Anda di halaman 1dari 10

JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika FKIP - UMRAH

Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, e-ISSN. 2548-5547

KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI


SISWA KELAS XI DALAM PEMBELAJARAN
TRIGONOMETRI BERBASIS MASALAH
DI SMA NEGERI 18 PALEMBANG
Etika Prasetyani, Yusuf Hartono, dan Ely Susanti
etikaajeng@gmail.com
Pendidikan Matematika - FKIP Universitas Sriwijaya
2016

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
pada pembelajaran matematika berbasis masalah. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif dengan subjek penelitian yaitu siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 18 Palembang yang
berjumlah 30 orang. Proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan karakteristik dan langkah-
langkah pembelajaran berbasis masalah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes
tertulis yang terdiri atas tiga soal dan wawancara untuk memperoleh data tambahan. Berdasarkan
hasil penelitian, diperoleh hasil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dalam pembelajaran
matematika berbasis masalah di kelas XI MIPA 1 SMAN 18 Palembang adalah terkategori cukup
dengan rincian sebagai berikut: persentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir tingkat
tinggi sangat baik adalah sebesar 16,667%. Selanjutnya, 26,667% memiliki kemampuan berpikir
tingkat tinggi dengan kategori baik; 30,000% memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi
terkategori cukup; 26,667% memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi terkategori kurang; dan
tidak ada yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan kategori sangat kurang.
Indikator menganalisis memiliki persentase kemunculan tertinggi yaitu sebesar 72,500%.
Kemudian, kemunculan pada indikator mengevaluasi adalah sebesar 70,000%, dan indikator
dengan persentase kemunculan terendah adalah mengkreasi yaitu sebesar 35,417%.
Kata kunci: kemampuan berpikir tingkat tinggi, pembelajaran trigonometri, berbasis masalah

Abstract
This study is descriptive research aiming to describe students’ higher order thinking skills in
mathematics problem-based learning. Total of 30 students of class XI Mathematics 1 SMA Negeri
18 Palembang were selected as research subjects. The learning process was done in accordance
with the characteristics and steps of problem-based learning. Data were collected through written
test consisting of three questions and interviews to obtain additional data. The results of the study
shows that students’ higher order thinking skills in mathematics problem-based learning in class
XI MIPA 1 SMAN 18 Palembang is categorized enough: 16,67% of students are categorized
excellent; 26.667% are categorized good; 30.00% are categorized enough; 26.667% are
categorized low; and no one are in very poor category. The most frequent indicator of higher order
thinking skills appeared, 72.50%, is analyzing and then 70.00% evaluating. Meanwhile, the least
frequent indicator appeared is creating, 35.417%.
Keywords: higher order thinking skills, trigonometry problem based learning

31
JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika FKIP - UMRAH
Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, e-ISSN. 2548-5547

