Anda di halaman 1dari 24

Pengkajian Transkultural

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MODEL TRANSCULTURAL IN NURSING


PADA KASUS BALITA GIZI BURUK
Disusun Oleh :
Kelompok I
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SURABAYA
PRODI KEPERAWATAN SUTOPO
2010 – 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas kelompok Transcultural Nursing yang berjudul “Asuhan Keperawatan
dengan Model Keperawatan Transcultural in Nursing pada Balita Gizi Buruk“ tepat pada
waktunya. Makalah ini kami buat sebagai tugas mata kuliah Transcultural Nursing.
Akhirnya kami menyampaikanterimakasih yang sebesar-besarnyakepada :
 Bu Siti Nurkholifah selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Transcultural Nursing
yang turut membantu dan membimbing kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini di Prodi KeperawatanSutopo Surabaya
 Teman-teman yang turut memberi saran dan kritik atas penyusunan makalah ini.
Materi makalah ini kami susun sedemikian rupa dengan mengakses melalui website (internet),
dengan metode kepustakaan juga. Makalah ini kami susun sesuai dengan kemampuan kami dan
kami kerjakan dengan maksimal.
Kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini, sangat kami harapkan dari dosen, teman, mau pun
pihak lain yang menaruh perhatian terhadap kemajuan kami untuk lebih menyempurnakan dan
melengkapi makalah ini. Dan kami berharap, semua pihak dapat memanfaatkan makalah ini
sebaik-baiknya.
Surabaya, Oktober 2010
Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul ………………………………………………………………… i
Kata Pengantar ………………………………………………………………… ii
Daftar Isi ……………………………………………………………………………..
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan …………………………………………………………………………. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Model Keperawatan in Nursing …………………………………………. 3
2.1.1 Model Keperawatan in Nursing …………………………………………. 3
2.1.2 Konsep dalam Transcultural Nursing …………………………………. 3
2.1.3 Paradigma Transcultural Nursing ………………………………….. 5
2.1.4 Proses keperawatan Transcultural Nursing ………………………….. 6
2.1.5 Diagnosa keperawatan ………………………………………………….. 8
2.1.6 Perencanaan dan Pelaksanaan …………………………………………. 9
2.1.7 Evaluasi …………………………………………………………………. 9
2.2 Tinjauan Medis …………………………………………………………………. 9
2.2.1 Pengertian Gizi Buruk ………………………………………………… 9
2.2.2 Etiologi Gizi Buruk …………………………………………………. 12
2.2.3 Klasifikasi Gizi Buruk …………………………………………………. 12
2.2.4 Penatalaksanaan …………………………………………………………. 14
2.2.5 Konsep askep pada balita gizi buruk …………………………………. 21
BAB III ASKEP DENGAN MODEL KEPERAWATAN TRANSCULTURAL IN NURSING
3.1 Pengkajian …………………………………………………………………………
24
3.2 Diagnosa Keperawatan ………………………………………………………… 29
3.3 Intervensi keperawatan ..……………………………………………………….. 30
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan …………………………………………………………………………. 34
4.2 Saran …………………………………………………………………………. 34
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….
36
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MODEL TRANSCULTURAL IN NURSING
PADA KASUS BALITA GIZI BURUK
Disusun Oleh :
Kelompok I
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SURABAYA
PRODI KEPERAWATAN SUTOPO
2010 – 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas kelompok Transcultural Nursing yang berjudul “Asuhan Keperawatan
dengan Model Keperawatan Transcultural in Nursing pada Balita Gizi Buruk“ tepat pada
waktunya. Makalah ini kami buat sebagai tugas mata kuliah Transcultural Nursing.
Akhirnya kami menyampaikanterimakasih yang sebesar-besarnyakepada :
 Bu Siti Nurkholifah selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Transcultural Nursing
yang turut membantu dan membimbing kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini di Prodi KeperawatanSutopo Surabaya
 Teman-teman yang turut memberi saran dan kritik atas penyusunan makalah ini.
Materi makalah ini kami susun sedemikian rupa dengan mengakses melalui website (internet),
dengan metode kepustakaan juga. Makalah ini kami susun sesuai dengan kemampuan kami dan
kami kerjakan dengan maksimal.
Kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini, sangat kami harapkan dari dosen, teman, mau pun
pihak lain yang menaruh perhatian terhadap kemajuan kami untuk lebih menyempurnakan dan
melengkapi makalah ini. Dan kami berharap, semua pihak dapat memanfaatkan makalah ini
sebaik-baiknya.
Surabaya, Oktober 2010
Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul ………………………………………………………………… i
Kata Pengantar ………………………………………………………………… ii
Daftar Isi ……………………………………………………………………………..
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan …………………………………………………………………………. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Model Keperawatan in Nursing …………………………………………. 3
2.1.1 Model Keperawatan in Nursing …………………………………………. 3
2.1.2 Konsep dalam Transcultural Nursing …………………………………. 3
2.1.3 Paradigma Transcultural Nursing ………………………………….. 5
2.1.4 Proses keperawatan Transcultural Nursing ………………………….. 6
2.1.5 Diagnosa keperawatan ………………………………………………….. 8
2.1.6 Perencanaan dan Pelaksanaan …………………………………………. 9
2.1.7 Evaluasi …………………………………………………………………. 9
2.2 Tinjauan Medis …………………………………………………………………. 9
2.2.1 Pengertian Gizi Buruk ………………………………………………… 9
2.2.2 Etiologi Gizi Buruk …………………………………………………. 12
2.2.3 Klasifikasi Gizi Buruk …………………………………………………. 12
2.2.4 Penatalaksanaan …………………………………………………………. 14
2.2.5 Konsep askep pada balita gizi buruk …………………………………. 21
BAB III ASKEP DENGAN MODEL KEPERAWATAN TRANSCULTURAL IN NURSING
3.1 Pengkajian …………………………………………………………………………
24
3.2 Diagnosa Keperawatan ………………………………………………………… 29
3.3 Intervensi keperawatan ..……………………………………………………….. 30
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan …………………………………………………………………………. 34
4.2 Saran …………………………………………………………………………. 34
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….
36
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21,
termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin
besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara
(imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan
asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat,
yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Perkembangan
teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu
metha theory, grand theory, midle range theory dan practice theory.
Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah
Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai
kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah
penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan
asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini
dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan
beberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah
ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara
diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak
atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya
dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan,
maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat
akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah
memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan
budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan.
Saat ini gizi buruk pada balita menjadi perdebatan dan isu menarik. Keadaan ini akibat dari
ditemukannya kasus-kasus kelaparan (hoenger oedema/HO) pada orang dewasa dan marasmus
atau kwashiorkhor pada anak balita yang sering dilaporkan oleh media cetak maupun elektronik.
Kejadian gizi buruk sebenarnya dapat dicegah apabila akar masalah di keluarga yang
bersangkutan dapat dikenali, sehingga masalah penanggulangannya dapat dilakukan secara lebih
mendasar melalui penanganan terhadap akar masalahnya.
Kendala secara umum adalah masih banyaknya anggapan oleh pemegang kebijakan bahwa
masalah gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang harus diselesaikan oleh sektor kesehatan
saja. Sehingga secara umum program penanganan gizi buruk lebih banyak menggunakan
pendekatan bidang kesehatan. Pendekatan secara ekonomi, pertanian, dan pendidikan belum
banyak dilaksanakan. Sebagian besar pelaku program masih bertindak sendiri secara sektoral
dengan indikator pencapaian program yang diukur dengan indikator fisik dan kurang mendorong
perubahan perilaku. Harus disadari bahwa program penanganan gizi buruk di bidang kesehatan
lebih banyak bersifat darurat dan mendesak seperti bantuan pengobatan atau perawatan,
pemberian PMT pemulihan dan suplementasi zat gizi. Pada saat bantuan dihentikan, masalah
kekurangan gizi akan terjadi lagi karena ketidakmampuan keluarga terkait dengan daya beli dan
keadaan ekonomi keluarga.
Permasalahan gizi buruk tak bisa terselesaikan tanpa ada penanganan yang serius dari
pemerintah, hal tersebut membuktikan rendahnya perhatian pemerintah terhadap sektor
kesehatan, baik kurangnya pusat kesehatan di daerah maupun di wilayah. Bagaimana masyarakat
bisa mewujudkan program Indonesia Sehat 2010 tanpa penanganan gizi buruk yang serius dari
pemerintah.
1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan antara lain sebagai berikut :
1) Mengetahui model keperawatan in nursing.
2) Mengetahui asuhan keperawatan dengan model transcultural in nursing.
3) Mengetahui asuhan keperawatan pada balita gizi buruk dengan model keperawatan in
nursing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Model Keperawatan Transcultural in Nursing
2.1.1 Model Keperawatan Transcultural in Nursing
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya padaproses belajar dan
praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dankesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkanpada nilai budaya manusia, kepercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakanuntuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budayakepada manusia (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensidari keperawatan,
membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakankeperawatan. Tindakan Caring
dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalammemberikan dukungan kepada individu secara
utuh. Perilaku Caring semestinyadiberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan
pertumbuhan,masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secaraumum
dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan danbimbingan pada manusia
yang utuh. Human caring merupakan fenomena yanguniversal dimana ekspresi, struktur dan
polanya bervariasi diantara kultur satutempat dengan tempat lainnya.
2.1.2 Konsep dalam Transcultural Nursing
1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yangdipelajari, dan dibagi
serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak danmengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu
tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu danmelandasi tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yangoptimal dari pemberian
asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinanvariasi pendekatan keperawatan yang
dibutuhkan untuk memberikan asuhanbudaya yang menghargai nilai budaya individu,
kepercayaan dan tindakantermasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang
danindividu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggapbahwa budayanya
adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimilikioleh orang lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yangdigolongkan
menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan padamendiskreditkan asal muasal
manusia.
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologipada penelitian
etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkankesadaran yang tinggi pada perbedaan
budaya setiap individu, menjelaskandasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-
orang, dan salingmemberikan timbal balik diantara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,dukungan perilaku pada
individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadianuntuk memenuhi kebutuhan baik aktual
maupun potensial untuk meningkatkankondisi dan kualitas kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaanyang nyata atau antisipasi
kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupanmanusia.
10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,kepercayaan
dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukungatau memberi kesempatan
individu, keluarga atau kelompok untukmempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan
bertahan hidup, hidupdalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatanuntuk memaksakan
kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lainkarena percaya bahwa ide yang dimiliki
oleh perawat lebih tinggi daripadakelompok lain.
2.1.3 Paradigma Transcultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagaicara pandang,
keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhankeperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya terhadap empat konsepsentral keperawatan yaitu : manusia, sehat,
lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995).
1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan norma-norma
yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan pilihan. Menurut Leininger
(1984) manusia memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisikehidupannya, terletak
pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam
konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang
dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang
samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew
and Boyle, 1995).
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhiperkembangan,
kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandangsebagai suatu totalitas kehidupan dimana
klien dengan budayanya salingberinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial
dan simbolik.
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia sepertidaerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah didaerah Eskimo yang
hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada mataharisepanjang tahun. Lingkungan sosial
adalah keseluruhan struktur sosial yangberhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau
kelompok ke dalammasyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu
harusmengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.Lingkungan
simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yangmenyebabkan individu atau kelompok
merasa bersatu seperti musik, seni,riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan yang
diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakangbudayanya. Asuhan keperawatan ditujukan
memnadirikan individu sesuaidengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan
keperawatanadalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasibudaya
dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangandengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikansesuai dengan nilai-nilai yang relevan
yang telah dimiliki klien sehinggaklien dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya,misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untukmembantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebihmenguntungkan kesehatan. Perawat membantu
klienagar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatankesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yangberbau
amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yanglain.
c. Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimilikimerugikan status kesehatan.
Perawat berupaya merestrukturisasi gayahidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak
merokok. Pola rencanahidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai
dengankeyakinan yang dianut.
