Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh Suhu dan Salinitas terhadap Potensi Budidaya Teripang di

Kepulauan Karimunjawa
Alfath Islami
Jurusan Sains, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Jl. Ahmad Yani No 117, Surabaya
Email : alfathislami@gmail.com

Abstrak
Teripang merupakan salah satu hewan dari filum Echinodermata yang memiliki
peranan secara ekologis maupun ekonomis, secara ekologis teripang berperan yaitu sebagai
deposit feeder, sehingga dapat mengolah substrat yang ditempatinya dan sebagai penyedia
pangan dalam bentuk telur-telur, larva dan juwana teripang, bagi biota laut pemangsa di
sekitarnya (Darsono 2007). Sedangkan secara ekonomis teripang peran ekonomis bahan
makanan yang memiliki kandungan nutrisi yang sangat tinggi. Dalam kondisi kering,
teripang mengandung protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%, kadar abu 8,6%,
dan karbohidrat 4.8% (Martoyo et al. 2006). Budidaya teripang mempunyai prospek yang
cukup baik untuk dikembangkan karena permintaan pasar yang menjanjikan dan
mempunyai nilai ekonomi tinggi. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.
161/Menhut/1988, Kepulauan Karimunjawa ditunjuk sebagai taman nasional dengan luas
wilayahnya sekitar 111.625 Ha, terdiri dari luas daratan 7.033 Ha dan luas perairan 104.592
Ha. Kawasan Taman Nasional Laut. Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data
sekunder. Pengumpulan data dilaksanakan melalui studi literatur. Data yang dibutuhkan
pada penelitian ini yaitu Data sebaran suhu permukaan laut di kepulauan Karimunjawa dan
Data Kelimpahan dan Keanekaragaman Teripang di kepulauan Karimunjawa. didapatkan
bahwasnya sebaran suhu permukaan laut dan salinitas di kepulauan Karimunjawa pada
tahun 2012 dan 2013 tidak berbeda signifikan, pada tahun 2012 didapatkan sebaran suhu
permukaan laut antara 30 - 30.5 oC dan pada tahun 2013 didapatkan sebaran suhu
permukaan laut antara 30 – 31 oC. Kemudian pada tahun 2012 didapatkan salinitas antara
32 psu sampai 32.2 psu, dan meningkat dengan bertambahnya kedalaman hingga mencapai
32.8 psu pada dekat dasar perairan kemudian pada tahun 2013 didapatkan salinitas 31 – 33
psu. didapatkan kelimpahan relatif teripang di Karimunjawa senilai 100% sehingga
kelimpahan teripang di kepulauan Karimunjawa tegolong melimpah dan indeks
keanekaragaman pada stasiun A sebesar 1,532 sehingga tergolong sedang dan pada stasiun
B sebesar 0,585 sehingga tergolong rendah. Berdasarkan parameter suhu dan salinitas dapat
dikatakan Kepulauan Karimunjawa sangat berpotensi untuk budidaya teripang

Kata kunci : Suhu, Salinitas, Budidaya, Teripang, Karimunjawa.


Pendahuluan
Dari segi ekonomi, teripang termasuk hewan konsumsi yang mahal. Harga teripang
pasir misalnya, untuk sekilonya dibandrol Rp. 1.500.000 (Uji M, 2014). Hal ini
menyebabkan potensi perikanan tangkap teripang di Indonesia menurun akibat overfishing.
Budidaya teripang mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan karena
permintaan pasar yang menjanjikan dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pasaran utama
teripang dari Indonesia adalah Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan, Cina, Thailand,
Singapura dan Malaysia. Bentuk produk yang dipasarkan yaitu teripang kering, otot kering
dan teripang kripik yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tingginya nilai ekonomi
komoditi teripang karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian
kandungan nutrisi teripang dalam kondisi kering terdiri dari protein 82%, lemak 1,7%,
kadar abu 8,6% dan karbohidrat 4,8% (Martoyo, 2000). Upaya optimalisasi pemanfaatan
pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan disektor perikanan tangkap dan budidaya laut
memegang peran yang sangat penting karena: (1) sumber devisa negara; (2) pemasok
kebutuhan protein hewani; dan (3) penyerap tenaga kerja (Dirjen, Perikan 2006). Empat
dari 27 pulau yang terdapat di Kepulauan Karimunjawa sudah ditetapkan sebagai zona
pemanfaatan yang dapat dikelola masyarakat sebagai kawasan budidaya yaitu, Pulau
Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Menjangan Besar, Pulau Menjangan Kecil, Pulau
Parang, dan Pulau Nyamuk (Kartawijaya, et al., 2004).