I. Pendahuluan low order thinking skill, bergantung pada buku


Pendidikan berperan penting dalam paket, lebih dominan soal rutin dan pertanyaan
menyiapkan sumber daya manusia untuk tingkat rendah.
pembangunan suatu bangsa. Menurut hasil Berdasarkan uraian di atas, diperoleh
laporan lembaga internasional mengenai masalah kesimpulan bahwa persiapan guru mempengaruhi
pendidikan, indeks pendidikan Indonesia berada kemampuan berpikir siswa. Oleh karenanya, guru
pada urutan ke 110 dari 180 negara di dunia. dituntut dapat memilih pendekatan atau model
Selain itu, berdasarkan data dari Education For pembelajaran yang tidak hanya dapat memacu
All (EFA) Global Monitoring Report pada tahun semangat setiap siswa untuk aktif terlibat dalam
2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO, indeks pengalaman belajarnya, tetapi juga yang dapat
pembangunan pendidikan Indonesia berada pada mengakomodasi proses berpikir, baik yang
peringkat ke-69 dari 127. Salah satu penyebab melibatkan pengembangan berpikir kritis maupun
rendahnya prestasi siswa ini dikarenakan kreatif. Salah satu alternatif model pembelajaran
lemahnya proses pembelajaran di Indonesia. yang dapat memungkinkan untuk
Dalam proses pembelajaran, siswa kurang mengembangkan kemampuan berpikir tingkat
didorong untuk mengembangkan kemampuan tinggi adalah pembelajaran berbasis masalah
berpikir (Permanasari, 2013). Namun, banyak (PBM).
pembelajaran matematika di kelas yang belum Kardi dan Nur (2000) mengatakan bahwa
memanfaatkan keterampilan berpikir tingkat pengajaran berlandaskan permasalahan
tinggi siswa (Luthfiana, 2013). Amalia (2013) merupakan strategi yang sangat efektif untuk
juga mengemukakan bahwa salah satu mengajarkan proses-proses berpikir tingkat
kemampuan berpikir yang penting dikuasai oleh tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah
siswa adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi. dilakukan oleh Ulfa (2013) mengenai pengaruh
Akan tetapi, seringkali kemampuan strategi pembelajaran berbasis masalah terhadap
berpikir tingkat tinggi tersebut masih belum kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
tercapai dengan baik, contohnya di SMA Negeri keterampilan proses sains mahasiswa STIPAP
18 Palembang. Dari hasil survei dan wawancara LPP Medan, terdapat pengaruh antara strategi
di SMA Negeri 18 Palembang, diperoleh pembelajaran berbasis masalah terhadap
informasi bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal kemampuan berpikir tingkat tinggi, yakni
(KKM) untuk pelajaran matematika adalah 75, kemampuan berpikir tingkat tinggi mahasiswa
dimana 100% siswa kelas XI MIPA 1 yang dibelajarkan dengan SPBM signifikan lebih
mendapatkan kategori tuntas. Dari soal-soal tinggi dibandingkan dengan pembelajaran
ulangan yang diberikan, terlihat bahwa soal tradisional sebesar 13,83%. Oleh sebab itu
tersebut masih jarang melatih kemampuan peneliti tertarik untuk mendeskripsikan
berpikir tingkat tinggi siswa. Ketika diberikan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas XI
soal dengan level yang lebih tinggi, dari jawaban dalam pembelajaran matematika berbasis
siswa terlihat bahwa kebanyakan siswa masih masalah di SMAN 18 Palembang.
belum mampu menghubungkan, memanipulasi, Taksonomi Bloom dianggap merupakan
dan mentransformasi pengetahuan serta dasar bagi berpikir tingkat tinggi. Pemikiran ini
pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir didasarkan bahwa beberapa jenis pembelajaran
kritis dan kreatif dalam upaya menentukan memerlukan proses kognisi yang lebih daripada
keputusan dan memecahkan masalah pada situasi yang lain, tetapi memiliki manfaat yang lebih
baru. Shadiq (2007) mengatakan bahwa umum. Pada taksonomi Bloom, terdapat enam
karakteristik pembelajaran matematika saat ini jenjang yang tersusun mulai dari kemampuan
adalah lebih fokus pada kemampuan prosedural, berpikir tingkat rendah (lower order thinking
komunikasi satu arah, pengaturan kelas monoton,

32
JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika FKIP - UMRAH
Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, e-ISSN. 2548-5547