2.1.4 Proses keperawatan Transcultural Nursing
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskanasuhan keperawatan
dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahariterbit (Sunrise Model) seperti yang
terdapat pada gambar 1. Geisser (1991)menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan
oleh perawat sebagailandasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew
andBoyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahappengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasimasalah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger andDavidhizar, 1995). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang adapada “Sunrise Model” yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih ataumendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanankesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat
sakit, kebiasaanberobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuankesehatan,
alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi kliententang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasipermasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yangamat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yangsangat kuat untuk menempatkan kebenaran di
atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh
perawatadalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klienterhadap penyebab
penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yangberdampak positif terhadap kesehatan.c.
Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : namalengkap, nama panggilan, umur dan
tempat tanggal lahir, jenis kelamin,status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga,
danhubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkanoleh penganut budaya yang
dianggap baik atau buruk. Norma-normabudaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat
penerapan terbataspada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :posisi
dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yangdigunakan, kebiasaan makan,
makanan yang dipantang dalam kondisisakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari
dan kebiasaanmembersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segalasesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhankeperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang
perlu dikajipada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan denganjam
berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, carapembayaran untuk klien yang
dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumbermaterial yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat
diantaranya : pekerjaanklien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh
keluarga,biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantoratau patungan
antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalammenempuh jalur pendidikan
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggipendidikan klien maka keyakinan klien biasanya
didukung oleh buktibuktiilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasiterhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenispendidikan serta kemampuannya untuk
belajar secara aktif mandiritentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
2.1.5 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakangbudayanya yang dapat dicegah,
diubah atau dikurangi melalui intervensikeperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat
tiga diagnosakeperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkulturalyaitu :
gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,gangguan interaksi sosial
berhubungan disorientasi sosiokultural danketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan
dengan sistem nilai yang diyakini.
2.1.6 Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalahsuatu proses keperawatan
yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalahsuatu proses memilih strategi yang tepat dan
pelaksanaan adalahmelaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien
(Gigerand Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan
transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankanbudaya yang dimiliki klien bila
budaya klien tidak bertentangan dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya
klien kurangmenguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yangdimiliki klien
bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural careaccomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis, pandangan kliendan standar etik
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yangdiberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budayakelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatanyang dapat dipahami oleh
klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan. Perawat dan klien harus
mencoba untuk memahami budayamasingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses
mengidentifikasi persamaan danperbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya
budaya mereka.
Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga
hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akanterganggu. Pemahaman budaya klien amat
mendasari efektifitas keberhasilanmenciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.
2.1.7Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadapkeberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengankesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak
sesuai dengan kesehatan atauberadaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan
denganbudaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhankeperawatan yang
sesuai dengan latar belakang budaya klien.
2.2 Tinjauan Medis
2.2.1 Pengertian
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme,dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari
organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002).
Gizi buruk adalah keadaan dimana asupan gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh. Umumnya
gizi buruk ini diderita oleh balita karena pada usia tersebut terjadi peningkatan energy yang
sangat tajam dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus/bakteri.Proses dan bentuk
terparah akibat kekurangan gizi yang telah menahun dan berlangsung lama
(www.VHRmedia.com).
Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan
kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi kurang banyak
terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun.
Menurut ahli gizi dari IPB, Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, standar acuan status gizi balita
adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Sementara klasifikasinya adalah
normal,underweight (kurus), dan gemuk.
Untuk acuan yang menggunakan tinggi badan, bila kondisinya kurang baik
disebut stunted(pendek). Pedoman yang digunakan adalah standar berdasar tabel WHO-NCHS
(National Center for Health Statistics).
Menurut Prof. Ali, untuk membedakan balita kurang gizi dan gizi buruk dapat dilakukan dengan
cara berikut. Gizi kurang adalah bila berat badan menurut umur yang dihitung menurut Skor Z
nilainya kurang dari -2, dan gizi buruk bila Skor Z kurang dari -3. Artinya gizi buruk kondisinya
lebih parah daripada gizi kurang.
Balita penderita gizi kurang berpenampilan kurus, rambut kemerahan (pirang), perut kadang-
kadang buncit, wajah moon face karena oedema (bengkak) atau monkey face(keriput), anak
cengeng, kurang responsif. Bila kurang gizi berlangsung lama akan berpengaruh pada
kecerdasannya.
Status gizi pada balita dapat diketahui dngan cara mencocokkan umur anak (dalam bulan)
dengan berat badan standar tabel WHO-NCHS, bila berat badannya kurang, maka status gizinya
kurang.
Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat-zat gizi yang
kurang. Kekurangan gizi ini secara umum menyebabkan gangguan pada
• Pertumbuhan
Pertumbuhan anak menjadi terganggu karena protein yang ada digunakan sebagai zat pembakar
sehingga otot-otot menjadi lunak dan rambut menjadi rontok
• Produksi tenaga
Kekurangan energi yang berasal dari makanan mengakibatkan anak kekurangan tenaga untuk
bergerak dan melakukan aktivitas. Anak menjadi malas, dan merasa lemas
• Pertahanan tubuh
Sistem imunitas dan antibodi menurun sehingga anak mudah terserang infeksi seperti batuk,
pilek dan diare
• Struktur dan fungsi otak
Kurang gizi pada anak adapt berpengaruh terhadap perkembangan mental. Kekurangan gizi
dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen seperti perkembangan IQ dan motorik
yang terhambat
• Perilaku
Anak yang mengalami gizi kurang menunjukkan perilaku yang tidak tenang, cengeng dan apatis.
2.2.2 Etiologi
Penyebab dari gizi kurang antara lain : kebiasaan makan dimana makanan yang dikonsumsi
kurang mengandung kalori dan protein. Faktor social budaya dapat juga menjadi factor penyebab
gizi buruk dimana adanya pantangan mengkonsumsi makanan tertentu, seperti anak tidak boleh
makan ikan karena takut kecacingan. Faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan gizi kurang
adalah penyakit metabolic, infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lain.
Dapat juga dibedakan menjadipenyebab langsung dan penyebab tidak langsung :
1. Penyebab langsung
(1) Asupan makanan yang kurang
Asupan makanan yang kurang bisa berasal dari ketidakcukupan anak mendapatkan makanan
bergizi seimbang dan pola makan yang salah. Makanan bergizi pada anak tidak hanya
mengandung karbohidrat dan protein saja, tetapi harus diimbangi dengan zat-zat lain seperti
lemak, vitamin (A, D, E, K, C, B1, B2, B5, B12), asam folat, mineral (kalium, natrium, iodium,
magnesium,fosfor, dan lainnya). Jika kebutuhan akan zat-zat tersebut kurang atau bahkan tidak
terpenuhi, maka anak akan kekurangan gizi. Selain itu ditunjang dengan pola makan yang salah.
