Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KELOMPOK 3

ASUHAN KEBIDANAN

(Deteksi Dini Komplikasi Kehamilan)

DOSEN PENGAMPU : Ibu Dr. Ika Fitria Elmeida, S.ST.,M. Keb.

DISUSUN OLEH :
1. DENISYA AYU MIRANDA : 2215401132
2. ENI SAPUTRI : 2215401127
3. MING LIA SAPUTRI : 2215401136

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN TANJUNGKARANG


POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANG
BANDAR LAMPUNG ( 2023 )
Jl. Soekarno Hatta No.1, Hajimena, Kec. Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung
35145
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa karena atas izin, rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul
“ASUHAN KEBIDANAN“ ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan.

Dalam proses penyususnannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari berbagai
pihak. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada, sebagai dosen pembimbing Ibu Dr. Ika
Fitria Elmeida, S.ST.,M. Keb. mata kuliah ini dan teman teman yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.

Untuk itu saya ucapkan banyak terimakasih atas segala partisipasinya dalam menyelesaikan
makalah ini Meski demikian, kami menyadari masih banyak sekali kekurangan dan
kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa ,maupun
isi.

Sehingga kami secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.
Demikian apa yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
masyarakat umumnya dan untuk kami sendiri khususnya

Tanjungkarang, 05 Maret 2023

KELOMPOK 11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. 2
DAFTAR ISI…………………………………………………………… 3
BAB 1
PENDAHULUAN…………………………………………………….. 4
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………. 4
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………… 5
BAB 2
PEMBAHASAN………………………………………………………. 6
2.1 Pengertian kebudayaan…………..………………………………... 6
2.2 Hubungan Antar Kebudayaan Dan Kesehatan Sebelum
Ibu Melahirkan (masa Melahirkan)………………………………... 8
2.3 Hubungan Antara Kebudayaan Dan Kesehatan Ketika Ibu
Persalinan (Melahirkan)……………………………………………. 9
2.4 Hubungan Antara Kebudayaan Dan Kesehatan Ketika Ibu Mulai
Pasca Persalinan…………………………………………………… 10
BAB 3
PENUTUP …………………………………………………………….. 11
3.1 Kesimpulan………………………………………………………… 11
3.2 Saran.................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………... 12
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keluarga yang sehat dan sejahtera dengan kualitas hidup yang baik, dapat

dilihat dari segi kesehatan ibu karena dalam siklus kehidupan setiap wanita hampir

semua mengalami suatu proses yang dinamakan kehamilan, persalinan, nifas dan

memiliki anak atau bayi baru lahir yang akan menjadi suatu tonggak utama dalam

sebuah keluarga. Setiap tahunnya sekitar 160 juta wanita Indonesia mengalami

kehamilan. Setiap wanita yang memiliki organ reproduksi sehat, yang telah

mengalami menstruasi dan melakukan hubungan seksual dengan seseorang

pria yang organ reproduksinya sehat sangat besar kemungkinan akan

mengalami kehamilan (Mandriwati, 2012). Kehamilan itu sendiri merupakan

proses yang diawali dengan keluarnya sel telur matang pada saluran telur

yang kemudian bertemu dengan sperma, lalu keduanya menyatu membentuk

sel yang akan tumbuh (BKKBN, 2010).

Namun dalam prosesnya terdapat kemungkinan terjadinya komplikasi

yang dapat mengancam jiwa ibu dan janin bahkan kemungkinan terburuk

dapat menyebabkan kematian. Walaupun disebutkan kehamilan akan

berlangsung dengan normal, tidak menutup kemungkinan kehamilan akan

berkembang dengan adanya penyulit bahkan komplikasi dan menjadi

kehamilan patologis, dan berdampak pada persalinan serta masa nifasnya.


Kehamilan patologis itu sendiri tidak terjadi secara mendadak karena

kehamilan dan efeknya terhadap organ tubuh berlangsung secara bertahap

dan berangsur-angsur seperti nyeri pada epigastrium disertai dengan sakit

kepala hebat, gerakan janin tidak dirasakan, perdarahan pada kehamilan,

hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia, nyeri hebat di daerah abdomen,

plasenta previa, solusio plasenta (Prawiroharjo, 2014). Kendati demikian,

tidak bisa dipungkiri bahwa komplikasi-komplikasi tersebut tidak hanya

berhenti pada saat kehamilan, namun juga berdampak meningkatnya risiko

pada persalinan, nifas, bayi yang dilahirkan, dan tidak menutup kemungkinan

akan berpengaruh pada pemilihan alat kontrasepsi yang akan dipakai ibu

kelak.