skill) menuju pada kemampuan berpikir tingkat (2014) juga menyarankan agar guru dapat
tinggi (higher order thinking skill). menggunakan soal-soal kemampuan berpikir
Kemampuan berpikir tingkat rendah tingkat tinggi dalam pembelajaran matematika.
meliputi ranah pengetahuan, pemahaman, dan Sastrawati (2011) dalam penelitiannya
aplikasi/penerapan. Sedangkan kemampuan menyimpulkan bahwa penerapan penggunaan
berpikir tingkat tinggi meliputi ranah model PBL memberi pengaruh terhadap
menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi. keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Selain
Adapun indikator dalam penelitian ini adalah itu, melalui Ulfa (2013) juga didapatkan hasil
menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi. bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi
Adapun indikator kemampuan berpikir tingkat mahasiswa yang dibelajarkan dengan SPBM
tinggi yang digunakan dalam penelitian ini adalah signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan
sebagai berikut: pembelajaran tradisional sebesar 13,83%.
1. Menganalisis Menurut Khotimah (2011), PBM
Deskriptor: Mampu memeriksa dan mengurai merupakan suatu pembelajaran inovatif yang
informasi, memformulasikan masalah, serta digunakan untuk melatih kemampuan siswa
memberikan langkah penyelesaian dengan memecahkan masalah melalui pengalaman-
tepat. pengalaman nyata. PBM merupakan inovasi
2. Mengevaluasi dalam pembelajaran karena dalam PBM
Deskriptor: Mampu menilai, menyangkal, kemampuan berpikir siswa betul-betul
ataupun mendukung suatu gagasan dan dioptimalkan melalui proses kerja kelompok atau
memberikan alasan yang mampu memperkuat tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
jawaban yang diperoleh. memberdayakan, mengasah, menguji, dan
3. Mengkreasi mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
Deskriptor: Mampu merancang suatu cara berkesinambungan. Pada penelitian ini, terdapat
untuk menyelesaikan masalah atau empat langkah pelaksanaan PBM, yaitu: orientasi
memadukan informasi menjadi strategi yang masalah, memahami masalah, menentukan dan
tepat. menerapkan strategi penyelesaian, dan meninjau
Beberapa penelitian mengenai ulang proses dan hasil.
kemampuan berpikir tingkat tinggi telah pernah
II. Metode Penelitian
dilaksanakan. Dari penelitian Raudenbush, et.al
Penelitian ini merupakan penelitian
disimpulkan bahwa pemahaman guru tentang
deskriptif. Dalam penelitian ini, peneliti akan
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang baik
mendeskripsikan kemampuan berpikir tingkat
memberikan pengaruh yang signifikan untuk
tinggi siswa kelas XI dalam pembelajaran
persiapan guru dalam mengajarkan materi
matematika menggunakan strategi pembelajaran
pengembangan berpikir tingkat tinggi bagi
berbasis masalah di SMA Negeri 18 Palembang.
siswanya. Lewy, Zulkardi, dan Aisyah (2009)
Variabel dalam penelitian ini adalah
melalui penelitiannya menyarankan agar guru
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas XI
menggunakan soal-soal berlevel kemampuan
dalam pembelajaran trigonometri.
berpikir tingkat tinggi karena soal-soal tersebut
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
memiliki efek potemsial terhadap hasil tes
dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Novianti
untuk menganalisis, mengevaluasi, dan
(2014) dalam penelitiannya mengemukakan
mengkreasi. Kemampuan tersebut dinilai dengan
bahwa beberapa hambatan siswa dalam
menggunakan skor yang diperoleh siswa melalui
menyelesaikan soal berkemampuan tingkat tinggi
soal tes berpikir tingkat tinggi.
adalah kurang gigihnya siswa dan
ketidakcermatan siswa dalam berpikir. Novianti

33
JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika FKIP - UMRAH
Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, e-ISSN. 2548-5547

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Wawancara dilakukan untuk


kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 18 Palembang memperoleh data tambahan atau informasi lebih
yang berjumlah 30 siswa. lanjut mengenai jawaban dan alasan siswa dalam
Prosedur dalam penelitian ini terdiri atas menjawab soal serta kesulitannya dalam
tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap menjawab soal. Subjek wawancara adalah
pelaksanaan kegiatan, dan tahap pengumpulan masing-masing satu orang siswa dari tiap kategori
data. level berpikir tingkat tinggi, yaitu satu siswa
Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan kategori sangat baik, seorang siswa
melalui tes tertulis dan wawancara. dengan kategori baik, seorang siswa dengan
Tes yang diberikan merupakan tes kategori cukup, dan seorang siswa dengan
tertulis bentuk uraian. Tes ini terdiri dari tiga buah kategori kurang.
soal yang harus dijawab siswa mengenai Setelah tes dilaksanakan, maka
kompetensi dasar dan indikator kemampuan didapatlah skor masing-masing siswa. Skor
berpikir tingkat tinggi siswa terkait materi rumus- tersebut dijumlahkan lalu dianalisis. Langkah
rumus segitiga pada trigonometri. Tes ini untuk menganalsisis data hasil tes tertulis adalah
dikerjakan siswa secara individu. menentukan nilai tes siswa dan menentukan
kategori berpikir tingkat tinggi siswa.

Tabel 1. Kategori Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa


Nilai Siswa Kategori Penilaian
81 – 100 Sangat Baik
61 – 80 Baik
41 – 60 Cukup
21 – 40 Kurang
0 – 20 Sangat kurang
(Berdasarkan International Center for the Assesment of Higher Order Thinking)

Terakhir adalah menentukan persentase kemunculan indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa.