Misalnya pada anak yang diasuh oleh neneknya yang masih memiliki kebiasaan turun temurun.
Bayi yang baru lahir beberapa bulan sudah diberi makanan tambahan seperti pisang, nasi lumat,
atau bahkan ada kebudayaan yang tidak memperbolehkan anak mengkonsumsi daging, telur,
santan, dan lainnya. Hal ini dapat menghilangkan kesempatan anak memperoleh zat gizi dari
lemak dan protein.
(2) Penyakit infeksi yang diderita oleh anak
Penyakit infeksi yang sedang diderita oleh anak menjadi penyebab terpenting kedua dari
kejadian gizi buruk. Apalagi di negara terbelakang dan sedang berkembang seperti Indonesia,
dimana kesadaran akan kebersihan masih kurang serta ancaman endemitas penyakit tertentu
khususnya penyakit infeksi seperti diare, TBC, campak, gastroenteritis. Ada keterkaitan antara
penyakit infeksi dengan gizi buruk, yaitu kondisi infeksi kronik akan menyebabkan gizi buruk,
dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh
sehingga anak mudah terkena penyakit infeksi.
1. Penyebab tidak langsung
(1) Persediaan makanan di rumah
Persediaan makanan di rumah merupakan penyebab tidak langsung dari kejadian gizi buruk pada
anak. Jika di dalam keluarga tidak memiliki persediaan makanan yang cukup untuk seluruh
anggota keluarga, maka dapat dipastikan anggota keluarga akan kekurangan makanan. Terlebih
lagi jika di dalam keluarga terdapat anak balita yang sangat membutuhkan makanan bergizi
seimbang yang mengandung zat-zat gizi yang diperlukan untuk proses tumbuh kembang anak.
(2) Perawatan anak dan ibu hamil
Perawatan pada anak juga mempengaruhi terjadinya gizi buruk. Jika seorang anak dirawat oleh
kedua orang tuanya dengan penuh kasih sayang dan kebutuhannya tercukupi baik secara fisik
maupun psikologis, maka anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Anak akan tampak sehat dan terhindar dari kurang gizi atau bahkan gizi buruk. Selain itu
perawatan pada ibu sejak hamil juga mempengaruhi perkembangan bayi dalam kandungannya.
Jika seorang ibu tidak memperhatikan pemenuhan gizi selama hamil dan setelah melahirkan,
maka akan berdampak buruk bagi anaknya. Ibu yang mengkonsumsi makanan bergizi 4 sehat 5
sempurna akan dapat menghindari kejadian gizi buruk pada anaknya kelak. Selain itu pemberian
ASI secara eksklusif juga memberikan kontribusi yang baik untuk mendukung tumbuh kembang
anak.
(3) Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
Kejadian gizi buruk pada suatu wilayah akan cepat diketahui jika terdapat pelayanan kesehatan
yang memadahi seperti posyandu dan puskesmas. Tetapi jika pelayanan kesehatan tersebut tidak
dapat difungsikan sebagaimana mestinya, maka balita yang terkena gizi buruk tidak dapat
dideteksi secara cepat, atau bahkan angka kejadian gizi buruk akan semakin meningkat jika tidak
segera mendapatkan penanganan.
(4) Faktor ekonomi
Akar permasalahan yang sesungguhnya dari semakin meningkatnya angka kejadian gizi buruk
adalah faktor ekonomi. Sejak terjadinya krisis ekonomi, banyak masyarakat yang menderita
kemiskinan dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Hal ini menyebabkan orang tua tidak memiliki
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama kebutuhan pokok berupa
makanan bergizi bagi keluarga. Khususnya pada balita yang sangat membutuhkan zat gizi
penting yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi, dan makanan tersebut merupakan
aset utama yang mendukung tumbuh kembang anak. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
maka akan terjadi kurang gizi atau bahkan gizi buruk.
2.2.3 Klasifikasi Gizi Buruk
1. Kurang kalori ( marasmus)
Marasmus adalah kekurangan energy pada makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh
terpakai sehingga anak kurus dan keriput.
1) Etiologi :
Penyebab utama dari kekurangan makanan yang mengandung kalori
Penyebab umum:
Kegagalan menyusui anak : ibunya meninggal
Tidak adanya makanan tambahan
2) Tanda & gejala
- Tampak sangat kurus, sehingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng
- Kulit keriput , jari lemak subtikus sangat sedikit sampai tidak adaü Perut cekung
- Sering disertai penyakit kronis; diare kronik
3) Patofisiologi
Defisiensi kalori yang lama
Penghancuran jaringan lemak
(kebutuhan energy)
Menghilangnya lemak dibawah kulit
Penciutan/pengecilan otot
Pelisutan tubuh yang menyeluruh
1. Kurang protein ( kwashiorkor )
Kwashiorkor adalah penyebab utama dari kekurangan makanan yang mengandung protein
hewani. Penyakit ini biasanya diderita oleh golongan sosial
 ekonomi rendah.
1) Etiologi :
- Defisiensi asupan protein
2) Tanda & gejala
- Kegagalan pertumbuhan tampak dengan berat badan rendah maupun ada edema
- Edema pada kaki
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Cengeng
- Cracy papement
- Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung mudah dicabut tanparasa sakit dan rontok
- Pembesaran hati
- Otot mengecil, lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri dan dudukü Sering disertai infeksi
anemia , diare.
1. Kurang kalori dan protein ( marasmus – kwashiorkor )
Etiologi, tanda dan gejalanya merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.
2.2.4 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung (Soegianto, 2007):
1. Penilaian status gizi secara langsung
1. Antropometri Gizi:
Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Ada 2 tipe pengukuran antropometri yang digunakan untuk penilaian status gizi (Gibson, 1990):
1. Penilaian antropometri pertumbuhan
Pengukuran antropometri pertumbuhan yang secara luas digunakan adalah pengukuran tinggi
badan (TB), berat badan (BB).
