Anda di halaman 1dari 2

Cerita Hidup Jokowi

Saya Jokowi Dodo. Saya berasal dari kota Solo, Jawa tengah. Saya anak sulung dari empat
bersaudara, tiga adik saya semuanya perempuan. Saya berasal dari keluarga biasa.

Kami berulang kali dari pindah rumah kontrakan, rumah sederhana yang mampu dibayar bapak
untuk tempat tinggal kami sekeluarga. Bapak berjuang untuk hidup kami dengan berjualan bambu
dan kayu di pasar. Ibu sangat gigih membantu bapak, setelah selesai masak dan memebereskan
rumah, ia segera pergi ke lapak dagang bapak untuk membantu mengikat bambu dan kayu. Mereka
melakukan itu semua demi anak-anaknya untuk bisa sekolah, mereka meyakinkan saya bahwa
sekolah akan mampu mengubah hidup saya. Perjuangan dan usaha bapak sangat menginspirasi saya.
Usaha bapak berjalan baik, dagangan semakin laku dan saya tahu ibu mulai punya uang.

Suatu hari, rumah kami digusur oleh pemerintah desa karena daerah kami akan dibangun fasilitas
kota. Kami sekeluarga diusir begitu saja tanpa ada perhatian di mana kami akan tinggal. Kejadian ini
membuat kami sekeluarga sangat terpukul, kami terpaksa menumpang di rumah paman. Keadaan
yang sulit membuat kami sekeluarga berjuang lebih keras. Bapak menjadi supir angkutan umum.
setelah sekolah saya membantu ibu berjualan di pasar meneruskan usaha bapak. Kami sekeluarga
menjalani hidup tanpa mengeluh dan saling mengalirkan energi positif. Bersama-sama kami
berjuang untuk tidak lagi menumpang. Kerja keras tidak pernah sia-sia. Bapak bisa membuka
bengkel usaha kayu,setelah beberapa tahun akhirnya uang bisa terkumpul untuk membeli rumah
sederhana.

Tahun 1980, akhirya saya memutuskan untuk kuliah di jurusan teknologi kayu, kehutanan UGM.
Saya memilih jurusan tersebut agar saya dapat belajar lebih mendalam tentang perkayuan. Saya
ingin mengikuti jejak bapak, saya ingin bisnis kayu bapak semakin besar. Sewaktu kuliah, rambut
saya gondrong dan saya suka sekali mendengarkan musik cadas, seperti Queen, Metallica, Guns and
Roses. Selain itu, saya hobi untuk mendaki gunung. Gunung Lawu, Gunung Merapi, Krinci dan masih
bayak lagi yang sudah saya pernah daki. Menginjak penulisan skripsi di tingkat akhir kuliah, saya
sudah jarang melakukan hobi-hobi saya tersebut. Saya mulai serius.

Saya bertemu seorang gadis, bernama Iriana. Iriana adalah teman adik saya yang sering main ke
rumah. Iriana orangnya sederhana. Tapi, kesederhanaannya lah yang saya suka. Waktu berpacaran
dengan Iriana, semuanya berat di ongkos tetapi ringan di hati. Saya naik bus yang penuh sesak,
bolak-balik Jogja-Solo demi bertemu Iriana.

Lulus kuliah tahun 1985, saya melamar kerja di sebuah perusahaan kertas di Aceh. Setelah
diterima, saya baru tahu akan ditempatkan di hutan rimba. Pekerjaan saya adalah mempersiapkan
persemaian pinus untuk kemudian ditanam di lapangan di hutan-hutan yang gundul. Beberapa bulan
setelah itu, saya kembali ke Solo untuk menikahi Iriana dan menyiapkan keberangkatan kami ke
Aceh. Masa awal pernikahan, kami berada di dalam hutan rimba selama dua setengah tahun. Pada
tahun kedua, Iriana sudah dalam kondisi hamil. Kita memutuskan untuk melahirkan anak kami di
Solo.

Kembali ke solo, saya mulai ikut paman bekerja di pabrik mebel untuk mencari pengalaman. Di
sini, saya belajar bayak tentang bagaimana menjadi pengusaha yang baik. Semua posisi pernah saya
lakoni. Di produksi, di pemasaran, semuanya pernah saya alami. Tahun 1987, anak pertama saya
lahir, Gibran Rakabuming. Gibran itu singkatan dari Gigih dan Berani. Saya ingin putra pertama saya
punya semangat hidup seperti namanya. Lahirnya Gibran juga yang memicu saya untuk mendirikan
perusahaan pertama saya yang bergerak di bisnis mebel dengan nama CV Rakabu. Tapi ternyata,
menjadi pengusaha bukanlah sesuatu yang mudah. Saya pernah habis ditipu, barang sudah dikirim
tapi tidak dibayar, lalu orangnya menghilang.

Kalau kita jatuh, kita harus bangkit lagi. Tidak lama setelah itu saya mendaptkan pinjaman modal
usaha. Dengan semangat untuk bangkit dan berkembang, saya bergerak cepat untuk mencari
pesanan sampai mengikuti pamran-pameran mebel. Hasil usaha saya mulai terlihat, kantor tidak
pernah sepi dari kunjungan pembeli. Disini, saya bertemu pembeli dari Perancis bernama Bernard
Chene. Dia yang memberi sebutan Jokowi untuk saya, untuk membedakan Joko Widodo dengan
Joko-Joko lainnya yang bayak beliau kenal.Sejak saat itu ribuan pengusaha mebel mulai memanggil
saya Jokowi.

Dua anak saya lahir setelah keadaan ekonomi keluarga membaik. Kahiyang Ayu dan Kaesang
Pangarep. Saya ingin anak-anak mengenal sekolah kehidupan yang dilandasi perjuangan untuk
mandiri. Supaya mereka mampu membangun kehidupan yang kukuh. Keluarga adalah sumber
kekuatan terbesar bagi saya. Saya yakin yang saya alami waktu muda, sedang kalian alami sekarang.
Tidak ada Jokowi hari ini jika tidak ada sejarah susah hidup saya. Teruslah berjuang mewujudkan
mimpi-mimpi kalian. Mari kita bangun terus Indonesia yang maju.

Anda mungkin juga menyukai