Tabel 2. Indikator Penskoran Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi


Skor Indikator Penskoran
Indikator 1: Menganalisis
Mampu memeriksa dan mengurai informasi secara tepat, mampu memformulasikan
4
masalah,serta memberikan langkah penyelesaian dengan tepat.
Mampu memeriksa dan mengurai informasi secara tepat, mampu memformulasikan
3 masalah, dan memberikan langkah penyelesaian dengan hampir tepat atau terdapat
sedikit kekeliruan dalam menjawab soal.
Mampu memeriksa dan mengurai informasi secara tepat, mampu memformulasikan
2 masalah, namun masih terdapat kesalahan dalam langkah penyelesaian dan jawaban
akhir.
Belum mampu memeriksa dan mengurai informasi secara tepat, belum mampu
1 memformulasikan masalah, sehingga langkah penyelesaian dan jawaban akhir tidak
tepat.
0 Tidak mampu melakukan analisis sama sekali.

34
JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika FKIP - UMRAH
Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, e-ISSN. 2548-5547

Indikator 2: Mengevaluasi
Mampu menilai, menyangkal, ataupun mendukung suatu gagasan dan memberikan
4
alasan yang mampu memperkuat jawaban yang diperoleh dengan tepat.
Mampu memberikan alasan yang mampu memperkuat jawaban yang diperoleh
3
dengan tepat, namun tidak memberikan keputusan/kesimpulan akhir.
Kurang mampu memberikan alasan yang mampu memperkuat jawaban yang
2 diperoleh dengan tepat, sehingga belum mampu memberikan keputusan/kesimpulan
akhir dengan tepat.
Tidak mampu memberikan alasan yang mampu memperkuat jawaban yang diperoleh
1
dengan tepat, namun jawaban sudah hampir mengarah ke penyelesaian yang tepat.
Tidak mampu menilai, menyangkal, ataupun mendukung suatu gagasan dan
0
memberikan alasan yang mampu memperkuat jawaban yang diperoleh sama sekali.
Indikator 3: Mengkreasi
Mampu merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah atau memadukan
4
informasi menjadi strategi yang tepat.
Mampu merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah atau memadukan
3 informasi menjadi strategi dengan hampir tepat atau masih terdapat sedikit kesalahan
dalam menuliskan jawaban.
Mampu merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah namun belum mampu
2
memadukan informasi menjadi strategi yang tepat.
Belum mampu merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah atau memadukan
1 informasi dengan tepat, namun rancangan jawaban sudah hampir mengarah ke cara
yang tepat.
Tidak mampu merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah atau memadukan
0
informasi menjadi strategi sama sekali.

Data yang diperoleh dari hasil penyelesaian, dan meninjau ulang proses dan
wawancara dianalisis dengan langkah mengubah hasil.
hasil wawancara dari bentuk lisan ke bentuk Data mengenai kemampuan berpikir
tulisan dan kemudian menganalisis jawaban hasil tingkat tinggi siswa diperoleh dari hasil tes
wawancara. dengan menggunakan tipe soal berpikir tingkat
tinggi. Tes dilaksanakan pada pertemuan keempat
III. Hasil dan Pembahasan atau pertemuan terakhir. Tes dikerjakan oleh
Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal siswa secara individu. Penskoran yang dilakukan
2 Februari 2016 hingga 18 Februari 2016 di kelas adalah sesuai dengan rubrik penskoran yang telah
XI MIPA 1 SMA Negeri 18 Palembang. dibuat. Masing-masing indikator terdiri atas satu
Penelitian dilaksanakan sebanyak 4 pertemuan (8 deskriptor. Skor maksimal per descriptor adalah
jam pelajaran) dengan tiga pertemuan untuk empat dan skor minimumnya adalah nol. Soal
kegiatan pembelajaran dan satu pertemuan pertama terdiri atas dua pertanyaan. Pertanyaan
terakhir untuk tes kemampuan berpikir tingkat pertama mengacu pada indikator kedua dan
tinggi. pertanyaan yang kedua mengacu pada indikator
Pembelajaran dilaksanakan sesuai ketiga. Skor maksimal untuk soal pertama adalah
langkah-langkah pada pembelajaran berbasis delapan. Soal kedua juga terdiri atas dua
masalah, yaitu orientasi masalah, memahami pertanyaan. Pertanyaan pertama mengacu pada
masalah, menentukan dan menerapkan strategi indikator kedua dan pertanyaan yang kedua