Berkurangnya suhu meningkatkan densitas, viskositas dan kapasitas dari air untuk
melarutkan gas-gas yang ada dalam air laut. Semua perubahan ini memiliki efek yang
signifikan terhadap organisme yang hidup di dalam laut (Yuana, 2002). Oleh karena itu
diperlukan analisa mengenai pengaruh suhu dan salinitas terhadap kelimpahan dan
keanekaragaman teripang di kepulauan Karimunjawa guna mengetahui potensi budidaya
teripang di perairan laut Karimunjawa sebagai solusi untuk mengurangi overfishing
teripang di Indonesia.

Tinjauan Pustaka
Teripang merupakan salah satu hewan dari filum Echinodermata yang memiliki
peranan secara ekologis maupun ekonomis, secara ekologis teripang berperan yaitu sebagai
deposit feeder, sehingga dapat mengolah substrat yang ditempatinya dan sebagai penyedia
pangan dalam bentuk telur-telur, larva dan juwana teripang bagi biota laut pemangsa di
sekitarnya (Darsono 2007). Sedangkan secara ekonomis teripang peran ekonomis bahan
makanan yang memiliki kandungan nutrisi yang sangat tinggi. Dalam kondisi kering,
teripang mengandung protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%, kadar abu 8,6%,
dan karbohidrat 4.8% (Martoyo et al. 2006).
Teripang hidup tersebar di beberapa perairan laut, termasuk di Indonesia. Habitat
teripang berupa ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang, mulai dari zona intertidal
sampai kedalaman 20 meter. Secara umum teripang memerlukan lingkungan yang tidak
tercemar. Beberapa parameter lingkungan yang mempengaruhi keberadaan teripang adalah
suhu, pH, kekeruhan air, oksigen terlarut, arus laut, penetrasi cahaya, salinitas air, substrat,
nitrat, nitrit, ortofosfat, kebutuhan oksigen biologis, dan zat padat tersuspensi (Aziz 1997).

Penyebaran hidup teripang sangat luas dan paling banyak ditemukan di wilayah
Indo-Pasifik Barat. Panjang teripang sekitar 5-40 cm dan pada saat hidup bobotnya dapat
mencapai 500 g (Wibowo et al., 1997), sedangkan menurut Bandaranayake dan Rocher
(1999) panjang teripang dapat mencapai 60 cm dengan bobot 2 kg. Adapun anatomi
teripang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Penampang melintang teripang (Hegner dan Engemann , 1968)

Usaha budidaya teripang sudah berhasil dilakukan dibeberapa lokasi di Indonesia,


salah satunya di kabupaten buton, Sulawesi Tenggara. Dengan pendapatan atau biasa
disebut Net Farm Income sejumlah 67.500.000/musim.

Kepulauan Karimunjawa, secara geografis, terletak antara 5' 40" - 5' 57" LS dan
110' 4" - 110' 40" BT, berada di perairan Laut Jawa yang jaraknya ± 45 mil laut dari kota
Jepara, termasuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Dati
II Jepara. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 161/Menhut/1988, Kepulauan
Karimunjawa ditunjuk sebagai taman nasional dengan luas wilayahnya sekitar 111.625 Ha,
terdiri dari luas daratan 7.033 Ha dan luas perairan 104.592 Ha kawasan taman nasional
laut.

Meningkatnya permintaan pasar akan produk perikanan seperti ikan, udang,


kekerangan, dan rumput laut mendorong usaha penangkapan atau pengumpulan hasil laut
dilakukan secara lebih intensif dan tidak bertanggung jawab. Akibatnya adalah kelestarian
sumber daya perairan menjadi terganggu. Adanya kecenderungan negative oleh karena
aktivitas penduduk kawasan tersebut mengharuskan Taman Nasional Laut Karimunjawa
untuk mengakomodir dua kegiatan yang saling bertentangan, yaitu melindung sumber daya
hayati yang ada di dalam kawasan konservasi dan memberikan kesempatan bagi
masyarakat lokal untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui pemanfaatan hasil
laut. Salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam mengatasi permasalahan ini adalah
pengembangan budidaya laut.

