Anda di halaman 1dari 13

HYALIN MEMBRANE DISEASE

(HMD)
1. DEFINISI
Respiratory distress syndrom yang idiopatik dikenal juga sebagai Hyalin Membrane
Disease, hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang terutama
ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada
bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat dibawah 1500
gram (Suryadi dan Yuliani, 2001)
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).

2. ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan
surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
a. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)
b. Asfiksia perinatal
c. Maternal diabetes,
d. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar.

Gangguan traktus respiratorius :


a. Hyaline membrane disease (HMD). Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi
(bayi prematur)
b. Transient tachypnoe of the newborn (TTN). Paru-paru terisi cairan, sering terjadi
pada bayi Caesar karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir
sehingga menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.
c. Infeksi (pneumonia)
d. Sindroma aspirasi
e. Hipoplasia paru
f. Hipertensi pulmonal
g. Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin sindroma)
h. Pleural effusion
i. Kelumpuhan saraf frenikus
Luar traktus respiratoris:
Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP.

3. TANDA/GEJALA
a. Dispnoe Berat
b. Penurunan Compliance Paru
c. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya yang menyebabkan alkalosis
respiratorik karena ( CO2 ) karbondioksida banyak terbang.
d. Peningkatan kecepatan penapasan
e. Nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok
f. Kulit kehitaman akibat hipoksia
g. Retraksi antargia atau dada setiap kali bernapas
h. Napas cuping hidung
i. Takipnea ( > 60x/mnt)

4. PATOFISIOLOGI
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat
yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran
nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24
minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid
(75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional
pada sisa akhir ekspirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
Oksigenasi jaringan menurun sehingga terjadi metabolisme anerobik dengan
penimbunan asam laktat dan asam organic lain yang menyebabkan terjadinya asidosis
metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolarisyang akan menyebabkan
terjadinya transudasi kedalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin dan
jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya sirkulasi jantung,
penurunan aliran darah keparu dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan,
yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan
berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya
dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan
kembar.
Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb :
Atelektasis → hipoksemia →asidosis → transudasi → penurunan aliran darah paru
→ hambatan pembentukan zat surfaktan → atelekstasis. Hal ini berlangsung terus
sampai terjadi penyembuhan atau kematian.

5. KOMPLIKASI
a. Pneumothorax
b. Pneumodiastinum
c. Pulmonary intertistitial dysplasia
d. Broncho pulmonary dysplasia (BPD)
merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi
dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi
e. Patent ductus arterious (PDA)
PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi
dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya
f. Hipotensi
g. Asidosis
h. Kejang
i. Intraventricular hemorraghe
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik
j. Retinopathy pada premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi
k. Infeksi sekunder
Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
a. Foto rontgen
menunjukan adanya atelektasis
b. Analisa gas darah
analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60
mmHg
c. Imatur lecithin/ sphingomyelin (L/S)
lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur
d. pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah (untuk mengetahui hipoglikemia).
e. Kalsium serum (untuk mementukan hipokalsemia)

7. PENATALAKSANAAN
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga patensi jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
d. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik
atau menajemen lanjut

Gangguan Nafas Sedang


 Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberi minum
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
- Suhu aksiler <> 39˚C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
dini (> 18 jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal
ulangi tahapan tersebut diatas.
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
 Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah
2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak
dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian
minum
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan

Gangguan nafas ringan


 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
 Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
 Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan Medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
 Fenobarbital
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
PATHWAY
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Riwayat maternal
a. Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
b. Kondisi seperti perdarahan placenta
c. Tipe dan lamanya persalinan
d. Stress fetal atau intrapartus
2. Status infant saat lahir
a. Prematur, umur kehamilan
b. Apgar score, apakah terjadi aspiksia
c. Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
3. Cardiovaskular
a. Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
b. Murmur sistolik
c. Denyut jantung dalam batas normal
4. Integumen
a. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
b. Pitting edema pada tangan dan kaki
c. Mottling
5. Neurologis
a. Immobilitas, kelemahan, flaciditas
b. Penurunan suhu tubuh
6. Pulmonary
a. Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
b. Nafas grunting
c. Nasal flaring
d. Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
e. Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase
desaturasi hemoglobin
f. Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea.
7. Status Behavioral
Lethargy
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
c. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
9. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi - metabolik.
BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak.
b. Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine
c. Pola aktifitas – latihan.
Sesak nafas.
d. Pola tidur dan istirahat
sulit tidur.