Sebuah keluarga perlu melakukan perencanaan jumlah anak yang

diinginkan agar seorang ibu mendapatkan kesempatan untuk pemulihan

kondisinya dengan adanya perencanaan jumlah anak dan jarak kehamilan

sehingga menekan angka kesakitan maupun kematian ibu dan angka

kematian bayi. Penentuan jumlah anak dan jarak kehamilan bisa dilakukan

dengan cara pemakaian alat kontrasepsi yang cocok untuknya (Sulistyawati,

2011). Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung

kematian ibu yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah

persalinan. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa lebih dari 90% kematian ibu

disebabkan komplikasi obstetri, yang sering tidak dapat diramalkan pada saat

kehamilan. Kebanyakan komplikasi itu terjadi pada saat atau sekitar


persalinan (Saifuddin, 2009)

Berdasarkan data Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015

baik AKI menunjukkan penurunan dimana AKI menjadi 305 per 100.000.

kelahiran hidup dan AKB 22.23 per kelahiran hidup. Berdasarkan Profil

Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2013-2017, angka kematian ibu

berfluktuatif dari tahun 2013-2017 dimana tahun 2017 AKI di Provinsi Bali

turun menjadi 68,6 per 100.000 KH dimana angka ini merupakan angka yang

paling rendah dalam tiga tahun terakhir dan AKB tahun 2017 mencapai 4,8

per 100.000 KH dan target SDGs tahun 2030 yaitu 12 per 1000 KH.

Berdasaarkan Profil Kesehatan Kabupaten Buleleng tahun 2017

tercatat 83%/100.000 kelahiran hidup kjika di bandingkan dengan target

RPJMN 2015-2019 sebesar 306/100.00 kelahiran hidup masih lebih rendah.

Adapun penyebab kematian ibu yang terjadi dikarenakan oleh beberapa

penyebab baik obstetric yakni perdarahan, ekslpamsia, syok sepsis.

Kemudian AKB pada tahun 2017 yaitu 39 per 10.819 kelahiran hidup.

Dimana angka kematian bayi di kabupaten buleleng pada tahun 2017 sebesar

4/100.000 kelahiran hidup yang sebagian besar disebabkan oleh BBLR,

asfiksia, dan beberapa penyebab lainnya. Jika dibandingkan dengan target

RPJMD kabupaten Buleleng yaitu 17 per 1000 kelahiran hidup dan target

SDG’s yakni 12/1000 kelahiran hidup maka AKB di kabupaten Buleleng

tidak melebihi target yang telah ditentukan.

Berdasarkan data Puskesmas Seririt 1 AKI pada tahun 2017 8% dari


100.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh perdarahan, ekslampsia, syok

septik, dan non obstetric. Kemudian untuk AKB pada tahun 2017 yaitu yaitu

4,5% dari seribu kelahiran hidup yang paling banyak disebabkan oleh

asfiksia, dan BBLR.

Pada persalinan pemantauan kemajuan persalinan menggunakan

Partograf WHO, dan menolong persalinan dengan 60 langkah APN dan di

tolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Untuk pelayanan ibu Nifas dapat di

berikan sekurangnya 3 kali sesuai jadwal yang dianjurkan yaitu 6 jam sampai

3 hari setelah persalinan, hari ke-4 sampai hari ke 28, dan pada hari ke 29

sampai 42 hari pasca persalinan, didalamnya mencangkup KIE kesehatan ibu

nifas dan juga mengenai penggunaan kontrasepsi. Untuk pelayanan Neonatus

dapat di berikan sebanyak 3 kali pada usia 0-48 jam, Kn 2 pada hari ke 3- 7,

KN 3 pada hari ke 8-28 hari. Pelayanan pertama yang diberikan pada

kunjungan neontus adalah pemeriksaan sesuai Standar Manajemen Terpadu

Bayi Muda (MTBM) dan konseling perawatan bayi sehari-hari termasuk

pemberian ASI ekslusif dan perawatan tali pusat.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

studi kasus yang berjudul “Asuhan Kebidanan Komprehensif pada

Perempuan “NS” di PMB “KK” di Wilayah Kerja Puskesmas Seririt I Tahun

2019.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Memberikan ilmu yang baru dan pengalaman belajar dan

merupakan kesempatan untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh dengan

kenyataan yang didapat di lapangan dalam memberikan asuhan kebidanan

komperhensif pada perempuan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 AMNIOSINTESIS

Amniosentesis adalah pengambilan sampel air ketuban pada ibu hamil untuk
mengetahui kelainan pada janin. Melalui prosedur ini, kelainan genetik pada janin dapat
diketahui sejak bayi masih dalam kandungan. Misalnya, sindrom Down. Prosedur ini juga
dapat dilakukan guna menentukan apakah paru-paru janin sudah berkembang dengan
sempurna. Prosedur ini biasanya dilakukan setelah kehamilan trimester kedua atau ketiga.