Pengukuran pertumbuhan:
1. Pengukuran lingkar kepala
2. Pengukuran panjang badan waktu terlentang
3. Pengukuran tinggi badan
4. Pengukuran tinggi lutut
5. Berat badan bayi dan anak kurang dari 2 tahun
6. Lebar sikut
Indeks yang dihubungkan dengan pengukuran pertumbuhan:
1. Lingkar kepala terhadap umur
2. Berat badan (BB) terhadap umur (U)
3. Berat badan (BB) terhadap tinggi badan (TB)
4. Tinggi badan (TB) terhadap umur (U)
5. Penilaian antropometri komposisi tubuh
Sebagian besar metode antropometri untuk menilai komposisi tubuh didasarkan pada model
dimana tubuh terdiri dari susunan kimia: massa lemak dan massa bebas lemak.
Pengukuran massa lemak:
1. Mengukur ketebalan lipatan kulit
2. Mengukur tunggal lipatan kulit
3. Pengukuran Multiple Skinfold
4. Rasio lingkar pinggang – pinggul
5. Area lemak anggota badan
6. Kalkulasi lemak tubuh dari pengukuran lipatan kulit dengan kepadatan tubuh
1. Test Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris
yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh (darah, urine, tinja, hati, dan otak). Metode
ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang
lebih parah lagi.
1. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode penilaian gizi yang didasarkan pada perubahan-perubahan
yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel seperti kulit, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat status
gizi dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit.
1. Pemeriksaan Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan malihat perubahan struktur dari jaringan.
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik, cara
yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
a. Survey konsumsi makanan
Survey konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan
jenis zat gizi yang dikonsumsi.
1. Statistik vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisa data beberapa statistik
kesehatan, seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
3. Pemantauan Pertumbuhan Anak Dengan KMS (Kartu Menuju Sehat)
Kartu Menuju Sehat atau KMS merupakan metode untuk mengetahui pertumbuhan berat badan
anak mulai lahir sampai usia lima tahun.
Ketentuan KMS:
1. Garis merah dibentuk dengan menghubungkan angka-angka yang dihitung dari 70
% median baku WHO-NCHS
2. Dua pita kuning diatas garis merah terbentuk masing-masing dengan batas atas 75
% – 80 % median baku WHO-NCHS
3. Dua pita warna hijau muda diatas pita kuning dibentuk dengan batas atas 85 % –
90 % median baku WHO-NCHS
4. Dua pita warna hijau tua diatasnya dibentuk masing-masing dengan batas atas 95
% – 100 %
5. Dua pita warna hijau muda dan kuning paling atas yang masing-masing pita
bernilai 5 % dari baku median adalah daerah dimana anak balita sudah memiliki
kelebihan berat badan
Interpretasi pertumbuhan balita dengan KMS:
1. Pertumbuhan disebut baik: bila berat badan bulan ini bertambah dibandingkan
berat badan bulan lalu dan grafik berat badan di KMS tetap pada pita warna yang sama
atau berpindah ke pita warna yang lebih atas.
2. Pertumbuhan tidak baik:
1. Bila berat badan bulan ini bertambah tetapi grafik di KMS berpindah ke
pita yang lebih rendah
2. Bila berat badan bulan ini dibandingkan bulan lalu sama nilainya (tetap)
atau lebih rendah (berkurang)
2.2.5Penatalaksanaan
Ada berbagai macam cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk antara lain (Pudjiadi, 2000):
1. Meningkatkan hasil produksi pertanian, supaya persediaan bahan makanan
menjadi lebih banyak, dan sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat.
2. Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi energi.
3. Memperbaiki infrastruktur pemasaran. Infrastruktur pemasaran yang tidak baik
akan berpengaruh negatif terhadap harga maupun kualitas bahan makanan.
4. Subsidi harga bahan makanan. Intervensi demikian bertujuan untuk membantu
mereka yang sangat terbatas penghasilannya
5. Pemberian makanan suplementer melalui puskesmas
6. Memberikan pendidikan gizi
7. Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan:
1. Pemeriksaan kesehatan di Puskesmas, Posyandu pada waktu-waktu
tertentu
b.Melakukan imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi
1. Memperbaiki hygieni lingkungan dengan menyediakan air minum, tempat
membuang air besar (WC)
2. Mendidik masyarakat untuk membuang air besar di tempat yang telah disediakan,
membersihkan badan, memasak air minum, membersihkan rumah
3. Menganjurkan kepada masyarakat untuk mengunjungi puskesmas secepatnya jika
kesehatan mulai terganggu
4. Menganjurkan untuk mengikuti program KB (Keluarga Berencana)
Makanan /minuman dengan biologic tinggi gizi kalori / protein. Pemberian secara bertahap dari
bentuk dan jumlah mula – mula cair (seperti susu) lunak(bubur) biasa ( nasi lembek).
- Prinsif pemberian nutrisi
1. Porsi kecil,sering,rendah serat, rendah laktosa
2. Energy / kalori : 100 K kal / kg BB/ hari
3. Protein : 1 – 1,5 g / kg BB / hari
4. Cairan : 130 ml / kg BB / hari Ringan – sedang: 100 ml / kg BB / hari Edema Berat
- Obati / cegah infeksi
Antibiotic
a. Bila tampak komplikasi : Cotrymoksasol 5 ml
b. Bila anak sakit berat : Ampicillin 50 mg / kg BB IM/ IV Setiap 6 Jam Selama 2
Hari
- Untuk Melihat kemajuan / perkembangan anak
- Timbang berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
• Catat kenaikan BB anak tiap minggu.
2.2.6 Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Gizi Buruk
I. PENGKAJIAN
a) Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, No. Register,agama, tanggal
masuk RS , dll.
b) Keluhan utama
Tidak ada nafsu makan dan muntah
c) Riwayat penyakit sekarang
Gizi buruk biasanya ditemukan nafsu makan kurang kadang disertai muntah dan
tubuh terdapat kelainan kulit (crazy pavement)
d) Riwayat penyakit dahulu
Apakah ada riwayat penyakit infeksi , anemia, dan diare sebelumnya
e) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang lain menderita gizi buruk
II. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
• Mata : agak menonjol
• Wajah : membulat dan sembab
• Kepala : rambut mudah rontok dan kemerahan
• Abdomen : perut terlihat buncit
• Kulit : adakah Crazy pavement dermatosis, keadaan turgor kulit,odema
b) Palpasi
Pembesaran hati ± 1 inchi
c) Auskultasi
Peristaltic usus abnormal
III. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah meliputi Hb, albumin, globulin, protein total, elektrolit
serum, biakan darah.