Metode Penelitian
Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder. Pengumpulan data
dilaksanakan melalui studi literatur. Data yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu :

1. Data sebaran suhu permukaan laut di kepulauan Karimunjawa


2. Data Kelimpahan dan Keanekaragaman Teripang di kepulauan Karimunjawa
Identifikasi masalah

Perumusan masalah dan Tujuan Penelitian

Pengumpulan Data
Data sebaran suhu permukaan laut dan
salinitas di kepulauan Karimunjawa

Data Kelimpahan dan Keanekaragaman


Teripang di kepulauan Karimunjawa

Analisa dan interpretasi data


Mengkorelasikan data sebaran suhu
permukaan laut terhadap
kelimpahan dan keanekaragaman
teripang di kepulauan Karimunjawa

Kesimpulan dan Saran

Gambar 2. Flowchart Meknisme Penelitian


Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian oleh Dinda et al, pada tahun 2012 didapatkan data
sebaran suhu dan salinitas di perairan laut Karimunjawa sebagai berikut :

Gambar 3. Grafik Distribusi Suhu dan Salinitas Terhadap Kedalaman


Dari gambar grafik di atas dapat diketahui hubungan antara suhu, salinitas dan
kedalaman, semakin besar nilai kedalaman, nilai suhunya semakin rendah karena
berhubungan dengan sinar matahari. Semakin kedalam intensitas cahaya matahari yang
didapat semakin berkurang. Sedangkan untuk salinitas semakin kedalam semakin besar
nilainya karena berhubungan dengan evaporasi dan presipitasi, di permukaan salinitasnya
lebih rendah dibandingkan dengan yang di kolom air atau di dasar perairan karena di
permukaan curah hujannya lebih tinggi. Hasil pengukuran CTD dari 13 stasiun untuk suhu
dan temperatur dapat dilihat pada Gambar 1. Profil suhu dan salinitas berbentuk menegak
seluruh stasiun. Pada permukaan suhu berkisar antara 30°C sampai 30.5°C. Sebaran
terbesar terlihat pada kedalaman 30 meter, berkisar antara 29°C sampai 29.9°C, untuk
kedalaman di dekat dasar suhu relatif sama yaitu pada 28.8°C. Salinitas pada semua stasiun
terlihat hampir sama pada setiap stasiun, berkisar antara 32 psu sampai 32.2 psu, dan
meningkat dengan bertambahnya kedalaman hingga mencapai 32.8 psu pada dekat dasar
perairan.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Fadli et al (2013) pada Pantai Pancuran Belakang
Kepulauan Karimunjawa Jepara Jawa Tengah. Didapatkan sebanyak 6 jenis teripang. Jenis-
jenis teripang tersebut diantaranya Holothuria atra, Holothuria scabra, Bohadschia
marmorata, Holothuria fuscocinera, Sticopus vastus dan Pearsonothuria graffei. Pada
stasiun A didapatkan kelimpahan individu teripang sebanyak 37 ind/ 300 m2. Untuk
Holothuria atra sebanyak 13 ind/ 300 m2, Holothuria scabra sebanyak 7 ind/ 300 m2,
Bohadschia marmorata sebanyak 7 ind/ 300 m2, Holothuria fuscocinera sebanyak 6 ind/
300 m2 dan Sticopus vastus sebanyak 4 ind/ 300 m2. Sedangkan untuk Pearsonothuria
graffei tidak ditemukan pada lokasi tersebut. Pada stasiun B didapatkan kelimpahan
individu teripang sebanyak 11 ind/ 300 m2 dari dua jenis spesies teripang yang ditemukan.
Speseies tersebut diantaranya yaitu Holothuria atra sebanyak 8 ind / 300 m2 dan
Pearsonothuria graffei sebanyak 4 ind/ 300 m2.

