Bedah-Iskandar Japardi37 PDF
Bedah-Iskandar Japardi37 PDF
Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Dipandang dari sudut waktu dan berat ringannya cedera otak yang terjadi,
proses cedera otak dibagi:
1. Proses primer
Ini adalah kerusakan otak tahap pertama yang diakibatkan oleh
benturan/proses mekanik yang membentur kepala. Derajat kerusakan
tergantung pada kuatnya benturan dan arahnya, kondisi kepala yang
bergerak/diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer
mengakibatkan fraktur tengkorak, perdarahan segera dalam rongga
tengkorak/otak, robekan dan regangan serabut saraf dan kematian langsung
neuron pada daerah yang terkena
2. Proses sekunder
Merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan timbul karena
kerusakan primer membuka jalan untuk kerusakan berantai karena
berubahnya struktur anatomi maupun fungsional dari otak misalnya
meluasnya perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berlanjut, iskemia
fokal/global otak, kejang, hipertermi.
Insult sekunder pada otak berakhir dengan kerusakan otak iskemik yang
dapat melalui beberapa proses:
Gambar-1: Tanda panah menunjukkan tempat dan arah pukulan. (dikutip dari
Adams)
Pasien yang sadar pada saat diperiksa bisa dibagi dalam 2 jenis:
1. Simple head injury (SHI)
Pasien mengalami cedera kepala tanpa diikuti gangguan kesadaran, dari
anamnesa maupun gejala serebral lain. Pasien ini hanya dilakukan
perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi. Keluarga
dilibatkan untuk mengobservasi kesadaran.
2. Kesadaran terganggu sesaat
Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan
pada saat diperiksa sudah sadar kembali. Pemeriksaan radiologik dibuat
dan penatalaksanaan selanjutnya seperti SHI.
o Pernafasan (Breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau
perifer. Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula
oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik
hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada,
edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan
pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan
pemberian oksigen kemudian cari danatasi faktor penyebab dan kalau
perlu memakai ventilator.
o Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan
sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial,
kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat
perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai
tamponade jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya
adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung
danmengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch
atau darah
b. Pemeriksaan fisik
Setalh ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil,
defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik
pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap
perburukan dari salah satu komponen diatas bis adiartikan sebagai
adanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi
penyebabnya.
c. Pemeriksaan radiologi
3. Terapi diuretik
o Diuretik osmotik (manitol 20%)
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan
otak normal melalui sawar otak yang masih utuh kedalam
ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis pemberiannya
harus dihentikan.
Cara pemberiannya :
Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5
gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24-48 jam. Monitor
osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm
o Loop diuretik (Furosemid)
Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat
pembentukan cairan cerebrospinal dan menarik cairan
interstitial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol
mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik
serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv
4. Terapi barbiturat (Fenobarbital)
Terapi ini diberikan pada kasus-ksus yang tidak responsif terhadap
semua jenis terapi yang tersebut diatas.
Cara pemberiannya:
Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam
selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan
dosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg
selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari.
5. Streroid
Pengobatan:
o Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari
o Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila
cendrung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan <40
mg/jam. Setiap 6 jam dibuat larutan baru oleh karena tidak stabil. Bila
setelah 400 mg tidak berhasil, ganti obat lain misalnya Fenitoin.
Cara pemberian Fenitoin, bolus 18 mg/KgB/iv pelan-pelan paling cepat
50 mg/menit. Dilanjutkan dengan 200-500 mg/hari/iv atau oral
Profilaksis: diberikan pada pasien cedera kepala berat dengan resiko
kejang tinggi, seperti pada fraktur impresi, hematom intrakranial dan
penderita dengan amnesia post traumatik panjang
h. Komplikasi sistematik
o Infeksi: profilaksis antibiotik diberikan bila ada resiko tinggi infeksi
seperti: pada fraktur tulang terbuka, luka luar dan fraktur basis kranii
Adams RD. Principles of neurology. 6th ed vol.2 New York: McGraw Hill, 1997:
874-901
Andradi S. Simposium cedera kranio serebral, 199
Cohadon F. The concept of secondary damage inbrain trauma, in ischemia in
head injury. Proceedings of 10th Europe Congress of Neurosurgery,
1995:1-7
Graham DI. Neuropathology of brain injury in neurology and trauma.
Philadelphia : WB Sounders, 1996: 53-90
Jenneth B. management of head ijnury. Philadelphia; FA Davis, 1981
Judson JA. Management of severe and multiple trauma, in TE Oh(ed). Sydney :
Butterworth, 1990: 422-426
Kelly DF. General principles of head injury management. New York: McGraw Hill,
1996
Marshall SB. Neuroscience and critical care, pathophysiology and management.
Philadelphia: WB Sounders, 1990: 169-213
Martin NA et al. Characterization of cerebral hemodynamic phase following
sever head trauma: hypoperfusion, hyperemia and vasospasm. J.
neurosurgey, 1997(87): 9-19
Reilly P. Pathophysiology and management of severe close injury. London:
Chapman & Hall Medical, 1997
Robertson et al. Oxygen utilization and cardiovasculer function in head patients.
Neurosurgery 1996 (15):307-314
Teasdale G. Pathological and clinical evidence of ischemic brain damage in brain
trauma. London : Chapman & Hall Medical, 1995:21-29
Thomson WA. Severe head injury, in TEOH (ed) Sydney: Butterworth, 1990:
427-431