35
JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika FKIP - UMRAH
Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, e-ISSN. 2548-5547

mengacu pada indikator ketiga. Skor maksimal dibagi dengan skor maksimal yaitu 20, kemudian
untuk soal kedua adalah delapan. Soal ketiga dikalikan 100. Setelah diperoleh nilai siswa,
terdiri atas satu pertanyaan dan mengacu pada selanjutnya nilai tersebut dikelompokkan ke
indikator pertama, sehingga skor maksimalnya dalam lima kategori kemampuan berpikir tingkat
adalah empat. Total skor maksimal seluruh soal tinggi yang dapat dilihat pada tabel berikut.
adalah 20.
Setelah semua jawaban siswa diperiksa
dan diberikan skor sesuai rubrik penskoran, maka
langkah selanjutnya adalah menjumlahkan skor
yang diperoleh dari ketiga soal tersebut lalu

Tabel 3. Nilai Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi


Nilai Kategori Frekuensi Persentase (%)
81-100 Sangat baik 5 16,667
61-80 Baik 8 26,667
41-60 Cukup 9 30
21-40 Kurang 8 26,667
0-20 Sangat Kurang 0 0
JUMLAH 30 100

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi dari
frekuensi terbanyak adalah siswa dengan kategori jawaban siswa terhadap soal tes dapat dilihat pada
kemampuan berpikir tingkat tinggi cukup. tabel 4.4 di bawah ini.
Kemudian, untuk melihat persentase kemunculan

Tabel 4. Persentase Kemunculan Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat


Tinggi Siswa
Indikator Persentase Kemunculan (%)
Menganalisis Permasalahan 72,500
Mengevaluasi Gagasan 70,000
Mengkreasi Penyelesaian 35,417

Penelitian tentang kemampuan berpikir guru menggunakan lembar kerja peserta didik
tingkat tinggi siswa kelas XI bertujuan untuk (LKPD) untuk mengefektifkan proses
mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi pembelajaran. LKPD yang digunakan telah
siswa kelas XI di SMA Negeri 18 Palembang didesain dan disesuaikan dengan langkah-
yang ditunjukkan melalui soal tes yang diberikan. langkah pada pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran dilaksanakan sesuai Saat pembelajaran, siswa diberikan masalah, lalu
langkah-langkah pembelajaran matematika mereka bekerjasama dalam kelompoknya,
berbasis masalah, yaitu: orientasi masalah, menyelesaikan permasalahan yang diberikan,
memahami masalah, menentukan strategi kemudian mempresentasikan penyelesaian atau
penyelesaian, dan meninjau ulang proses dan solusi yang diperoleh. Siswa terdorong untuk
hasil. Selama proses pembelajaran berlangsung, berpikir kritis saat menyelesaikan masalah, aktif

36
JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika FKIP - UMRAH
Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, e-ISSN. 2548-5547

