dipakai terus sampai
pelatihan selesai. Yel-yel tidak hanya satu, bisa dibuat beberapa variasi. Yel-
yel walaupun sederhana tetapi mempunyai tingkat “penyembuh” yang paling
baik dibanding jenis lain. Dengan melakukan yel-yel selain konsentrasi
menjadi pulih kembali, juga dapat menumbuhkan semangat yang tinggi dari
peserta pelatihan untuk melanjutkan pelatihan. Selain itu yel-yel juga
terbukti efektif untuk menanamkan esprit de corp atau kekompakan tim
dalam suatu pelatihan. Yel-yel sebaiknya diucapkan dengan suara yang
keras, baik oleh fasilitator maupun peserta. Contoh yel-yel:
Fasilitator menyapa Peserta menjawab

Halo Hai

Hai Halo
Apakabar Luar biasa
Selamat pagi Siap-siap/buka mata
Selamat siang Kerja keras/buka telinga
Selamat sore Terima gaji/buka hati
Selamat malam Enak tenan/buka semua
Kita kembali ke… Laptop
Are you ready? Yes

PEMILIHAN PENGURUS KELAS


Selama pelatihan, panitia biasanya membutuhkan pengurus kelas untuk
menjembatani proses komunikasi panitia dengan semua peserta pelatihana.
Ketua kelas membantu panitia agar proses pembelajaran dapat berjalan

10 | B u i l d i n g L e a r n i n g C o m m i t m e n t
lancar dan sukses. Misalnya jika pembelajaran sudah semestinya dimulai
tetapi peserta masih ada yang di luar kelas, ketua kelas
memanggil/mengingatkan mereka. Bila ada sesuatu yang perlu
diinformasikan, panitia cukup berhubungan dengan pengurus kelas. Bila
ada tugas yang harus diselesaikan, cukup dikumpukan di pengurus kelas
dan panitia tinggal mengambilnya di pengurus kelas. Tetapi seringkali
peserta menghindar menjadi pengurus kelas. Yang sering terjadi adalah
saling menunjuk. Fasilitator BLC harus pandai menyiasati suasana kelas
yang demikian. Bisa saja membuat kelas dalam beberapa kelompok, dan tiap
kelompok mengajukan 1 perwakilannya sebagai pengurus kelas. Kemudian
diadakan pemilihan dengan suara terbanyak sebagai ketua kelas, yang lebih
sedikit suaranya sebagai sekretaris. Kadangkala tidak perlu ada pemilihan,
tetapi para calon ini ada yang pingsut pakai jari, yang menang sebagai ketua
kelas. Di akhir pelatihan, adakalanya panitia memberi nilai tambah kepada
pengurus kelas dalam penilaian/evaluasi peserta.

HARAPAN DAN NORMA-NORMA DALAM PELATIHAN


Dalam mengikuti pelatihan, peserta mempunyai harapan. Harapan ini
menjadi tugas panitia, MOT dan fasilitator untuk mewujudkannya. Selain itu
ada norma-norma yang harus ditaati bersama oleh peserta, baik di dalam
kelas maupun luar kelas. Peserta diminta membuat norma-norma yang
disepakati, dipatuhi dan dihormati bersama. Beberapa norma yang perlu
disepakati diantaranya tentang pakaian, jam kehadiran, pemakaian
handphone dan laptop, di ruang kelas, ruang makan, dll. Ketua kelas bisa
memimpin diskusi tentang norma ini. Peserta diberi kesadaran bahwa selama
pelatihan tidak diberi kebebasan 100%, tetapi tetap terikat dengan
norma/aturan untuk tercapainya tujuan pembelajaran dalam pelatihan.
Kelas dalam suatu diklat dapat dianggap sebagai kelompok sosial yang
memiliki batasan dan aturan yang perlu ditaati oleh semua anggota yang
tergabung di dalamnya agar tujuan pembelajaran yang merupakan

11 | B u i l d i n g L e a r n i n g C o m m i t m e n t
kepentingan bersama tercapai dengan sebaik-baiknya dan berkualitas. Di
dalamnya ada norma-norma yang mengandung nilai. Sesuatu yang dilarang
norma berarti mengandung nilai buruk bagi kelompok, sedangkan yang
diharuskan dan dituntut untuk ditaati dan dilaksanakan mengandung nilai
baik. Norma merupakan aturan main yang perlu ditaati dan semua anggota
kelompok harus komit terhadap norma yang disepakati bersama.
Kelompok sosial yang baik adalah kelompok yang setiap anggotanya memiliki
komitmen tinggi, saling menghormati, saling menghargai dan bekerja sama
untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok sosial yang baik diliputi oleh
suasana kebersamaan yang hangat dan keakraban yang wajar antar
anggotanya. Semua peserta memiliki komitmen tinggi bersedia untuk
mengubah dirinya, mengubah sikapnya, mengubah perilaku dan
kebiasaannya demi tercapainya tujuan pembelajaran dengan kualitas
memuaskan.

PENUTUP
BLC menjadi bagian penting dalam pelatihan guna mempersiapkan peserta
mengikuti pelatihan. Mengingat jumlah waktu/jam pelajaran yang tidak
sama pada tiap BLC, maka fasilitator harus bisa membagi dan mengelola
waktu yang tersedia dengan sebaik-baiknya, karena waktu yang tersedia
menentukan pokok bahasan yang akan disampaikan dalam BLC.

12 | B u i l d i n g L e a r n i n g C o m m i t m e n t
Referensi:
Lembaga Administrasi Negara, Bahan Diklat Bagi Pengelola Diklat: Building
Learning Commitment (BLC), Cetakan 2, Jakarta, 2009

http://aneka-wacana.blogspot.com/2012/06/contoh-penutup-pidato-yang-
baik.html#ixzz2WYtcKcXT akses 17 Juli 2019

surjadi.files.wordpress.com/2010/02/2-kajian-paradigma.docx akses 17
Juli 2019

http://www.slideshare.net/kyuzri/building-learning-commitment akses 17
Juli 2019

http://anismuyasaroh.blogspot.com/2012/11/blc-building-learning-
commitment.html akses 17 Juli 2019

http://arachman.com/wp-content/uploads/2012/11/BUKU-1-TEKNIK-
MENGAJAR.pdf akses 17 Juli 2019

http://kantinrasamala-traditionaltaste.blogspot.com/2009/08/ana-
khoirun-minhu.html akses 17 Juli 2019

http://apakabarpsbg.wordpress.com/2008/10/23/ice-breaking-tips-2-
menjadi-fasilitator-idola/ akses 17 Juli 2019

13 | B u i l d i n g L e a r n i n g C o m m i t m e n t

Anda mungkin juga menyukai