2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine
3. Uji faal hati
4. EKG
5. X foto paru
IV. Diagnosa Keperawatan
1. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh b.d intake nutrisi tidak adekuat
Tujuan : nutrisi klien terpenuhi dalam 2 minggu
Kriteria hasil :
• Klien tidak muntah lagi
• Nafsu makan kembali normal
• Edema Berkurang /Hilang
• BB sesuai dengan umur (berat badan ideal 10 kg tanpa edema)
Rencana :
1) Beri asupan makanan/minuman tinggi kalori/protein
2) Timbang berat badan klien tiap hari
3) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat/vitamin/nutrisi
4) Observasi pengawasan pemberian cairan
1. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan nutrisi, dehidrasi
Tujuan: Integritas kulit kembali normal.
Kriteria hasil:
• Gatal hilang/berkurang.
• Kulit kembali halus, kenyal dan utuh.
Rencana:
• Anjurkan pada keluarga tentang pentingnya merubah posisi sesering mungkin.
• Anjurkan keluarga lebih sering mengganti pakaian anak bila basah atau kotor dan kulit anak
tetap kering.
•Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan lebih lanjut.
3. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang kondisi, prognosi dan kebutuhan nutrisi
Tujuan: Pengetahuan keluarga bertambah.
Kriteria hasil:
• Keluarga mengerti dan memahami isi penyuluhan.
• Dapat mengulangi isi penyuluhan.
• Mampu menerapkan isi penyuluhan di rumah sakit dan nanti sampai di rumah.
Rencana:
• Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
• Jelaskan tentang:
- Nama penyakit anak.
- Penyebab penyakit.
- Akibat yang ditimbulkan.
- Pengobatan yang dilakukan.
• Jelaskan tentang:
- Pengertian nutrisi dan pentingnya.
- Pola makan yang betul untuk anak sesuai umurnya.
- Bahan makanan yang banyak mengandung vitamin terutama banyak
mengandung protein.
• Beri kesempatan keluarga untuk mengulangi isi penyuluhan.
• Anjurkan keluarga untuk membawa anak kontrol di poli gizi setelah pulang dari rumah sakit.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MODEL TRANSCULTURAL IN NURSING
3.1 Pengkajian
Pengkajian pada model transcultural in nursing meliputi :
1. Faktor Tekhnologi ( Technological Factors )
 Persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini : ibu klien jarang memeriksakan anaknya, saat anaknya terdapat
tanda dan gejala gizi buruk yang dilakukan terlebih dahulu yaitu membawa anaknya ke dukun,
setelah anaknya sakit parah baru ibunya membawa anaknya ke PUSKESMAS
 Alasan mencari bantuan kesehatan : untuk memperoleh kesembuhan anaknya
 Persepsi sehat sakit : Ibu beranggapan bahwa keadaan anaknya yang seperti itu bukan
termasuk penyakit meskipun tanda – tanda dan gejala yang ada telah menunjukkan kalau
anaknya mengalami gizi buruk, diantaranya anaknya tidak mau makan, satu porsi makan tidak
habis, terdapat hepatomegali, perut buncit, anak juga tampak sangat kurus sekali.
 Kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan : Kalalu anaknya sakit diberi obat
atau ramuan jamu-jamuan seadanya tanpa segera dibawa ke petugas kesehatan.
1. Faktor Agama dan Falsafah Hidup ( Religious and Phylosophical Factors )
 Agama yang dianut : Islam
 Kebiasaan yang berdampak positif terhadap kesehatan : Ibu klien membiasakan buang air
kecil dahulu sebelum tidur
 Berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa : ibu klien selalu berikhtiar untuk
mencari kesembuhan anaknya
 Mempunyai konsep diri yang utuh :
a) Gambaran diri : anak masih belum mempunyai gambaran tentang dirinya secara utuh
karena anak masih berumur satu tahun dan belum mengerti bagian tubuh mana yang paling
disukainya.
b) Ideal diri : anak masih belum mengerti ideal dirinya dan belum mempunyai cita – cita
terhadap dirinya.
c) Harga diri : anak masih belum mengerti tentang apa arti harga diri baginya dan anak masih
sedikit berinteraksi dengan lingkungan.
d) Peran diri : berperan sebagai anak dan masih belum mempunyai peran yang lain sebagai
anak. Meskipun sakit dan dirawat di rumah sakit peran sabagai anak masih dapat berfungsi
meskipun tidak maksimal.
e) Identitas diri : Identitasnya belum jelas karena masih belum sekolah dan belum mempunyai
cita – cita sebagaimana mestinya.
 Status pernikahan : belum menikah
 Persepsi klien terhadap kesehatan dan cara beradaptasi terhadap situasinya saat ini : ibu
klien berusaha menghadapi ujian tersebut dengan sabar dan berusaha mencari jalan keluarnya.
 Cara pandang klien terhadap penyebab penyakit : klien memandang bahwa penyakit yang
di derita anaknya merupakan ujian dari Allah SWT
 Cara pengobatan dan penularan terhadap orang lain : -
1. Faktor Sosial dan Keterikatan Kekeluargaan ( Khinsip and Social Factors )
 Nama lengkap : An. A
 Nama panggilan dalam keluarga : An. A
 Umur : 1 tahun
 Tempat dan tanggal lahir :Bantul, 05 Juni 2009
 Jenis kelamin : Perempuan
 Status : Anak kandung
 Tipe keluarga : —-
 Pengambilan keputusan dalam anggota keluarga : Orang Tua
 Hubungan klien dengan kepala keluarga : Anak
 Kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga :bermain bersama
 Kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat : kerja bakti
1. Faktor Nilai – Nilai Budaya dan Gaya Hidup ( Cultural Values and Lifeways )
 Posisi dan jabatan : -
 Bahasa yang digunakan : Bahasa Jawa
 Kebiasaan membersihkan diri : Mandi 2x sehari
 Kebiasaan makan :makan sulit dan tidak teratur
 Makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit :makanan yang dikonsumsi kurang
mengandung zat gizi ( makan gaplek ), ibu pasien juga mengganti pemberian ASI dengan
memberikan air tajin.