dalam berdiskusi, dan mengemukakan pendapat dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
pada teman maupun guru. Hal ini sejalan dengan diungkapkan oleh Krathworl (2002).
penelitian Roh (2003). Siswa yang mendapatkan nilai sangat
Hasil tes yang telah diperoleh merupakan baik merupakan siswa yang terlibat aktif dalam
tes yang dilaksanakan setelah siswa kegiatan PBM. Mereka aktif dalam
melaksanakan pembelajaran berbasis masalah. menyampaikan idenya saat diskusi serta fokus
Saat pembelajaran, siswa secara tidak langsung saat mengerjakan LKPD. Pada saat guru
telah menggunakan kemampuan berpikir tingkat berkeliling kelas untuk memantau pekerjaan
tingginya dalam menyelesaikan permasalahan. siswa dan memberikan pertanyaan, siswa
Hal ini sejalan dengan pendapat Ibrahim dan Nur berinisial CAT mampu menjawab dan
(2011). memberikan alasan yang tepat. Namun, CAT
Selama proses pembelajaran berbasis masih lemah dalam mengkreasi penyelesaian. Ini
masalah, peneliti berperan sebagai fasilitator terlihat saat guru menanyakan siswa mengenai
yang membimbing siswa jika terdapat kesulitan pertanyaan yang menuntut siswa untuk
saat menyelesaikan masalah. Kedua hal ini mengkreasi jawabannya sendiri. Siswa berinisial
sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh CAT terlihat bingung saat akan menjawab,
Roh (2003) dan Linde (2015). sehingga NA yang merupakan teman
Pada saat siswa berusaha menyelesaikan sekelompoknya yang memberikan jawaban dan
permasalahan, siswa juga sedang alasan yang tepat ketika mengkreasi
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat penyelesaian. Pada tahap ini, terlihat bahwa kerja
tingginya. Langkah-langkah pembelajaran sama dalam kelompok sangat dibutuhkan.
berbasis masalah seperti orientasi masalah, Namun, hal ini terkadang membuat siswa
memahami masalah, menentukan dan menjadi terlalu bergantung pada temannya. Hal
menerapkan strategi penyelesaian, serta meninjau ini senada dengan pendapat Albanese dan
ulang proses dan hasil akan membuat siswa Mitchell (1993) yang mengatakan bahwa dalam
terlatih dalam berpikir tingkat tinggi. Hal ini PBM terdapat kemungkinan siswa akan menjadi
sesuai dengan yang diungkapkan Linde (2015) terlalu bergantung pada kelompok diskusi,
yakni PBM berfokus pada pembelajaran siswa sehingga siswa dapat kekurangan kenyamanan
sambil berlatih (hands-on) dibandingkan dan keterampilannya untuk bekerja sendiri saat
mengingat (hands-off). Hal tersebut menuntut menyelesaikan permasalahan.
siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir Berdasarkan pengamatan peneliti selama
tingkat tinggi yang mengharuskan siswa untuk pembelajaran, hampir semua siswa yang
menganalisis, mengevaluasi, dan juga terkategori kurang dalam kemampuan berpikir
mengkreasi. tingkat tinggi adalah siswa yang kurang siap
Melalui pembagian kelompok dalam dalam belajar. Hal ini terlihat dari kurangnya
pembelajaran, siswa diharapkan agar dapat inisiatif siswa saat pembelajaran, yaitu
berdiskusi dengan temannya. Ketika berdiskusi, mengobrol dan bermain-main. Selain itu, siswa
siswa dapat menyampaikan ide maupun tersebut juga kurang gigih dalam menyelesaikan
pendapatnya. Untuk menilai maupun permasalahan. Hal ini mendukung penelitian
memutuskan apakah ide ataupun pendapat Novianti (2014) mengenai analisis kemampuan
tersebut benar dan masuk akal, siswa berpedoman berpikir tingkat tinggi siswa.
pada kriteria yang telah ditentukan. Pada tahap Ketidakmampuan siswa dalam
ini, kemampuan berpikir tingkat tinggi juga mengevaluasi dan mengkreasi penyelesaian ini
dilatih karena memutuskan/menilai suatu gagasan menyebabkan pembelajaran berbasis masalah
berdasarkan kriteria merupakan indikator kedua tidak terlalu membantu siswa tersebut untuk
berpikir tingkat tinggi. Ini dikarenakan dalam

37
JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika FKIP - UMRAH
Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, e-ISSN. 2548-5547

pelaksanaan PBM, siswa diharapkan mampu penyelesaian adalah level tertinggi dalam
mengevaluasi jawaban melalui tinjauan ulang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Mengkreasi
pada proses dan hasil serta dapat memberikan penyelesaian dapat dilakukan apabila siswa
jawaban evaluasi beserta buktinya. Sedangkan, mampu menganalisis permasalahan dengan tepat,
dalam pembelajaran di kelas, siswa yang menentukan ide awal dengan tepat, serta
terkategori kurang tersebut masih belum serius memberikan bukti/alasan yang tepat.
dalam belajar sehingga belum mampu Dari hasil wawancara dengan keempat
mengevaluasi dan mengkreasi penyelesaian. siswa subjek wawancara, pembelajaran yang
PBM mengharuskan siswa untuk aktif diskusi, telah dilaksanakan pada pertemuan pertama
bekerjasama, dan memiliki kemauan belajar hingga ketiga telah membantu mereka dalam
mandiri (Roh, 2003). menyelesaikan soal. Mereka dapat menggunakan
Roh (2003) mengatakan bahwa pada langkah-langkah pada saat pembelajaran ketika
penelitian tentang penerapan PBM masih terdapat menjawab soal tes. Hal ini juga sejalan dengan
beberapa diantaranya yang belum efektif, pendapat Ibrahim dan Nur (2011).
sehingga belum berhasil meningkatkan Pada pelaksanaan pembelajaran berbasis
kemampuan berpikir tingkat siswa. Faktor masalah dalam penelitian ini, peneliti memiliki
utamanya adalah kesulitan siswa dalam beberapa keterbatasan/ kelemahan. Ada beberapa
bekerjasama dan kemauan untuk belajar mandiri siswa yang pada dasarnya kurang memiliki minat
(Ibrahim, 2015). dalam menyelesaikan masalah, sehingga mereka
Kemunculan indikator menganalisis merasa enggan untuk bekerjasama dalam
permasalahan terlihat dari penyelesaian yang menyelesaikan masalah. Selain itu, beberapa
ditulis siswa, yaitu mampu mengurai informasi, siswa juga terlalu bergantung pada teman
menggunakan konsep, serta langkah penyelesaian sekelompoknya yang menurutnya lebih pandai,
yang tepat. Apabila analisis permasalahan yang sehingga beberapa siswa cenderung malas dalam
dilakukan benar, penyelesaian yang ditulis mengemukakan pendapatnya. Kedua hal ini
mengarah pada penyelesaian yang dimaksud pada sejalan dengan teori dari Sanjaya (2012) dan
soal, dan langkah penyelesaian dilakukan hingga Ibrahim (2015) mengenai kelemahan pelaksanaan
selesai, maka siswa tersebut dapat dikatakan pembelajaran berbasis masalah.
mampu menganalisis permasalahan. Hampir
seluruh siswa telah mampu menuliskan langkah IV. Penutup
penyelesaian dengan arah yang sesuai pada Berdasarkan hasil penelitian di kelas XI
maksud soal. MIPA 1 SMA Negeri 18 Palembang, diperoleh
Kemunculan indikator mengevaluasi hasil bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi
lebih rendah dibandingkan indikator siswa pada pembelajaran matematika berbasis
menganalisis. Ini disebabkan karena tidak semua masalah adalah terkategori cukup, dengan rincian
siswa dapat memutuskan, menilai, mendukung, persentase sebagai berikut: persentase siswa yang
menyangkal ataupun menuliskan kesimpulan memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi
dengan tepat. Mengevaluasi dapat dilakukan dengan kategori sangat baik adalah 16,667%.
apabila siswa mampu menganalisis permasalahan Selanjutnya, 26,667% memiliki kemampuan
dengan tepat, memahami maksud pertanyaan berpikir tingkat tinggi dengan kategori baik;
dengan benar, serta memberikan alasan/bukti 30,000% memiliki kemampuan berpikir tingkat
yang tepat. Sehingga, jawaban yang dituliskan tinggi terkategori cukup; 26,667% memiliki
akan menjawab pertanyaan yang dimaksud. kemampuan berpikir tingkat tinggi terkategori
Indikator mengkreasi penyelesaian kurang; dan tidak ada yang memiliki kemampuan
memiliki persentase terendah yaitu sebesar berpikir tingkat tinggi dengan kategori sangat
35,417%. Hal ini disebabkan karena mengkreasi kurang. Indikator menganalisis memiliki

38
JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika FKIP - UMRAH
Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, e-ISSN. 2548-5547

