Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Kefarmasian Indonesia

Artikel Riset Vol.6 No.1-Feb. 2016:30-38


p-ISSN: 2085-675X
e-ISSN: 2354-8770

Evaluasi Penggunaan Antibiotik dengan Metode Gyssens pada Pasien


Stroke Rawat Inap di RSUD Koja secara Retrospektif
(Periode KJS dan BPJS)

Evaluation of Antibiotic used with Gyssens Method on Stroke Inpatient at RSUD Koja
using Retrospective Approach (KJS and BPJS period)

Fransiska Sitompul*, Maksum Radji, Anton Bahtiar

Magister Ilmu Kefarmasian, Fakultas Farmasi,Universitas Indonesia, Depok, Indonesia


*E-mail : fransiska.sitompul@yahoo.com

Diterima : 5 Agustus 2015 Direvisi: 14 November 2015 Disetujui : 10 Februari 2016

Abstrak
Stroke merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia. Pasien stroke rentan terhadap
peningkatan risiko komplikasi medis, terutama infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan
antibiotik dengan metode Gyssens pada pasien stroke rawat inap di RSUD Koja (Periode KJS dan periode
BPJS). Desain penelitian ini adalah cross sectional retrospektif. Sampel terdiri dari 112 rekam medik pasien
stroke periode KJS (Juli 2013 – Desember 2013) dan 74 rekam medik periode BPJS (Januari 2014 – Juni 2014)
diambil secara total sampling. Evaluasi penggunaan antibiotik dianalisis menggunakan Chi Square dan uji
regresi logistik multivariat. Hasil penelitian menunjukkan persentase penggunaan antibiotik sebesar 23,11%.
Antibiotik yang digunakan terdiri dari seftriakson (33,3%), seftizoksim (7,6%) dan amoksisilin – asam
klavulanat (7,6%). Sebagian besar pasien dirawat lebih dari 7 hari (77,96%). Antibiotik umumnya diberikan
secara parenteral (68,67%). Diagnosis infeksi pada pasien antara lain bronkopneumonia 29,33%, tuberkulosis
paru 17,6%, serta infeksi saluran kemih dan genital 8,7%. Kesembuhan pasien setelah diberikan antibiotik (186
pasien terinfeksi) sebesar 69,3%. Hasil evaluasi antibiotik dengan metode Gyssens menunjukkan rasionalitas
antibiotik periode KJS 77,4% dan periode BPJS 81,3%. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara
rasionalitas antibiotik (metode Gyssens) dengan rute pemberian antibiotik dan jenis kelamin; hubungan antara
kesembuhan pasien (outcome klinik) dengan rute pemberian antibiotik dan diagnosis infeksi secara bermakna (p
< 0,05). Kesimpulan penelitian adalah outcome klinik dipengaruhi oleh rasionalitas antibiotik (metode Gyssens)
secara bermakna (p < 0,05).
Kata kunci : Stroke; Infeksi; Antibiotik; Metode Gyssens

Abstract
Stroke is a major cause of mortality and morbidity worldwide. Patients with stroke are susceptible to medical
complications, especially infections. This study aim to evaluate antibiotic by stroke inpatients hospitalized in
RSUD Koja (KJS and BPJS period) with Gyssens methods. The study design is a retrospective cross-sectional.
The sample is consisted of 112 medical records from KJS period (July 2013-December 2013) and 74 medical
records from BPJS period (January 2014-June 2014) taken by total sampling. The use of antibiotic were
analyzed using Chi Square and logistic regression multivariate. The percentage of antibiotic use was 23,11%,
mostly were ceftriaxon 33,3%, ceftizozim 7,6% and amoxicillin – clavulanic acid 7,6%. Length of stay more
than 7 days was 77,96%. The most common route of antibiotic administration was parenteral (68,67%).
Patients that were given antibiotics were,among others,diagnosal by bronchopneumonia (29,33%), pulmonary
tuberculosis and 17,6% and urinary tract infection (8,7%). The clinical outcome showed that 69,3% of 186
patients were recovered after antibiotic were given to treat their infections. Gyssen evaluation method showed
that rational antibiotic used on KJS period was 77,4% and BPJS periods was 81,3%. There were correlations
between rational use at antibiotic and the route of administration, between clinical outcome anduse at
diagnosis and route of administration. The conclusion of this study according to Gyssen method is the rational
antibiotic influence the clinical outcome (p < 0,05).
Keywords : Stroke; Infection; Antibiotic; Gyssens methods