 Sarana hiburan yang bisa dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas
sehari – hari : Menonton TV
 Ibu beranggapan bahwa keadaan anaknya gizi buruk saat ini yang ditandai dengan perut
anaknya buncit dikarenakan kemasukan roh halus yang berasal dari belakang pekarangan
rumahnya.
1. Faktor Kebijakan dan Peraturan Rumah Sakit yang Berlaku ( Pollitical and Legal
Factors )
 Peraturan dan kebijakan berkenaan dengan jam berkunjung : pukul 16.00-18.00 WIB
 Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu : 1 orang
 Hak dan kewajiban klien yang harus dikontrakkan klien oleh rumah sakit :
 Cara pembayaran untuk klien yang dirawat : JAMKESMAS
1. Faktor Ekonomi ( Economical Factors )
 Sumber ekonomi yang dimanfaatkan oleh klien :Sumbangan Keluarga
 Tabungan dan patungan antar anggota keluarga : —
 Pekerjaan klien : Belum bekerja
 Sumber biaya pengobatan : JAMKESMAS
 Kebiasaan menabung dan jumlahnya dalam sebulan : —-
1. Faktor Pendidikan ( Educational Factors )
 Latar belakang pendidikan klien, meliputi : Belum Bersekolah
1. Tingkat pendidikan klien : —
2. Tingkat pendidikan keluarga : Sekolah Menengah Pertama
3. Jenis pendidikan : Sekolah Menengah Pertama
4. Kemampuan klien belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya
sehinggatidak terulang kembali : Orang Tua tidak mengizinkan anaknya untuk bermain
hujan-hujan.
Pemeriksaan fisik pada balita gizi buruk
a) Inspeksi
• Mata : agak menonjol
• Wajah : membulat dan sembab
• Kepala : rambut mudah rontok dan kemerahan
• Abdomen : perut terlihat buncit
• kulit : adakah Crazy pavement dermatosis, keadaan turgor kulit,
odema
b) Palpasi
Pembesaran hati ± 1 inchi
c) Auskultasi
Peristaltic usus abnormal
III. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah meliputi Hb, albumin, globulin, protein total, elektrolit serum, biakan
darah.
2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine
3. Uji faal hati
4. EKG
5. X foto paru
Analisa Data
No. Pengelompokan Data Etiologi Diagnosa Keperawatan
1. Ds : Input yang kurang Gangguan pemenuhan kebutuhan
2. - Ibu klien mangatakan bergizi nutrisi
3. bahwa anaknya sulit makan Sistem nilai yang Ketidakpatuhan terhadap
Do : diyakini pengobatan
- Anaknya rewel Disorientasi sosial Kurangnya pengetahuan
- Anak tampak sangat
kurus
- Makanan 1 porsi tidak
habis
- Makanan yang
dikonsumsi kurang
mengandung zat gizi ( seperti
,makan makanan gaplek )
- BB = 5 kg, TB = 70 cm (
status nutrisi gizi buruk )
- Perut buncit
- Hepatomegali
Ds:
- Ibu px mengatakan
bahwa sakit anaknya
dikarenakan karena kemasukan
roh halus
Do :
- Perut anaknya yang
buncit
- Ibu membawa anaknya
untuk berobat ke dukun terlebih
dahulu sebelum dibawa ke
petugas kesehatan
- Kalalu anaknya sakit
diberi obat atau ramuan
tradisional seadanya tanpa
segera dibawa ke petugas
kesehatan.
Ds:
- Ibu klien mengatakan
bahwa anaknya merasa takut
kalau didatangi oleh perawat
Do :
- Anaknya tampak
bingung
- Anak tampak tak
kooperatif saat akan dilakukan
tindakan keperawatan
- Anak menangis bila
melihat petugas kesehatan
mendekatinya

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan input yang kurang bergizi
ditandai dengan
Ds :
- Ibu klien mangatakan bahwa anaknya sulit makan
Do :
- Anaknya rewel
- Anak tampak sangat kurus
- Makanan 1 porsi tidak habis
- Makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi ( seperti ,makan makanan gaplek
)
- BB = 5 kg, TB = 70 cm ( status nutrisi gizi buruk )
- Perut buncit
- Hepatomegali
2.Ketidakpatuhan terhadap pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini ditandai
dengan
Ds:
- Ibu px mengatakan bahwa sakit anaknya dikarenakan karena kemasukan roh halus
Do :
- Perut anaknya yang buncit
- Ibu membawa anaknya untuk berobat ke dukun terlebih dahulu sebelum dibawa ke
petugas kesehatan
- Kalalu anaknya sakit diberi obat atau ramuan jamu-jamuan seadanya tanpa segera dibawa
ke petugas kesehatan.
