Anda di halaman 1dari 8

Biodata Eka Tjipta Widjaja

Nama : Eka Tjipta Widjaja / Oei Ek Tjhong

Lahir : China, 3 Oktober 1923

Wafat : Jakarta, 26 Januari 2019

Istri : Trini Dewi Lasuki, Mellie Pirieh

Anak : Teguh Ganda Widjaja, Oei Hong Leong, Franky Oesman Widjaja, Indra
Widjaja, Frankle Widjaja, Muktar Widjaja, Jimmy Widjaja, Fenny Widjaja,
Sukmawati Widjaja, Ingrid Widjaja, Nanny Widjaja, Lanny Widjaja, Inneke Widjaja,
Chenny Widjaja, Meilay Widjaja, Jetty Widjaja

Dikenal : Pendiri Sinar Mas Grup

Kekayaan : 13.9 Milyar Dollar USD / 195.7 triliun Rupiah (Globe Asia, 2018)

Biografi Eka Tjipta Widjaja


Nama asli Eka Tjipta Widjaja adalah Oei Ek Tjhong, Ia dilahirkan pada tanggal 3
Oktober 1923 di China, Ia terlahir dari keluarga yang amat miskin. Tekadnya yang
ingin mengubah hidup keluarganya, Eka kemudian memutuskan untuk merantau keluar
dari kampung halamannya di Quanzhou, China.
…Bersama ibu, saya ke Makassar tahun 1932 pada usia sembilan tahun. Kami
berlayar tujuh hari tujuh malam. Lantaran miskin, kami hanya bisa tidur di tempat
paling buruk di kapal, di bawah kelas dek. Ada uang lima dollar, tetapi tak bisa
dibelanjakan, karena untuk ke Indonesia saja kami masih berutang pada rentenir,
150 dollar – Eka Tjipta Widjaya

Masa Kecil
Ia pindah ke Indonesia saat umurnya masih sangat muda yaitu umur 9 tahun. Tepatnya
pada tahun 1932, Eka Tjipta Widjaya yang saat itu masih dipanggil Oei Ek Tjhong
akhirnya pindah ke kota Makassar

Tiba di Makassar, Eka kecil segera membantu ayahnya yang sudah lebih dulu tiba dan
mempunyai toko kecil. Tujuannya jelas, segera mendapatkan 150 dollar, guna
dibayarkan kepada rentenir. Dua tahun kemudian, utang terbayar, toko ayahnya maju.

Eka pun minta Sekolah. Tapi Eka menolak duduk di kelas satu. Eka Tjipta Widjaja
bukanlah seorang sarjana, doktor, maupun gelar-gelar yang lain yang disandang para
mahasiswa ketika mereka berhasil menamatkan studi.

Hanya Tamatan SD
Dalam Biografi Eka Tjipta Widjaja diketahui ia hanya lulus dari sebuah sekolah dasar
di Makassar. Hal ini dikarenakan kehidupannya yang serba kekurangan. Ia harus
merelakan pendidikannya demi untuk membantu orang tua dalam menyelesaikan
hutangnya ke rentenir.

Tamat SD, ia tak bisa melanjutkan sekolahnya karena masalah ekonomi. Ia pun mulai
jualan. Ia keliling kota Makassar, dengan mengendarai sepeda.

Ia keliling kota Makasar menjajakan door to door permen, biskuit, serta aneka barang
dagangan toko ayahnya. Dengan ketekunannya, usahanya mulai menunjukkan hasil.

Masa Muda
Saat usianya 15 tahun, Eka mencari pemasok kembang gula dan biskuit dengan
mengendarai sepedanya. Ia harus melewati hutan-hutan lebat, dengan kondisi jalanan
yang belum seperti sekarang ini. Kebanyakan pemasok tidak mempercayainya.

Umumnya mereka meminta pembayaran di muka, sebelum barang dapat dibawa


pulang oleh Eka. Hanya dua bulan, ia sudah mengail laba Rp. 20, jumlah yang besar
masa itu. Harga beras ketika itu masih 3-4 sen per kilogram.
Jatuh Bangun Usaha
Melihat satu usahanya berkembang, Eka membeli becak untuk memuat barangnya.
Namun ketika usahanya tumbuh subur, datang Jepang menyerbu Indonesia, termasuk
ke Makassar, sehingga usahanya hancur total.