30
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2016;6(1):30-38

PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyebab utama Penggunaan antibiotik yang tidak tepat
mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia dapat menimbulkan berbagai masalah,
yang mengakibatkan hampir enam juta diantaranya pengobatan menjadi lebih
kematian setiap tahun. Pasien dengan mahal, efek samping, resistensi dan
stroke akut rentan memiliki berbagai timbulnya kejadian superinfeksi yang sulit
macam peningkatan risiko komplikasi diobati. Gyssens (2005) mengembangkan
medis di rumah sakit, terutama infeksi. penelitian penggunaan antibiotik secara
Sekitar 30% pasien stroke fase akut kualitatif untuk menilai ketepatan
didiagnosis infeksi dengan pneumonia dan penggunaan antibiotik, berdasarkan
infeksi saluran kemih.1 pengelompokan kategori 0–6 yang
Peningkatan risiko infeksi pasien stroke didasarkan atas ketepatan indikasi,
fase akut dapat dikaitkan dengan faktor- ketepatan pemilihan berdasarkan
faktor yang berbeda. Pertama, pasien efektivitas, toksisitas, harga dan spektrum,
stroke dengan usia lebih tua lebih sering lama pemberian, dosis, interval, rute dan
mengalami infeksi lebih parah, dan pasien waktu pemberian. Metode Gyssens
gangguan menelan terkait aspirasi, dapat merupakan suatu alat untuk mengevaluasi
meningkatkan risiko pneumonia. Kedua, kualitas penggunaan antibiotik yang telah
infeksi terkait prosedur invasif, seperti digunakan secara luas di berbagai
kateterisasi urin atau ventilator. Infeksi negara.5,6
berhubungan dengan hasil terapi pasien Sesuai dengan peraturan daerah
yang merugikan dan meningkatkan biaya provinsi DKI Jakarta no.4 tahun 2009
rawat. Oleh karena itu, pencegahan dan tentang sistem kesehatan daerah, maka
pengobatan infeksi yang efektif menjadi pemerintah DKI Jakarta merancang suatu
komponen penting bertujuan untuk sistem jaminan pemeliharaan kesehatan
mengurangi dampak stroke.2 bagi penduduk miskin dan rentan DKI
Pada penelitian di RSUD Dr. Soetomo Jakarta yang dinamakan program Jakarta
tahun 2011 mengenai studi pola Sehat (KJS).7 Jaminan kesehatan
penggunaan antibiotik pada pasien stroke merupakan salah satu dari 5 (lima) jaminan
iskemik akut dengan infeksi yang sosial seperti yang diamanatkan Undang-
dilakukan pada tanggal 25 April 2011-17 Undang no. 40 tahun 2004 tentang sistem
Juni 2011, didapat 18 sampel pasien stroke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
iskemik yang mendapat antibiotik. Jenis penyelenggaraannya dilaksanakan oleh
infeksi penyerta yang ditemukan yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
infeksi saluran kemih (10 orang), (BPJS) kesehatan sebagaimana amanat
pneumonia (4 orang), sepsis (14 orang), Undang-Undang no. 24 tahun 2011 tentang
septik syok (3 orang), dan 1 orang dengan BPJS.8
tanda infeksi.3 Penelitian ini bertujuan untuk
Penelitian di RSUD Dr. Soetomo tahun mengevaluasi penggunaan antibiotik
2013 mengenai penggunaan antibiotik dengan metode Gyssens pada pasien stroke
pada pasien stroke hemoragik intraserebral rawat inap di RSUD Koja secara
dewasa yang dirawat inap dengan retrospektif (periode KJS dan BPJS)
pendekatan Drug Utilization Study sehingga diperoleh data mengenai adanya
didapatkan hasil bahwa hanya 9 pasien risiko infeksi dari pasca stroke seperti
(6%) mendapatkan pola pemberian pneumonia, infeksi saluran kemih, demam
antibiotik secara benar, sedangkan 141 febrile dan infeksi lainnya yang terjadi
pasien (94%) pola pemberian antibiotiknya pada pasien stroke rawat inap dan dapat
kurang tepat dan belum sesuai dengan menilai kualitas penggunaan antibiotik
prosedur yang telah ditetapkan.4 pada periode tersebut.

