Anda di halaman 1dari 4

KISAH PENGUSAHA GAGAL (IBU HAYATUN DENGAN USAHA

PENJUALAN KERAJINAN KUE)

Ibu Hayatun adalah salah satu dari sekian banyak orang yang pernah merasakan
suksenya jadi seorang pengusaha. Beliau pernah sukses berwirausaha dalam bidang kuliner
khususnya kue. Beliau merupakan orang lombok asli. Saat ini beliau tinggal di desa Ombe
Baru kecamatan Kediri, kabupaten Lombok Barat. Ibu Hayatun memulai usaha kue ini pada
tahun 2012. Usaha ini merupakan usaha yang pertama kali dibuka oleh ibu Hayatun. Alasan
mengapa beliau memilih usaha ini pada saat itu, karena beliau mengaggap bahwa usaha ini
akan berkembang degan cepat karena di desa-desa sangat jarang orang yang bisa membuat
kue, selain itu masyarakat juga lebih memilih untuk membeli daripada membuat sendiri
karena dianggap lebih praktis. Dipilihnya usaha ini oleh ibu Hayatun, selain karena dilihat
dari peluangnya, melalui usaha ini ibu Hayatun juga bisa menyalurkan hobinya yaitu
memasak dan membuat kue.
Awal mula ibu Hayatun menjual kue ini adalah saat ada tetangganya yang akan
mengadakan acara hajatan. Tetangganya tersebut meminta tolong kepada ibu Hayatun untuk
membuatkanya kue sebagai makanan yang akan dihidangkan pada saat acara hajatan. dengan
senang hati beliau menerima permintaan tersebut. Dengan modal Rp 100.000 ibu Hayatun
menggunakannya untuk membeli bahan bahan yang akan digunakan untuk membuat kue
bolu, sedangkan alat-alat yang digunakan merupakan milik temannya karena saat itu ibu
Hayatun masih belum mempunyai alat untuk membuat kue sendiri. Keterampilan ibu
Hayatun dalam membuat kue didapatkannya melalui beberapa pelatihan yang sering sekali di
adakan di desa nya. Dari modal Rp 100.000 ini ibu Hayatun dapat membuat 4 kue bolu. Dari
4 kue bolu yang beliau buat, beliau mendapatkan keuntungan 5.000 dari tiap kue yang
dibuatnya. Merasa kue bolu yang dibuat oleh ibu Hayatun cukup enak dan tidak kalah dengan
kue yang di jual di pasaran akhirnya mulai banyak tetangganya yang memesan kue dari ibu
Hayatun.
Awalnya ibu Hayatun hanya membuat kue jika ada yang memesan, namun beberapa
dari pelanggannya ini mulai ada yang menjual kembali kue yang dibuat oleh ibu Hayatun ini.
Karena pelanggan ini hampir memesan setiap hari, beliau akhirnya memberanikan diri untuk
mulai membuka usaha penjualan kue. Bermodal uang Rp 1.500.000 yang ibu Hayatun
dapatkan dari tabungannya sendiri, ibu Hayatun mulai membeli beberapa peralatan dan bahan
untuk membuat kue seperti mixer, oven, tepung terigu, gula pasir, telur, cetakan, mika dan
lain-lainnya. Ibu Hayatun pun menjual kue buatannya di sebuah toko kecil di pinggir jalan.
Toko ini bukan lah milik ibu Hayatun namun milik saudaranya yang sudah lama tidak
ditempati. Cara promosi yang digunakan yaitu dari mulut ke mulut. Proses pembuatan kue ini
dibantu oleh saudara dan 3 keponakan ibu Hayatun, meskipun dibantu oleh keluarganya