Ia menganggur total, tak ada barang impor/ekspor yang bisa dijual. Total laba Rp. 2000
yang ia kumpulkan susah payah selama beberapa tahun, habis dibelanjakan untuk
kebutuhan sehari-hari.

Di tengah harapan yang nyaris putus, Eka mengayuh sepeda bututnya dan keliling
Makassar. Sampailah ia ke Paotere (pinggiran Makassar, kini salah satu pangkalan
perahu terbesar di luar Jawa).

Di situ ia melihat betapa ratusan tentara Jepang sedang mengawasi ratusan tawanan
pasukan Belanda. Tapi bukan tentara Jepang dan Belanda itu yang menarik Eka,
melainkan tumpukan terigu, semen, gula, yang masih dalam keadaan baik.

Otak bisnis Eka segera berputar. Secepatnya ia kembali ke rumah dan mengadakan
persiapan untuk membuka tenda di dekat lokasi itu. Ia merencanakan menjual makanan
dan minuman kepada tentara Jepang yang ada di lapangan kerja itu.

Keesokan harinya, masih pukul empat subuh, Eka sudah di Paotere. Ia membawa serta
kopi, gula, kaleng bekas minyak tanah yang diisi air, oven kecil berisi arang untuk
membuat air panas, cangkir, sendok dan sebagainya.

Semula alat itu ia pinjam dari ibunya. Enam ekor ayam ayahnya ikut ia pinjam. Ayam
itu dipotong dan dibikin ayam putih gosok garam. Dia juga pinjam satu botol wiskey,
satu botol brandy dan satu botol anggur dari teman-temannya. Jam tujuh pagi ia sudah
siap jualan.

Benar saja, pukul tujuh, 30 orang Jepang dan tawanan Belanda mulai datang bekerja.
Tapi sampai pukul sembilan pagi, tidak ada pengunjung. Eka memutuskan mendekati
bos pasukan Jepang. Eka mentraktir si Jepang makan minum di tenda.

Setelah mencicipi seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih,
minum dua teguk whisky gratis, si Jepang bilang Joto..!!.

Setelah itu, semua anak buahnya dan tawanan diperbolehkan makan minum di tenda
Eka. Tentu saja ia minta izin mengangkat semua barang yang sudah dibuang.
Segera Eka mengerahkan anak-anak sekampung mengangkat barang-barang itu dan
membayar mereka 5 – 10 sen. Semua barang diangkat ke rumah dengan becak.

Usaha Yang Tak Kenal Menyerah


Rumah berikut halaman Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala
macam barang. Ia pun bekerja keras memilih apa yang dapat dipakai dan dijual.

Terigu misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang sudah keras ditumbuk kembali dan
perbaiki sampai dapat dipakai lagi. Ia pun belajar bagaimana menjahit karung.

Karena waktu itu keadaan perang, maka suplai bahan bangunan dan barang keperluan
sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia
peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga.

Ia mulai menjual terigu. Semula hanya Rp. 50 per karung, lalu ia menaikkan menjadi
Rp. 60, dan akhirnya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian
Rp. 40.

Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk membuat kuburan orang
kaya. Tentu Eka menolak, sebab menurut dia ngapain jual semen ke kontraktor? Maka
Eka pun kemudian menjadi kontraktor pembuat kuburan orang kaya.

Ia bayar tukang Rp. 15 per hari ditambah 20 persen saham kosong untuk mengadakan
kontrak pembuatan enam kuburan mewah.

Ia mulai dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah
semen dan besi beton habis, ia berhenti sebagai kontraktor kuburan.

Demikianlah Eka, berhenti sebagai kontraktor kuburan, ia berdagang kopra, dan


berlayar berhari-hari ke Selayar (Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya
untuk memperoleh kopra murah.

Eka mereguk laba besar, tetapi mendadak ia nyaris bangkrut karena Jepang
mengeluarkan peraturan bahwa jual beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi yang
memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per kaleng Rp. 6.

Bangkrut dan Bangkit Kembali


Eka rugi besar. Ia mencari peluang lain. Berdagang gula, lalu teng-teng (makanan khas
Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula.
Tapi ketika mulai berkibar, harga gula jatuh, ia rugi besar, modalnya habis lagi, bahkan
berutang. Eka harus menjual mobil jip, dua sedan serta menjual perhiasan keluarga
termasuk cincin kimpoi untuk menutup utang dagang.