Adapun didapatkan kelimpahan relatif teripang pada lokasi penelitian yaitu pada
stasiun A kelimpahan relatifnya sebesar 100 % yang dimana Holothuria atra sebesar 35,13
%, Holothuria scabra sebesar 18,51 %, Bohadschia marmorata sebesar 18,51%, Holothuria
fuscocinera sebesar 16,21 % dan Sticopus vastus sebesar 10,81 %. Sedangkan untuk
Pearsonothuria graffei tidak ditemukan pada lokasi tersebut. Pada daerah stasiun B
didapatkan kelimpahan relatifnya sebesar 100 % dari dua jenis spesies yang ditemukan di
lokasi tersebut. Jenis teripang tersebut diantaranya Holothuria atra sebesar 72,72 % dan
Pearsonothuria graffei sebesar 27,27 %. kemudian didapatkan indeks keanekaragaman
teripang pada stasiun A sebesar 1,532 dan pada stasiun B sebesar 0,585. Hal tersebut
menyatakan bahwa indeks keanekaragaman teripang pada stasiun A dalam kisaran sedang
dan pada stasiun B menyatakan bahwa indeks keanekaragaman teripang dalam kisaran
rendah.
Parameter kualitas air sangat mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang dan
kelimpahan teripang. Pengukuran parameter kualitas air yang diukur diantaranya suhu air,
kedalaman, salinitas, pH dan kecerahan. Hasil Pengukuran suhu air yaitu pada stasiun A
dan stasiun B berkisar antara 30 – 31 0C. Teripang membutuhkan kisaran suhu perairan
yang ideal untuk menunjang kehidupan di dalam ekosistem tempat dimana teripang akan
berkembang dengan baik. Menurut Sutaman (1992), bahwa suhu yang baik untuk
kehidupan teripang berkisar antara 22 0C – 32 0C, maka berdasarkan pernyataan tersebut,
kisaran suhu air pada lokasi penelitian masih sangat ideal untuk menunjang kehidupan
teripang. Selain untuk menunjang kehidupan teripang, suhu air juga harus menunjang
ekosistem terumbu karang, dimana tempat tempat teripang tersebut hidup. Menurut
Nybakken (1986), bahwa karang akan tumbuh baik pada suhu 25 – 29 0C dan masih
memiliki toleransi sampai dengan suhu 40 0C. Pengukuran salinitas perairan pada lokasi
sampling yaitu pada stasiun A dan stasiun B mendapatkan hasil yaitu 31 – 33 psu. Setiap
jenis terumbu karang mempunyai batas untuk menolerir kadar salinitas masing-masing
untuk menunjang kehidupan dari terumbu karang tersebut. Dahuri (2001), menyatakan
bahwa banyak spesies karang peka terhadap perubahan salinitas yang besar. Umumnya
terumbu karang tumbuh dengan baik disekitar wilayah pesisir pada salinitas 30 – 35 psu.
Teripang yang hidup didalam ekosistem terumbu karang juga memiliki kadar toleransi
terhadap salinitas. Menurut Sutaman (1992), bahwa salinitas yang baik untuk kehidupan
teripang berkisar antara 26 – 33 psu.