persentase kemunculan tertinggi yaitu sebesar Berbasis Masalah bagi Siswa Kelas VII
72,500%. Kemudian, kemunculan pada indikator SMPN 1 Rambang Dangku. Tesis,
mengevaluasi adalah sebesar 70,000%, dan Palembang: FKIP Unsri.
indikator dengan persentase kemunculan Krathwohl,, 2002. A revision of Bloom’s
terendah adalah mengkreasi yaitu sebesar Taxonomy: an overview. Theory Into
35,417%. Practice, 41 (4): 1-8.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, Lewy., Zulkardi., dan Aisyah N., 2009.
maka peneliti menyarankan: Pengembangan Soal Untuk Mengukur
1. Bagi guru, saat pembelajaran matematika Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
berbasis masalah agar dapat lebih Pokok Bahasan Barisan dan Deret Bilangan
menekankan proses meninjau ulang proses di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius
dan hasil agar kemampuan berpikir tingkat Maria Palembang. Jurnal Pendidikan
tinggi siswa pada indikator mengkreasi dapat Matematika, (Volume 3 No.2 Desember
meningkat lebih baik lagi, membiasakan 2009); 4-6.
siswa dalam menyelesaikan masalah, Linde, S., 2016a. Problem-Based Learning
menggunakan atau membuat sendiri bahan Activities in Math, Chapter 8 Lesson 46.
ajar yang dapat melatih kemampuan berpikir http://study.com/academy/lesson/problem-
tingkat tinggi siswa, serta lebih sering based-learning-activities-in-math.html.
membuat/menggunakan, memberikan, dan Diakses pada 27 Februari 2016.
membahas soal-soal bertipe tingkat tinggi. ______. 2016b., Problem-Based Learning:
2. Bagi siswa, agar dapat mengembangkan Examples, Theory & Definition Chapter 8
kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan Lesson80http://study.com/academy/lesson
sering berlatih mengerjakan soal-soal bertipe /problem-based-learning-activities-
tingkat tinggi, khususnya soal dengan imath.html. Diakses pada 27 Februari
indikator mengevaluasi dan mengkreasi. 2016.
3. Bagi sekolah, agar dapat memfasilitasi guru Luthfiana., 2013. Penerapan Strategi Brain Based
dalam membuat atau menggunakan Learning yang Dapat Meningkatkan
buku/sumber belajar yang dapat mengasah Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi.
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Universitas
Negeri Malang.
Referensi Novianti, D., 2014. Analisis Kemampuan
Amalia, R., 2013. Penerapan Model Berpikir Tingkat Tinggi Siswa dengan
Pembelajaran Pembuktian Untuk Gaya belajar Investigatif dalam
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Pemecahan Masalah Matematika Kelas
Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA. VII di SMPN 10 Kota Jambi. Jurnal
Jurnal Pendidikan Matematika Pendidikan Matematika Universitas
Universitas Pendidikan Indonesia. Jambi
Antara., 2013. Kualitas SDM di Indonesia Permanasari, V., 2013. Efektivitas Pendekatan
masihrendah.http://www.antaranews.com/berita/ Pembelajaran Open-Ended terhadap
403069/bkkbn-kualitas-sdm-indonesia- Kemampuan Berpikir Matematis Siswa
masih-rendah. Diakses pada 15 April 2014 pada Materi Trigonometri Ditinjau dari
Ibrahim, M., dan Nur M., 2011. Pengajaran Kreativitas Belajar Matematika Siswa.
Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa Jurnal Pendidikan Matematika Solusi,
University Press. 1(1): 1-7.
Khotimah, K., 2011. Pengembangan Bahan Ajar Raudenbush, Stephen W, dkk., 1992. Teaching
Matematika Mengacu pada Pembelajaran for Higher-Order Thinking in Secondary

39
JURNAL GANTANG Pendidikan Matematika FKIP - UMRAH
Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, p-ISSN. 2503-0671, e-ISSN. 2548-5547

Schools: Effects of Curriculum, Teacher


Preparation,and School Organization.
Office of Educational Research and
Improvement (ED). Washington, DC:
Center for Research on the Context of
Secondary School Teaching.
Roh, K., 2003. Problem-Based Learning in
Mathematics. ERIC Clearinghouse for
Science Mathematics and Environmental
Education.http://www.eric.ed.gov/PDFS/
ED482725.pdf . Diakses pada 28 Februari
2016.
Sanjaya, W., 2014. Strategi Pembelajaran:
Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana
Shadiq, F., 2014. Pembelajaran Matematika:
Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Siswa. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Sastrawati, E., 2011. Problem Based-
Learning, Strategi Metakognisi, dan
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Siswa. Jurnal Tekno-Pedagogi ISSN
2088-205X, 1(2):3-7.
Vui, T., 2001. Enhancing Classroom
Communication to Develop Students
Mathematical Thinking.
(http://www.criced.tsukuba.ac.jp/math/ap
ec/apec2008/papers/PDF/21.Tran_Vui_V
ietnam.pdf). Diakses tanggal 12 April
2015.
Ulfa, W., dkk., 2013. Pengaruh
StrategiPembelajaran Berbasis Masalah
Terhadap Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggii (Menganalisis,Mengevaluasi,
Mencipta) dan Keterampilan Proses Sains
Mahasiswa STIPAP LPP Medan, Jurnal
UNIMED: 1-5.

40

Anda mungkin juga menyukai