3.Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan disorientasi sosial yang ditandai dengan
Ds:
- Ibu klien mengatakan bahwa anaknya merasa takut kalau didatangi oleh perawat
Do :
- Anaknya tampak bingung
- Anak tampak tak kooperatif saat akan dilakukan tindakan keperawatan
- Anak menangis bila melihat petugas kesehatan mendekatinya
3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rencana
NO
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Lakukan pendekatan pada 1. Agar pas
2. pemenuhan asuhan klien dan keluarganya keluarganya koo
3. kebutuhan nutrisi keperawatan 2. Kaji TB, BB, Lila, Lingkar dengan perawat
berhubungan selama 3x 24 jam kepala, 2. Mengeta
dengan input yang diharapkan perbedaan konse
3. Berikan pendidikan
kurang bergizi kebutuhan nutrisi klien dan peraw
kesehatan tentang makanan yang
ditandai dengan klien terpenuhi mengandung zat gizi. 1. Agar pas
Ds : dengan kriteria
4. Berikan porsi sedikit tapi menerima dan
- Ibu klien hasil :
sering berinteraksi den
mangatakan bahwa - ibu mengatakan
anaknya sulit anaknya mau 5. Jaga kebersihan gigi dan 1. Mengeta
makan makan mulut tentang kesenjan
Do : - Makanan budaya yang dim
6. Berikan makanan yang
- Anaknya habis 1 porsi antara klien dan
hangat
rewel - BB, TB 1. Agar klie
7. Kolaborasi dengan tim gizi
- Anak seimbang memahami infor
1. lakukan pendekatan pada yang diberikan d
tampak sangat - Ibu pasien
pasien dan keluarganya melaksanakanny
kurus dapat memberikan
- Makanan 1 makanan yang 2. Identifikasi perbedaan 1. Memper
porsi tidak habis bergizi konsep antara klien dan perawat dalam berkomun
- Makanan - Perut tidak 3. Bersikap tenang dan tidak 1. Agar pas
yang dikonsumsi buncit terburu-buru saat berinterkasi keluarganya dap
kurang - Tidak dengan klien kooperatif denga
mengandung zat terdapat 4. Mendiskusikan kesenjangan perawat
gizi (seperti hepatomegali budaya yang dimiliki klien dan 2. Agar pas
,makan makanan Diharapkan perawat memahami deng
gaplek ) setelah pemberian 5. Beri kesempatan pada klien 1. Agar pas
- BB = 5 kg, asuhan untuk memahami informasi yang mengerti tentang
TB = 70 cm ( status keperawatan diberikan dan melaksanakannya pelayanan keseh
nutrisi gizi buruk ) selama 2×24 jam
- Perut buncit ketidakpatuhan 6. Gunakan pihak ketiga bila 2. Untuk
- terhadap Perlu mempercepat pr
Hepatomegali pengobatan dapat 1. Lakukan pendekatan pada kesembuhan
Ketidakpatuhan berkurang dengan pasien dan keluarganya 3. Untuk
terhadap kriteria hasil : 1. Terjemahkan terminologi mendapatkan
pengobatan - Ibu tidak gejala pasien ke dalam bahasa penyelesaian yan
berhubungan beranggapan kesehatan terbaik
dengan sistem nilai bahwa keadaan yang dapat dipahami oleh klien dan
yang diyakini perut anaknya orang tua
ditandai dengan yang buncit bukan 2. Berikan informasi pada klien
Ds: karena roh halus tentang sistem pelayanan kesehatan
- Ibu px - Ibu akan
3. Libatkan keluarga dalam
mengatakan bahwa membawa
perencanaan perawatan
perut anaknya anaknya langsung
buncit dikarenakan berobat ke petugas 4. Lakukan negosiasi dimana
karena kemasukan kesehatan tanpa kesepakatan berdasarkan
roh halus dibawa ke dukun pengetahuan biomedis, pandangan
Do : terlebih dahulu klien
- Ibu - Kalau dan standar etik apabila konflik
membawa anaknya anaknya sakit tidak terselesaikan
untuk berobat ke tidak perlu diberi 1. Agar pasien dan
dukun terlebih ramuan jamu- keluarganya kooperatif
dahulu sebelum jamuan. dengan perawat
dibawa ke petugas Setelah dilakukan 2. Untuk mengetahui
kesehatan asuhan perkembangan TB, BB, Lila
- Kalalu keperawatan dan lingkaran
anaknya sakit diberi selama 1×24 jam 3. Agar ibu pasien dapat
obat atau ramuan pengetahuan ibu memberikan makanan yang
jamu-jamuan berhubungan bergizi untuk anaknya
seadanya tanpa dengan
segera dibawa ke disorientasi sosial 4. Meningkatkan nafsu
petugas kesehatan. dapat meningkat makan klien
Kurangnya dengan kriteria 5. Gilut yang bersih
pengetahuan hasil : meningkatkan nafsu makan
berhubungan - Ibu klien anak
dengan disorientasi mengatakan kalau 6. Meningkatkan nafsu
sosial yang ditandai anaknya sudah makan
dengan tidak takut lagi 7. Untuk mempercepat
Ds: jika didatangi oleh kesembuhan
- Ibu klien perawat
mengatakan bahwa - Anaknya
anaknya merasa tidak tampak
takut kalau bingung
didatangi oleh - Anak
perawat tampak dapat
Do : kooperatif saat
- Anaknya akan dilakukan
tampak bingung tindakan
- Anak t`mpak keperawatan
tak kooperatif saat
akan dilakukan
tindakan
keperawatan
- Anak
menangis bila
melihat petugas
kesehatan
mendekatinya
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Transkultural nursing adalah suatu area atau wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan
keperawatan yangh fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara udaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, keoercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khussnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Model konseptual yang dikembangkan oleh
Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam
bentuk matahari terbit (sunrise model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991)
menyatakan bahwa proses keperawaqtan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir
dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew & Boyle, 1995).
Pengkajian pada model transkultural in nursing meliputi, faktor teknologi (technological factors),
faktor agama dan falsafah hidup (religious & philosopical factors), faktir sosial dan keterkaitan
kekeluargaan (kinship & sosial factors), faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values
& lifeways), faktor kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku (political & legal factors),
faktorekonomi (economical factors), faktor pendidikan (educational factors).
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transcultural adalah suatu proses keperawatan
yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilh strategi yang tepat dan
pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
(Gigerand Daviddhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang yang dimiliki klien bila budaya klien
tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya kien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien
bertentangan dengan kesehatan.
4.2 Saran dan Kritik
Di dalam penulisan makalah ini telah dijelaskan tentang model keperawatan transcultueal in
nursing yang menggunakan pengkajian dengan sunrise model. Dalam aplikasi kasus gizi buruk
pada anak usia 1 tahun ini khususnya masalah keperawatan tentang ketidakpatuhan terhadap
pengobatan yang berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini, kita sebagai perawat dapat
melakukan intervensi keperawatan dengan mengubah budaya masyarakat yang ada dengan
restrukturisasi budaya mereka. Sehingga, model asuhan keperawatan dengan transcultural in
nursing ini sangat tepat dipakai dalam pemberian asuhan keperawatan dalam kehidupan sehari –
hari, karena dapat memberikan asuhan keperawatan yang lebih lengkap dan rinci sesuai dengan
kebudayaan yang masing – masing masyarakat miliki.
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai