Anda di halaman 1dari 94

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL TRIMESTER III G4P1A2 UMUR


32-33 MINGGU DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT DI PUSKESMAS
S. PARMAN BANJ ARMASIN TAHUN 2021

DISUSUN OLEH :
DEWI RETNO ASTUTY
1119499
111949921100
2110007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI PROFESI BIDAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. atas limpahan Rahmat dan

Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus sederhana ini

dengan judul “Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Trimester III G4P1A2 Umur Kehamilan

32-33 minggu di Puskesmas S. Parman Banj


anjarmas
rmasin Tahun 2021”.
21

Saya menyadari bahwa laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan baik

berkat bantuan dan doa dari berbagai pihak. Penyusun mengucapkan puji syukur

yang sebesar-besarnya atas berkat dan karunia Allah Yang Maha Esa sehingga

laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Laporan

kasus ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia, Bapak Ali Rahman, M.Farm,

Apt

2. Ibu Ika Mardiatul Ulfa, SST, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Fakultas

Kesehatan Kebidanan Universitas Sari Mulia

3. Ibu Zulliati M.Keb selaku sekretaris Prodi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas

Kesehatan Kebidanan Universitas Sari Mulia

4. Ibu Hj. Nuririanisyah, S.SiT, selaku preceptor klinik di Puskesmas S. Parman

Banjarmasin yang telah banyak membantu dalam proses praktik klinik profesi

kebidanan di lahan praktek.

3
5. Preseptor Pendidikan Program Studi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas

Kesehatan Universitas Sari Mulia, Ibu Nita Hestiyana, SST, M.Kes yang telah

banyak memberi arahan dan bimbingan dalam pembuatan laporan kasus ini.

6. Serta teman-teman satu rotasi di ruang nifas dan pihak-pihak lain yang turut

berjasa dalam peyusunan laporan kasus ini yang tidak bisa disebutkan satu-

persatu.

Penulis sadar bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu, segala pendapat, kritikan, dan saran yang membangun sangat

diharapkan, agar dapat digunakan sebagai dasar dalam penulisan selanjutnya.

Penulis berharap laporan kasus ini bermanfaat bagi para pembaca secara umumnya

dan profesi kebidanan secara khususnya.

Banjarmasin, 20 Juli 2021

Penulis

4
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………………. i


LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. v
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………. vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………… viii
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………. 1
A. LATAR BELAKANG …………………………………………………….. 1
B. RUMUSAN MASALAH …………………………………………………. 3
C. TUJUAN …………………………………………………………………. 3
D. MANFAAT ………………………………………………………………... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………… 6
A. KONSEP DASAR KEHAMILAN ………………………………………. 6
1. Pengertian Kehamilan ……………………………………………… 6
2. Diagnostik Kehamilan ………………………………………………. 7
3. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Pada kehamilan ……………... 8
4. Tanda Bahaya Kehamilan….. ……………………………………… 12
B. KONSEP DASAR PREEKLAMPSIA BERAT…………………………. 14
1. Pengertian Preeklampsia Berat ……………………………………. 14
2. Faktor Resiko Preeklampsia……………………………………….. 15
3. Etiologi …………………………………………….………………….. 25
4. Patofisiologi …………………………………..….………………….. 30
5. Clinical Pathway Preeklampsia Berat …………………………….. 33
6. Manifestasi Klinik ……………………………………………………. 34
7. Komplikasi ……………………………………………………………. 37
8. Pencegahan dan Penanganan …………………………….………. 41
BAB 3 TINJAUAN KASUS …………………………………………………….. 54
BAB 4 PEMBAHASAN ………………………………………………………….. 65
A. Pengkajian Data Subjektif……………………………. ……………….. 65
B. Pengkajian Data Objektif………………………………………………. 68
C. Merumuskan Assesment………………………………….. ………….. 71
D. Perencanaan ………………………………………………..………….. 72
BAB 5 PENUTUP ………………………………………………………………. 79
A. KESIMPULAN …………………………………………………………. 79
B. SARAN ………………………………………………………………… 80
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 82

5
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT……….………………………………………….. 21


Tabel 2.2 Pemberian MgSO4 …………………………………………….. 54

6
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Clinical Pathways Preeklampsia Berat………………………... 34

v
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Preeklampsia merupakan new onset hipertensi dengan proteinuria setelah

kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG)

membagi preeklampsia menjadi tidak berat dan berat. Preeklampsia tidak berat

adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan

darah diastolik ≥90 mmHg dengan proteinuria. Preeklampsia berat adalah

preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥110 mmHg dengan proteinuria, atau jika tanpa proteinuria didefinisikan

sebagai hipertensi dengan trombositopenia, penurunan fungsi hepar, insufisiensi

ginjal, udem paru, sakit kepala atau gangguan penglihatan (ACOG, 2013;

Guideline summary, 2013; Cunningham et al., 2014).

Hal utama yang menjadi penyebab kematian dan kesakitan ibu preeklamsia

adalah abrasion plasenta, edema pulmonary, kegagalan ginjal dan hepar,

miokardial infark, disseminated intravascular coagulation (DIC), perdarahan

serebral (Gilbert & Harmon, 2005). Sedangkan efek preeklamsia pada fetal dan

bayi baru lahir adalah insufisiensi plasenta, asfiksia neonatorum, intra

uterine growth retardation (IUGR), prematur, dan abrasion plasenta (Gilbert &

Harmon,

2005).

Menurut WHO angka kejadian Preeclampsia berkisar antara 0,51–38%. Di

negara maju berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%, sedangkan negara

1
berkembang angka kamatian ibu di sebabkan Preeclampsia masih tinggi
(Rosa,

2015). Preeklampsia dan eklampsia di seluruh dunia diperkirakan menjadi

penyebab kira-kira 14% (50.000-75.000) kematian maternal setiap tahunnya

(Hak lim, 2011). Salah satu penyebab kematian maternal di Indonesia adalah

preeklampsia-eklampsia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Angsar

(1993), insiden preeklampsia-eklampsia di Indonesia berkisar 10-13% dari

keseluruhan ibu hamil. Penyebabnya masih misterius sehingga disebut penyakit

disease of theory (Roes hadi, 2015).

Angka kematian ibu di Kalimantan Selatan pada tahun 2018 mencapai 108

per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini meningkat poin dibandingkan dengan

capaian tahun 2017 sebesar 103,9 per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian

Ibu ini mempunyai manfaat sebagai gambaran tingkat kesehatan ibu selama

kehamilan dan melahirkan. Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2018 masih

berada pada peringkat ke-2 bersama Provinsi Kalimantan Barat (2017) dan di

bawah Provinsi Kalimantan Tengah (2015), dibandingkan dengan realisasi AKI

Indonesia yaitu tahun 305 per 100.000 kelahiran hidup.

Kematian ibu merupakan hal yang dapat diatasi dengan berbagai upaya

untuk mencegah dan menangani komplikasi kelahiran. Akses ibu hamil terhadap

pelayanan antenatal dan kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan merupakan

factor yang penting dalam menurunkan angka kematian ibu. Menurut data United

Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun 2012, sebanyak 72% wanita

hamil di Indonesia melakukan kunjungan pertama kehamilan, tetapi berhenti

sebelum memenuhi minimal empat kali kunjungan yang

direkomendasikan oleh

2
Kementerian Kesehatan. Kemenkes RI (2016), kebijakan yang berlaku di

Indonesia untuk kunjungan ANC minimal 4 kali selama kehamilan yaitu minimal 1

kali pada trimester I, minimal 1 kali pada trimester II, dan minimal 2 kali pada

trimester III. Menurut WHO (2016), merekomendasikan untuk kunjungan

Antenatal Care (ANC) minimal delapan kali. Kunjungan pertama pada trimester I

umur kehamilan 0-12 minggu, kunjungan pada trimester II umur kehamilan 20

dan 26 minggu, kunjungan pada trimester III umur kehamilan 30, 34, 36, 38, 40

minggu. ANC secara teratur pada ibu hamil diharapkan mampu mendeteksi dini

dan menangani komplikasi yang sering terjadi pada ibu hamil, sehingga

hal inipenting untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilannya berjalan

dengan normal.

Nutrisi juga memiliki peran yang besar dalam menentukan kesehatan ibu.

Riset menunjukkan bahwa ada dua jalur kritis dimana nutrisi ibu hamil dapat

mempengaruhi kelangsungan hidup janin, yaitu anemia dan defisiensi kalsium.

Anemia pada ibu hamil berkontribusi sebanyak 20% dari kematian ibu

(Black,etal.,2008). Selain itu, konsumsi rendah kalsium dapat

mengakibatkan terjadinya hipertensi kehamilan yang dapat memicu

preeclampsia dan eklampsia, yang merupakan penyebab kematian ibu paling

banyak kedua. Oleh karena itu, asupan gizi dan nutrisi yang cukup, termasuk

suplementasi kalsium, vitamin A&D, asam folat, zat besi, dan pemenuhan

gizi seimbang adalah hal penting yang harus didapatkan oleh ibu hamil.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis yang

dilaksanakan di Puskesmas S. Parman Banjarmasin di bulan Juni-Juli 2021,

3
kasus kehamilan patologis yang cukup serius ditemukan yaitu kehamilan atas

indikasi Preeklampsia Berat. Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti tertarik

untuk melakukan studi kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Ibu Hamil

Trimester III, G4P1A2 Umur Kehamilan 32-33 minggu Dengan Preeklampsia

Berat Di Puske
skesmas S. Parm
Parma
an Banj
anjarma
rmasin Tahu
ahun 2021”.
21

B. RUMUSAN MASALAH

Untuk mengetahui lebih lanjut dari asuhan kasus ini maka penulis membuat

rumusan masalah sebagai berikut ”Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Ibu

Hamil Trimester III, G4P1A2 Umur Kehamilan 32-33 minggu Dengan

Preeklampsia Berat Di Puske


skesmas S. Parm
Parma
an Banj
anjarma
rmasin Tahu
ahun 2021?”

C. TUJUAN

1. TUJUAN UMUM

Menganalisa Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Trimester III, G4P1A2 Umur

Kehamilan 32-33 minggu dengan Preeklampsia Berat Di Pus


Puskesmas S.

Parm
Parma
an Banj
anjarmasin Tahun 2021.

2. TUJUAN KHUSUS

a. Melakukan pengkajian data subjektif pada Asuhan Kebidanan Ibu Hamil

Trimester III, G4P1A2 Umur Kehamilan 32-33 minggu dengan

Preeklampsia Berat Di Pus


Puskesmas S. Parma
rman Ban
Banjarma
rmasin Tahun 2021.

b. Melakukan pengkajian data objektif pada Asuhan Kebidanan Ibu Hamil

Trimester III, G4P1A2 Umur Kehamilan 32-33 minggu dengan

Preeklampsia Berat Di Pus


Puskesmas S. Parma
rman Ban
Banjarma
rmasin Tahun 2021.

c. Merumuskan assesment berupa diagnose dan masalah potensial


pada

4
asuhan kebidanan ibu hamil Trimester III, G4P1A2 umur kehamilan 32-

33 minggu dengan Preeklampsia Berat Di Puskesmas S. Parma


rman

Banj
Banjarma
rmasin Tahun 2021.

d. Menyusun rencana, evaluasi dan rasionalisasi tindakan pada asuhan

kebidanan ibu hamil Trimester III, G4P1A2 umur kehamilan 32-33

minggu dengan Preeklampsia Berat Di Puskesmas S. Parm


Parma
an

Banj
Banjarma
rmasin Tahun 2021.

D. MANFAAT

1. Bagi penulis

Penulis berharap dapat menambah pengalaman dan wawasan pengetahuan

serta melatih kemampuan diri dalam memberikan asuhan kebidanan

ibu hamil dengan Preeklampsia Berat.

2. Bagi Profesi Kebidanan

Penulis mengharapkan dapat dijadikan sebagian bahan masukan dan

sebagai pembelajaran dasar ilmiah praktek kebidanan guna menemukan

keefektifan intervensi asuhan kebidanan secara komprehensif berdasarkan

rasionalisasi tindakan ilmiah terutama peran profesi bidan dalam memberikan

asuhan kebidanan yang harus sesuai dengan standar operasional prosedur

(SOP) dan asuhan kebidanan berbasis Evidance Based Midwifery.

3. Bagi Puskesmas

Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di puskesmas

agar dapat memberikan asuhan kebidanan ibu hamil dengan Preeklampsia

Berat dengan maksimal dan berbasis evidence base.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR KEHAMILAN

1. Pengertian Kehamilan

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, Kehamilan

didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum

dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat

fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam

waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender

internasional. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kehamilan adalah bertemunya

sel telur dan sperma di dalam atau diluar rahim dan berakhir dengan

keluarnya bayi dan plasenta melalui jalan lahir.

Definisi dari masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya

janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

dihitung dari hari pertama haid terakhir (Saifuddin, 2002). Kehamilan adalah

mulai dari ovulasi sampai partus lamanya 280 hari (40 minggu) dan tidak

lebih dari 300 hari (43 minggu) (Prawirohardjo, 2011).

Pembagian kehamilan dibagi dalam 3 trimester : trimester I, dimulai

dari konsepsi sampai tiga bulan (0-12 minggu); trimester II, dimulai dari

bulan keempat sampai enam bulan (13-28 minggu); trimester III dari bulan

tujuh sampai sembilan bulan (29-42 minggu).


2. Diagnostik Kehamilan

a. Tanda-tanda tidak pasti hamil

1) Amenorrhea (tidak haid)

2) Mual dan muntah

3) Ngidam (menginginkan makanan atau minuman yang tertentu)

4) Payudara menjadi tegang dan membesar

5) Tidak ada nafsu makan

6) Sering kencing

7) Obstipasi (penurunan kerja tonus otot karena dipengaruhi hormone

steroid)

8) Pigmentasi kulit

9) Epulis

10) Varices (Jannah Nurul, 2012: 117)

b. Tanda-tanda kemungkinan hamil

1) Uterus membesar

2) Tanda hegar

3) Tanda chadwick

4) Tanda piscaseck

5) Tanda Braxton hicks

6) Goodell sign

7) Reaksi kehamilan positif (Jannah Nurul, 2012: 120)

c. Tanda pasti hamil

1) Terasa gerakan janin

7
2) Teraba bagian-bagian janin

3) Terdapat denyut jantung janin

4) Terlihat kerangka janin pada saat pemeriksaan rontgen

5) Dengan menggunakan USG terlihat gambaran janin berupa

kantong janin, panjang janin dan diameter biparetalis hingga dapat

diperkirakan usia kehamilan dan tafsiran persalinan (Jannah Nurul,

2012: 122)

3. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Pada Kehamilan

Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan hamil biasanya sudah

terjadi setelah fertilisasi dan terus berlanjut selama kehamilan. Kebanyakan

perubahan itu merupakan respon terhadap janin. Hal yang paling

menakjubkan adalah hampir semua yang mengalami perubahan akan

kembali seperti semula setelah persalinan dan menyusui selesai.

Perubahan-perubahan tubuh atau organ-organ system reproduksi wanita

yang disebabkan oleh kehamilan yaitu:

a. Berat Badan

1) Peningkatan berat badan sekitar 25% dari sebelum hamil (rata-rata

12,5 kg).

2) Pada trimester II dan III sebanyak 0,5 kg/ minggu.

3) Pengaruh dari pertumbuhan janin, pemeriksaan organ maternal,

penyimpanan lemak dan protein, serta peningkatan volume

darah dan cairan intertisial pada maternal.

b. Sistem Reproduksi

8
1) Uterus mengalami kenaikan yaitu 20 x 50 gram, volume 10 ml serta

mengalami pembesaran uterus karena pengaruh esterogen adalah

hyperplasia hipertrofi aringan otot uterus.

2) Serviks, pada serviks terdapat tanda-tanda Chadwick, goondel dan

mucus plug, serviks uteri mengalami hipervaskularisasi dan

pelunakan dan lendir serviks meningkat seperti gejala keputihan.

3) Ovarium, fungsi ovarium diambil alih oleh plasenta terutama fungsi

produksi progetsterone dan esterogen pada usia kehamilan 16

minggu. Tidak terjadi kematangan ovum selama kehamilan.

4) Payudara, payudara menjadi lebih besar, kenyal, terasa tegang,

arela mengalami hiperpigmentasi, glandula montgomeri makin

tampak, papilla mammae makin membesar atau menonol serta

pengeluaran ASI belum berlangsung karena prolaktin belum

berfungsi.

5) Vulva mengalami hipervaskularisasi karena pengaruh esterogen dan

progesterone atau berwarna kebiruan.

c. Sistem Muskolesketal

1) Pembesaran payudara dan rotasi anterior panggul memungkinkan

untuk terjadinya lorosis

2) Ibu sering mengalami nyeri dibagian punggung dan pinggang

karena mempertahankan posisi stabil.

3) Adaptasi muskolesketal yang disebabkan oleh pengaruh hormonal

yaitu relaksasi persendian karena pengaruh hormone relaksin,

9
mlibilitas dan pliabilitas atau pelunakan meningkat pada sendi

sakroiliaka, sakrokoksigeal dan pelvis untuk persiapan persalinan.

4) Relaksasi dan hipermobilitas sendi pada masa hamil kembali stabil

dan ukuran sama dengan sebelum hamil, kecuali pada kaki

(Hutaehan, Serri 2013, 45-46).

d. Sistem Integumen

Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan pada sistem organ ibu

dikarenakan pengaruh hormon. Begitupun dengan sistem integument.

Perubahan pada sistem integument selama hamil disebabkan oleh

perubahan keseimbangan hormone dan peregangan ekanis yang

ditandai dengan beberapa kondisi sebagai berikut.

1) Peningkatan aktivitas melanophore stimulating


hormone

mengakibatkan hiperpigmentasi wajah (Cloasma gravidarum),

payudara, linea alba, dan striae gravidarum. Jaringan elastic kulit

mudah pecah,menyebabkan striae gravidarum, atau tanda

regangan. Respon alergi kulit meningkat. Kelenjar sebaseus,

keringat, folikel rambut lebih aktif. Pigmentasi timbul akibat

peningkatan hormone hipofisiss anteriopr menotropin selama masa

hamil, contoh pimentasi padawajah yaitu cloasma. Striae gravidarum

atau tanda regangan terlihat dibawah abdomen disebabkan kerja

adenokortikisteroid.

2) Perubahan umum lainnya yang timbul adalah peningkatan ketebalan

kulit dan lemak subdermal, hiperpigmentasi, pertumbuhan

rambut,

1
kuku, percepatan aktivitas kelenjar keringat dan sebasea, serta

peningkatan sirkulasi dan aktivitas vasomotor.

e. Sistem Respirasi

Kebutuhan oksigen meningkat 15%-20% diafragma terdorong keatas,

hiperventilasi, pernapasan dangkal (20-24 x/menit) mengakibatkan

penurunan kompliansi dada, dan kapasitas paru serta terjadi

peningkatan volume tidal. Oleh karean itu, system respirasi selama

kehamilan dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan inspirasi dan

ekspirasi dalam pernapasan, yang secara langsung juga mempengaruhi

suplai oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) pada janin. Jika inspirasi

meningkat maka jumlah kebutuhan oksigen akan meningkat (oksigen di

arteri meningkat), sehingga suplai oksigen yang sampai ke fetus

meningkat. Tapi jika ekspirasi meningkat maka output karbondioksida

meningkat, sehingga karbondioksida dalam darah maternal menurun

yang selanjutnya akan memudahkan transfer karbondioksida dari fetus

kepada maternal.

f. Sistem Gastrointestinal

Selama masa hamil, nafsu makan meningkat, sekresi usus berkurang,

fungsi hati berubah, dan aborsi nutrient meningkat. Aktivitas peristaltic

(motilitas) menurun, akibatnya bising usus menghilang, sehingga

menyebabkan konstipasi, mual serta muntah. Aliran darah ke panggul

dan tekanan darah meningkat sehingga menyebabkan hemoroid

terbentuk pada akhir kehamilan.

1
g. Sistem Kardiovaskular

Hipertrofi atau dilatasi ringan jantung mungkin disebabkan oleh

peningkatan volume darah dan curah jantung. Oleh karena diafragma

terdorong keatas, jantung terangkat ke atas lalu berotasi kedepan dan

kekiri. Peningkatan ini juga menimbulkan perubahan hasil auskultasi

yang umum terjadi selama masa hamil. Perubahan pada auskultasi

mengiringi perubahan ukuran dan posisi jantung (Hutahean Serri 2013,

44-50).

h. Sistem Perkemihan

Uretra membesar, tonus otot-otot saluran kemih menurun akibat

pengaruh esterogen dan progesterone. Kencing lebih sering laju fitrasi

meningkat sampai 60%-150%. Dinding saluran kemih dapat tertekan

oleh pembesaran uterus menyebabkan ibu sering berkemih

4. Tanda Bahaya dalam Kehamilan

Setiap kunjungan antenatal bidan harus mengajarkan kepada ibu hamil

untuk mengenali tanda–tanda bahaya pada kehamilan maupun persalinan.

Tanda bahaya ini jika tidak terdeteksi maka akan mengakibatkan kematian.

Untuk mengantisipasi ini maka tidak hanya ibu hamil saja yang perlu

mengerti tentang tanda bahaya tetapi suami dan keluarganya khususnya

orang penting yang berhak memberi keputusan apabila terjadi kagawat

daruratan harus juga mengetahui tentang tanda bahaya. Ada 6 tanda

bahaya selama periode antenatal adalah :

a. .Perdarahan per vagina.

1
Perdarahan tidak normal yang terjadi pada awal kehamilan (perdarahan

merah, banyak atau perdarahan dengan nyeri), kemungkinan abortus,

mola atau kehamilan ektopik. Perdarahan tidak normal pada kehamilan

lanjut (perdarahan merah, banyak, kadang –kadang, tidak selalu,

disertai rasa nyeri) bisa berarti plasenta previa atau solusio plasenta.

b. Sakit kepala yang hebat, menetap yang tidak hilang.Sakit kepala hebat

dan tidak hilang dengan istirahat adalah gejala pre eklampsia

c. Perubahan visual secara tiba–tiba (pandangan kabur). Masalah

penglihatan pada ibu hamil yang secara ringan dan tidak mendadak

kemungkinan karena pengaruh hormonal. Tetapi kalau perubahan

visual yang mendadak misalnya pandangan kabur atau berbayang dan

disertai sakit kepala merupakan tanda pre eklampsia

d. Nyeri abdomen yang hebat

Nyeri abdomen yang tidak ada hubungan dengan persalinan adalah

tidak normal. Nyeri yang tidak normal apabila nyeri yang hebat,

menetap dan tidak hilang setelah beristirahat, hal ini kemungkinan

karena appendisitis, kehamilan ektopik, abortus, penyakit radang

panggul, gastritis, penyakit kantung empedu, abrupsio plasenta, infeksi

saluran kemih dan lain-lain.

e. Bengkak pada muka atau tangan.

Hampir separuh ibu hamil mengalami bengkak normal pada kaki yang

biasanya muncul pada sore hari danbiasanya hilang setelah beristirahat

atau meninggikan kaki. Bengkak dapat menunjukkan tanda bahaya

1
apabila muncul pada muka dan tangan dan tidak hilang setelah

beristirahat dan disertai keluhan fisik lain. Hal ini dapat merupakan

tanda anemia, gagal jantung atau pre eklampsia

f. Bayi bergerak kurang dari seperti biasanyaIbu hamil akan merasakan

gerakan janin pada bulan ke 5 atau sebagian ibu merasakan gerakan

janin lebih awal. Jika bayi tidur gerakannya akan melemah. Bayi harus

bergerak paling sedikit 3 kali dalam periode 3 jam. Gerakan bayi akan

lebih mudah terasa jika ibu berbaring atau beristirahat dan jika ibu

makan dan minum dengan baik.

B. KONSEP DASAR PREEKLAMPSIA BERAT

1. Pengertian Preeklampsi Berat

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang

ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap

adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis

preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang

disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada

usia kehamilan diatas 20 minggu.

Preeklampsia, sebelumnya selalu didefinisikan dengan adanya

hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset

hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi

definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya

hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang menunjukkan adanya

kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami

1
proteinuria. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria

diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan

normal.

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara

kuantititas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi

protein urin massif (lebih dari 5 g) telah dieliminasi dari kriteria pemberatan

preeklampsia (preeklampsia berat). Proteinuria merupakan penanda objektif,

yang menunjukkan adanya kebocoran endotel yang luas, suatu ciri khas

preeklampsia. Walaupun begitu, jika tekanan darah meningkat

signifikan, berbahaya bagi ibu sekaligus janin jika kenaikan ini diabaikan

karena proteinuria belum timbul. Berdasarkan penelitian Chesley, 10%

kejang eklampsia terjadi sebelum ditemukan proteinuria.

Rekomendasi pemeriksaan protein urin: Proteinuria ditegakkan jika

didapatkan secara kuantitatif produksi protein urin lebih dari 300 mg per 24

jam, namun jika hal ini tidak dapat dilakukan, pemeriksaan dapat digantikan

dengan pemeriksaan semikuantitatif menggunakan dipstik urin >1+.

2. Faktor Resiko Preeklampsia

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti.

Namun banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi

dalam kehamilan tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap

benar-benar mutlak. Beberapa faktor resiko ibu terjadinya preeclampsia :

a. Usia

Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Usia

1
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga

mempengaruhi status kesehatan. Usia reproduktif sehat yang aman

untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Sedangkan usia

ibu>35 tahun seiring bertambahnya usia rentan untuk terjadi

peningkatan tekanan darah karena terjadi degenerasi. Adanya

perubahan patologis, yaitu terjadinya spasme pembuluh darah arteriol

menuju organ penting alam tubuh sehingga menimbulkan gangguan

metabolism jaringan, gangguan peredaran darah menuju retroplasenter.

Berdasarkan penelitian dari Dietl, wanita hamil pada usia lebih dari

40 tahun lebih berisiko mengalami hipertensi, dan preeklampsia banyak

terjadi pada ibu hamil umur > 40 tahun. Hasilnya juga menunjukkan

bahwa 59,1% preeklampsia terjadi pada nulipara dengan umur > 40

tahun. Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia hampir dua

kali lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih baik pada

primipara (RR 1,68 95%CI 1,23 - 2,29), maupun multipara (RR 1,96

95%CI 1,34 - 2,87). Sedangkan usia muda tidak meningkatkan risiko

preeklampsia secara bermakna.

b. Primigravida

Preeklampsia banyak dijumpai pada primigravida daripada

multigravida, terutama primigravida usia muda. Primigravida

lebih berisiko mengalami preeklampsia daripada multigravida karena

preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali terpapar

virus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut

mekanisme

1
imunologik pembentukan blocking antibody yang dilakukan oleh HLA-G

terhadap antigen plasenta belum terbentuk secara sempurna, sehingga

proses implantasi trofoblas ke jaringan desidual ibu menjadi terganggu.

Primigravida juga rentan stress dalam menghadapi persalinan yang

menstimulasi tubuh unuk mengeluarkan kortisol. Efek kortisol adalah

meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan tekanan

darah juga akan meningkat.

Nulipara lebih berisiko mengalami preeklampsia daripada multipara

karena preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali

terpapar virus korion. Berdasarkan studi Bdolah, kehamilan nullipara

memiliki kadar sFlt1 dan sFlt1 / PlGF bersirkulasi lebih tinggi daripada

kehamilan multipara, menunjukkan hubungan dengan

ketidakseimbangan angiogenik. Diambil bersama-sama dengan peran

patogenik faktor antiangiogenik pada preeklampsia, nulipara merupakan

faktor risiko untuk pengembangan preeklamsia

c. Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya

Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor

risiko utama. Menurut Duckit risiko meningkat hingga 7 kali lipat (RR

7,19 95% CI 5,85 - 8,83). Kehamilan pada wanita dengan riwayat

preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian

preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal yang

buruk.

d. Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru

1
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor

risiko preeklampsia, walaupun bukan nullipara karena risiko meningkat

pada wanita yang memiliki paparan rendah terhadap sperma.

e. Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih

Hubungan antara risiko terjadinya dengan interval/jarak kehamilan

lebih signifikan dibandingkan dengan risiko yang ditimbulkan dari

pergantian pasangan seksual. Risiko pada kehamilan kedua atau

ketiga secara langsung berhubungan dengan waktu persalinan

sebelumnya. Ketika intervalnya lebih dari 10 tahun, maka risiko ibu

tersebut mengalami preeklampsia adalah sama dengan ibu yang

belum pernah melahirkan. Dibandingkan dengan wanita dengan jarak

kehamilan dari 18 hingga 23 bulan, wanita dengan jarak kehamilan

lebih lama dari 59 bulan secara signifikan meningkatkan risiko

preeklampsia (1,83; 1,72-1,94) dan eklampsia (1,80; 1,38-2,32).

f. Kehamilan multipel/kehamilan ganda

Kehamilan ganda meningkatkan risiko preeklampsia sebesar 3 kali lipat.

Dengan adanya kehamilan ganda dan hidramnion, menjadi penyebab

meningkatnya resiten intramural pada pembuluh darah myometrium,

yang dapat berkaitan dengan peninggian tegangan myometrium dan

menyebabkan tekanan darah meningkat. Wanita dengan kehamilan

kembar berisiko lebih tinggi mengalami preeklampsia hal ini disebabkan

oleh peningkatan massa plasenta dan produksi hormon.

g. IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)

1
Nerenberg mengemukakan berdasarkan penelitian bahwa wanita hamil

dengan diabetes memiliki risiko 90% lebih tinggi dibandingkan mereka

yang tidak memiliki diabetes (OR 1.9; 95% CI 1.7-2.1). Diabetes dan

preeklampsia adalah dua kondisi umum yang berhubungan dengan

kehamilan, keduanya terkait dengan hasil kesehatan ibu dan janin yang

buruk. Diabetes dan preeklampsia memiliki faktor risiko yang sama

(misalnya, obesitas, sindrom ovarium polikistik, usia ibu lanjut,

peningkatan berat badan kehamilan), hiperinsulinemia dikaitkan

dengan kedua kondisi. Diabetes dan preekampsia memiliki bukti

disfungsi vaskular endotel.

h. Hipertensi kronik

Penyakit kronik seperti hipertensi kronik bisa berkembang menjadi

preeklampsia. Yaitu pada ibu dengan riwayat hipertensi kronik lebih

dari

4 tahun. Chappel juga menyimpulkan bahwa ada 7 faktor risiko yang

dapat dinilai secara dini sebagai prediktor terjadinya preeklampsia

superimposed pada wanita hamil dengan hipertensi kronik.

i. Penyakit Ginjal

Pada wanita hamil, ginjal dipaksa bekerja keras sampai ke titik dimana

ginjal tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat.

Wanita hamil dengan gagal ginjal kronik memiliki ginjal yang semakin

memperburuk status dan fungsinya. Beberapa tanda yang

menunjukkan menurunnya fungsi ginjal antara lain adalah hipertensi

yang semakin tinggi dan terjadi peningkatan jumlah produk

buangan yang sudah


1
disaring oleh ginjal di dalam darah. Ibu hamil yang menderita penyakit

ginjal dalam jangka waktu yang lama biasanya juga menderita tekanan

darah tinggi. Ibu hamil dengan penyakit ginjal dan tekanan darah tinggi

memiliki risiko lebih besar mengalami preeclampsia.

j. Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio

Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau donor

embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer

penyebab preeklampsia adalah maladaptasi imun. Mekanisme dibalik

efek protektif dari paparan sperma masih belum diketahui. Data

menunjukkan adanya peningkatan frekuensi preeklampsia setelah

inseminasi donor sperma dan oosit, frekuensi preeklampsia yang tinggi

pada kehamilan remaja, serta makin mengecilnya kemungkinan

terjadinya preeklampsia pada wanita hamil dari pasangan yang sama

dalam jangka waktu yang lebih lama. Walaupun preeklampsia

dipertimbangkan sebagai penyakit pada kehamilan pertama, frekuensi

preeklampsia menurun drastis pada kehamilan berikutnya apabila

kehamilan pertama tidak mengalami preeklampsia. Namun, efek

protektif dari multiparitas menurun apabila berganti pasangan.

k. Obesitas sebelum hamil (IMT >30 kg/m2)

IMT adalah rumus yang sederhana untuk menentukan status gizi,

terutama yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan berat

badan. Rumus menentukan IMT adalah sebagai


berikut:

IMT = Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan 2 (dalam meter)

2
Klasifikasi IMT di Indonesia sudah disesuaikan dengan

karakteristik Negara berkembang. Perbedaan karakteristik menjadi

penyebab tidak bisa disamaratakan IMT di Negara maju dengan

Negara berkembang. Sehingga diambil kesimpulan batas ambang

IMT di Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT

IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <17,0


Kekurangan berat bada tingkat ringan 17,0-18,4
Normal 18,5-25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1-27,0


Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

Obesitas adalah kondisi IMT yang masuk katagori gemuk

(kelebihan berat badan tingkat berat). Obesitas sebelum hamil dan

IMT saat pertama kali ANC merupakan faktor risiko preeklampsia

dan risiko ini semakin besar dengan semakin besarnya IMT pada

wanita hamil karena obesitas berhubungan dengan penimbunan

lemak yang berisiko munculnya penyakit degeneratif. Obesitas adalah

adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas

dapat memicu terjadinya preeklampsia melalui pelepasan sitokin-

sitokin inflamasi dari sel jaringan lemak, selanjutnya sitokin

menyebabkan inflamasi pada endotel sistemik. Peningkatan IMT

sebelum hamil meningkatkan risiko preeklampsia 2,5 kali lipat dan

peningkatan IMT selama ANC meningkatkan risiko preeklampsia

sebesar 1,5 kali lipat.

2
Berdasarkan studi Omar risiko preeklampsia pada kehamilan

preterm meningkat signifikan sejalan dengan peningkatan obesitas

selama kehamilan (RR 5.23, 95% CI: 3.86-7.09, P<0.001).

Berdasarkan penelitian Babah, subyek preeklampsia ditemukan

memiliki IMT yang lebih tinggi (30,04 ± 6,06 kg / m2) dibandingkan

dengan wanita hamil normotensif (28,08 ± 2,97 kg/m2).

Menggunakan tekanan darah arteri rata-rata sebagai indikator

keparahan penyakit, dengan cut-off dari 125 mmHg, ditemukan

bahwa preeklampsia berat memiliki IMT lebih tinggi (30,18 ± 6.49

kg/m2) dibandingkan dengan wanita dengan bentuk ringan dari

penyakit (29,83 ± 5,48 kg/m2) tetapi perbedaan ini tidak signifikan

secara statistik (P = 0,2131). Pemeriksaan fisik:

a) Indeks masa tubuh >35 kg/m2

b) Tekanan darah diastolik >80 mmHg

c) Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam

atau secara kuantitatif 300 mg/24 jam)

Faktor lain penyebab preeklampsia:

a. Pekerjaan

Pekerjaan dapat mempengaruhi terjadinya risiko preeklampsia.

Wanita yang bekerja memiliki risiko lebih tinggi mengalami

preeklampsia dibandingkan dengan ibu rumah tangga. Pekerjaan

dikaitkan dengan adanya aktifitas fisik dan stress yang merupakan

faktor risiko terjadinya preeklampsia. Akan tetapi pada kelompok ibu

2
yang tidak bekerja dengan tingkat pendapatan yang rendah

mengakibatkan frekuensi ANC berkurang dan kualitas gizi yang

rendah. Selain itu kelompok buruh/tani biasanya dari kalangan

pendidikan rendah yang kurang pengetahuan tentang ANC dan gizi.

Studi dari Imaroh menunjukkan bahwa ibu bekerja mempengaruhi

faktor risiko kejadian preeklampsia pada ibu hamil dengan risiko 7 kali

lebih besar terjadinya preeklampsia. Begitu juga menurut Sukfitrianty

bahwa ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan hipertensi

pada wanita hamil dimana ibu hamil yang berstatus bekerja berisiko

lebih tinggi sebesar 4 kali menderita hipertensi kehamilan

dibandingkan ibu hamil yang tidak bekerja.

b. Pendidikan

Berdasarkan UU no 20 tahun 2003 pendidikan di Indonesia dibagi

menjadi 3 yaitu pendidikan dasar (SD-SMP), pendidikan menengah

(SMA), dan pendidikan tinggi (Diploma-Perguruan tinggi). Pendidikan

mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang

semakin mudah untuk menerima informasi. Semakin banyak

informasi yang masuk makin banyak pengetahuan tentang kesehatan

baik dari orang lain maupun dari media massa. Sejalan dengan

penelitian Vistra Veftisia, et,al (2018) berdasar uji chi square pada

variabel pendidikan bernilai p = 0,004. Hal ini menujukkan ada

hubungan signifikan antara pendidikan dengan kejadian preeklampsia

bahwa ibu yang berpendidikan rendah lebih berisiko 4 kali di banding

2
ibu yang berpendidikan tinggi.

c. Sosial Ekonomi

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial

ekonominya lebih maju jarang terjangkit penyakit preeklampsia.

Secara umum, preeklampsia/ eklampsia dapat dicegah dengan

asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang

masih rendah dan pengetahuan yang kurang seperti di negara

berkembang seperti Indonesia insiden preeklampsia/ eklampsia

masih sering terjadi (Cunningham, 2013). Dalam jurnal penelitian

Tika. P.C, et al (2017) menyebutkan ada hubungan signifikan antara

sosial ekonomi rendah berpengaruh secara signifikan terhadap

kejadian preeclampsia. Hal ini juga didukung oleh pendapat

Thaddeus dan Maine (1994) dalam Rachmawati (2004) menjelaskan

bahwa taraf ekonomi keluarga berhubungan dengan kemampuan

keluarga ibu dalam menjangkau fasilitas kesehatan yang baik serta

memadai serta kemampuan dalam pemenuhan gizi selama

kehamilan. Ibu hamil dari latar belakang ekonomi yang tinggi akan

lebih mudah menjangkau pelayanan kesehatan yang lebih baik.

d. Stress

Menurut Kurniati (2009), stres merupakan faktor resiko terhadap

terjadinya preeklampsia. Stres memicu kejadian preeklampsia melalui

beberapa mekanisme yaitu, stres akan mengaktifkan

hipotalamus, kemudian melepaskan rantai peristiwa biokimia yang

2
mengakibatkan desakan adrenalin dan non adrenalin ke dalam

sistem, dan setelah itu diikuti oleh hormon kortisol. Apabila stress

dibiarkan berkepanjangan, tubuh tetap dalam keadaan aktif secara

psikologis dengan hormon stress adrenalin dan kortisol yang

berlebihan, Naiknya kortisol akan melumpuhkan sistem kekebalan

tubuh sehingga tubuh ibu hamil menjadi rentan terhadap berbagai

penyakit dan gangguan seperti, preeklampsia. Sehingga pada ibu

hamil dengan stres dapat cenderung meningkatkan resiko terjadinya

preeklampsia. Dalam penelitian Yulia Nur Khayati et al (2018) stress

berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian preeclampsia dalam

kehamilan.

3. Etiologi

Meskipun penyebab preeklampsia masih belum diketahui, bukti

manifestasi klinisnya mulai tampak sejak awal kehamilan, berupa perubahan

patofisiologi tersamar yang terakumulasi sepanjang kehamilan dan akhirnya

menjadi nyata secara klinis.

a. Genetik

Resiko preeklampsia dipengaruhi latar belakang genetik ibu dan genetik

janin. Namun gen spesifik yang bertanggung jawab untuk menghasilkan

resiko preeklampsia sebagian besar sulit dipahami (Gray, 2018).

Preklampsia merupakan kelanian multifaktor dan poligenik. Oleh sebab

itu, tidak satupun kandidat gen tunggal yang bertanggung jawab

terhadap kejadiannya. Sudah ditemukan lebih dari 70 kandidat gen yang

2
terkait dengan preeklampsia, tetapi hanya 7 gen yang paling banyak

diteliti, yaitu gen MTHFR, F5 (leiden), AGT (M235T), HLA, NOS3

(Glu298 Asp), F2 (G20210A) dan ACE. Variasi genetik lainnya, termasuk

factor lingkungan dan epigenetik, juga sangat berpengaruh terhadap

ekspresi genotip dan fenotip sindrom preeklampsia (Aryandhito, 2017).

Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada penderita

preeklampsia adalah peningkatan Human Leukocyte Antigen

(HLA). Menurut beberapa peneliti, wanita hamil yang mempunyai HLA

dengan haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi

menderita preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat.

Prevelensi preeklampsia meningkat pada anak perempuan yang lahir

dari ibu yang menderita preeklampsia, mengindikasikan adanya

pengaruh genotip fetus terhadap kejadian preeklampsia.

Walaupun faktor genetik nampaknya berperan tetapi manifestasi

pada penyakit ini secara jelas belum dapat dijelaskan (Tine et al.,

2018).

b. Iskemia Plasenta

Preeklampsia dan hambatan pertumbuhan janin adalah dua titik

akhir klinis yang telah di konseptualisasikan sebagai penyakit yang

terkait erat dengan manifestasi klinis. Kondisi ini merupakan penyakit

yang melibatkan plasenta, dengan uteroplasenta dibawah perfusi,

hipoksia kronis, dan iskemia plasenta yang merupakan penyebab utama

terjadinya preeklampsia (Ananth et al,, 2007).

Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi

2
desidua dan mimometrium dalam 2 tahap. Pertama sel-sel trofoblas

endovaskuler menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel,

merusak jaringan elastis pada tunika media dan jaringan otot polos

dinding arteri serta mengganti arteri dengan material fibrinoid (Reynold

et al., 2003). Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap

kedua dari sel trofoblas yang mana sel-sel trofoblas tersebut akan

menginvasi arteri spiralis lebih dalam hingga ke dalam mimometrium.

Selanjutnya terjadi proses seperti tahap pertama yaitu penggantian

endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis serta perubahan material

fibrinoid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah

yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong yang

memungkinkan terjadinya dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan

dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat pada kehamilan.

Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan

sebagaimana mestinya disebabkan oleh tidak semua arteri spinalis

mengalami invasi oleh sel sel trofoblas, pada arteri spiralis yang

mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara

normal tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian

arteri spinalis yang berada dalam myometrium, tetapi mempunyai

dinding musculo elastis yang rekatif sehingga masih terdapat resistensi

vaskuler. Disamping terjadi juga arterosis akut (lesi seperti

arterosklelerosis) pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen

arteri bertambah kecil atau bahkan mengalami obstruksi. Hal ini akan

2
menyebabkan penurunan aliran darah ke plasenta dan berhubungan

dengan luasnya daerah infark pada plasenta (Reynold et al., 2003).

c. Disfungsi Endotel

Teori jejas endotel akhir-akhir ini banyak dikemukakan sehubungan

dengan peranannya mengatur keseimbangan antara kadar zat

vasokonstriktor (tromboksan, endotelin, angiotensin) dan vasodilator

(prostasiklin, nitroksida) serta pengaruhnya terhadap sistem pembekuan

darah. Rekasi imunologi, inflamasi atau gangguan keseimbangan radikal

bebas dan antioksidan banyak diamati sebagai penyebab vasosopasme

dan jejas endotel (Aryandhito, 2017).

Ketidakseimbangan angiogenik adalah indikator pertama

kerusakan vaskular pada pasien preeklampsia dan kerusakan sel

endotel vaskuler maternal memiliki peranan pada terjadinya

preeklampsia. Kerusakan endotel vaskular pada preeklampsia dapat

menyebabkan penurunan produksi prostasiklin, peningkatan aktivitas

agregasi trombosit dan fibrinolisis, kemudian diganti oleh trombin dan

plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi

deposit fibrin. Aktivitas trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan

A2 dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel

(De Jager et al., 2017).

d. Imunologis

Hilangnya toleransi sistem imun Ibu terhadap antigen janin atau

terjadinya disregulasi proses toleransi mengakibatkan

pembentukan

2
antibodi penyekat situs antigenik plasenta terganggu. Perempuan yang

mengandung janin trisomi 13 memiliki insiden preeklampsia sebesar 30

hingga 40 persen dan dalam keadaan ini faktor antiangiogenik

meningkat dalam serum. Awal kehamilan pada perempuan yang

akhirnya menderita preeklampsi, trofoblas extravilus mengekspresikan

antigen leukosit manusia G(HLA-G) yang bersifat imunosupresif dalam

jumlah sedikit yang mana turut berperan dalam kecacatan vaskular

plasenta.

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada

kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap

antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks

imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan

terjadinya pembentukan proteinuria. Beberapa studi melaporkan bahwa

kemungkinan mal-adaptasi imunologis sebagai patofisiologi dari

preeklampsia. Pada ibu dengan preeklampsia terjadi penurunan T-

helper dibandingkan dengan ibu hamil normotensi yang dimulai sejak

awal trimester dua. Antibodi yang melawan sel endotel ditemukan pada

50% wanita dengan preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol

hanya terdapat 15%. Maladaptasi sistem imun menyebabkan invasi

yang rendah dari arteri spinalis oleh sel sitotrofoblas endovaskuler dan

disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan

sitokin (TNF-α dan ILF-1), enzim proteolitik dan radikal bebas oleh

desidua (Silver et al., 2002).

2
Radikal bebas yang dilepas oleh sel desidua akan menyebabkan

kerusakan sel endotel. Radikal bebas-oksigen dapat menyebabkan

pembentukan lipid peroksida yang akan membuat radikal bebas lebih

toksis dalam merusak sel endotel. Hal ini akan menyebabkan

ganggguan produksi nitrit oksida oleh endotel vaskuler yang akan

mempengaruhi keseimbangan prostasikin dan tromboksan dimana

terjadi peningkatan produksi tromboksan A2 plasenta dan inhibisi

produksi prostasiklin dari endotel vaskuler (Silver et al., 2002.). Hal ini

didasarkan atas pengamatan bahwa preeklampsia lebih sering

ditemukan pada primigravida, hiperplasentosis, kehamilan dengan

inseminasi donor, penurunan konsetrasi komplemen ��4, Wanita

dengan fenotip HLA, DR4, dan aktivasi sistem komplemen netrofil dan

makrofag (Aryandhito, 2017).