31
Evaluasi Penggunaan…....(Fransiska Sitompul, dkk)

METODE variabel perancu berbeda bermakna antar


kelompok, dilakukan uji regresi logistik.
Penelitian menggunakan rancangan
potong lintang (cross sectional). Penelitian
dilakukan di RSUD Koja dan lama HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian dari Februari 2015 – Mei 2015. Berdasarkan hasil penelitian dengan
Teknik pengambilan sampel dilakukan menelusuri alur data rekam medik yang
dengan total sampling. Data diambil dari diperoleh, dari 861 RM diperoleh 199 RM
rekam medik. Kriteria inklusi adalah (23,11%) yang merupakan pasien stroke
rekam medik pasien stroke rawat inap di yang mendapatkan antibiotik. Penelitian
RSUD Koja yang mendapatkan resep Westendorp2 menunjukkan sekitar 30%
antibiotik selama Juli 2013 – Juni 2014. pasien stroke didiagnosis infeksi, dengan
Kriteria eksklusi adalah dalam rekam pneumonia dan infeksi saluran kemih
medik tertera pasien dirujuk ke rumah sakit (ISK).
lain atau pasien pulang paksa.
Jumlah sampel dihitung dengan Tabel 1. Deskripsi pasien stroke yang
rumus9: menerima antibiotik
Karakteristik KJS BPJS TOTAL
n = 112 n = 74 n = 186
(%) (%) %
Usia
menggunakan nilai p1 = proporsi kejadian < = 55 tahun 36,61 40,54 38,17
pasien stroke dengan infeksi penelitian > 55 tahun 63,39 59,46 61,83
Jenis Kelamin
sebelumnya (30%)2, dan nilai p2 pada Laki-Laki 50,9 59,5 54,3
proporsi pasien rawat inap yang menerima Perempuan 49,1 40,5 45,7
antibiotik rasional penelitian sebelumnya Penggunaan antibiotik
(50%)10 didapat sampel minimal 74 rekam Periode KJS 100 - 60,22
medik untuk masing-masing kelompok Periode BPJS - 100 39,78
Diagnosis Stroke
dengan power test 80% dan level of Stroke Iskemik 45,54 44,60 45,16
significance 5%. Stroke berulang 34,82 35,13 34,95
Evaluasi dikategorikan dalam 7 Stroke Hemorragik 19,64 20,27 19,89
kategori, yaitu kategori 0 (penggunaan Diagnosis Sekunder
antibiotik tepat), kategori 1 (waktu Hipertensi 58,93 58,1 58,6
Non Hipertensi 41,07 41,9 41,4
pemberian antibiotik kurang tepat), Lama rawat
kategori 2 (dosis dan rute pemberian < = 7 hari 25,89 16,22 22,04
antibiotik kurang tepat), kategori 3 (lama > 7 hari 74,11 83,78 77,96
pemberian antibiotik kurang tepat),
kategori 4 (pemilihan antibiotik kurang Tabel 1 menunjukkan deskripsi pasien
tepat karena ada alternatif yang lebih stroke yang menerima antibiotik.
efektif, lebih tidak toksik, lebih murah atau Persentase terbesar berusia pra lansia ( ≥
spektrum lebih sempit), kategori 5 (tidak 55 tahun), berbeda dengan penelitian
ada indikasi penggunaan antibiotik), Johnsen1 bahwa kejadian infeksi pasien
kategori 6 (data tidak lengkap atau tidak stroke terjadi pada usia lanjut ( > 65 tahun)
dapat dievaluasi). Antibiotik tergolong berdasarkan perawatan tahap awal,
rasional pada kategori 0, dan tidak rasional gangguan bicara, ketidakmampuan akibat
pada kategori 1 – 6. stroke, gangguan ingatan, disfagia, tipe
Penelitian dilakukan setelah stroke dan penyakit komorbid lainnya.
mendapatkan persetujuan dari instansi Menurut hasil riskesdas 2013, periode
terkait. Analisis data menggunakan chi- prevalensi infeksi yang tinggi terjadi pada
square test dan apabila variabel bebas dan kelompok usia 1-4 tahun, kemudian mulai
meningkat pada usia 45-54 tahun dan terus