Dari kedua hasil penelitian tersebut didapatkan bahwasnya sebaran suhu permukaan
laut dan salinitas di kepulauan Karimunjawa pada tahun 2012 dan 2013 tidak berbeda
signifikan, pada tahun 2012 didapatkan sebaran suhu permukaan laut antara 30 - 30.5 oC
dan pada tahun 2013 didapatkan sebaran suhu permukaan laut antara 30 – 31 oC, sehingga
dapat dikatakan bahwasanya suhu permukaan laut di kepulauan Karimunjawa cukup baik
untuk dilaksanakannya budidaya teripang, mengingat suhu yang baik untuk kehidupan
teripang berkisar antara 22 0C – 32 0C (Sutaman, 1992). Kemudian pada tahun 2012
didapatkan salinitas antara 32 psu sampai 32.2 psu, dan meningkat dengan bertambahnya
kedalaman hingga mencapai 32.8 psu pada dekat dasar perairan kemudian pada tahun 2013
didapatkan salinitas 31 – 33 psu, hal ini menunjukan bahwasanya salinitas di kepulauan
Karimunjawa sangat berpotensi untuk dilaksanakannya budidaya teripang, mengingat
menurut Sutaman (1992) salinitas yang baik untuk kehidupan teripang berkisar antara 26 –
33 psu. Hal ini didukung oleh hasil penelitian oleh Fadli et al (2013) dimana didapatkan
kelimpahan relatif teripang di Karimunjawa senilai 100% sehingga kelimpahan teripang di
kepulauan Karimunjawa tegolong melimpah dan indeks keanekaragaman pada stasiun A
sebesar 1,532 sehingga tergolong sedang dan pada stasiun B sebesar 0,585 sehingga
tergolong rendah.
Kesimpulan
Berdasarkan parameter suhu dan salinitas dapat dikatakan Kepulauan Karimunjawa
sangat berpotensi untuk dilaksanakannya budidaya teripang, hal ini sesuai dengan data
sebaran suhu dan salinitas yang diambil pada tahun 2012 yang dilakukan oleh Dinda et al
yaitu berkisar antara 30°C sampai 30.5°C dan 32 psu sampai 32.2 psu kemudian dan pada
tahun 2013 hasil penelitain yang dilaksanakan oleh Fadli et al suhu berkisar antara 30 – 31
o
C dan salinitas berkisar antara 31 – 33 psu. Yang mana telah diketahui suhu dan salinitas
yang baik untuk kehidupan teripang berturut-turut berkisar antara 22 – 32 oC dan 26 – 33
psu (Sutaman,1992). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada tahun 2013 oleh Fadli et al
dilihat dari kelimpahan relatif teripang di kepulauan Karimunjawa yang mencapai 100%
yang artinya Melimpah kemudian indeks keanekaragaman teripang mencapai 1,532 yang
artinya termasuk kategori sedang.
Daftar Pustaka

Aziz, A. 1997. Status penelitian teripang komersial di Indonesia. Oseana. 22 (1) : 9 –19.
Bandaranayake WM, Rocher AD. 1999. The role of secondary metabolites and pigments
in the diet, epidermal tissues, viscera, gut content, and ripe ovaries of the sea
cucumber Holothuria atra. Australian Institute of Marine Science.
Dahuri, R, Rais, J., Ginting, S.P., dan Sitepu, M.J.. 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Darsono P. 2007. Teripang (Holothuroidea): Kekayaan alam dalam keragaman biota
laut. Oseana 32 (2): 1-10.
Dinda, Yusuf M, Sugianto DN. 2012. Karakteristik Arus, Suhu dan Salinitas di
Kepulauan Karimunjawa. J-Oce Undip. 2 (1) : 186-196
Dirjen Perikanan, 2006. Laporan Tahunan Statistika Perikanan Sultra. Kendari
Fadli M, Suryanti, Ruswahyuni. 2013. Kelimpahan Jenis Teripang (Holothuroidea) di
Rataan Terumbu Karang dan Lereng Terumbu Karang Pantai Pancuran
Belakang Pulau Karimunjawa Jepara. Diponegoro Journal of Maquares. 3 (2) :
288-297
Hegner RW, Engemann JG. 1968. Invertebrate Zoology. 2nd edition. New York:
Macmillan Publ. Co., Inc.
Kartawijaya, T., Wibowo, J.T., Ardiwijaya, Pardede, S.T., Herdiana, Y., Hidayat, A.,
Sudarsono. 2004. Kajian Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Bagian dari
Proses Untuk Mewujudkan Pengelolaan Bersama. BTNK. Jawa Tengah.
Martoyo. J. 2000. Budidaya Teripang. Penebar Swadaya. Jakarta
Martoyo, J., N. Aji, dan T. Winanto, 2006, Budidaya Teripang, Cet. 6, edisi revisi,
Penebar Swadaya,Jakarta.
Nybakken, J.W. 1986. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. (Penerjemah : M.
Eidman; Koesoebiono; Dietrich; Hutomo; dan Sukardjo). PT. Gramedia, Jakarta.
Sutaman. 1992. Petunjuk Praktis Budidaya Teripang. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.45
hlm
Uji M, Aat. 2014 Mengambil Manfaat dari Hewan dan Tumbuhan Laut. Mitra Edukasi
Indonesia
Wibowo S, Yunizal, Setiabudi E, Erlina MD, Tazwir. 1997. Teknologi Penanganan dan
Pengolahan Teripang (Holothuridea). Jakarta: IPPL Slipi.

Anda mungkin juga menyukai