Tapi Eka berusaha lagi. Dari usaha leveransir dan aneka kebutuhan lainnya. Usahanya
juga masih jatuh bangun. Misalnya, ketika sudah berkibar tahun 1950-an, ada
Permesta, dan barang dagangannya, terutama kopra habis dijarah oknum-oknum
Permesta. Modal dia habis lagi. Namun Eka bangkit lagi, dan berdagang lagi.

Pengusaha Kelapa Sawit


Dalam Biografi Eka Tjipta Widjaja diketahui pada tahun 1980, ia memutuskan untuk
melanjutkan usahanya yaitu menjadi seorang entrepreneur seperti masa mudanya dulu.

Ia membeli sebidang perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan 10 ribu hektar yang
berlokasi di Riau. Tak tanggung-tanggung, beliau juga membeli mesin dan pabrik yang
bisa memuat hingga 60 ribu ton kelapa sawit.

Bisnis yang dia bangun berkembang sangat pesat dan dia memutuskan untuk
menambah bisnisnya. Pada tahun 1981 beliau membeli perkebunan sekaligus pabrik
teh dengan luas mencapai 1000 hektar dan pabriknya mempunyai kapasitas 20 ribu ton
teh.

Merambah Bisnis Perbankan


Selain berbisnis di bidang kelapa sawit dan teh, Eka Tjipta Widjaja juga mulai merintis
bisnis bank. Ia membeli Bank Internasional Indonesia (BII) dengan asset mencapai 13
milyar rupiah.

Namun setelah beliau kelola, bank tersebut menjadi besar dan memiliki 40 cabang dan
cabang pembantu yang dulunya hanya 2 cabang dan asetnya kini mencapai 9,2 trilliun
rupiah.

Bisnis Kertas Hingga Properti


Bisnis yang semakin banyak membuat Eka Tjipta Widjaja menjadi semakin sibuk dan
kaya. Ia juga mulai merambah ke bisnis kertas.

Hal ini dibuktikan dengan dibelinya PT Indah Kiat yang bisa memproduksi hingga 700
ribu pulp per tahun dan bisa memproduksi kertas hingga 650 ribu per tahun.
Pemilik Sinarmas Group ini juga membangun ITC Mangga Dua dan Green View
apartemen yang berada di Roxy, dan tak ketinggalan pula ia bangun Ambassador di
Kuningan.

…Apa pun kesulitan yang dihadapi, asalkan memiliki keinginan untuk melawan,
pasti semua kesulitan dapat diatasi – Eka Tjipta Widjaja

Sektor Bisnis Sinar Mas


Pengusaha sukses memiliki pilar bisnis yang bergerak di berbagai sektor seperti kertas,
agribisnis dan makanan, jasa keuangan, telekomunikasi serta properti dan infrastruktur
dibawah naungan Kelompok Usaha Sinar Mas.

Keluarga Eka Tjipta Widjaja


Eka Tjipta Widjaja mempunyai keluarga yang selalu mendukungnya dalam hal bisnis
dan kehidupannya. Beliau menikah dengan seorang wanita bernama Melfie Pirieh
Widjaja dan mempunyai 7 orang anak.

Anak-anaknya adalah Nanny Widjaja, Lanny Widjaja, Jimmy Widjaja, Fenny Widjaja,
Inneke Widjaja, Chenny Widjaja, dan Meilay Widjaja.

Konglomerat pemilik Sinar Mas Group ini wafat pada tanggal 26 Januari 2019 di RS
Gatot Subroto Jakarta. Ia wafat dengan meninggalkan bisnis yang menggurita di
berbagai sektor melalui grup Sina Mas yang ia dirikan.

REVIEW EKA TJIPTA WIDJAJA


Kisah Pengusaha sukses bermental kuat yang memulai karirnya dari nol. Beliaulah
Eka Tjipta Widjaja yang kini berada di deretan 3 besar orang terkaya di Indonesia versi
majalah Globe Asia 2008.
Eka Tjipta Widjaja lahir di China, 3 Oktober 1923. Beliau adalah anak dari salah
satu keluarga miskin yang hidup serba pas-pasan. Masa kecilnya dihadapkan pada
masa peperangan China yang mengakibatkan keadaanekonomi semakin terpuruk dan
kehidupan di China semakin sulit, sehingga mengakibatkan banyaknya kaum lelaki
China yang merantau ke Malaysia dan Indonesia untuk mengadu nasib dan mencari
penghasilan, diantaranya adalah ayah dari Eka Tjipta Widjaya. Ayah Eka merantau ke
Makasar dengan membuka toko kecil- kecilan untuk menyambung hidup da ibunya
masih menetap di China. Usia 9 tahun Eka dan ibunya pun diboyong untuk ikut pindah
ke Makasar bersama ayahnya. Mereka berlayar ke Makasar pada tahun 1932 selama
tujuh hari tujuh malam, lantaran mereka miskin maka hanya dapat tidur di tempat
paling buruk di kapal, di bawah kelas dek. Hanya untuk membeli makanan saja mereka
tak mampu. Mereka hanya memiliki uang 5 dollar, itupun tidak bisa dibelanjakan,
karena untuk ke Indonesia saja mereka harus berhutang kepada rentenir sebesar 150
dollar dengan bunga yang tidak sedikit.
Kehidupanya di Makasar mengharuskan Eka kecil bekerja di toko ayahnya guna
mendapat 150 dollar yang kemudian beliau kumpulkan untuk melunasi hutangnya di
rentenir. Setelah dua tahun lamanya hutangnya kepada rentenir terlunasi. Toko
ayahnyapun mengalami kemajuan yang pesat. Eka yang sejak kecil belum merasakan
sekolah akhirnya meminta kepada orangtuanya untuk disekolahkan. Setamat SD, Eka
tak melanjutkan sekolah tidak ada biaya. Eka kemudian memutuskan berjualan keliling
Makassar dengan sepeda onthelnya untuk menjajakan permen, biskuit, serta barang
dagangan toko ayahnya. Hasil dari ketekunan dan keuletan Eka bisa mengumpulkan
laba hingga 20 rupiah. Agar dapat mengangkut dagangan yang lebih banyak, Eka
akhirnya membeli becak. Usahanya pun semakin berkembang. Namun ketika usahanya
dipuncak keberhasilan, Jepang datang menyerbu Indonesia termasuk Makassar. Hal ini
membuat usaha yang dirintis Eka susah payah langsung hancur total. Eka pun
menganggur.
Eka kemudian pindah dari Makassar ke Riau. Di sana ia mmebeli perkebunan
kelapa sawit yang sangat luas yaitu 10 ribu hektar. Ia juga membeli mesin penghasil
kelapa sawit yang sangat canggih serta membangun pabrik yaitu bisa menampung 60
ribu ton kelapa sawit. Eka kemudian membeli lagi perkebunan teh sekaligus pabriknya
yang luasnya mencapai 1000 hektar dimana pabriknya bis ammeproduksi hingga 20
ribu ton teh. Eka Tjipta Widjaja kemudian merambah usaha perbankan. Eka membeli
Bank Internasional Indonesia yang memiliki aset 13 miliar rupiah. Di bawah tangan
kratif Eka, BII tumbuh menjadi bank yang beraset 9,2 triliun dengan 40 cabang yang
dulunya hanya 2 cabang. Ia kemudian merambah bisnis kertas dengan membeli PT
Indah Kiat dimana kapasitas produksinya mencapai 700 ribu pul per tahun dan 650 ribu
kertas per tahun. Eka juga menjadi pengembang dengan membangun ITC Mangga Dua
dan Green View Appartement yang terletak di Roxy. Selain itu ia juga membangun
Ambassador di Kuningan.
Berkat keuletan dann kegigihannya ia kini memiliki total kekayaan mencapai 8,7
miliar dollar Amerika dan hal itu menjadikannya sebagai orang terkaya ke tiga di
Indonesia pada Desember 2012 menurut Majalah Globe Asia. Seluruh Konglomerasi
Bisnis nya ini berada dalam satu naungan yaitu Sinar Mas Group. Segala yang
didapatkan oleh Eka Tjipta Widjaja tidak perbah lepas dari peran orangtuanya.
Keluarga yang sangat mendukung Eka dalam mencapai kesuksesannya saat ini dalam
melakoni bisnisnya sebagai seorang pengusaha konglomerat. Kini tak ada lagi si Eka
yang miskin, kemana-mana mengonthel sepeda. Yang ada adalah seorang Eka Tjipta
Widjaja Pendiri sekaligus Pemimpin Sinar Mas Group, sebuah konglomerasi bisnis
yang sangat berjaya di Indonesia dan dunia. Namun kerja keras dan pantang menyerah
tetap dipegang teguh oleh Eka untuk bertahan dalam kesuksesannya.

Anda mungkin juga menyukai