4. Patofisiologi Preeklampsia Berat

Nurul (2020) menyebutkan bahwa mekanisme yang mendasari untuk

preeklampsia adalah dianggap plasentasi terganggu karena invasi trofoblas

yang tidak memadai dari arteri spiral ibu. Pada hipertensi kehamilan tidak

terjadi invasi sel-sel tropoblas pada lapisan otot arteri spinalis dan jaringan

matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spinalis menjadi tetap kaku dan keras

sehingga lumen arteri spinalis tidak memungkingkan mengalami distensi

dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spinalis relatif mengalami vasokontriksi

dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis”, sehingga aliran

darah uteroplasenta menurun, dan perubahan-perubahan yang

dapat

3
menjelaskan pathogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya. Atas

dasar penelitian terbaru, preeklampsia dipertimbangkan sebagai gangguan

dengan dua tahap (Chaiworapongsa, 2014).

a. Tahap pertama, berkurangnya perfusi plasenta karena gagal


renovasi.

Ini menghasilkan ketidakseimbangan antara proangiogenik dan faktor

antiangiogenik, akibatnya adalah kerusakan endotel yang mengarah ke

stadium kedua: perkembangan sindrom maternal akut dengan disfungsi

multiorgan sistemik. Terlepas dari keadaan antiangiogenik, salah satu

faktor terpenting, ada banyak faktor lain mekanisme patogenetik yang

terlibat dalam preeklampsia, termasuk: stres oksidatif, keberadaan

angiotensin II tipe-1 receptor autoantibody (AT1), platelet dan aktivasi

trombin, dan peradangan intravaskular .

b. Tahap Kedua.

Pada preeklampsia terdapat ketidakseimbangan antara

proangiogenik dan antiangiogenik. Dalam beberapa studi yang telah

dipublikasikan, factor proangiogenik dan antiangiogenik beredar pada

saat sebelum terjadinya preeklampsia. Protein antiangiogenik yang

beredar di sirkulasi maternal secara berlebihan dan bertanggung jawab

untuk terjadinya preeklampsia yaitu Fms-like tyrosine

kinase-1 (sFlt-1) dan Endoglin (sEng).

Peningkatan sFlt-1 dalam sistem sirkulasi berkontribusi untuk

terjadinya preeklampsia. Pada saat meningkatnya sFlt-1 dan

menurunnya kadar VEGF plasma di bawah ambang batas dapat

3
menyebabkan disfungsi endotel sehingga terjadi gangguan sawar

darah otak dan menimbulkan intrakranial hipertensi, edema, efek pada

liver dan fungsi glomerulus. Disfungsi endotel berperan dalam regulasi

hemostasis dan dapat memicu terjadinya trombosito-

penia.

Meningkatnya sFlt-1 pada preeclampsia belum diketahui secara

pasti tetapi faktor genetik, hipoksia, dan imunologi diduga sebagai

penyebabnya. Kadar sFlt-1 meningkat sebagai respons terhadap

adanya hipoksia. Kadar sFlt-1 lebih tinggi pada early onset preeklampsia

dibandingkan dengan late onset preeklampsia.

Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) memiliki peranan yang

penting dalam pathogenesis preeklampsia. Meskipun total VEGF sedikit

meningkat pada preeklampsia tetapi VEGF terikat oleh sFlt-1 yang

mengakibatkan VEGF yang beredar menjadi rendah. Meningkatnya sFlt-

1 akan menyebabkan VEGF bebas yang beredar dalam sirkulasi

menjadi rendah/ berkurang.

Ketidak seimbangan faktor angiogenik memainkan peran penting

dalam pathogenesis preeklampsia. Gangguan implantasi plasenta

menyebabkan remodeling vaskuler menjadi dangkal yang

mengakibatkan gangguan pseudovaskulo- genesis yang diduga terjadi

pada usia kehamilan 12-18 minggu dan berperan penting dalam

kejadian preeklampsia onset dini.

3
5. Clinical Pathway Preeklampsia Berat

Genetic Factors Immunologic factors


↑ HLA

Stage I Abnormal placentation


“remodeling arteri spinalis” failure
(1st and 2nd trimester)

Small for
gestational age Reduced placental perfusion
(Iskemia placenta, hypoksia) Stage II
infant
(3nd trimester)

Antiangiogenic State
Stress oksidative ↑Circulating sFlt1 AT1 Antibody
↓Circulating PIGF ↑sEng
(Other maternal factors : Obesity, stress,
job factor, preexisting poor
vascular health)

Obesity Endotel dysfunction


Stress and anxiety
Hypertension
Job factor

Systemic vascular Preeclampsia/


dysfunction/ capillary Eclampsia
leak/vasospasm Coalgulation
abnormalities (HELLP)

Gambar 2.1 Clinical Pathways Preeklampsia Berat

3
6. Manifestasi Klinis

American Congress of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) (2013)

mengklasifikasikan Preeklamsia terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Preeklampsia

Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat

disamakan dengan preeklampsia, harus didapatkan gangguan organ

spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia

ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak

didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk

menegakkan diagnosis preeklampsia.

Kriteria minimal preeklampsia yaitu:

1) Tekanan darah >140/90 mmHg yang terjadi setelah 20 minggu

kehamilan pada wanita dengan tekanan darah yang sebelumnya

normal

2) Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick

>+1.

Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti dengan salah

satu tanda gejala di bawah ini:

1) Gangguan ginjal: keratin serum 1,2 mg/dL atau didapatkan

peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi di mana tidak ada

kelainan ginjal lainnya

2) Edema paru

3) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi traminas 2 kali normal dan

3
atau adanya nyeri epigastrum/region kanan atas abdomen

4) Trombositopenia: trombosit <100.000/microliter

5) Didapatkan gejala neurologis: nyeri kepala, stroke, dan gangguan

penglihatan. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda

gangguan sirkulasi uteroplacenta: oligohidramnion, Fetal Growth

Restriction (FGR).

b. Preeklampsia Berat

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada

preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, dikategorikan menjadi

kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia

berat. Kriteria Preeklampsia berat, diagnosis preeklampsia dipenuhi dan

jika didapatkan salah satu kondisi klinis dibawah ini:

1) Tekanan Darah >160/100 mm Hg

2) Proteinuria: pada pemeriksaan carik celup (dipstrik) >+2 atau 2,0

g/24 jam

3) Gangguan ginjal: keratin serum 1,2 mg/dL atau didapatkan

peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada

kelainan ginjal lainnya

4) Edema paru

5) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi traminas 2 kali normal dan

atau adanya nyeri epigastrum/region kanan atas abdomen

6) Trombositopenia: trombosit < 100.000/microliter

7) Didapatkan gejala neurologis: nyeri kepala, stroke, dan gangguan

3
penglihatan

8) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan

sirkulasi uteroplacenta : oligohidramnion, Fetal Growth Restriction

(FGR). Preeklampsia berat dibagi menjadi preeklampsia

berat

tanpa impending eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending

eclampsia. Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat

disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan

visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif

tekanan darah (Prawirohardjo, 2013).

Preeklampsia ternyata bukan masalah ibu hamil saja. Ketika bayi

lahir pun, ibu masih berisiko mengalaminya. 48 jam pasca persalinan

merupakan saat kritis ibu yang baru melahirkan mengalami preeklampsia.

Gejala preeklampsia bisa terjadi saat ibu masih mengandung. Jika tidak

tertangani dengan baik, preeklampsia bisa meningkat menjadi eklampsia

atau menjadi preeklampsia pasca persalinan atau postpartum

preeklampsia.

Namun preeklampsia pasca persalinan baru muncul 6 minggu setelah

bayi lahir. Hal ini memang tidak mengancam nyawa bayi, tetapi sangat

berbahaya untuk ibu. Para peneliti menduga, preeklampsia pasca

persalinan dipicu oleh preeklampsia yang dialami saat hamil, kurang tidur,

depresi setelah persalinan, dan perhatian berlebihan pada bayi baru lahir.

Gejalanya antara lain tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg,

terdapat kelebihan protein dalam urine, mengalami masalah penglihatan,

migraine,
3
mual, pusing, berat badan yang melonjak, tubuh membengkak terutama di

bagian kaki, dan nyeri perut yang parah.

Gejala-gejala ini biasa terjadi pada semua ibu baru, sehingga

menyulitkan deteksi preeklampsia pasca persalinan. Kendati demikian, para

peneliti percaya bahwa masalah ini disebabkan oleh aliran darah ke rahim

yang kurang lancar, masalah dengan sistem kekebalan tubuh, kerusakan

pembuluh darah selama persalinan, dan pola makan yang buruk. Dugaan

lainnya adalah: obesitas, peregangan rahim berlebihan, dan polusi udara.

Ketika preeklampsia pasca persalinan terjadi, mungkin saja ibu

mengalami situasi gawat, karena tubuh ibu yang masih lemah dan stres

yang cukup tinggi saat mengasuh bayi baru (Wibowo, Susanto. 2018).

7. Komplikasi

a. Komplikasi Maternal

1) Eklampsia

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang

disertai dengan kejang menyeluruh dan koma, eklampsia selalu

didahului dengan preeklampsia. Timbulnya kejang pada perempuan

dengan preeklampsia yang tidak disebabkan oleh penyakit lain

disebut eklampsia.

2) Sindrom Hemolysis, Elevated Liver Enzimes, Low Platelet Count

(HELLP)

Pada preeklampsia sindrom HEELP terjadi karena adanya

peningkatan enzim hati dan penurunan trombosit, peningkatan enzim

3
kemungkinan disebabkan nekrosis hemoragik periporta di bagian

perifer lobules hepar. Perubahan fungsi dan integritas hepar

termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan

kadar aspartat amniotransferase serum.

3) Ablasi Retina

Ablasia retina merupakan keadaan lepasnya retina sensoris dari

epitel pigmen retina. Gangguan penglihatan pada wanita dengan

preeklampsia juga dapat disebabkan karena ablasia retina dengan

kerusakan epitel pigmen retina karena adanya peningkatan

permeabilitas dinding pembuluh darah akibat penimbunan cairan

yang terjadi pada proses peradangan.

Gangguan pada penglihatan karena perubahan pada retina.

Tampak edema retina, spasme setempat atau menyeluruh pada satu

atau beberapa arteri. Jarang terjadi perdarahan atau eksudat atau

apasme. Retiopati arterisklerotika pada preeklampsia terlihat

bilamana didasari penyakit hipertensi yang menahun. Spasme arteri

retina yang nyata menunjukkan adanya preeklampsia berat. Pada

preeklampsia pelepasan retina karena edema introkuler merupakan

indikasi pengakhiran kehamilan segera. Biasanya retina akan melekat

kembali dalam dua hari sampai dua bulan setelah persalinan.

4) Gagal Ginjal

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh karena aliran darah ke dalam

ginjal menurun, sehingga filtrasi glomerulus berkurang.

Kelainan

3
ginjal berhubungan dengan terjadinya proteinuria dan retensi garam

serta air. Pada kehamilan normalpenyerapan meningkat sesuai

dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi akibat spasme

arterioles ginjalmenyebabkan filtrasi natrium menurun yang

menyebabkan retensi garam dan juga terjadi retensi air. Filtrasi

glomerulus pada preeclampsia dapat menurun 50% dari normal

sehingga menyebabkan dieresis turun. Pada keadaan lanjut dapat

terjadi oliguria sampai anuria.

5) Edema Paru

Penderita preeklampsia mempunyai risiko besar terjadinya edema

paru disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada

pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya dieresis. Kerusakan

vaskuler dapat menyebabkan perpindahan protein dan cairan ke

dalam lobus-lobus paru. Kondisi tersebut diperburuk dengan terapi

sulih cairan yang dilakukan selama penanganan preeklampsia dan

pencegahan eklampsia. Selain itu, gangguan jantung akibat

hipertensi dan kerja ekstra jantung untuk memompa darah ke dalam

sirkulasi sistemik yang menyempit dapat menyebabkan kongesti paru.

6) Kerusakan Hati

Vasokontriksi menyebabkan hipoksia sel hati. Sel hati mengalami

nekrosis yang diindikasikan oleh adanya enzim hati seperti

transminase aspartat dalam darah. Kerusakan sel endothelial

pembuluh darah dalam hati menyebabkan nyeri karena hati

3
membesar dalam kapsul hati. Hal ini dirasakan oleh ibu sebagai nyeri

epigastrik/nyeri uluhati.

7) Penyakit Kardiovaskuler

Gangguan berat pada fungsi kardiofaskuler normal lazim terjadi pada

preeklampsia atau eklampsia. Gangguan ini berkaitan dengan

peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi,

preload jantung, yang sangat dipengaruhi oleh tidak adanya

hipervolemia pada kehamilan akibat penyakit atau justru

meningkatsecara introgenik akibat infus larutan kristaloid atau onkotik

intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasi cairan intravakuler

ke dalam ekstrasel, dan yang penting ke dalam paru- paru.

8) Gangguan Saraf

Tekanan darah meningkat pada preeklampsia menimbulkan

menimbulkan gangguan sirkulasi darah ke otak dan menyebabkan

perdarahan atau edema jaringan otak atau terjadi kekurangan

oksigen (hipoksia otak). Menifestasi klinis dari gangguan sirkulasi,

hipoksia atau perdarahan otak menimbulkan gejala gangguan saraf

diantaranya gejala objektif yaitu kejang (hiperrefleksia) dan

koma. Kemungkinan penyakit yang dapat menimbulkan gejala yang

sama adalah epilepsi dan gangguan otak karena infeksi, tumor otak,

dan perdarahan karena trauma.

b. Komplikasi Neonatal

1) Pertumbuhan Janin terhambat

4
Ibu hamil dengan preeklampsia dapat menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat karena perubahan patologis pada

plasenta, sehingga janin berisiko terhadap keterbatasan

pertumbuhan.

2) Prematuritas

Preeklampsia memberikan pengaruh buruk pada kesehatan janin

yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, pada

waktu lahir plasenta terlihat lebih kecil daripada plasenta yang normal

untuk usia kehamilan, premature aging terlihat jelas dengan

berbagai daerah sinsitianya pecah, banyak terdapat nekrosis iskemik

dan posisi fibrin intervilosa.

3) Fetal distress

Preeklampsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma

distress napas. Hal ini dapat terjadi karena vasospasme yang

merupakan akibat kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot

pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan

dan menyebabkan aliran darah dalam plasenta menjadi terhambat

dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadikan gawat

janin.

8. Pencegahan dan Penanganan

a. Pencegahan

1) Antenatal Care (ANC)

Deteksi dini preeklampsia dilakukan dengan berbagai

pemeriksaaan tanda biologis, biofisik dan biokimia sebelum

4
timbulnya gejala klinis sindrom preeklampsi. Hal ini diupayakan

dengan mengidentifikasi kehamilan risiko tinggi dan mencegah

pengobatan dalam rangka menurunkan komplikasi penyakit dan

kematian melalui modifikasi ANC.

WHO merekomendasikan semua ibu hamil harus melakukan

kunjungan ANC minimal 8 kali, yaitu kunjungan pertama dilakukan

sebelum usia kehamilan 12 minggu dan kunjungan selanjutnya di

usia kehamilan 20, 26, 30, 34, 36, 38 dan 40 minggu. Preeklampsia

tidak selalu dapat didiagnosis pasti. Jadi berdasarkan sifat alami

penyakit ini, baik American College of Obstetricians and

Gynecilogists (ACOG) maupun Kelompok Kerja Nasional High

Blood Pressure Education Programe menganjurkan kunjungan ANC

yang lebih sering, bahkan jika preeklampsia hanya dicurigai.

Pemantauan yang lebih ketat memungkinkan lebih cepatnya

identifikasi perubahan tekanan darah yang berbahaya, temuan

laboratorium yang penting, dan perkembangan tanda dan gejala

yang penting. Frekuensi kunjungan ANC bertambah sering pada

trimester ketiga, dan hal ini membantu deteksi dini preeklampsia.

2) Manipulasi Diet

a) Suplemantasi Kalsium

WHO merekomendasikan pemberian kalsium rutin sebanyak

1500-2000 mg elemen kalsium perhari, terbagi menjadi 3 dosis

(dianjurkan dikonsumsi mengikuti waktu makan). Lama

4
konsumsi adalah semenjak kehamilan 20 minggu hingga akhir

kehamilan. Pemberian kalsium dianjurkan untuk ibu hamil

terutama dengan risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi pada

kehamilan dan daerah dengan asupan kalsium yang rendah.

Studi dari Khaing juga menyatakan bahwa suplemen kalsium

dapat digunakan untuk pencegahan preeclampsia.

b) Suplementasi Vitamin D

Institute of Medicine (IOM) dan ACOG merekomendasikan

suplemen vitamin D 600 IU perhari untuk ibu hamil guna

mendukung metabolisme tulang ibu dan janin. Dan dosis 1000-

2000 IU per hari untuk kasus defisiensi vitamin D. Namun

paparan sinar matahari mungkin lebih terkait kuat dengan

tingkat vitamin D dibandingkan dengan asupan vitamin D oral.

Bentuk aktif vitamin D yang disebut dengan 1,25

dihidrokolecalsiferol (1,25-(OH)2D3) secara langsung

mempengaruhi absorbsi kalsium di usus bersama dengan

hormon paratiroid bekerja secara sinergis meningkatkan

reabsorbsi kalsium dari tulang.

25(OH)D pertama dihidroksilasi di hati. Metabolit yang

dihasilkan, 25(OH)D, sangat stabil dan karena itu paling sering

digunakan untuk mengukur status vitamin D. Hidroksilasi kedua

ke bentuk aktif 1,25(OH)D kebanyakan terjadi di ginjal dalam

proses yang diatur secara ketat oleh kalsium, fosfor dan kadar

4
hormon paratiroid. Setelah hidroksilasi kedua, 1,25(OH)D

berikatan dengan vitamin D Receptor (VDR). VDR adalah faktor

transkripsi yang produknya terlibat dalam beragam aktivitas

termasuk metabolisme tulang, pertumbuhan sel dan

diferensiasi, metabolisme glukosa dan fungsi kekebalan tubuh.

Enzim yang bertanggung jawab untuk aktivasi vitamin D

(1αhydroxyase) dan reseptornya telah ditemukan di jaringan

perifer seperti plasenta yang menunjukkan peran yang lebih

jauh menjangkau vitamin D daripada metabolisme tulang saja.

Menurut Achkar pemberian vitamin D sejak awal kehamilan bisa

mengurangi risiko preeklampsia. Begitu juga menurut Bodnar

defisiensi vitamin D meningkatkan risiko preeklampsia.

Faktor immunologik diduga berperan terhadap kejadian

hipertensi dalam kehamilan. Pada preeklampsi plasenta

menunjukan respon inflamasi yang kuat dan terjadinya

peningkatan dalam aktivitas sistem immunologi. Hal ini

menyatakan bahwa sistem immunomodulasi vitamin D secara

potensial memberikan manfaat terhadap implantasi plasenta

selama kehamilan. Kecukupan akan pemenuhan kebutuhan

vitamin D memberikan efek imunomodulasi dan regulasi

tekanan darah.

Sinar matahari merupakan sumber utama vitamin D yang

paling baik. Sinar UVB yang berasal dari matahari diserap oleh

4
kulit dan kemudian mengubah 7-dehidrokolesterol di kulit

menjadi previtamin D3 yang selanjutnya secara spontan

dikonversikan menjadi vitamin D3 (kolekasiferol). Vitamin D ini

mengalami hidrolisis, hidrolisis yang pertama terjadi dalam hati

dalam bentuk 25(OH)D selanjutnya hidrolisis yang kedua terjadi

di dalam dan diluar ginjal dalam bentuk 1,25(OH)2D. Hasil

penelitian Khaing menunjukkan bahwa vitamin D dapat

mengurangi risiko preeklampsia sekitar 53% dan 50% bila

dibandingkan dengan plasebo.

Paparan sinar matahari sebesar satu satuan Minimal

Erythemal Dose (MED) yaitu mulai munculnya kemerahan yang

ringan di kulit, sudah dapat meningkatkan konsentrasi vitamin D

yang setara dengansuplementasi 10.000 –20.000 IU. Intensitas

UVB sinar matahari adalah rendah pada pukul 07.00 pagi,

meningkat pada jam-jam berikutnya sampai dengan pukul

11.00; setelah pukul 11.00 intensitas ini relatif stabil dan tinggi

sampai dengan pukul 14.00 untuk kemudian menurun, dan

pada pukul

16.00 mencapai intensitas yang sama dengan pada pukul

07.00. Penelitian oleh Holick melaporkan bahwa waktu pajanan

yang dibutuhkan pada intensitas 1 MED/jam adalah 1/4 x 60

menit atau sama dengan 15 menit.

4
Jika intensitas pajanan adalah 2 MED/jam, maka lama

pemajanan lebih singkat. Intensitas ultraviolet puncaknya

pada

4
pukul 11.00–13.00 selama 1–2 MED/jam. Paparan sinar

matahari di muka dan lengan selama 25 menit pada pukul 09.00

atau pukul 11.00–13.00 selama 15 menit sudah meningkatkan

konsentrasi vitamin D sebesar 2700 IU tiap kali pemaparan.

Sebaiknya untuk mencegah defisiensi vitamin D dapat dilakukan

dengan terpapar sinar matahari 15–30 menit selama 2–3

kali/minggu atau 2 jam/minggu.

c) Antioksidan

Terdapat data empiris bahwa ketidakseimbangan antara

aktivitas oksidan dan antioksidan mungkin memiliki peran

penting dalam pathogenesis preeklampsia. Dua antioksidan

alamiah yaitu vitamin C dan vitamin E dapat menurunkan

oksidan tersebut. Suplementasi diet diajukan sebagai metode

untuk memperbaiki kemampuan oksidatif perempuan yang

berisiko mengalami preeklampsia.

d) Agen Antitrombotik (aspirin dosis rendah)

Pemberian asetilsalisilat (aspirin) 100 mg sebelum 16

minggu kehamilan dapat menurunkan kejadian preklampsia (RR

0,1 IK 95%; 0,1 – 0,74). Di Prancis pemberian aspirin 75-160

mg/hari dimulai sebelum kehamilan 20 minggu. Penelitian RCT

melaporkan bahwa dari 1317 ibu yang diteliti, terjadi penurunan

risiko preeklampsia sebesar 52% ibu pada kelompok intervensi

aspirin yang dimulai pada usia kehamilan 16 minggu. Tetapi

4
pada kelompok ibu yang diberikan aspirin setelah 16 minggu

kehamilan tidak terdapat pengaruh yang signifikan tehadap

penurunan risiko preeklampsia.

Dengan aspirin dosis rendah yaitu dalam dosis oral 50

hingga 150 mg/hari, aspirin secara efektif menghambat

biosintesan A2 dalam trombosit dengan efek minimal pada

produksi prostlasiklin vaskuler. Berdasarkan penelitian Paris

Collaborative Group untuk perempuan yang mendapatkan

aspirin, risiko relatif preeklampsia menurun secara bermakna

sebesar 10% untuk terjadinya preeklampsia. Karena manfaat

marginal ini, menggunakan aspirin dosis rendah yang

disesuaikan bagi tiap individu untuk mencegah berulangnya

preeklampsia.

e) Pemberian magnesium lebih banyak dilaporkan diberikan pada

ibu dengan PEB. Dilaporkan magnesium dapat menurunkan

risiko eklampsi sebesar 50%. Rekomendasi WHO dalam

pemberian magnesium adalah diberikan pada PEB untuk

mencegah eklampsi dan pada pasien eklampsi untuk mencegah

kejang.

f) Pemberian asam folat dapat menurunkan risiko preeklampsi.

Studi di Kanada melaporkan bahwa ibu hamil yang diberikan

asam folat sebelum hamil atau sejak trimester I kehamilan dan

terus mengkonsumsinya hingga trimester III dapat menurunkan

4
kejadian preeklampsia sebesar 65%. Dosis yang dianjurkan

adalah dua kali dosis untuk mencegah neural tube defect yaitu 1

mg.

g) Pemberian Isosorbid Dinitrat (ISDN) secara transdermal pada

ibu dengan PE dapat menurunkan tekanan darah dan

memperbaiki sirkulasi darah uteroplasenta.

b. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan preeklampsia

1) Monitor tekanan darah 2 kali sehari dan cek protein urin rutin

2) Pemeriksaan laboratorium darah (Hb, Hct, AT, ureum, kreatinin,

SGOT, SGPT) dan urin rutin

3) Monitor kondisi janin

4) Rencana terminasi kehamilan pada usia 37 minggu. Atau usia <37

minggu bila kondisi janin memburuk, atau sudah masuk dalam

persalinan/ ketuban pecah dini (KPD).

Penatalaksanaan preeklampsia berat

1) Stabilisasi pasien dan rujuk ke pusat pelayanan lebih tinggi

2) Prinsip manajemen preeklampsia berat:

a) Monitor tekanan darah, albumin urin, kondisi janin,

dan pemeriksaan laboratorium

b) Mulai pemberian antihipertensi

c) Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin

(oral short acting), hidralazine dan labetalol parenteral.

Alternatif

4
pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin,

metildopa, labetalol

d) Mulai pemberian MgSO4 (jika gejala seperti nyeri kepala, nyeri

uluhati, pandangan kabur). Loading dose beri 4 gram MgSO4

melalui vena dalam 15-20 menit. Dosis rumatan beri MgSO 4 1

gram/jam melalui vena dengan infus berlanjut.

e) Rencana terminasi pada usia kehamilan 34-37 minggu. Atau usia

kehamilan <34 minggu bila terjadi kejang, kondisi bayi memburuk,

edema paru, gagal ginjal akut.

Pada dasarnya penanganan berat terdiri atas pengobatan medik

dan penanganan obstetrik.

Penanganan preeklampsia dapat dilakukan dengan cara:

1) Dirawat dirumah sakit (rawat inap)

a) Banyak istirahat (berbaring/ tidur miring) yakni 1- 2 jam pada

siang hari dan 7-8 jam pada malam hari.

b) Diet makanan yaitu cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan

garam.

c) Kalau tidak bisa istirahat berikan sedative ringan yaitu tablet

phenobabital 3x2 mg/ oral atau tablet diazepam 3x2 mg/oral

selama 7 hari.

d) Roborantia

e) Kunjungan ulang setiap 1 minggu

2) Perawatan obstetrik ( terutama sikap terhadap kehamilan)

5
a) Pada kehamilan preterm (<37 minggu), bila desakan darah

mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya

ditunggu sampai aterm.

b) Pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu sampai

terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan

induksi persalinan pada “tafsiran tanggal persalinan”.

c) Bila pasien sudah inpartu, perjalanan persalinan diikuti dengan

grafik friedman atau partograf WHO.

d) Cara persalinan, persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila

perlu memperpendek kala II.

3) Pengobatan medicinal

Menurut Prawirohardjo (2008) pengobatan medicinal pasien

preeklampsia berat yaitu :

a) Segera masuk rumah sakit

b) Tidur miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,

reflek patella setiap jam.

c) Infuse dextrose 5% di mana setiap satu liter diselingi dengan

infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.

d) Antasida

e) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan

garam f) Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat

5
g) Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema

paru, payah jantung kongestifatau edema anasarka. Diberikan

injeksi 40 mg/jam.

h) Antihipertensi diberikan bila :

(1) Desakan darah sistolik lebih lebih 180 mmHg. Diastolik lebih

110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan

adalah tekanan diastolik kurang 105 mmHg. (bukan kurang

90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.

(2) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada

umumnya.

(3) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat

diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan

kotinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul

dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan dengan

tekanan darah.

(4) Bila tidak tersedia antihipertensi parental dapat diberikan

tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam,

maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian secara

oral.

i) Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan

digitalisasi cepat dengan cedilannid-D.

j) Lain-lain

5
(a) Konsul bagian dalam jantung, mata.

(b) Obat-obat antipiretik berikan bila suhu rektal lebih 38,5cc dapat

dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau

xylomidin 2cc intramuskular.

(c) Antibiotic diberikan atas indikasi (4) diberikan ampicillin 1 gr/6

jam/IV/hari

(d) Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi

uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,

selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

Pemberian Magnesium Sulfat

Syarat-syarat pemberian MgSO4 (Ratna Dewi Pudiastuti, 2012)

a. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calsium glukonas 10%, 1 gram

(10% dalam 10cc) diberikan intravenosus dalam 3

menit. b. Refleks patella positif kuat

c. Frekuensi pernapasan lebih 16x/menit

d. Produksi urine lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc kg

bb/jam).

Berikut ini adalah tabel pemberian MgSO4 pada kasus

preeclampsia/eklampsia pada ibu hamil, bersalin, dan ibu post partum.

5
Tabel 2.2 Pemberian MgSO4

Loading dose
4 gr MgSO4 40% dalam 100 cc NaCL, habis dalam
30 menit (73 tetes per menit)
Maintenance dose
6 gr MgSO4 40% dalam 500 cc Ringer Laktat selama 6
jam (28 tetes per menit)

Awasi volume urine, frekuensi nafas dan reflex patella setiap jam
Pastikan tidak ada tanda-tanda intoksikasi magnesium pada setiap pemberian
MgSO4 ulangan
Bila ada kejang ulangan, berikan 2g MgSo4 40% secara intravena
MgSO4 dihentikan bila :

1) Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot,

hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu,

depresi SSP.

2) Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium

sulfat a) Hentikan pemberian magnesium sulfat

b) Berikan calsium glukonase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)

secara IV dalam waktu 3 menit

c) Berikan oksigen

d) Lakukan pernapasan buatan.

Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan

sudah terjadi perbaikan (normatif).

5
BAB 3

T INJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL T RIMEST


EST ER III G2P1A0
UMUR KEHAMIL AN 32-
32-33 MINGGU
DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJ
ANJARM
ARMASIN T AHUN 2021
2021

Hari / Tanggal
gal Pengkajia
jian : Sabtu, 19 Juni 2021
Tempat : Puske
skesmas S. Parma
rman
Jam Pengkajia
jian : 10.00 W ita

A. DATA SUBJEKTIF
1. Ident
dentitas
Istri (pas
pasien)
en)
Nama : Ny. L
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Banjar / Indonesia
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : PNS
Alamat : Banjarmasin

Suam
Suami (penanggung jawab)
Nama : Tn. S
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Banjar / Indonesia
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS
Alamat : Banjarmasin
2. Kel
Keluhan Utama
Ibu mengatakan ham
hamil 8 bulan ingin memeriksa
ksakan kandungannya. Ibu
meng
engatakan jani
anin ber
berger
gerak aktif dan ibu menge
engelluh mudah lelah dan
letih, sedi
edikit pus
pusing dan mudah stres beberapa akhir pekan ini.
3. Riwa
Riwayat Per
Perkawin
winan
Kawin 1 (satu) kali, kawin pertama kali umur 17 tahun, dengan suami sekarang
sudah 14 tahun.
4. Riwa
Riwayat Haid
a. Menarche umur : 11 tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Teratur/ tidak : Teratur
d. Lamanya : 5-7 hari
e. Banyaknya : 2 kali ganti pembalut/hari
f. Dismenorhoe : Tidak
g. HPHT : 1/11/2020
h. Taksiran partus : 8/8/2021
5. Riwa
Riwayat Obstetri
Kehamilan Persalinan Bayi
Penyulit
No Thn Tempat/ Keadaan Nifas
UK Penyulit UK Cara Penolong Penyulit BB PB Seks Lahir
KPD RS/ KPD L Sehat
Sectio
37 mgg

Caesarea

3.000 gr

50 cm
2008

Dokter Tidak
1 37
mg ada

2 7 Abortus
2012

mg

3 7 Abortus
2015

mg

4
Ini
2021

6. Riwa
Riwayat Kel
Keluar
uarga Ber
Berencana
a. Jenis : AKDR
b. Lama : 4 (empat) tahun
c. Masalah : Tidak ada
7. Riwa
Riwayat Kes
Kesehatan
a. Riwayat kesehatan ibu :

5
Tidak
dak ada riwa
iwayat penyakit menular atau penyakit keturunan seper
perti asma,
diabetes melitu
litus,
s, jantung dan sebagai
gainya. Ibu mulai mender
derita hipertensi
saat
aat usia keha
ehamila
ilan memasuki usia 25-26 minggu. Ibu mengatakan baru
selesai opname di RS sekitar 3-4 har
hari yang lalu atas indikasi preeklampsia
ber
berat dengan tekanan dar
darah 190/110 mmHg. Selama dirawat, ibu telah
mend
endapatkan terapi
api antikonvulsan MgSO
gSO4, pematang par
paru dengan
Dexamethason dan terap
rapi antihiper
pertensi
ensi berupa Nip
Nipedi
edipine dan
Methyldopa 500 mg.
b. Riwayat kesehatan keluarga :
Tidak
dak ada riwayat penyakit menular atau peny
enyakit keturunan seper
perti
hiper
pertens
ensi, diabetes melit
litus, jant
antung dan sebagainya
8. Kea
Keadaan Kehamila
ilan Sekarang
a. Selama hamil ibu periksa di : Puskesmas, PMB dan praktek dokter
b. Mulai periksa sejak usia kehamilan : 10 minggu
c. Frekuensi periksa kehamilan
Trimester I : 1 kali
Trimester II : 3 kali
Trimester III : 3 kali
d. Status TT : TT 5 (2015)
e. Keluhan/ masalah yang dirasakan ibu :
Umur
No Keluhan/ Masalah Tindakan Oleh K
Kehamilan
1. Pusing, jantung 30 minggu Terapi obat hipertensi Dokter
berdebar methyldopa 500 mg dan Obgyn
suplemen Axanthin dan Kalk

9. Pol
Pola Kebutuhan Sehari-har
hari
a. Nutrisi
Jenis yang dikonsumsi : Nasi, lauk pauk, sayur mayur, buah, air
putih
Frekuensi : 3 kali sehari dan minum 1-2 liter per hari
Porsi makan : + 1 piring
Pantangan : Tidak ada
b. Eliminasi
BAB :
Frekuensi : 1 kali sehari
Konsistensi : Lembek lunak

5
Warna : Cokelat kekuningan
BAK :
Frekuensi : 3-4 kali sehari
Warna : Kekuningan
c. Personal hygiene
Frekuensi mandi : 2 kali sehari
Frekuensi gosok gigi : 2 kali sehari
Frekuensi ganti pakaian : 2 kali sehari
d. Aktifitas
Ibu melakukan aktifitas pekerjaan rumah seperti biasanya (menyapu,
mencuci, memasak dan sebagainya) dan bekerja sebagai pegawai kantor
Pengadilan Negeri Banjarmasin.
e. Tidur dan istirahat
Siang hari : 1-2 jam (kadang-kadang)
Malam hari : 8-9 jam
Masalah : Tidak ada
f. Pola seksual : 1-2 kali semingu
Masalah : Tidak ada
10.
10. Data Psikososial dan Spi
Spiritual
a. Tanggapan ibu terhadap : Ibu menerima kondisi dirinya saat
keadaan dirinya ini dengan sedikit cemas
b. Tanggapan ibu terhadap : Ibu mengharapkan kehamilan
kehamilannya saat ini dan cukup khawatir pada
kondisi kehamilan saat ini
c. Ketaatan ibu beribadah : Ibu dapat melaksanakan
kegiatan ibadah seperti biasa
d. Pemecahan masalah dari ibu : Diskusi dengan suami/keluarga
e. Pengetahuan ibu terhadap : Ibu sedikit banyaknya dapat
kehamilannya informasi kehamilan melalui
media sosial
f. Lingkungan yang berpengaruh
:
Ibu tinggal bersama Suami
Hewan peliharaan : Tidak ada
g. Hubungan sosial ibu dengan : Harmonis

5
mertua, orang tua, keluarga
h. Penentu/ pengambil keputusan : Ibu bersama suami
dalam keluarga
i. Jumlah penghasilan keluarga : Sekitar Rp. 9.000.000-,
j. Yang menanggung biaya ANC : Jaminan Kesehatan BPJS
dan persalinan
B. DATA OBJEKTIF
1. Pem
Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Berat badan
Sebelum hamil : 90 kg
IMT : 37,46
Sekarang : 102 kg
d. Tinggi badan : 155 cm
e. LILA : 36 cm
f. Tanda vital : TD 130/80 mmHg Suhu 36,5 oC,
Nadi 78x/menit Respirasi 22 x/menit
2. Pem
Pemeriksaan Khus
husus
a. Inspeksi
Kepala : Tidak tampak benjolan, tidak ada kelainan
Muka : Simetris, tidak tampak pucat, tidak ada
odema Mata : Simetris, konjuctiva merah, sklera putih
Telinga : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada kelainan
Hidung : Tidak terlihat obstruksi nafas, tidak ada
kelainan
Mulut : Bersih, tidak ada caries dan gigi berlubang
Leher : Tidak terlihat pembengkakan
Dada/ mamae : Bentuk simetris, sedikit tampak pembesaran,
areola hiperpigmentasi, puting susu menonjol,
tidak ada benjolan
Abdomen : Terdapat bekas operasi sesar, pembesaran
sesuai usia kehamilan
Tungkai : Tidak ada odema dan varises

5
Genitalia : Bersih, Tidak ada kelainan, tidak ada fluor
albus, tidak ada tanda infeksi
b. Palpasi
Leher : Tidak teraba pembengkakan
Dada/ mamae : Tidak teraba ada massa (tumor) atau benjolan
Abdomen
Leopold I : Tinggi fundus uteri pertengahan pusat dan
Prosesus Xipoideus (25 cm) teraba lunak, lebar
dan tidak melenting
Leopold II : Teraba memanjang sebelah kanan (bagian
punggung) dan teraba bagian kecil janin di
sebelah kiri (bagian ekstrimitas)
Leopold III : Teraba bulat, keras, melenting dan dapat
digoyangkan
TBJ : 2.015 gr
Tungkai : Teraba odema pretibia derajat 1
c. Auskultasi
DJJ terdengar jelas dengan frekuensi 148 x/menit
d. Perkusi
Refleks patella : Kiri/ kanan, (+)/ (+)
Cek ginjal : Kiri/ kanan, (-)/ (-)
e. Pemeriksaan panggul luar : Tidak dilakukan
3. Pem
Pemeriksaan Penunjang :
Hemogl
oglobi
obin : 12,0 gr%
Hbsag : Non Reaktif
H IV : Non Reaktif
Protein Urine : +1 (Pos
Positif)
C. ASSESMENT
1. Diagnosa Kebidanan : G4P1A2 umur kehamilan 32-33 minggu, janin
tunggal hidup intrauterin, letak memanjang,
presentasi kepala dengan Preeklampsia Berat
2. Masalah : Tidak ada
3. Kebutuhan : Konseling tentang penanganan Preeklampsia
Berat dan Tanda Bahaya Kehamilan

5
D. PENATALAKSANAAN
1. Memberikan informasi kepada ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan yaitu TD 130/80 mmHg, Nadi 78x/menit, Respirasi 22x/menit, Suhu
36,5 oC, Tinggi fundus uteri antara pertengahan pusat dan Prosesus Xipoideus
(sesuai usia kehamilan), TBJ 2.015 gr, DJJ 148x/menit dan kondisi janin sehat.
”Ibu mengerti kondisi kesehatannya saat ini”
Rational Tindakan : Dengan memberikan informasi tentang kondisi
dirinya dan janin, maka ibu akan mengerti sehingga
lebih kooperatif terhadap tindakan dan anjuran
petugas kesehatan
2. Menjelaskan kepada ibu tanda dan gejala preeklampsia yang perlu diwaspadai
ibu hamil yaitu:
a. Tiba-tiba pembengkakan pada muka, kaki, tangan dan mata
b. Tekanan darah menjadi sangat tinggi, yaitu mencapai 160/100mmHg
atau lebih
c. Nyeri perut bagian atas
d. Nyeri kepala yang sangat parah
e. Timbul rasa mual dan muntah
f. Penglihatan kabur
”Ibu mengerti tanda gejala preeklampsia berat yang disampaikan oleh bidan”
Rational Tindakan : Dengan mengetahui gejala preeklamsia
diharapkan ibu lebih waspada pada
keadaan/kondisi saat ini.

3. Memberikan konseling tentang faktor penyebab terjadinya preeklampsia pada


ibu yaitu penyebab pasti belum diketahui secara jelas dan kemungkinan
kelainan pekembangan dan fungsi plasenta. Selain itu ibu saat ini mengalami
obesitas saat hamil, yang ditandai dengan indeks massa tubuh > 30 kg/m2, rasa
cemas stress dan khawatir yang berlebihan, dan selama hamil sedang
menderita hipertensi sejak trimester II.
”Ibu mengerti faktor penyebab preeklampsia berat yang disampaikan oleh bidan”
Rational Tindakan : Dengan ibu mengetahui penyebab terjadinya
preeklampsia, ibu menjadi lebih paham dan
berkurang rasa khawatir berlebihan dan rasa
cemas.

6
4. Menjelaskan kepada ibu bahwa preeklampsia berat dalam kehamilan
memerlukan perhatian dan penanganan khusus, karena dapat menimbulkan
komplikasi baik terhadap ibu dan janin berupa eklampsia pada ibu, pertumbuhan
janin terhambat (IUGR), perdarahan saat persalinan bahkan bisa mengakibatkan
kematian ibu dan janin.
”Ibu mengerti komplikasi dari preeklampsia berat yang disampaikan oleh bidan
dan ibu ingin lebih waspada”
Rational Tindakan : Dengan mengetahui komplikasi dari
preeklampsia berat dalam kehamilan, ibu lebih
waspada terhadap kondisi kesehatannya.
5. Memberikan konseling kepada ibu tentang menurunkan resiko preeklampsia
dalam kehamilan diantaranya:
a. Melakukan kontrol rutin selama kehamilan untuk mengukur tekanan
darah, kondisi ibu dan perkembangan janin selama kehamilan
b. Membatasi aktivitas sehari-hari yang terlalu berat, jangan terlalu lelah dan
cukup istirahat
c. Mengontrol asupan nutrisi, diet rendah garam, lemak dan karbohidrat dan
membatasi asupan protein, konsumsi tinggi serat dan sayur mayur serta
menjaga kecukupan air minum
”Ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran yang disampaikan oleh bidan”
Rational Tindakan : Pemeriksaan ANC rutin dan kontrol asupan nutrisi
merupakan langkah tepat untuk mengontol
prognosis preeklampsia dan menurunkan
kejadian preeklampsia dan mencegah munculnya
komplikasi dari preeklampsia berat dalam
kehamilan
d. Terapi komplementer untuk menurunkan resiko preeklampsia
dalam kehamilan:
1) Terapi pijat kaki dan rendam kaki air hangat dan dicampur air kencur
pada suhu 39oC selama 15 menit untuk mengurangi odema pada kaki.
”Ibu mengerti dan ingin mencoba terapi rendam kaki di rumah”
Rational Tindakan : Efek hangat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah yang mengakibatkan peningkatan
sirkulasi darah menjadi lancar, menurunkan

6
kekentalan darah sehingga memberikan efek
penurunan tekanan darah. Aromaterapi air
kencur mengandung flavanoid yang membantu
mengurangi odema pada kaki.
2) Suplementasi makanan tinggi antioksidan seperti buah plum
dan mengkonsumsi cokelat hitam sekitar 30 gr per hari.
”Ibu mengerti dan ingin mencoba konsumsi makanan tinggi antioksidan
yang dianjurkan bidan”
Rational Tindakan : Kandungan zat aktif yang berperan sebagai
antibakteri pada buah plum diantarnya
senyawa tanin, flavonoid dan alkaloid yang
dapat bertindak sebagai anti oksidan maupun
antibakteri. (Jahangir dkk, 2015). Flavonoid
erat kaitannya dengan antioksidan karena
memiliki kemampuan untuk memecah radikal
bebas.
Penelitian menunjukkan bahwa coklat hitam
memiliki kandungan flavonoid dan
theobromine yang tinggi yang memiliki fungsi
berupa peningkatan fungsi endotel dan
penurunan tekanan sistolik dan diastolik.
Sehingga dapat mencegah terjadinya
preekslampsia pada kehamilan (Carolia dkk,
2016).
3) Suplementasi makanan tinggi kalium seperti pisang kepok sebanyak
3 buah per hari secara rutin.
”Ibu mengerti dan ingin mencoba konsumsi makanan tinggi kalium yang
dianjurkan bidan”
Rational Tindakan : Buah pisang mempunyai kandungan kalium
yang tinggi dapat membantu mengurangi dan
menurunkan tekanan darah. Kandungan
kalium pada pisang kepok dapat melebarkan
pembuluh darah dan menghambat sekresi
rennin.

6
4) Suplementasi kalsium ataupun makanan yang mengandung tinggi
kalsium diantaranya susu, yogurt, keju, sayuran hijau, makanan laut
seperti ikan sarden, tongkol, teri, dan salmon, kacang-kacangan dan biji-
bijian, seperti kacang tanah, lentil, kedelai, almond, biji chia, dan biji
wijen, sereal, roti, dan oatmeal.
”Ibu mengerti dan ingin mencoba konsumsi makanan tinggi kalsium
yang dianjurkan bidan”
Rational Tindakan : Peran suplementasi kalsium dalam mencegah
terjadinya preeklampsia adalah dengan
mencegah penurunan kadar kalsium serum
sehingga terjadi penurunan konsentrasi
kalsium intraseluler, yang akan mengurangi
kontraktilitas otot halus dan merangsang
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah.
6. Memberikan konseling seputar persiapan persalinan diantaranya :
a. Rencanakan melahirkan secara seksio caesarea yang ditolong oleh
dokter di rumah sakit.
b. Menentukan pendamping persalinan Ibu
c. Mempersiapkan calon pendonor darah (jika perlu)
d. Mempersiapkan alat transportasi jika sewaktu-waktu diperlukan
e. Mempersiapkan keperluan ibu dan bayi yang akan dilahirkan (seperti
pakaian, pembalut, peralatan bayi dan lain-lain) serta mempersiapkan KTP,
Kartu Keluarga dan Kartu BPJS.
f. Mempersiapkan dana cadangan atau tabungan untuk biaya persalinan atau
biaya lainnya.
”Ibu memahami penjelasan bidan dan telah menyiapkan persiapan persalinan”
Rational Tindakan : Agar ibu dan suami lebih mempersiapkan
diri menyambut proses persalinan dan kelahiran
bayi. (Ariyanti Titik. 2019)
7. Menjelaskan kepada ibu tanda bahaya kehamilan diantaranya
a. Janin dirasakan kurang bergerak dibandingkan
sebelumnya b. Muntah terus dan tidak mau makan
c. Air ketuban keluar sebelum waktunya
d. Demam tinggi

6
e. Perdarahan pada hamil tua
f. Bengkak kai, tangan dan wajah atau sakit kepala disertai kejang.
”Ibu mengerti dan memahami penjelasan bidan”
Rational Tindakan : Agar ibu dapat mengenal tanda bahaya kehamilan
dan jika terdapat tanda tersebut ibu dapat segera
memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
(Kementerian Kesehatan RI. 2020)

8. Menganjurkan ibu untuk melanjutkan terapi obat-obatan yang diresepkan oleh


dokter spesialis kandungan yaitu Dopamet 500 mg, Axtan dan Oxcal dengan
aturan minum sesuai resep dokter
”Ibu memahami penjelasan bidan dan bersedia minum suplemen sesuai anjuran
pemakaian.
Rational Tindakan : Dopamet 500 mg sebagai obat antihipertensi, Axtan
merupakan suplemen antioksidan dan Oxcal
merupakan suplemen kalsium untuk ibu hamil.
9. Menjadwalkan kembali kunjungan ulang yaitu 2 minggu berikutnya yaitu tanggal
3 Juli 2021 atau boleh kembali jika terdapat keluhan.
”Ibu bersedia kembali untuk kunjungan kehamilan sesuai jadwal yang disepakati”
Rational Tindakan : Untuk memantau perkembangan kehamilan dan
hari taksiran persalinan.

6
BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas kesesuaian dan kesenjangan antara tinjauan

pustaka dan tinjauan kasus pada asuhan kebidanan kepada Ny. L dengan diagnosa

kebidanan G4P1A2, umur kehamila


ilan 32-33 minggu dengan Preeklampsia Berat

pada tanggal 19 Juni 2021 di Puskesmas S. Parman Banjarmasin.

Pembahasan ini penulis akan membahas berdasarkan pendekatan manajemen

asuhan kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu pengumpulan data dasar,

merumuskan diagnosis atau masalah aktual, merumuskan diagnosis atau masalah

potensial, melaksanakan tindakan segera atau kolaborasi, merencanakan tindakan

asuhan kebidanan, melakukan tindakan asuhan kebidanan, dan mengevaluasi

asuhan kebidanan dengan metode SOAP.

A. Pengkajian Data Subjektif

Pada anamnesis didapatkan data subjektif, ibu berusia 31 tahun,

kehamilan anak ke empat dan riwayat saat kehamilan 25-26 minggu ibu mulai

mengalami hipertensi dan sekitar 1 minggu yang lalu ibu dirawat inap di rumah

sakit atas indikasi preeklampsia berat dengan tekanan darah 190/110 mmHg.

Pada tinjauan kasus ini, penulis menyimpulkan beberapa faktor

predisposisi yang mempengaruhi terjadinya preeclampsia berdasarkan

perbandingan tinjauan pustaka, diantaranya disebabkan oleh riwayat penyakit

saat ibu hamil, ibu mengatakan mengalami hipertensi saat usia kehamilan 25-26

minggu. Peningkatan resiko preeklampsia/eklampsia dapat terjadi pada

ibu
yang memiliki riwayat hipertensi kronis, diabetes, dan adanya riwayat

preeklampsia/eklampsia sebelumnya. (Robert & Redman, 1993).

Kemudian juga dipengaruhi oleh faktor usia gestasi, di mana timbulnya

masalah tekanan darah mulai meningkat sejak usia kehamilan memasuki 25-26

minggu (trimester II). Menurut Dekker (1999) preeclampsia paling sering

ditemukan pada usai kehamilan trimester II, sedangkan Taber (1994)

menyatakan bahwa keadaan ini (preeclampsia) timbul setelah usia kehamilan 20

minggu tetapi dapat pula berkembang sebelum saat tersebut pada penyakit

trofoblastik.

Ny L merupakan wanita yang bekerja di kantor pemerintahan dengan

durasi jam kerja 8-9 jam perhari dalam 5 hari kerja dan ibu hanya memiliki waktu

istirahat yang cukup kurang selama kehamilannya. Menurut Knoff (1989)

menemukan bahwa wanita yang bekerja di luar rumah (faktor pekerjaan)

memiliki resiko lebih tinggi di bandingkan ibu rumah tangga

Berdasarkan hasil anamnesa yang dilakukan terhadap Ny. L, ibu

mengatakan cukup merasa stress akibat penyakit kehamilan yang saat ini ibu

alami, terlebih saat ibu harus opname di Rumah sakit untuk penanganan

Preeklampsia Berat. Faktor stress dan kecemasan juga menjadi pemicu untuk

terjadinya peningkatan tekanan darah. Ibu cemas dengan kondisi

kehamilan dan janin dikandungnya. Disamping itu, ibu juga mengatakan

bahwa beban pekerjaan di kantor dan berbagai aktifitas kegiatan cukup

membuat ibu kelelahan dan keletihan selama hamil.

Faktor predisposisi stress dan kecemasan juga telah diteliti oleh Firda

6
Amalia Hardianti dan Queen Khoirun Nisa Mairo (2018) dan jurnal yang berjudul

“Axiety, History of Preeclampsia and the Incidence of Preeklampsia

in Multigravida Pregnant Women” yang mengungkap bahwa Terdapat hubungan

antara kecemasan dan riwayat preeklampsia dengan kejadian preeklampsia

pada ibu hamil multigravida.

Hal tersebut juga diperkuat oleh penelitian Kordi et al., (2017) menunjukkan

hasil ibu hamil yang mengalami kecemasan hampir setengahnya n=40 (26,7%)

mengalami preeclampsia. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kecemasan,

maka tubuh akan memberikan respon terhadap kecemasan yaitu neuron di

hipotalamus akan mensekresikan suatu substansi yang dinamakan

corticotrophin releasing factor (CRF). CRF dibawa ke hipofisis (terletak tepat di

bawah hipotalamus) melalui struktur yang berbentuk saluran. CRF menstimulasi

hipofisis untuk melepaskan hormon adenokortikotropik (ACTH), yang merupakan

hormon stres utama tubuh. ACTH selanjutnya dibawa oleh aliran darah ke

kelenjar adrenal dan ke berbagai organ tubuh lainnya. Kelenjar adrenal akan

mensekresi epinefrin (adrenalin) dan kortisol yang akan meningkatkan tekanan

darah dan kadar gula darah untuk memenuhi kebutuhan ke otak, jantung, otot,

dan tulang untuk mengatasi krisis (Anung 2011).

Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan penurunan

volume plasma secara langsung sehingga kadar albumin dalam tubuh akan

mengalami penuruan. Penurunan kadar albumin dalam plasma dianggap

sebagai factor yang menyebabkan gangguan permeabilitas, di mana

tekanan osmotik akan berkurang dan cairan intravaskuler akan keluar ke

jaringan ekstravaskuler. Hal

6
tersebut menjelaskan terjadinya edema pada preeklamsia berat dan diketahui

sebagai proses yang semakin menurunkan volume plasma intravaskuler

(Saifuddin dkk, 2009).

Berdasarkan data subjektif di atas, penulis menganalisa bahwa Ibu

memiliki faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia,

sehingga tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus.

B. Pengkajian Data Objektif

Pada hasil pemeriksaan Ny. L, di dapat hasil berat badan ibu sebelum

hamil adalah 90 kg dengan IMT 37,46 dengan katagori obesitas dan berat

badan sekarang 102 kg dengan total penambahan berat badan di usia

kehamilan 32-33 minggu sebesar 12 kg. Anjuran penambahan berat badan

selama kehamilan didasarkan pada status gizi sebelum hamil menggunakan

indeks massa tubuh untuk katagori obesitas sebesar 5-9 kg. Ibu yang memiliki

status gizi sebelum hamil berat badan berlebih (overweight) dan obesitas

beresiko tinggi memiliki penambahan berat badan di atas rekomendasi

Institute of Medicine (2009). Hal ini terjadi karena sejak awal status berat

badan ibu sudah berlebih, sehingga saat hamil berat badannya terus meningkat

di atas rekomendasi (Fathonah, S. 2016). Faktor obesitas pada ibu hamil

mempunyai resiko terjadi preeclampsia/eklampsia 3 ½ kali lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita yang berat badannya ideal dan kurus (Zhang,

1997).

Hal ini sejalan dengan penelitian jurnal oleh Zahra Wafiyatunnisa dan

Rodiani (2016) yang mengungkapkan bahwa banyak faktor yang telah diketahui

mempengaruhi terjadinya preeklampsia salah satunya adalah obesitas pada ibu

6
hamil. Dengan adanya kenaikan berat badan sebesar 5-7 kg/m2 akan memiliki

peluang terjadinya preeklampsia sebesar 2 kali lipat. Selain itu ditemukan

adanya peningkatan risiko preeklampsia dengan adanya peningkatan BMI.

Wanita dengan BMI > 35 sebelum kehamilan memiliki risiko empat kali lipat

mengalami preeklampsia dibandingkan dengan wanita dengan BMI 19-27.

Beberapa studi juga menemukan bahwa pada wanita dengan BMI < 20 risiko

preeklampsianya berkurang.

Pada seseorang baik dengan kehamilan maupun tidak, terjadi disfungsi

endotel yang dipicu oleh adanya obesitas, di mana hal ini akan menyebabkan

kerusakan dari endotel dan semakin mempresipitasi terjadinya preeklampsia.

Obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia dengan beberapa

mekanisme. Dari studi jurnal yang diteliti oleh Zahra Wafiyatunisa dan Rodiani

(2016) menyimpulkan bahwa pada obesitas akan terjadi beberapa kerusakan

seperti terjadinya resistensi insulin, peningkatan inlamasi, dislipidemia, dan

berbagai perubahan pada penderita obesitas akan mempengaruhi peningkatan

ADMA dan terjadinya preeklampsia.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah yaitu 130/90 mmHg (terjadi

penurunan tekanan darah setelah diberikan terapi farmakologi berupa

Dopamet

500 mg) dan adanya edema pretibia derajat 1. Pada pemeriksaan


penunjang

didapatkan pada pada hasil pemeriksaan darah didapatkan protein urine + 1

(positif).

6
Menurut (Rahmawati ,2012) pada pengkajian diatas dapat diketahui gejala

dari preeclampsia berat yaitu terjadinya kenaikan tekanan darah, di mana

pada

7
pasien preeclampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan

retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola

glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya

sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua

arteriola didalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik,

sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan darah perifer agar

oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.

Menurut (Rahmawati, 2012) kenaikan berat badan dan edema yang

disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan

interstisial.belum diketahui sebab pastinya, mungkin karena retensi air dan

garam. Sedangkan proteinuria yang terjadi pada pasien preeklampsia dapat

disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerus.

Adanya protein dalam urin diketahui bahwa ginjal dalam tubuh wanita hamil

mengalami perubahan. Akan tetapi dalam hal keracunan hamil ginjal tersebut

tidak hanya berubah saja, melainkan banyak sedikit mendapat kerusakan pula

yaitu sebagai akibat gangguan peredaran darah dalam ginjal, disebabkan

kekejangan dinding pembuluh-pembuluh rambut darah. Dengan

demikian terdapat lebih banyak protein urine yang disebut albuminuria.

Berdasarkan data objektif di atas, pada Ny. S terdapat tanda dan gejala

terjadinya preeklampsia yaitu kenaikan tekanan darah, terdapat protein urine,

dan odema pada kedua tungkai. Maka analisa penulis untuk kasus tersebut tidak

ada kesenjangan antara tinjauan kasus dengan tinjauan pustaka.

7
C. Merumuskan Assesment

Adalah interpretasi data untuk spesifikasi masalah atau diagnose. Data

yang tersedia di interpretasikan sehingga diketahui diagnose dan masalah

spesisifik. Dalam tinjauan teori mengatakan bahwa preeklampsia berat ialah

ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik

≥110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam, peningkatan kadar enzim hati

atau ikhterus, trombosit<100.000/mm3, oliguria<400 ml/24 jam, proteinuria >3

gr/liter, nyeri epigastrum, skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri

frontal yang berat, perdarahan retina dan odema pulmonum.

Penyulit lain juga bisa terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh seperti

gagal jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah,

sindroma HELLP, bahkan dapat terjadi kematian pada janin, ibu, atau keduanya

bila preeklampsia tak segera diatasi dengan baik dan benar. Penegakan

diagnosis preeklampsia berat apabila ditemukan ditemukan satu atau lebih

gejala di atas.

Dari tinjauan kasus diperoleh data pada klien Ny. L ibu hamil dengan

kehamilan keempat umur kehamilan 32-33 minggu, kondisi berat badan obesitas

dengan IMT sebelum hamil 37,46 dengan gejala yang riwayat hipertensi

saat usia kehamilan 25-26 minggu, tekanan darah 130/90mmHg (terjadi

penurunanan tekanan darah setelah diberikan terapi farmakologis) dan

data penunjang

pemeriksaan protein urinaria + 1 (positif) dan odema pretibia derajat


1.

7
Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data yang diperoleh, maka

diagnose pada Ny. L adalah asuhan kebidanan ibu hamil G4P1A2 umur

kehamilan 32-33

7
minggu dengan Preeklampsia Berat.

Langkah selanjutnya adalah identifikasi masalah atau penyulit yang

mungkin muncul. Langkah ini penting untuk menyusun persiapan antisipasi,

sehingga kita selalu siap siaga dalam menghadapi berbagai kemungkinan.

Diagnosa atau masalah potensial yang dapat diidentifikasi pada kasus Ny. L

yaitu terjadinya eklampsia, perdarahan dan infeksi. Menurut

(Wiknjosastro,2008) komplikasi yang dapat terjadi pada masa kehamilan antara

lain bisa terjadi perdarahan, eklampsia atau kejang, syok dan mengarah ke

kematian ibu. Pada analisa diagnose dan masalah potensial yang terjadi tidak

terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dan kasus.

D. Perencanaan

Adalah penyusuanan rencana asuhan, implementasi asuhan yang komprehensif

berdasarkan rational tindakan serta evaluasi dari asuhan yang diberikan. Pada

studi kasus Ny. L dengan preeklampsia berat telah direalisasikan berdasarkan

rencana asuhan, yaitu :

1. Memberikan konseling terapi komplementer untuk menurunkan

resiko preeklampsia berat dalam kehamilan, diantaranya:

a. Terapi pijat kaki dan rendam kaki air hangat dan dicampur air kencur

pada suhu 39oC selama 15 menit.

Berdasarkan penelitian oleh Maslahatul Inayah dan Tri Anonim

(2021) dalam jurnal Efektifitas Terapi Rendam Kaki Air Hangat terhadap

Perubahan Penurunan Tekanan Darah Ibu Hamil Preeklampsia,

menyebutkan bahwa efek hangat menyebabkan dilatasi pembuluh darah

7
yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah menjadi lancar,

menurunkan kekentalan darah sehingga memberikan efek penurunan

tekanan darah.

Rendam Kaki mengunakan air hangat yang dilakukan akan

mempengaruhi kerja cerebral cortex dalam aspek kognitif maupun emosi,

sehingga menghasilkan persepsi positif dan relaksasi, sehingga secara

tidak langsung akan membantu dalam menjaga keseimbangan

homeostasis tubuh. Melalui jalan HPA Axis, untuk menghasilkan

Coticitropin Releasing Factor (CRF). Selanjutnya CRF merangsang

kelenjar pituitary untuk menurunkan produksi ACTH sehingga produksi

endorphin meningkat yang kemudian menurunkan produksi kortisol dan

hormon-hormon stres lainnya sehingga menjadi rileks dan nyaman.

Dalam penelitian jurnal oleh Mutiara Dwi Yanti et,al (2019)

menyebutkan bahwa aromaterapi air kencur mengandung flavanoid yang

membantu mengurangi odema pada kaki. Pijat kaki atau foot massage,

efektif untuk menurunkan edema tungkai pada kehamilan lanjut.

Terapi ini merupakan salah satu intervensi relaksasi efektif yang

dapat digunakan pada edema yang terlihat dari mata kaki dan kaki pada

usia kehamilan lebih dari 30 minggu (Coban & Sirin, 2010).

b. Suplementasi makanan tinggi antioksidan seperti buah plum dan cokelat

hitam.

Berdasarkan penelitian oleh Lyliani Khairunnis (2020) menjelaskan

bahwa cokelat adalah makanan yang meningkatkan kadar nitrit oksida

7
dalam endotel. Cokelat hitam memiliki kandungan flavonoid yang lebih

tinggi dibandingkan dengan jenis cokelat lainnya. Flavonoid

berfungsi untuk meningkatkan fungsi endotel, sehingga konsumsi

cokelat hitam pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya preeklampsia

terutama bila dikonsumsi dengan dosis yang cukup. Pada cokelat hitam

ditemukan kandungan flavonoid sebesar 28.30 ± 1.92 mg CAE/100g

cokelat. Angka tersebut membuat cokelat hitam menjadi cokelat dengan

kandungan flavonoid yang paling tinggi diantara jenis cokelat lainnya

(Cheng et al.,

2009). Flavonoid meningkatkan fungsi endotel, terutama untuk jenis

flavanols memiliki pengaruh yang baik dalam mengurangI tekanan darah

sistolik dan tekanan darah diastolik (Mogollon et al., 2013). Dalam

mengurangi tekanan darah dibutuhkan setidaknya dosis 50 mg (Hooper

et al., 2012).

Begitu pula pada kandungan buah plum yang memiliki berbagai

manfaat dalam pengobatan. Hal ini dikarenakan plum memiliki

kandungan senyawa metabolit sekunder yang berperan sebagai

antibakteri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alam dan

Rajesh, terdapat beberapa kandungan zat aktif yang berperan sebagai

antibakteri pada buah plum diantarnya senyawa tanin, flavonoid dan

alkaloid yang dapa bertindak sebagai anti oksidan maupun antibakteri

(Jahangir dkk, 2015). Selain itu, juga terdapat zat aktif saponin total

fenol

7
1.05 mg GAE/100mg ekstrak, total flavonoid 0.583 mg CE/100 mg

ekstrak, alkaloid 9.4%, Saponin 0,4% (Soni dkk, 2014).

7
Aktivitas antioksidan pada senyawa flavonid dapat penurunan

tekanan sistolik dan diastolik. Sehingga dengan mengonsumsi buah plum

dapat mencegah terjadinya preekslampsia pada kehamilan. (Farhan

Dzaki Alfahr, 2020).

c. Suplementasi makanan tinggi kalium dengan mengkonsumsi pisang

kepok.

Hipertensi terjadi karena kurangnya kalium dalam tubuh karena

kalium dapat menormalkan irama jantung dan membantu peredaran

oksigen ke otak. Dalam penelitian jurnal oleh Ratih Indah Kartika sari

(2019) menyebutkan kandungan kalium pada pisang kepok dapat

menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menghambat sekresirennin

(hormon yang berperan terhadap peningkatan tekanan darah)

danmeningkatkan pembuangan natrium (Evira, Desty, 2013).

Kandungan rata-rata kalium dalamsatu buah pisang sekitar 500 mg.

Hasil penelitian Journal of the AmericanCollege of Cardiology

menyimpulkan bahwa asupan kalium harian sebesar1.600 mg dapat

menurunkan risiko stroke lebih dari 20 %.

Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Suherman dan Rusli

(2010) dari Universitas Kristen Maranatha,Bandung yang berjudul

Effect of “Pisang Ambon” (Musa accuminata Colla) On Adult Female

Blood Pressure On Cold Stress Test yang dilakukan pada 20 wanita yang

mengalami hipertensi dan diberikan buah pisang setiap hari selama tujuh

hari mengalami penurunan tekanan darah sistolik 2-6 mmHg dan diastolic

7
8-12 mmHg

d. Suplementasi kalsium ataupun makanan yang mengandung tinggi

kalsium.

Peran suplementasi kalsium dalam mencegah terjadinya

preeclampsia adalah dengan mencegah penurunan kadar kalsium serum

sehingga terjadi penurunan konsentrasi kalsium intraseluler, yang

akan mengurangi kontraktilitas otot halus dan merangsang terjadinya

vasodilatasi pembuluh darah. Sebuah teori menyatakan bahwa ketika

kadar kalsium serum menurun, tingkat kalsium intraseluler meningkat,

menyebabkan penyempitan otot halus di pembuluh darah sehingga

meningkatkan resistensi vaskular dan menyebabkan tekanan darah

sistolik dan diastolik meningkat. Hasil penelitian ini terdapat perbedaan

yang signifikan antara kejadian preeclampsia antara kelompok intervensi

dan kelompok control.

2. Melanjutkan terapi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter


spesialis kandungan yaitu Dopamet 500 mg, Axtan 4 mg dan Oxcal.
Berdasarkan telaah jurnal yang berjudul Analysis Of Methyldopa
Therapy

On Sflt-1 Antiangiogenic Levels In Patients With Severe Preeclampsia


tahun

2018 yang disusun oleh Teri Wina Herwati, Yulistiani dan Eddy Zarkaty

menjelaskan bahwa Metildopa merupakan obat lini pertama untuk mengobati

hipertensi pada kehamilan yang bekerja pada reseptor a2-adrenergik. Selain

di sistem saraf pusat, reseptor a2-adrenergik juga banyak ditemukan di sel

trofoblas plasenta. Metildopa menghambat pembentukan adenylyl cyclase

yang berakibat pada penurunan produksi kadar antiangiogenik sFlt-1. Terapi

7
metildopa dosis 500 mg memberikan persentase efek penurunan

kadar sFlt-1 lebih besar dibandingkan dengan pemberian terapi metildopa

dosis

250 mg. Methyldopa merupakan obat antihipertensi yang aman

digunakan dan tidak memiliki efek yang negative pada hemodialisis

uterpolasenta.

Axtan 4 mg merupakan suplemen yang mengandung natural

astaxanthin. Axtan digunakan sebagai antioksidan yang dapat

membantu mencegah kerusakan dan membantu proses degenerasi sel

tubuh akibat radikal bebas. Pada kasus preeclampsia, terjadi

ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan di dalam tubuh yang

menyebabkan stress oxidative, sehingga dengan pemberian supplement

axthan 4 mg diharapkan dapat meningkatkan kadar antioksidan di dalam

darah.

Oxcal merupakan suplemen makanan yang mengandung Calsium

Dibasic Phosphate, Selenium, Vitamin E, Vitamin D, beta carotene, zinc

sebagai zat adiktif. Oxcal digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan

kalsium, mineral dan vitamin pada ibu hamil, termasuk ibu hamil dengan

preeclampsia berat. Kandungan Oxcal yang lengkap dapat membantu

menurunkan resiko preeclampsia dalam kehamilan.

Pada asuhan kebidanan, evaluasi merupakan tingkat akhir dari proses

manajemen asuhan kebidanan. Mengevaluasi pencapaian tujuan,

membandingkan data yang dikumpulkan dengan kriteria yang diidentifikasikan,

memutuskan apakah tujuan tercapai atau belum tercapai.

8
Pada tinjauan kasus, evaluasi yang berhasil dilakukan adalah pemantauan

keadaan ibu yang meliputi Ibu telah mendapatkan penanganan

preeclampsia

8
berat dan saat ini tekanan darah ibu cukup terkontrol, rasa cemas dan khawatir

ibu mulai berkurang, ibu memahami kondisi kesehatan dirinya dan janin

sehingga ibu sangat kooperatif dan lebih waspada terhadap kemungkinan gejala

preeclampsia yang timbul ataupun kemungkinan tanda bahaya preeclampsia dan

ibu bersedia mengikuti anjuran petugas untuk menerapkan terapi komplementer

untuk menurunkan resiko preeclampsia berat dalam kehamilan.

Pada akhir evaluasi semua tujuan dan kriteria hasil dapat dicapai karena

adanya kerja sama yang baik antara bidan dengan Ibu dan keluarga. Hasil

evaluasi pada Ny. L sudah sesuai dengan harapan akan tetapi perlu

pemantauan dan evaluasi lanjutan untuk memantau perkembangan kesehatan

ibu dan janin dengan tetap dilanjutkan untuk kontrol ulang yang telah

dijadwalkan.

8
BAB 5

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pada asuhan kebidanan pada Ny. L yang telah dilakukan dengan diagnosa

kebidanan G4P1A2, umur kehamila


ilan 32-3
32-33
3 minggu dengan Preeklampsia

Berat (PEB) di Puskesmas S. Parman Banjarmasin, tanggal 19 Juni 2021 telah

diterapkan asuhan kebidanan dengan menggunakan pendekatan manajemen

kebidanan dan dapat disimpulkan:

1. Dari has
hasil anamnesa dat
data subjektif terdapat faktor-faktor yang dapat

meny
enyebabkan terjadi
adinya preeklampsia yaitu factor indeks massa tubuh

dalam katagori obesitas, factor stress dan kecemasan, factor riwayat

hipertensi selama kehamilan dan factor usia gestasi trimester II yang mulai

muncul gejala preeclampsia, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada

kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus.

2. PadPada data obj


objektif melalui pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah
yaitu

130/90 mmHg (terjadi penurunan tekanan darah setelah diberikan

terapi farmakologi), adanya edema pretibia derajat 1 dan pada

pemeriksaan

penunjang didapatkan hasil pemeriksaan protein urine +1 (positif) sehingga

pada Ny. L terdapat tanda dan gejala terjadinya preeclampsia. Maka dapat

disimpulkan pada kasus tersebut bahwa tidak ada kesenjangan antara

tinjauan kasus dengan tinjauan pustaka.


3. Ber
Berdasarkan data subjektif, data obj
objektif dan pemeriksa
ksaan penunj
unjang di

atas, maka dapat dirumuska


skan asse
ssesment pada Ny. L dengan diagnosa

kebidanan G4P1A2, umur kehamila


ilan 32-33 mingg
nggu dengan Preeklampsia

Berat (PEB). Diagnosa atau masalah potensial yang dapat diidentifikasi

pada kasus Ny. L yaitu terjadinya eklampsia, perdarahan dan infeksi.

Masalah potensial pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada

kesenjangan dengan tinjauan pustaka.

4. Pad
Pada kasus ini renc
encana asuhan kebi
ebidanan untuk Ny. L melip
liputi pem
pemberian

informa
rmasi tentang hasil pemeriksaan, jelaskan kepada ibu tanda dan gejala,

penyebab, kemungkinan komplikasi, cara menurunkan resiko preeklampsia ,

konseling terapi komplementer untuk menurunkan resiko preeklampsia

berat, konseling seputar persiapan persalinan dan tanda bahaya kehamilan,

anjuran untuk melanjutkan terapi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter

spesialis kandungan serta jadwalkan kembali kunjungan ulang.

Implementasi dari rencana asuhan yang komprehensif telah dilaksanakan

oleh bidan dan bekerja sama dengan ibu serta suami. Hasil evaluasi

asuhan kebidanan telah terlaksana dan dapat tercapai semua tujuan dan

kriteria hasil dikarenakan adanya kerja sama yang baik disemua pihak.

B. SARAN

1. Bagi Penulis

Agar dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang nyata

tentang asuhan kebidanan pada ibu hamil pada kasus Preeklampsia Berat

(PEB).

8
2. Bagi Institusi Pendidikan

Agar dapat dijadikan sebagai referensi untuk memberikan pendidikan mata

kuliah kegawatdaruratan maternal tentang asuhan kebidanan ibu hamil

pada kasus Preeklampsia Berat (PEB).

3. Bagi Profesi

Agar dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan

pertimbangan dalam pembelajaran asuhan kebidanan serta meningkatkan

ketrampilan dalam memberikan dan melaksanakan asuhan kebidanan ibu

hamil pada kasus Preeklampsia Berat (PEB).

8
DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetricians and Gynecologists. Antenatal


corticosteroid therapy for fetal maturation. ACOG Committee Opinion No.
210, American College of Obstetricians and Gynecologists, Washington DC
2013.

Cunningham, FG., et al. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Obstetri


William. 23rd ed. EGC:Jakarta; 2014. p. 740-755.

Kemenkes RI, 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta : Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia

Ramadhani, Nurul Arya. 2020. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Di Rsia Sitti
Khadijah I Makassar Periode 1 November 2018 - 31 Oktober 2019. Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makasar.

Sukma, Febi, Elli Hidayati, Siti Nurhasiyah. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Pada Masa Nifas. Jakarta. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah

Saifuddin A. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo; 2019.

Tika P. C, et.al. Analisis Faktor-Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian


Preeklampsia-Eklampsia pada Ibu Bersalin di RSUD Kabupaten Sukoharjo
Periode Tahun 2015. 2017 IJMS – Indonesian Journal On Medical Science –
Volume 4 No 1

USAID,2014.RoleofNutritioninPreventingChildandMaternalDeaths.availableon:https:
//www.usaid.gov/sites/default/files/documents/1864/role-of-nutrition-preventing-
child-maternal-deaths.pdf

Vistra Veftisia, Yulia Nur Khayati. 2018. Hubungan Paritas Dan Pendidikan Ibu
Dengan Kejadian Preeklampsia Di Wilayah Kabupaten Semarang. Jurnal
SIKLUS Volume 07 Nomor 02

Wafiyatunisa, Zahra, Rodiani. 2016. Hubungan Obesitas dengan Terjadinya


Preeklampsia. MAJORITY Volume 5 Nomor 5

World Health Organization. Reproductive, Maternal, Newborn, Child,


Adolescent Health and Undernutrition. 2015.

8
WHO, 2016, WHO Recommendations on Antenatal Care for Positive Pregnancy
Eksperience, Jurnal WHO,
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/250796/1/9789241549912-eng.pdf?ua=1

Yulia Nur Khayati, Vistra Veftisia. 2018. Hubungan Stress Dan Pekerjaan Dengan
Preeklampsia Di Wilayah Kabupaten Semarang. Indonesian Journal Of
Midwivery (IJM) Vol 1: No 1

Anda mungkin juga menyukai