32
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2016;6(1):30-38

meninggi pada kelompok usia pneumonia. Praktek klinis saat ini


11
berikutnya. Jumlah pasien stroke laki-laki menyatakan bahwa pasien dengan bukti
54,3% dan perempuan 45,7%, sesuai klinis aspirasi diberikan 'ventilator by
dengan hasil riskesdas 2013 mengatakan mouth' atau dimodifikasi dengan infus
prevalensi stroke sama banyak pada laki- cairan oral.12 Akan tetapi, sedikit bukti
laki dan perempuan.11 Lama rawat pasien yang menunjukkan bahwa pemberian atau
stroke  7 hari sebesar 77,96% yang modifikasi cairan dapat mengurangi
berbeda dengan nilai rata-rata lama rawat kejadian pneumonia. Adapun kebersihan
(Average Length of Stay) seorang pasien mulut dapat terganggu oleh infus cairan
di RSUD Koja ideal antara 6 – 9 hari yang mulut dan suction catheter air liur (hingga
memberikan gambaran tingkat efisiensi 2 liter/ hari) sehingga meningkatkan risiko
rumah sakit. infeksi. Obat-obatan yang tidak diberikan
secara oral membuat pasien tidak nyaman
Tabel 2. Diagnosis infeksi pasien stroke atas pemberian cairan infus oral13.
Infeksi (ICD- Diagnosis/ tanda KJS BPJS
Van de Beek, dkk14 mengatakan
10) infeksi n=177 n=123 aspirasi muncul pada pasien dengan lesi
Infeksi sistem Op. craniotomi 26 14 hemipheric besar atau lesi batang otak,
saraf Meningitis 1 5 tindakan pencegahan pada gangguan
Luka robek 2 5 menelan untuk menghindari terjadinya
Toxoplasmosis 2 5
tekanan ritmik. Stroke akut, khususnya
Tetanus 2 1
Abses otak 2 2 pada stroke iskemik dapat menyebabkan
penekanan respon kekebalan dan
Infeksi saluran TB paru 27 26 penurunan fungsional dalam merespon
pernafasan Bronkopneumonia 46 42
Infeksi 1 1 imun seluler terhadap infeksi.14 Aktivasi
tenggorokan saraf simpatik meningkat pada pasien
Sinusitis 5 2 stroke akut sehingga dismotilitas
gastrointestinal dapat menimbulkan risiko
Infeksi saluran Disfagia 2 1
pencernaan Hemorrhoid 2 4 aspirasi pneumonia.13
Tifoid 3 1 Infeksi yang belum diketahui
Hematesis melena 1 0 penyebabnya berdasarkan keadaan klinis
Infeksi saluran Hematuria,cystitis 24 2 demam/ febris (> 38,0°C), leukositosis dan
kemih&genital kultur darah positif sesuai dengan definisi
infeksi menurut penelitian Bramer,dkk
Infeksi kulit & Ulkus dekubitus 6 1
yang mengatakan demam dapat disebabkan
jaringan Infeksi jar. lunak 1 0
oleh kelainan di dalam otak sendiri, atau
Infeksi lainnya Febris& 24 10 oleh bahan-bahan toksik yang dapat
leukositosis memengaruhi pusat kontrol temperatur di
Abses hati/liver 0 1
hipotalamus, selain juga dapat merupakan
indikasi adanya infeksi.16 Febris pada
Tabel 2 menunjukkan jenis infeksi
kasus stroke sendiri terjadi karena adanya
seperti bronkopneumonia 29,33%,
peradangan di otak.
tuberkulosis paru 17,6%, sinusitis 2,3%
Infeksi saluran kemih dan genital
dan infeksi tenggorokan 0,6%. Penelitian
sebesar 8,7% sesuai penelitian Johnsen
Finlayson, dkk13 mengatakan infeksi
yang mengatakan infeksi saluran kemih
pneumonia merupakan komplikasi medis
dan genital di rumah sakit berkisar 3,7%-
stroke akut dengan insiden kejadian sekitar
65,8%.1 Hal ini dapat terjadi pada pasien
5 – 26 % yang meningkatkan morbiditas
stroke karena penggunaan kateter urin
stroke jangka panjang. Pasien stroke rawat
selama perawatan di rumah sakit.
inap RSUD Koja dengan keluhan disfagia
Jenis terapi antibiotik yang digunakan
dan datang dalam keadaan tidak sadar
sebagai terapi empiris ada sebanyak 289
memiliki risiko tinggi terhadap aspirasi

33
Evaluasi Penggunaan…....(Fransiska Sitompul, dkk)

regimen antibiotik dan sebagai profilaksis KJS yang membutuhkan rawat inap berhak
sebanyak 11 regimen antibiotik. Tingginya mendapatkan seluruh pelayanan kesehatan
terapi empiris dikarenakan uji kultur di kelas III sesuai dengan kebutuhan medis
bakteri dan hasil kultur membutuhkan dan mendapatkan pelayanan di kelas III
waktu empat sampai tujuh hari, sedangkan tidak boleh dibebankan biaya apapun
pengobatan harus segera dimulai tanpa untuk kebutuhan pelayanan kesehatannya,
menunggu hasil kultur. Van de Beek, dkk termasuk pelayanan pemeriksa penunjang
mengatakan untuk mencegah infeksi, medis dan pelayanan obat-obatan.7
spektrum antimikroba harus dapat Sementara itu pada periode BPJS
mencakup bakteri penyebab yang sering peserta non PBI yang terdaftar harus telah
terjadi, contohnya pneumonia dan infeksi membayar iuran sebesar 5% dari gaji atau
14
saluran kemih. Streptococcus upah per bulan dan bagi peserta PBI
pneumoniae, Haemophillus influenzae, jaminan kesehatan penduduk telah
Staphylococcus aureus dan didaftarkan oleh pemerintah daerah dengan
Enterobacteriaceae sangat dominan pada iuran jaminan kesehatan sebesar Rp
pasien dengan aspirasi pneumonia dan 19.225/orang/bulan. Adapun besaran
kejadian terjadi pada 4 hari rawat inap pembayaran yang dilakukan BPJS
(community acquired aspiration kesehatan kepada fasilitas kesehatan
syndrome).14 ditentukan berdasarkan kesepakatan antara
Terapi profilaksis untuk pasien stroke BPJS kesehatan dengan asosiasi fasilitas
yang melakukan operasi craniotomi (Vp kesehatan di wilayah fasilitas kesehatan
shunt hidrosefalus) sesuai dengan Avenia, tersebut berada serta mengacu pada standar
dkk yang mengatakan bahwa tujuan tarif yang ditetapkan oleh menteri.8
pemberian antibiotik profilaksis pada Tabel 3 dan 4 menunjukkan evaluasi
pembedahan diantaranya untuk antibiotik dengan metode Gyssens yang
menurunkan dan mencegah kejadian menunjukkan rasionalitas antibiotik
infeksi luka operasi, menurunkan periode KJS sebesar 78% sedangkan
morbiditas dan mortalitas paska operasi, periode BPJS 81,3%.
menghambat muncul flora normal resisten Antibiotik yang banyak digunakan
dan meminimalkan biaya pelayanan yaitu seftriakson (33,3%), seftizoksim
kesehatan.16 (7,6%) dan amoksisilin–asam klavulanat
Rute pemberian antibiotik yang banyak (7,6%). Westendorp mengatakan bahwa
digunakan yaitu rute parenteral (68,67%). pengobatan menggunakan seftriakson
Menurut Avenia rute antibiotik parenteral paska stroke dapat meningkatkan hasil
dapat diberikan pada infeksi sedang dalam mencegah infeksi. Selain itu efek
sampai berat dan jika kondisi pasien potensial terlihat pada outcome fungsional
memungkinkan pemberian per oral, yang merupakan efek langsung dari
pemberian antibiotik parenteral harus pencegahan infeksi pada pasien stroke,
segera diganti per oral. 16 yang paling umum yaitu pneumonia, juga
Outcome klinik pasien stroke yang menurunkan lama rawat inap pasien di unit
telah menggunakan antibiotik yaitu stroke bahkan di rumah sakit. 17
membaik 69,3%. Prinsip memperoleh Penelitian Van de Beek dkk,
outcome klinik yang baik pada umumnya mengatakan seftriakson, minosiklin, αβ
dengan mengatasi gejala secepat mungkin, laktam merupakan antibiotik yang
membatasi penyebaran infeksi dan memiliki potensi neuroproteksi tinggi
membatasi komplikasi. sehingga digunakan pada pasien stroke
Jumlah pasien periode KJS sebesar akut untuk mencegah infeksi tetapi dapat
60,22% lebih banyak dibanding periode sebagai neuroproteksi.14 Seftriakson adalah
BPJS yaitu 39,78%. Hal tersebut antibiotik habis paten, berbeda dengan
dikarenakan pada periode KJS, peserta minosiklin yang memiliki spektrum luas

34
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2016;6(1):30-38

terhadap bakteri penyebab infeksi paska tidak dijabarkan secara rinci. Sementara itu
stroke akut. penelitian ini menggunakan data
penggunaan antibiotik selama Juli 2013–
Tabel 3. Sebaran penggunaan Juni 2014 di RSUD Koja. Di RSUD koja
antibiotik periode KJS belum ada prosedur yang ditetapkan untuk
(Juli 2013-Desember 2013) penilaian penggunaan antibiotik. Penelitian
Antibiotik KJS KJS ini menggunakan pendekatan metode
Terapi Kategori Gyssens Gyssens sehingga hasil yang diperoleh
P E 0 1 2 3 4 5 6 sangat berbeda.
Sulfa/TMP 0 3 2 0 0 1 0 0 0
Rifampisin 0 6 6 0 0 0 0 0 0 Tabel 4. Sebaran penggunaan
INH 0 6 6 0 0 0 0 0 0
antibiotik periode BPJS
Etambutol 0 5 5 0 0 0 0 0 0
Pirazinamid 0 6 6 0 0 0 0 0 0 (Januari 2014 – Juni 2014)
Streptomisin 0 2 2 0 0 0 0 0 0 BPJS
Metronidzol 0 3 3 0 0 0 0 0 0 Antibiotik Terapi Kategori Gyssens
Sefuroksime 0 13 5 0 1 0 7 0 0 P E 0 1 2 3 4 5 6
Seftizoksim 3 17 13 0 0 0 5 0 2 Sulfa/TMP 0 3 3 0 0 0 0 0 0
Ceftazidime 0 3 2 0 0 0 0 0 1 Rifampisin 0 7 7 0 0 0 0 0 0
Amoks-as. 0 10 8 0 0 1 1 0 0 INH 0 7 7 0 0 0 0 0 0
klavulanat Etambutol 0 7 7 0 0 0 0 0 0
Amoksillin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Pirazinamid 0 7 6 0 1 0 0 0 0
Levoflokscin 0 6 4 0 1 0 1 0 0 Streptomisin 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ampisilin- 0 3 3 0 0 0 0 0 0 Metronidzol 0 3 2 0 0 1 0 0 0
sulbaktam Cefuroksime 0 2 0 0 1 0 1 0 0
Sefiksim 0 3 3 0 0 0 0 0 0 Seftizoksim 0 3 1 0 0 0 1 0 1
Sefadroksil 0 5 4 0 0 1 0 0 0 Seftazidime 0 1 0 0 0 0 1 0 0
Sefoperazon 0 6 1 0 0 0 5 0 0 Amoks–as. 0 13 7 0 2 3 1 0 0
Sefobaktam 0 0 0 0 0 0 0 0 0 klavulanat
Cefotaksime 0 2 2 0 0 0 0 0 0 Amoksillin 0 1 0 0 0 1 0 0 0
Ciproflokscin 0 3 2 0 0 1 0 0 0 Levoflokscin 0 2 0 0 0 2 0 0 0
Fosfomycin 0 3 3 0 0 0 0 0 0 Ampisilin- 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Klindamisin 0 1 0 0 0 0 1 0 0 sulbaktam
Meropenem 0 1 1 0 0 0 0 0 0 Sefiksim 0 6 4 0 1 0 1 0 0
Seftriakson 2 60 54 0 0 1 5 0 2 Sefadroksil 0 6 6 0 0 0 0 0 0
Imipenem- 0 5 3 0 0 1 2 0 0 Sefoperazon 0 5 4 0 0 0 1 0 0
cilastatin Sefobaktam 0 4 3 0 0 0 1 0 0
Total 5 172 137 0 2 6 27 0 5 Sefotaxime 0 2 2 0 0 0 0 0 0
Siprofloxcin 0 1 1 0 0 0 0 0 0
Evaluasi antibiotik dengan metode Fosfomycin 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Gyssens periode Juli 2013 – Juni 2014 Klindamisin 0 2 2 0 0 0 0 0 0
Meropenem 0 0 0 0 0 0 0 0 0
memperlihatkan bahwa sebagian besar
Seftriakson 6 32 36 0 0 1 0 0 1
antibiotik tergolong rasional sebesar 79%. Imipenem- 0 3 2 0 0 1 0 0 0
Hal ini berbeda bila dibandingkan cilastatin
dengan penelitian Corsetyanita yaitu yang Total 6 117 100 0 5 9 7 0 2
mendapatkan pola pemberian antibiotik
secara benar sebesar 6% dan pola Ketidaktepatan penggunaan antibiotik
pemberian antibiotik kurang tepat 94%. yang dievaluasi sebagian besar berupa
Perbedaan ini terjadi karena penelitian kategori 4 sebesar 11,33 %. Hal tersebut
Corsetyanita mengambil data penggunaan terjadi karena ditemukannya masalah
antibiotik selama Januari 2011 – Desember seperti pengobatan tanpa melihat hasil
2011 dengan pendekatan Drug Utilization kultur bakteri, adanya interaksi antibiotik
Study dan disesuaikan dengan prosedur dengan antibiotik lain (khususnya pada TB
yang telah ditetapkan di RSUD Dr. paru) atau interaksi antara antibiotik
Soetomo serta hasil evaluasi penelitiannya. dengan obat lainnya dan timbulnya efek

35
Evaluasi Penggunaan…....(Fransiska Sitompul, dkk)

samping yang tidak diharapkan seperti diketahui apakah ada risiko interaksi obat-
diare dan demam yang dapat terkait reaksi obat atau interaksi obat dengan makanan.
tubuh pasien stroke dengan antibiotik atau Penggunaan obat yang cukup banyak
reaksi dari perkembangan penyakit stroke/ dapat menyebabkan kerumitan dalam
komorbid lainnya. menentukan waktu pemberian obat dan
Permasalahan berikutnya adalah memengaruhi kepatuhan pasien dalam
pemberian antibiotik terlalu lama atau pengobatan. Masalah indikasi yang tidak
terlalu singkat (kategori 3) sebesar 5% jelas (kategori 5) juga tidak ditemukan.
karena sebagian besar antibiotik baru Tabel 5 menunjukkan terdapat
diganti setelah lebih dari 5 hari, sehingga hubungan secara bermakna (p < 0,05)
perlu dievaluasi respon pasien setelah 2 - 3 antara rasionalitas antibiotik dan jenis
hari pemberian antibiotik. Penelitian Van kelamin serta rute pemberian antibiotik.
de Beek, dkk mengatakan diperlukan Tabel 6 menunjukkan terdapat hubungan
rasionalitas untuk menyelidiki efikasi secara bermakna (p < 0,05) antara
antibiotik pada pasien stroke akut seperti kesembuhan pasien (outcome klinik) dan
pneumonia (infeksi yang sering terjadi 1 rute pemberian antibiotik serta diagnosis
dari 3 kasus stroke akut). 14 infeksi.
Penggunaan antibiotik berkaitan
dengan dosis dan rute pemberian antibiotik Tabel 5. Hubungan rasionalitas
yang kurang tepat (kategori 2) ditemukan dengan penggunaan antibiotik dan
sebanyak 7 kasus. Data tidak lengkap atau variabel perancu
tidak dapat dievaluasi (kategori 6) Rasionalitas antibiotik
ditemukan sebanyak 7 kasus berdasarkan Variabel Rasional Tidak p
pada data rekam medik. Kasus kategori 6 Rasional
ini contohnya ketika dokter meresepkan Penggunaan
pemberian antibiotik akan tetapi, obat antibiotik
KJS 77,4% 22,6%
tersebut tidak tercantum di daftar BPJS 81,3% 18,7%
0,415
pemberian obat. Menurut Westendorp, Usia pasien
pada kondisi darurat yang memerlukan < = 55 tahun 81,4% 18,6%
0,420
antibiotik, jika tidak diberikan dapat > 55 tahun 77,5% 22,5%
meningkatkan risiko keparahan penyakit Jenis kelamin
Laki-laki 74,3% 25,7%
secara mendadak dan dapat menimbulkan Perempuan 85,3% 14,7%
0,021
risiko kematian.2 Diagnosis
Secara umum dokter telah melakukan sekunder
penyesuaian dosis obat berdasarkan Hipertensi 75,8% 24,2%
0,127
keadaan klinis, usia dan penyakit komorbid Non Hipertensi 83,0% 17,0%
Rute
lainnya, akan tetapi dalam obat rekam pemberian
medis masih ditemukan ketidaktepatan Oral 89,4% 10,6%
dosis dan interval. Beberapa kasus 0,003
Intravena 74,3% 25,7%
berkaitan dengan kondisi ginjal pasien Lama rawat
yang seharusnya dilakukan penyesuaian < = 7 hari 80,8% 19,2%
0,730
> 7 hari 78,6% 21,4%
dosis sesuai hasil ureum dan kreatinin. Diagnosis
Ketidaktepatan penggunaan antibiotik infeksi
terkait waktu pemberian obat (kategori 1) Infeksi sal.nafas 81,3% 18,7%
0,321
tidak ditemukan karena penelitian Infeksi lainnya 76,7% 23,3%
dilakukan secara retrospektif sehingga Jenis terapi
Profilaksis 100% 0%
tidak ada interaksi langsung dengan Empiris 78,2% 21,8%
0,081
perawat saat akan memberikan antibiotik
tersebut bersama dengan obat lainnya
serta makanan. Dengan demiian tidak

36
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2016;6(1):30-38

Tabel 6. Hubungan kesembuhan pasien (outcome klinik) dipengaruhi antara lain


(outcome klinik) dengan penggunaan 3,131 kali dari rasionalitas antibiotik,
antibiotik, rasionalitas dan variabel 6,743 kali dari rute pemberian antibiotik
perancu dan 1,892 kali dari diagnosis infeksi.
Outcome klinik
Variabel Membaik Tidak p KESIMPULAN
Membaik
Berdasarkan hasil dan pembahasan
Penggunaan
antibiotik diambil kesimpulan bahwa penggunaan
KJS 69,5% 30,5% antibiotik pada pasien stroke sebesar
0,943
BPJS 69,1% 30,9% 23,11%. Pada periode KJS menunjukkan
Rasionalitas penggunaan antbiotika yang rasional
antibiotik sebesar 77,4%, dengan antibiotik yang
Rasional 71,7% 28,3% 0,081
Tidak rasional 60,3% 39,7% paling banyak digunakan adalah
Usia pasien seftriakson (35,0%), dan jenis infeksi yang
< = 55 tahun 65,3% 34,7%
0,217
banyak ditemukan dalam
> 55 tahun 72,0% 28,0% bronkopneumonia (25,98%). Pada periode
Diagnosis BPJS menunjukkan penggunaan antbiotika
sekunder
Hipertensi 69,7% 30,3% yang rasional meningkat menjadi 81,3%,
0,880 dengan antibiotik yang paling banyak
Non Hipertensi 68,9% 31,1%
Rute digunakan adalah seftriakson (30,9%), dan
pemberian jenis infeksi yang banyak ditemukan
Oral 43,6% 56,4% 0,000 bronkopneumonia (34,15%). Kesembuhan
Intravena 81,1% 18,9%
Lama rawat pasien (outcome klinik) dipengaruhi
< = 7 hari 61,5% 38,5% rasionalitas antibiotik. Kesembuhan pasien
0,180
> 7 hari 71,0% 29,0% (outcome klinik) dipengaruhi 3,131 kali
Diagnosis dari rasionalitas antibiotik.
infeksi
Infeksi sal.nafas 61,3% 38,7%
0,003 SARAN
Infeksi lainnya 77,3% 22,7%
Jenis terapi Peneliti menyarankan agar kedepannya
Profilaksis 90,9% 9,1%
Empiris 68,5% 31,5%
0,114 dibuat pedoman penggunaan antibiotik
khususnya diruang unit stroke RSUD Koja
Tabel 7. Pengaruh penggunaan dengan memuat penanganan khusus
antibiotik dengan kesembuhan pasien antibiotik yang diketahui mempunyai
(outcome klinik) sensitivitas rendah berdasarkan pola
bakteri RSUD Koja. Selain itu perlu
95% C.I.for dilakukan evaluasi penggunaan antibiotik
EXP(B)
setelah 2 hari terapi empiris dan
Sig Exp(B) Lower Upper
Rasionalitas 0,001 3,131 1,583 6,190 pemeriksaan kultur untuk menegakkan
Usia 0,578 1,174 0,667 2,065 diagnosis dan ketepatan penggunaan
Rute 0,000 6,743 3,665 12,404 antibiotik
Lama rawat 0,061 1,972 0,969 4,011
Dx. infeksi 0,026 1,892 1,080 3,313
Jenis terapi 0,859 0,825 0,098 6,933 UCAPAN TERIMA KASIH
Constant 0,000 0,098
Penulis mengucapkan terima kasih
Tabel 7. menunjukkan bahwa kepada direktur RSUD Koja dan
kesembuhan pasien dipengaruhi jajarannya yang telah memberikan ijin
rasionalitas antibiotik, rute pemberian penelitian dan membantu dalam
antibiotik dan diagnosis infeksi secara pengambilan sampel penelitian, serta Dr.
bermakna (p < 0,05). Kesembuhan pasien Sudibyo Supardi, M.Kes, Apt., yang telah

37
Evaluasi Penggunaan…....(Fransiska Sitompul, dkk)

memberikan arahan dan bimbingan 9. Lwanga SK, Lemeshow S. Sample size


mengenai pengolahan data statistika. determination in health studies, a practical
manual epidemiological and
statistical methodology. Geneva: WHO;
DAFTAR RUJUKAN 1991.
10. Rehm, S.J., Sekeres, J.K., Neuner, E.
1. Johnsen SP., Svendsen ML.Ingeman A. Guidelines for Antimicrobial Usage 2012
Infection in patients with Aaute Stroke. – 2013. Mexico: Professional Com.; 2012.
The Open Infectious Diseases Journal. 11. Kementerian Kesehatan. Riset Kesehatan
2012; 6 (Suppl 1:M3) 40-5. Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
2. Westendorp WF, Vermeij JD, Vermeij F, Pengembangan Kesehatan; 2013.
Den Hertog HM, Dippel DWJ, van de 12. Finlayson O., Kapral M., Hall R., Asllani
Beek D, et al. Antibiotic therapy for E., Selchen D., Saposnik G.. Risk factors,
preventing infections in patients with inpatient care, and outcomes of
acute stroke. 2012;1: CD008530. pneumonia after ischemic stroke.
Doi:10.1002/14651858.CD008530.pub2 Neurology.2011;77(14);1338-45. Doi:10.
3. Priantoro CT. Studi pola penggunaan 1212/wnl.0b013e31823152b.
antibiotik pada pasien stroke iskemik akut 13. National Collaboration Cente for Chronic
dengan infeksi [skripsi]. Surabaya: Condition. Stroke: Diagnosis and initial
Universitas Airlangga; 2011. management of acute stroke and transient
4. Corsetyanita DR. Studi Penggunaan ischaemic attack (TIA). London: Royal
antibiotik pada pasien stroke hemoragik Collage of Physicions, 2008.
(Intraserebral) di RSUD Dr. Soetomo 14. Van de Beek D. Wijdicks EFM. Vermeij,
Surabaya [skripsi]. Surabaya: Universitas FH. de Haan RJ, Prins JM, Spanjaard L,
Katolik Widya Mandala; 2013. et al. Preventive antibiotics for infections
5. Gyssens IC. Audit for monitoring the in acute stroke; A systematic review and
quality of antimicrobial prescription. I.M. meta-analysis. Arrachive of Neurology.
Gould, Jos W.M. van der Meer, editor. 2009; 66(9): 1076-81.
Antibiotics Policies: Theory and practice. 15. Brämer D, Hoyer H, Günther A, Nowack
New York:. Spinger US;2005.197-226. S, Brunkhorst FM, Witte OW,et al. Study
6. The Amrin Study Group. Antimicrobial protocol : prediction of stroke associated
resistance, antibiotic usage and infection infection by markers of autonomic
control; a self-assessment program for control. BMC (BioMed Central)
Indonesian hospitals. Directorate General Neurology. 2014;14(9):14-9.
of Medicine Care, Ministry of Health, 16. Avenia N, Sanguinetti A, Cirocchi R,
Republic of Indonesia. 2005. Docimo G, Ragusa M, Ruggiero R, et al.
7. Pedoman Pelaksanaan (Manlak) Program Antibiotic prophylaxis in thyroid surgery :
KJS. Jakarta : Peraturan Gubernur a preliminary multicentric Italian
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta experience. Annals of Surgical Innovation
no. 14 ; 2013. and Research. 2009;3-10.
8. Panduan praktis tentang kepesertaan dan 17. Westendorp WF, Vermeij JD, Dippel
pelayanan kesehatan yang DW, Dijkgraaf MG, Van der Poll T, et al.
diselenggarakan oleh BPJS kesehatan Update of the preventive antibiotics in
berdasarkan Regulasi yang sudah terbit. stroke study (PASS): statistical analysis
Jakarta : BPJS Kesehatan; 2014. plan. 2014; 15:382.

38

Anda mungkin juga menyukai