Hasil amniosentesis akan membantu pasien dalam membuat keputusan terkait


kehamilan dan calon buah hatinya. Namun prosedur ini memiliki beberapa risiko bagi janin,
sehingga tidak direkomendasikan untuk semua wanita hamil.

Air ketuban atau cairan amnion merupakan cairan yang mengelilingi janin dan
berfungsi untuk melindunginya selama berada dalam kandungan. Cairan ini mengandung sel
janin dan berbagai protein lainnya. Sehingga apabila ada gangguan yang terjadi pada janin,
susunan sel maupun kandungan lain dalam cairan ketuban juga akan berubah.

Kenapa Amniosentesis Diperlukan?

Prosedur amniosentesis umumnya dilakukan untuk:

1,Mengetahui kondisi genetik janin


Sampel air ketuban akan diambil melalui amniosentesis dan diperiksa untuk
mendeteksi ada tidaknya kelainan genetik. Contohnya, sindrom Down.
2,Memeriksa kondisi paru-paru janin
Amniosentesis dapat dilakukan untuk memeriksa kondisi pematangan paru janin.
Pemeriksaan ini akan mendeteksi apakah paru-paru janin sudah berkembang dan bisa
berfungsi dengan baik saat persalinan. Contohnya pada bayi yang harus dilahirkan secara
prematur.
3.Mendiagnosis infeksi pada janin
Pada beberapa kasus, amniosentesis bertujuan memeriksa ada tidaknya infeksi atau
kondisi medis lain pada janin. Contohnya, anemia pada janin dengan inkompatibilitas rhesus.
4.Pengobatan polihidramnion
Polihidramnion adalah kondisi medis yang ditandai dengan jumlah cairan ketuban
yang berlebih. Amniosentesis dilakukan untuk mengeluarkan air ketuban yang berlebihan
tersebut dari dalam rahim.
5.Tes DNA
Amniosentesis dapat dilakukan sebagai tes DNA untuk memperoleh DNA dari janin
dan membandingkannya dengan DNA calon ayah.

Prosedur amniosentesis yang dilakukan untuk memeriksa kondisi genetik janin


biasanya dilakukan saat usia kehamilan memasuki 15-20 minggu. Prosedur ini disarankan
bagi pasien dengan kondisi-kondisi berikut:
1. Hasil skrining genetik menunjukkan hasil positif
Amniosentesis dilakukan untuk konfirmasi adanya kelainan genetik bagi pasien dengan
hasil skrining genetik yang positif.
2. Pernah memiliki anak dengan kelainan genetik atau cacat tabung saraf
Pasien yang memiliki riwayat kelainan genetik atau defek tabung saraf (kondisi medis
yang ditandai dengan kelainan pada otak dan saraf tulang belakang janin) akan disarankan
untuk melakukan pemeriksaan ini.
3. Berusia 35 tahun atau lebih
Bayi yang lahir dari ibu berusia 35 tahun atau lebih memiliki risiko lebih tinggi
mengalami kelainan genetik, seperti sindrom Down.
4. Memiliki riwayat keluarga dengan kondisi genetik tertentu
Selain dapat mengidentifikasi sindrom Down dan defek tabung saraf seperti spina bifida,
amniosentesis juga dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit genetik lainnya.
5. Memiliki hasil USG yang abnormal
Pasien dengan hasil pemeriksaan ultrasonografi yang tidak normal juga dianjurkan
melakukan amniosentesis untuk memastikan kelainan yang dimiliki janin.
6. Pada ibu hamil yang perlu melahirkan lebih cepat dari waktu seharusnya

Pada kondisi tertentu, ibu hamil bisa disarankan untuk melahirkan lebih cepat guna
menyelamatkan janin maupun diri sendiri. Saat hal ini terjadi, dokter dapat menyarankan
untuk dilakukan pemeriksaan amniosentesis untuk melihat apabila paru-paru janin sudah
memungkinkan untuk berfungsi normal di luar rahim.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan antara minggu ke-32 dan ke-39 guna mencegah
komplikasi selama kelahiran.

Pasien yang berencana menjalani amniosentesis pada usia kehamilan di bawah 20 minggu
perlu menjaga agar kandung kemihnya penuh selama prosedur. Kondisi ini bertujuan
menyokong rahim. Pasien akan disarankan untuk banyak minum air putih sebelum
amniosentesis.
Sementara itu, pasien yang akan menjalani amniosentesis pada usia kehamilan di atas 20
minggu perlu mengosongkan kandung kemih. Langkah ini dilakukan untuk meminimalisir
kemungkinan tertusuknya kandung kemih selama prosedur.

Prosedur amniosentesis biasanya dilakukan di rumah sakit atau klinik. Prosedur ini hanya
membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan langkah-langkah di bawah ini:
• Prosedur USG kehamilan akan dilakukan. Melalui USG, dokter dapat mengetahui lokasi
janin.
• Dokter akan memberikan obat anestesi yang dioleskan atau disuntikkan pada kulit di area
perut pasien.
• Dokter akan membersihkan area perut yang menjadi lokasi pengambilan cairan dengan
cairan desinfektan guna mencegah infeksi.
• Dokter lalu memasukkan jarum tipis dan panjang melalui perut hingga mencapai rahim
pasien. Jarum ini digunakan untuk mengambil air ketuban sebanyak kira-kira 20 mililiter atau
setara dengan 4 sendok teh.
• Cairan ketuban akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.
• Pada sebagian besar kasus, kondisi janin tetap dipantau dengan USG selama prosedur ini
berlangsung.
Tiap tindakan medis tetap memiliki risiko tersendiri, termasuk amniosentesis. Meski
jarang terjadi, sederet risiko amniosentesis di bawah ini perlu diwaspadai:
•Bocornya cairan ketuban dari vagina setelah prosedur dilakukan.
•Meningkatnya risiko keguguran apabila dilakukan saat usia kandungan di bawah 15 minggu.
•Menimbulkan luka atau cedera pada janin akibat jarum yang tidak sengaja menusuk saat
proses amniosentesis dilakukan
•Infeksi kandung kemih
•Ada risiko penularan infeksi dari ibu ke janin apabila ibu mengidap infeksi seperti hepaitits
C, toksoplasmosis, ataupun HIV/AIDS.
2.2 SKRINNING KEHAMILAN RESIKO TINGGI
Antenatal care (ANC) terpadu merupakan salah satu program yang disusun oleh
kementrian kesehatan RI untuk dapat mendeteksi dini masalah/penyakit pada ibu hamil.
Diharapkan dengan ANC terpadu pada fasilitas kesehatan primer maka status kesehatan ibu
akan meningkat dan dapat menurunkan angka kematian ibu. Pada ANC terpadu dilakukan
penapisan pada faktor risiko dan penyakit yang dapat berpengaruh pada kehamilan.
Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu dibagi menjadi penyebab langsung
dan tidak langsung. Penyebab langsung berhubungan dengan komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre eklamsia/ eklamsia, infeksi, persalinan macet dan
abortus. Penyebab tidak langsung adalah faktor yang dapat memperberat keadaan ibu hamil
dan mempersulit penanganan kedaruratan seperti empat terlalu dan tiga terlambat.
Empat terlalu terdiri dari terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, dan
terlalu dekat jarak kehamilan, sedangkan tiga terlambat meliputi terlambat mengenali tanda
bahaya, mengambil keputusan, mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat penanganan
kegawat daruratan.Faktor lain yang berpengaruh adalah ibu hamil yang menderita penyakit
menular seperti malaria, HIV/AIDS, tuberkulosis, sifilis, dan tidak menular seperti hipertensi,
diabetes melitus, gangguan jiwa, dan kekurangan gizi.
Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, pelayanan standar yang harus dilakukan
meliputi beberapa hal. Pertama di lakukan penimbangan berat badan setiap kali kunjungan
antenatal. Penambahan berat badan kurang dari 9 kg selama kehamilan atau kurang dari 1
kilogram setiap bulan menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
Kedua, lakukan pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) sebagai skrining dari ibu
hamil dengan kurang energi kronis (KEK). Apabila LiLA < 23,5 cm, ibu mengalami KEK
dan berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Selanjutnya penting dilakukan pengukuran tekanan darah untuk mendeteksi adanya
hipertensi (>140/90 mmHg). Perlu diwaspadai tanda-tanda preeklamsia yang lain seperti
edema wajah, tungkai atau proteinuria. Pengukuran tinggi fundus uteri setiap kunjungan
antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin dan kesesuaian dengan usia
kehamilan.
Hitung denyut jantung janin (DJJ) dimulai dari akhir trimester I. Nilai normal DJJ
adalah 120-160x/menit. Tentukan presentasi janin sejak akhir trimester II. Jika pada trimester
III bagian bawah janin bukan kepala atau kepala belum masuk ke panggul, waspadai kelainan
letak, panggul sempit atau masalah lain.
Untuk mencegah tetanus neonatorum, setiap ibu hamil diberikan imunisasi TT
disesuaikan dengan status imunisasi ibu. Berikan tablet tambah darah minimal 90 tablet sejak
kontak pertama. Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin pada trimester pertama yaitu
pemeriksaan hemoglobin (diulang pada trimester ketiga) dan golongan darah, dan
pemeriksaan lain atas indikasi seperti protein utin, gula darah/reduksi, malaria, batang tahan
asam (BTA), sifilis, serologi HIV.
Setelah dilakukan pemeriksaan, tenaga kesehatan dapat menentukan penanganan
selanjutnya bagi masing-masing ibu hamil. Kasus yang tidak dapat ditangani harus dirujuk
sesuai dengan sistem rujukan. Kehamilan dapat diklasifikasikan sesuai hasil pemeriksaan.
Kehamilan normal adalah keadaan dimana keadaan umum ibu baik, tekanan darah < 140/90
mmHg, bertambah berat badan minumal 8 kg selama kehamilan sesuai indeks massa tubuh
(IMT) ibu, edema hanya pada ekstremitas, DJJ 120-160x/menit, gerakan janin dapat
dirasakan sejak usia 18-20 minggu hingga melahirkan, tidak ada kelainan obstetri, ukuran
fundus uteri sesuai usia kehamilan, dan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas
normal.
Pada kasus ibu hamil dengan perdarahan antepartum atau preeklamsia yang ditandai
dengan hipertensi, edema wajah dan tungkai, dan proteinuria, maupun adanya tanda gawat
janin maka pasien harus dirujuk untuk penanganan sesuai standar karena termasuk keadaan
gawat darurat. Pada keadaan ini kehamilan diklasifikasikan sebagai kehamilan dengan
kondisi kegawat daruratan dan membutuhkan rujukan segera.
Klasifikasi selanjutnya adalah kehamilan dengan msalah kesehatan yang
membutuhkan rujukan untuk konsultasi dan/atau kerjasama penanganannya. Contohnya pada
ibu dengan riwayat kehamilan sebelumnya janin atau neonatus mati, keguguran ≥ 3x, bayi <
2500 g atau > 4500 g, hipertensi, dan operasi. Selain itu pada kehamilan ini ditemukan
kehamilan ganda, usia ibu < 16 tahun atau > 40 tahun, hipertensi, massa pelvis, penyakit
jantung, ginjal, diabetes melitus, malaria, tuberkulosis, sifilis, TBC, anemia berat, HIV, dan
masalah kesehatan jiwa. Kenaikan berat badan ibu hamil < 1 kg/bulan atau dengan risiko
KEK LiLA < 23,5 cm, tinggi badan < 145 cm, tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan umur
kehamilan, kelainan letak janin pada trimester III, dan infeksi saluran kemih perlu dirujuk
untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Ibu hamil dengan demam dapat ditangani di fasilitas kesehatan primer sesuai
penanganan demam. Namun apabila dalam dua hari masih demam atau keadaan umum
memburuk maka perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan lebih lengkap. Bila pada pemeriksaan
tekanan darah ibu 140/90 mmHg tanpa proteinuri maka tangani hipertensi sesuai standar,
periksa ulang dalam dua hari, bila meningkat maka segera rujuk. Apabila terdapat gangguan
janin perlu untuk segera dirujuk. Ibu hamil dengan hipertensi berat (diastol ≥ 110 mmHg)
tanpa proteinuria perlu dirujuk.
Ibu hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga diklasifikasikan sebagai
kehamilan dengan masalah khusus, seharusnya dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas Pusat
Pelayanan Terpadu (PPT) terhadap korban kekerasan. Rujukan dapat dilakukan pada rumah
sakit umum ataupun rumah sakit POLRI.
Beberapa pusat kesehatan di Jawa Timur menetapkan kartu skor Poedji Rochjati
(KSPR) untuk membantu mendeteksi dini faktor risiko pada kehamilan. Kartu ini
menggolongkan kelompok risiko ibu hamil menjadi kehamilan risiko rendah dengan skor 2,
kehamilan risiko tinggi dengan skor 6-10, dan kehamilan risiko sangat tinggi dengan skor ≥
12. Poin-poin yang menjadi penilaian adalah kehamilan itu sendiri (skor 2),
primi muda (hamil anak pertama usia ≤ 16 tahun), primi tua (lama perkawinan ≥ 4
tahun, ibu umur ≥ 35 tahun), anak terkecil < 2 tahun, primi tua sekunder ( persalinan terakhir
≥ 10 tahun yang lalu), grande multi (melahirkan ≥ 4 kali).
Poin lain yang dihitung pada KPSR adalah tinggi badan ≤ 145 cm, riwayat obstetri
jelek (keguguran, lahir preterm, lahir mati, lahir hidup lalu mati usia ≤ 7 hari, keguguran ≥ 2
kali, riwayat janin mati dalam kandungan), bekas operasi caesar, penyakit pada kehamilan,
pre eklamsia, hamil kembar, hidramnion, janin mati dalam rahim, hamil lebih bulan, letak
sungsang atau lintang, perdarahan antepartum, preeklamsia berat/eklamsia. Apabila hasil skor
pasien tergolong KRT maka persalinan harus dilakukan di tenaga kesehatan, sedangkan pada
pasien KRST persalinan harus di RS atau spesialis kandungan.
Di masa kehamilan memungkinkan untuk ibu hamil mengalami beberapa perubahan
dan keluhan pada tubuh. Keluhan-keluhan yang umum biasanya akan hilang sendiri, namun
ada beberapa keadaan tertentu yang perlu ibu hamil waspadai. Keadaan tersebut harus
diketahui oleh ibu hamil sebagai tanda bahaya pada masa kehamilan. Berikut adalah tanda-
tanda bahaya tersebut!

2.3 KIE TANDA BAHAYA KEHAMILAN


Komunikasi Informai dan Edukasi (KIE) harus diintegrasikan dalam asuhan suportif
pada ibu post sectio caesarea untuk memfasilitasi ibu pulih dari pembedahan sementara juga
menjadi ibu bagi bayinya (Baston, 2011). Salah satu manfaat KIEadalah untuk
menumbuhkan motivasi ibu dalam melakukan mobilisasi dini.

Tidak Mau Makan dan Muntah Terus-Menerus


Mual-muntah memang banyak dialami oleh ibu hamil, terutama ibu hamil pada
trimester pertama kehamilan. Namun jika mual-muntah tersebut terjadi terus-menerus dan
berlebihan bisa menjadi tanda bahaya pada masa kehamilan. Hal itu dikarenakan dapat
menyebabkan kekurangan gizi, dehidrasi, dan penurunan kesadaran. Segera temui dokter jika
hal ini terjadi agar mendapatkan penanganan dengan cepat.

Mengalami Demam Tinggi


Ibu hamil harus mewaspadai hal ini jika terjadi. Hal ini dikarenakan bisa saja jika
demam dipicu karena adanya infeksi. Jika demam terlalu tinggi, ibu hamil harus segera
diperiksakan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama.
Pergerakan Janin di Kandungan Kurang
Pergerakan janin yang kurang aktif atau bahkan berhenti merupakan tanda bahaya
selanjutnya. Hal ini menandakan jika janin mengalami kekurangan oksigen atau kekurangan
gizi. Jika dalam dua jam janin bergerak di bawah sepuluh kali, segera periksakan kondisi
tersebut ke dokter.
Beberapa Bagian Tubuh Membengkak
Selama masa kehamilan ibu hamil sering mengalami perubahan bentuk tubuh seperti
bertambahnya berat badan. Ibu hamil akan mengalami beberapa pembengkakan seperti pada
tangan, kaki dan wajah karena hal tersebut. Namun, jika pembengkakan pada kaki, tangan
dan wajah disertai dengan pusing kepala, nyeri ulu hati, kejang dan pandangan kabur segera
bawa ke dokter unt Terjadi Pendarahan
Pendarahan
Ibu hamil harus waspada jika mengalami pendarahan, hal ini bisa menjadi tanda
bahaya yang dapat mengancam pada baik pada janin maupun pada ibu. Jika mengalami
pendarahan hebat pada saat usia kehamilan muda, bisa menjadi tanda mengalami keguguran.
Namun, jika mengalami pendarahan pada usia hamil tua, bisa menjadi pertanda plasenta
menutupi jalan lahir.
Air Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
Jika ibu hamil mengalami pecah ketuban sebelum waktunya segera periksakan diri ke
dokter, karena kondisi tersebut dapat membahayakan kondisi ibu dan bayi. Hal ini dapat
mempermudah terjadinya infeksi dalam kandungan.

Nah, itulah tanda bahaya pada masa kehamilan yang harus ibu hamil ketahui agar
dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Jika anda mengalami salah satu atau lebih
tanda bahaya tersebut segera hubungi petugas kesehatanuk ditangani, karena bisa saja ini
pertanda terjadinya pre-eklampsia.

2.3 KIE PADA KEHAMILAN REMAJA


Kehamilan remaja disebabkan oleh berbagai persoalan yang berkaitan dengan proses
perkembangan remaja (Santrock, 2007). Kondisi yang mengancam diakibatkan oleh
perkawinan usia dini yang akan dihadapi oleh 14,2 juta remaja perempuan yang menikah di
usia muda dan juga dipengaruhi oleh adanya
hubungan seksual pra nikah (BPS, 2015; Loaiza dan Mengjia Liang, 2013). Penyebab
dari pernikahan dan kehamilan remaja diakibatkan oleh seks pada usia remaja dan
peningkatan perilaku seks aktif dikalangan remaja. Berdasarkan data Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, sekitar 2 % remaja perempuan usia 15-24 tahun dan 8 %
remaja laki-laki telah melakukan hubungan seksual pra-nikah.
Sikap terhadap perilaku seksual pra-nikah merupakan penyebab yang sangat
berpengaruh terhadap kehamilan remaja. Terbukti dari penelitian Novita (2016) terjadi
peningkatan sikap positif terhadap pencegahan kehamilan remaja sebesar 12,63% atau terjadi
perbedaan nilai rata-rata pretes dengan posttes sebesar 4,01%. Menurut Fishbein dan Ajzen
(1980) dalam (Sarwono, S, 2015) untuk mengukur sikap pencegahan terhadap kehamilan
remaja dan seberapa jauh hubungannya dengan perilaku seksual pra-nikah yang diukur
adalah bagaimana perilaku remaja terhadap seksual pra-nikah bukan apakah remaja telah
melakukan pencegahan kehamilan. Cognitive (kesadaran) remaja ini terkandung dalam sikap
yang mengandung tiga bagian (domain). Tiga domain tersebut terdiri dari affective
(perasaan), behavior (perilaku) dan cognitive (kesadaran).
Remaja Indonesia usia 18-24 tahun mempunyai sikap dan persepsi bahwa hubungan
seks dan penggunaan kondom sebelum menikah merupakan suatu yang biasa dan dapat
diterima, walaupun orang tua tidak setuju dan bertentangan dengan norma agama. Pacar
dianggap merupakan pasangan seksual yang paling umum, sedangkan wanita tuna susila
menjadi salah satu pasangan seksual remaja laki-laki. Seks yang aman dianggap sebagai salah
satu pencegahan kehamilan remaja (Simon dan Paxton, 2010).
Kurangnya pelayanan dan bimbingan tentang kesehatan reproduksi yang lebih
inovatif, dimana hanya 45% remaja putri usia 15-19 tahun dan belum menikah yang
mengetahui tempat informasi dan konseling remaja. Teman diskusi tentang kesehatan
reproduksi yang paling disenangi oleh remaja perempuan adalah teman sebaya 62% begitu
juga dengan remaja laki-laki sebesar 51% (BPS et.al., 2013; BKKBN, 2017). Pentingnya
pembentukan dan mengembangkan pusat pelayanan informasi kesehatan reproduksi remaja
secara lebih merata di berbagai wilayah serta upaya menggalakkan pemanfaatan serta
pembinaan terhadap keberlangsungan pusat pelayanan tersebut.
Penyebab lain yang terjadi pada remaja adalah kurangnya pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi, sikap permisif dan perilaku berisiko. Remaja perempuan yang
mengetahui risiko kehamilan dengan melakukan satu kali hubungan seksual dicirikan oleh 35
% kelompok umur 15-19 tahun, 34% tinggal di perkotaan, dan 26% telah menyelesaikan
tingkat pendidikan SLTA ke atas (BPS, BKKBN, dan Kemenkes, 2018). Kehamilan remaja
tentunya berkaitan dengan pengetahuan remaja tentang penyebab terjadinya kehamilan
remaja.
Proses fisiologi dan psikologis yang terjadi pada remaja dari setiap tahap
perkembangan remaja membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya. Keterampilan
hidup (life skills) dan kemampuan diri (self efficacy) remaja Indonesia masih rendah. Life
skills yang rendah menyebabkan remaja mudah terpengaruh oleh tekanan teman sebaya
seperti seks pra-nikah (BKKBN, 2017). Hal ini terbukti dari alasan hubungan seksual, 57,5%
pada laki-laki karena ingin tahu, terjadi begitu saja 38% pada perempuan dan dipaksa oleh
pasangan 12,6% pada perempuan (Kemenkes RI, 2015). Hal ini mencerminkan kurangnya
pemahaman remaja tentang keterampilan hidup sehat, risiko hubungan seksual dan
kemampuan untuk menolak hubungan yang tidak mereka inginkan.
Bayi yang dilahirkan oleh remaja perempuan yang menikah pada usia muda memiliki
risiko kematian lebih tinggi, dan kemungkinannya dua kali lebih besar untuk meninggal
sebelum usia satu tahun dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan oleh seorang ibu
yang telah berusia duapuluh tahunan. Bayi yang dilahirkan oleh remaja juga memiliki
kemungkinan yang lebih tinggi untuk lahir prematur sebesar 38,8% pada remaja usia dibawah
20 tahun dibanding dengan remaja usia lebih dari 20 tahun sebesar 36,2% dan bayi Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) sebesar 20,6% yang dilahirkan oleh remaja usia kurang dari 20
tahun. Ibu usia remaja berisiko melahirkan bayi BBLR sebesar 2,43 kali dibanding dengan
ibu usia reproduksi yang matang (BPS, 2015; Guimarães, 2013; Sulistiarini dan Berliana, M.,
2016; Mubasyaroh, 2016)
Kehamilan remaja berdampak pada risiko tinggi bayi yang akan dilahirkan mengalami
prematur dan stunting, rentan mengalami perdarahan, abortus, molahidatidosa dan berisiko
memberikan pola asuh yang salah pada anak karena terbatasnya pengetahuan. Remaja dengan
usia pertama kali menikah 15-19 tahun 42,2% melahirkan anak pendek dibanding dengan ibu
yang berusia 20 tahun keatas sebesar 37,2%. Sekitar 35% anak Indonesia mengalami
kehamilan yang pertama dibawah usia 15 tahun baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Sementara anak yang hamil pertama diusia 16 tahun adalah 40,37%, yang merupakan
persentase tertinggi. Hal ini menunjukkan pertumbuhan balita sebagai outcome status
kesehatan reproduksi ibu sebelum konsepsi dan selama kehamilan (Afifah, 2011;
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan BPS, 2018).
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Deteksi dini terhadap komplikasi kehamilan adalah upaya penjaringan yang dilakukan
untuk menemukan penyimpangan- penyimpangan yang terjadi selama kehamilan secara dini.
Deteksi dini mengarah pada penemuan ibu hamil berisiko agar dapat ditangani secara
memadai sehingga mobiditas dan mortalitas dapat dicegah.

Amniocentesis adalah prosedur untuk memeriksa sampel cairan ketuban.


Amniocentesis berguna untuk mendeteksi kelainan pada janin. Prosedur ini dapat disarankan
kepada ibu hamil pada usia kehamilan 15–20 minggu.
Amniosentesis merupakan suatu prosedur pengambilan cairan amnion yang berfungsi
untuk mendeteksi secara dini kelainan pada janin. Prosedur amniosentesis ini disarankan
dilakukan pada usia kehamilan 15-20 minggu dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi yaitu
sekitar 99,4%

Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang dapat menyebabkan ibu hamil dan
bayi menjadi sakit atau meninggal sebelum kelahiran berlangsung
Skrining kehamilan merupakan prosedur pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
selama periode kehamilan, guna mengetahui apakah janin berisiko memiliki cacat atau
kelainan lahir tertentu. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan pada trimester pertama dan
kedua, tetapi beberapa jenis tes juga dilakukan di trimester ketiga.
renatal screening test atau tes skrining saat hamil adalah seperangkat prosedur yang
dilakukan selama kehamilan untuk menentukan apakah bayi cenderung memiliki kelainan
atau cacat lahir tertentu. Sebagian besar tes ini tidak invasif.

Tanda bahaya kehamilan adalah tanda-tanda yang mengindikasikan adanya bahaya


yang dapat terjadi selama masa kehamilan, yang apabila tidak dilaporkan atau terdeteksi dini
bisa menyebabkan kematian pada ibu dan janin.
ibu hamil yang mempunyai pengetahuan dengan kategori baik tentang tanda bahaya
kehamilan banyak terdapat pada usia 20-35 tahun, pada pendidikan tinggu, pada graviditas 1
sampai 3. Saran : Ibu hamil diharapkan untuk segera memeriksakan kehamilannya apalagi
terdapat tanda bahaya kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA

Akademi Kebidanan Margi Rahayu. (2016). Jurnal kebidanan dan kesehatan. Jurnal

Kebidanan Dan Kesehatan, 6(1), 1–72.

Alviani, E. S., Wijaya, M., & Kurnia, I. (2015). Gambaran Lama Waktu Pelepasan

Plasenta dengan Manajemen Aktif Kala III dan Masase Fundus Setelah Bayi

Lahir. 3, 182–188.

Amdad, A., Nurdiati, D. S., & Ratnawati, A. T. (2017). Upaya ibu hamil risiko tinggii

untuk mencari layanan persalinan di puskesmas Waruroyom. 3, 67–71.

Aryawati, W. (2016). Pengembangan Model Pencegahan Resiko Tinggi Kehamilan

Dan Persalinan Yang Terencana Dan Antisipatif (Regita) the Development of

Regita Model for Prevention of High Risk Pregnancy and Childbirth Planned

and Anticipatory. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 86(2), 86–93.

Devaraj, E. (2018). International Journal of Current Advanced Research Review

Article. 6(July), 1899–1902.


i

Anda mungkin juga menyukai