DIAGNOSA KEPERAWATAN, RENCANA KEPERAWATAN DAN RASIONAL


1. Ketidakefektifan Pola Napas B.D Imatur Paru Atau Dinding Dada dan Difisiensi
Cairan Surfaktan
a. Observasi pola napas. Rasional: mengetahui frekuensi napas
b. Observasi TTV. Rasional: mengetahui keadaan umum bayi
c. Atur posisi tubuh semi ekstensi. Rasional: memudahkan paru-paru berkembang
saat ekspansi
d. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat. Rasional: mempertahankan suhu tubuh
e. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang penyebab sesak napas yang dialami
pasien. Rasional: menambah pengetahuan keluarga.
f. Kolaborasi pemberian oksigen. Rasional: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk
pertukaran.
g. Kolaborasi pemberian terapi obat bronchodilator. Rasional: Obat Bronchodilator
berfungsi untuk membuka broncus guna memudahkan dalam pertukaran udara.

2. Gangguan Pertukaran Gas B.D Pengendapan Membrane Hialin Di Alveolus


a. Kaji TTV. Rasional: perubahan vital signs merupakan indikasi derajat keparahan
dan status kesehatan umum.
b. Observasi warna kulit, membrane mukosa, kuku. Rasional: melihat adanya
sianosis.
c. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi. Rasional: mempertahankan PaO2 .
d. Kolaborasi pemantauan GDA. Rasional: Hipoksemia dapat menjadi berat selama
edema paru
e. Jelaskan kepada keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan lainnya.
Rasional: menambah pengetahuan keluarga.
f. Informasikan kepada keluarga untuk tidak merokok dlm ruangan. Rasional: asap
rokok dpt memperburuk keadaan bayi.

3. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh B.D Reflek Menghisap


Lemah
a. Berikan cairan melalui IVFD, glukosa 10%. Rasional: untuk menggantikan
kalori yang tidak didapat oleh oral.
b. Kaji kesiapan bayi untuk minum. Rasional: mengtahui reflek hisap.
c. Berikan minum sesuai jadwal. Rasional: memberikan nutrisi tambahan tambahan
melalui oral
d. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi. Rasional: pemberian nutrisi
dilakukan dengan perhitungan yang tepat.
e. Timbang berat badan. Rasional: mengetahui status nutrisi.
f. Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai status gizi dan pentingnya untuk
memenuhi kebutuhan gizi. Rasional: menambah pengetahauan keluarga.

4. Resiko Kekurangan Volume Cairan B.D Kehilangan Cairan Sensible Dan Insensibel
a. Kaji turgor kulit. Rasional: mengetahui tanda dehidrasi
b. Pertahankan pemberian cairan IVFD. Rasional: mempertahankan kebutuhan
cairan tubuh
c. Pertahankan tetesan infus secara stabil. Rasional: untuk mencegah kelebihan atau
kekurangan cairan.
d. Minitor intake dan output cairan. Rasional: Catatan intake dan output cairan
penting untuk menentukan ketidakseimbangan cairan sebagai dasar untuk
penggantian cairan.
e. Beri minum sesuai jadwal. Rasional: mencegah terjadinya kekurangan cairan.
f. Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap 12 atau 24 jam. Rasional:
Peningkatan tingkat sodium dan potassium mengindikasikan terjadinya dehidrasi
dan potensial ketidakseimbangan elektrolit.
g. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang pentingnya memenuhi kebutuhan
cairan bayi. Rasional: menambah pengetahuan keluarga.

5. Resiko Gangguan Termoregulasi: Hipotermi B.D Belum Terbentuknya Lapisan


Lemak Pada Kulit
a. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat. Rasional: mencegah terjadinya
hipotermi.
b. Atur suhu incubator. Rasional: menjaga kestabilan suhu tubuh.
c. Berikan pakaian yang hangat dan kering. Rasional: menjaga bayi tetap hangat.
d. Pantau selalu suhu tubuh. Rasional: memonitor perkembangan suhu tubuh bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5. Jakarta:
EGC.
Christian.2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Idiopatic Respiratory Distress
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta : EGC.

Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV
Sagung Seto.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRES SYNDROME (RDS) ATAU
HYALINE MEMBRANE DISEASE (HMD)

DISUSUN OLEH :

ARIEF SETIYO PAMBUDI

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2014/2015

Anda mungkin juga menyukai