sendiri beliau teteap memberikan upah. Upah yang diberikan kepada saudara dan keponakan
berkisar 20% sampai 25% dari hasil penjualan.
Meskipun hanya dengan sebuah took kecil dipinggir jalan, rata-rata keuntungan bersih
yang didapatkan ibu Hayatun sekitar Rp 1.000.000 setiap bulan, namun keuntungan bersih
yang diperoleh tiap bulannya tidak selalu sama, tergantung pada banyak tidaknya kue yang
dibeli. Meskipun demikian, dari usaha ini beliau dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun pada bulan Ramdhan terutama menjelang hari raya keuntungan yang didapatkan ibu
Hayatun bisa mejadi 2 kali lipat, karena pada bulan ini pembeli kue ibu Hayatun menjadi
semakin banyak. Tidak hanya kue bolu yang ibu Hayatun jual, tetapi ibu Hayatun juga mulai
menjual kue lainnya seperti kue kukus, putu ayu, dan sarang semut agar pembelinya tidak
bosan.
Di setiap usaha yang dijalani seseorang, pasti pernah menemui kendala. Begitu pula
dengan usaha yang dijalani oleh ibu Hayatun, kendala yang ibu Hayatun jumpai adalah
melonjaknya harga bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kue seperti telur dan gula
pasir. Untuk menghindari kerugian yang semakin besar akibat semakin meningkatnya harga
produksi, ibu Hayatun mulai menaikkan harga kue yang beliau jual. Naiknya harga jual ini
juga disebabkan karena pada proses pembuatan kue tersebut, ibu Hayatun menggunakan
bahan-bahan yang berkualitas dan juga alami. Kenaikan harga jual kue ini menyebabkan
konsumen yang membeli kue ibu Hayatun menjadi berkurang. Selain itu, sudah mulai banyak
juga orang yang membuka usaha kue seperti yang dijual oleh ibu Hayatun dengan harga yang
lebih murah. Harga murah yang ditawarkan oleh pedagang lain belum tentu menggunakan
bahan-bahan yang berkualitas dan alami seprti ibu Hayatun, banyak juga pedagang curang
yang menambahkan beberapa zat kimia ke kue yang dijualnya misalnya dengan memberikan
pewarna yang bukan pewarna untuk makanan agar kuenya terlihat menarik maupun pemanis
buatan agar kue yang dibuatnya semakin manis tanpa perlu menggunakan gula yang banyak.
Mulai berkurangnya pembeli, membuat keuntungan yang didapatkan ibu Hayatun semakin
sedikit. Sehingga untuk menghindari kerugian yang lebiih besar lagi ibu Hayatun akhirnya
lebih memilih untuk menutup usahanya pada tahun 2013. Tips-tips yang diberikan ibu
Hayatun agar usaha yang kita jalani tetap bertahan adalah kita harus benar-benar bisa
memanfaatkan peluang yang ada, pintar dalam memilih tempat penjualan, tekun, sabar,
pantang menyerah dan kejujuran serta kerja keras adalah kunci utamanya. Meskipun ibu
Hayatun sudah menutup tokonya, namun beliau masih menyimpan alat-alat yang digunakan
untuk membuat kue. Saat ini ibu Hayatun masih mengumpulkan modal untuk membuka usaha
penjualan kue, dan beliau berencana untuk membuat toko kue di tempat yang lebih strategis.
Kisah Sukses Dewi Tanjung Sari mengolah Daun Kering menjadi Barang
Kerajinan Souvenir

Sebagai anak yatim sejak kecil, anak semata wayang ini telah terlatih hidup mandiri sejak masa
kanak-kanak. Ibunya yang saat itu bekerja sebagai pembantu rumah tangga, menguatkan
keinginannya agar kelak mampu menjadi anak yang dapat mensejahterakan ibunya.
Berwirusahalah dengan gigih, penuh ketekunan, tidak gampang menyerah, dan selalu menyikapi
segala keadaan dan kebutuhan dengan kreatif, dan memiliki mimpi sukses. Dewi Tanjung Sari (33)
adalah tipe orang yang gigih memperjuangkan cita-citanya sebagai pewirausaha sukses. Ia telah
memulai usaha sejak awal kuliah di Program Diploma III, Universitas Brawijaya Malang,
kemudian mengembangkan usahanya dengan berbagai kendala dan hambatan, melanjutkan kuliah
lagi di jurusan yang sama di IKIP Budi Utomo.
Semua berawal dari keinginannya untuk mencari uang, membantu ibunya yang saat itu mulai
membuka warung, dan berjualan kecil-kecilan untuk biaya hidup dan kuliahnya. Sejak masuk
kuliah di Program Diploma Univeristas Brawijaya, tahun 2003, Dewi sering sepulang kuliah
mencari daun-daun kering, limbah yang banyak berserakan di kampusnya untuk digunakan
berbagai produk kerajinan.
Daun-daun kering tersebut dibersihkan, kemudian dikeringkan dan dibentuk menjadi pigura foto,
kotak pensil, undangan, dan bentuk kerajinan lainnya. Modal untuk membuat kerajinan tersebut
juga tidak banyak, hanya Rp. 50 ribu. Hasil kerajinan tersebut ia jual kepada teman-teman di
kampusnya. Bahkan dalam sebuah pameran produk kerajinan yang diadakan dikampusnya,
kerajinan milik Dewi yang dijual seorang teman ternyata habis terjual.
Suatu hari di tahun 2005, ia bertemu dengan seseorang yang menjadi eksportir produk-produk
kerajinan yang terbuat dari berbagai limbah. Ia kemudian memperoleh pesanan pembuatan
kerajinan dari daun kering berbagai bentuk cukup banyak. Dari sinilah awal usahanya berkembang.
Semula semua kegiatan ia lakukan sendiri, namun karena permintaannya cukup banyak ia
kemudian melibatkan 16 orang karyawan lepas yang sebagian besar adalah para tetangganya untuk
membuat produk kerajinan pesanan untuk ekspor tersebut.
Namun diluar dugaan, tahun 2007 perusahaan eksportir yang biasa memesan hasil kerajinan
kepadanya ternyata bangkrut. Dewi bingung bagaimana harus mengelola orang dan produk yang
sudah dibuat. Ia juga berfikir bagaimana melanjutkan usahanya.
Untuk sementara ia menghentikan kegiatan produksi dan mencoba memasarkan sendiri produknya
ke berbagai teman. Ia juga memajang produk di warung ibunya, yang berhadapan dengan sebuah
kantor. Saat ada orang yang belanja di warung ibunya dan tertarik dengan salah satu produk hasil
kerajinan produk Dewi. Tamu tersebut kemudian memesan sebanyak 750 pcs dengan harga
Rp1500/pcs yang akan digunakan untuk merchandise perkawinannya. Bukan main senangnya.
Saat itulah ia menyiapkan produk merchandise dan memberinya label sendiri dengan label De
Tanjung. Pada label tersebut tercantum telepon, alamat, serta website yang dibuatnya secara
sederhana. Selain itu ia juga menitipkan produk-produknya ke Gramedia, pusat-pusat kerajinan
dengan cara penjualan konsinyasi, hasilnya cukup laku di pasaran.
Ia juga rajin menghadiri event fashion show serta wedding expo yang diadakan di berbagai kota
untuk mengetahui tren serta perkembangan terbaru dalam industri yang berkaitan dengan wedding.
Bahkan secara periodik Dewi juga bekerjasama peragawati untuk melakukan pameran souvenir dan
kartu undangan perkawinan. Hal ini ia lakukan karena pernak-pernik, souvenir dan kartu undangan
perkawinan sudah menjadi lifestyle, khususnya untuk kalangan menengah atas. Untuk memberikan
layanan sesuai anggaran pelanggan, anak tunggal pasangan alhamrhum Adi dan Suharti ini
menyediakan aneka produk dari harga Rp3ribu hingga Rp50 ribu per pcsnya.
Untuk memperluas dan skala bisnis, Dewi telah mengembangkan usahanya dengan sistem
Franchise, dan sebagian besar mitranya adalah para pelanggannya yang kini sebagai franchisee di
Malang, Bontang, Palu, Bekasi, Cirebon, bahkan Papua.
Omzet usahanya juga kian meningkat dari Rp. 650 juta pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp.
935juta pada tahun 2009, dan tahun 2010 lalu omzetnya tembus mencapai Rp. 1,1 miliar dengan
keuntungan bersih mencapai Rp. 273juta.
Sebuah kebanggaan bagi Dewi, kini ia mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi 52 orang yang
bekerja dari usahanya. Sebagian besar keryawannya adalah anak-anak muda yang berada di sekitar
tempat tinggalnya.“Bagi saya karyawan-karyawan inilah yang membantu usaha saya berkembang
lebih besar,” ujarnya.
Kesuksesan yang berhasil diraih Dewi sekarang ini, tidak terlepas dari besarnya tekad yang Ia
miliki dan keberaniannya untuk segera mencoba segala usaha. Semoga informasi kisah sukses
pengusaha yang berhasil mengembangkan ide kreatif, peluang usaha sukses mengolah limbah jadi
rupiah ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca dan menginspirasi seluruh masyarakat
Indonesia untuk segera memulai usaha. Maju terus industri kreatif Indonesia dan salam sukses.

Anda mungkin juga menyukai