Anda di halaman 1dari 78

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN

DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA MODAL DI


KABUPATEN/ KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN 2015-2017

DRAFT SKRIPSI

OLEH :

ADE JULIANDRI
1711109

PROGRAM STUDI STRATA I (S-I) AKUNTANSI


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) PELITA INDONESIA
PEKANBARU
2019
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN
DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA MODAL DI
KABUPATEN/ KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN 2015-2017

DRAFT SKRIPSI

Untuk memenuhi persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)

OLEH :

ADE JULIANDRI
1711109

PROGRAM STUDI STRATA I (S-I) AKUNTANSI


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) PELITA INDONESIA
PEKANBARU
2019
PROGRAM STUDI STRATA 1 (S1) AKUNTANSI
STIE PELITA INDONESIA PEKANBARU

LEMBAR PERSETUJUAN
DRAFT SKRIPSI

NAMA : ADE JULIANDRI


NIM/NPM : 1711109
Program studi : Strata I (S1)
Jurusan : Akuntansi
Judul Skripsi : PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA
ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS
TERHADAP BELANJA MODAL DI KABUPATEN/
KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN
2015-2017.

DISETUJUI OLEH

FADRUL, SE, M.Ak


Pembimbing

MENGETAHUI

STIE Pelita Indonesia Program Studi S1 Akuntansi

Layla Hafni, SE, MM Fadrul , SE, M.Ak


Waka. I Bid. Kurikulum & Akademik Ketua Program Studi

i
PROGRAM STUDI STRATA 1 (S1) AKUNTANSI

STIE PELITA INDONESIA PEKANBARU

LEMBAR PENGESAHAN

DRAFT SKRIPSI

NAMA : ADE JULIANDRI

NIM/NPM : 1711109

Program studi : Strata I (S1)

Jurusan : Akuntansi

Judul Skripsi : PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA


ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS
TERHADAP BELANJA MODAL DI KABUPATEN/
KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN
2015-2017.

Tanggal Ujian : AGUSTUS 2019

PANITIA PENGUJI

FADRUL, SE, M.Ak ______________


Pembimbing Penguji I

________________
Penguji II

MENGETAHUI
Ketua STIE Pelita Indonesia Pekanbaru

Dr, Ir, Asmara Hendra Komala, MM

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik (Sarjana, Magister dan/atau Doktor), baik di STIE
Pelita Indonesia maupun di Perguruan Tinggi lainnya.

2. Skripsi ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan dari pihak lain kecuali arahan dari tim pembimbing.

3. Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya/pendapat yang


ditulis/dipublikasikan oleh orang lain, kecuali dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang serta dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di


kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam
pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan gelar yang diperoleh atas karya tulis ini serta lainnya
sesuai dengan norma dan etika yang berlaku di Perguruan Tinggi.

Pekanbaru, _____________2019
Yang Membuat Pernyataan

ADE JULIANDRI

iii
KATA PENGANTAR

Rasa syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang memiliki kemulian


dan keagungan kerena telah melimpahkan rahmat dan karunia sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi di program Studi Strata Satu (1) Akuntansi Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Indonesia.
Pada kesempatan yang berbahagia ini pula, ucapan terimakasih yang
sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah memberikan masukan
serta dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini. Terkhusus kepada :

1. Bapak Drs. Harry Choandra, selaku kepala Yayasan Pelita Indonesia.


2. Bapak Dr. Ir, Asmara Hendra Komara., MM, selaku Ketua Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Indonesia.
3. Ibu layla Hafni SE, MM selaku Wakil Ketua I Bidang Kurikulum dan
Akamdemik Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Indonesia.
4. Bapak Dr. Teddy Chandra SE, MM selaku Wakil Ketua II Bidang
Administrasi dan Keuangan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita
Indonesia.
5. Bapak Dr. Sudarno, S.Pd, MM, selaku wakil ketua III Bidang
Kemahasiswaan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Indonesia.
6. Bapak Fadrul SE, M.Ak selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Indonesia serta pembimbing
penulisan skripsi ini yang telah banyak memberikan pembimbingan yang
sangat berarti dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Indonesia
yang telah memberikan ilmu selama menjadi mahasiswa di Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Indonesia.
8. Seluruh karyawan sekretariat dan perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi (STIE) Pelita Indonesia yang telah membantu dalam proses
administrasi selama menjalani masa perkuliahan.
9. Terkhusus kepada orang tua dan keluarga yang telah memberikan
dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan Skripsi ini.
10. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Strata Satu (S1) Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Indonesia dan semua pihak yang tidak dapat

iv
dapat disebutkan satu per satu, baik secara langsung maupun tidak
tidak langsung yang telah membantu.
Penulisan Skripsi ini tentu saja masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu sangat diharapkan akan terus dilakukan perbaikan dan
memyempurnakan melalui karya-karya terbaik dimasa yang akan datang.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan terkait dengan Skripsi ini.

Teluk Kuantan, Agustus 2019


Hormat Saya,

ADE JULIANDRI

v
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL
HALAMAAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAAN SKRIPSI ................................. iii
ABSTRAK ...................................................................................... iv
ABSTRACT ..................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................ vi
DAFTAR ISI ................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ..............................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................... 8
1.3 Manfaat dan Tujuan Penelitian .......................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian............................................................ 9
1.5 Sistematika Penulisan ....................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 11
2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ........................................... 11
2.1.1 Pajak Daerah ......................................................... 12
2.1.2 Retribusi Daerah ..................................................... 12
2.1.3 Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan ......... 13
2.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah ................ 14
2.1 Dana Alokasi Umum (DAU) ................................................ 14
2.3 Dana Alokasi Khusus (DAK) ............................................... 15
2.4 Belanja Modal ................................................................. 15
2.5 Penelitian Terdahulu ......................................................... 20
2.6 Kerangka Pemikiran .......................................................... 26
2.6.1 Hubungan PAD terhadap Belanja Modal.................... 26
2.6.2 Hubungan DAU terhadap Belanja Modal .................... 28

vi
2.6.3 Hubungan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja
Modal .................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 30
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian............................................ 30
3.2 Populasi dan Sampel ........................................................ 30
3.2.1 Populasi................................................................. 30
3.2.2 Teknik dan Penarikan Sampel ................................... 30
3.3 Jenis dan Sumber Data .................................................... 31
3.4 Defenisi Operasional Variabel Penelitian ............................. 31
3.4.1 Variabel Dependen .................................................. 31
3.4.2 Variabel Independen ............................................... 32
3.5 Teknik Analisis Data ........................................................ 33
3.5.1 Analisis Deskriptif ................................................... 33
3.5.2 Uji Asumsi Klasik .................................................... 33
3.5.2.1 Uji Normalitas............................................. 33
3.5.2.2 Uji Multikolinearitas ..................................... 34
3.5.2.3 Uji Autokorelasi .......................................... 35
3.5.2.4 Uji Heteroskedastisitas ................................ 35
3.5.3 Analisis Regresi Linier Berganda ................................ 36
3.5.4 Uji Model (F) ........................................................... 37
3.5.5 Koefisien Determinasi (R2) ....................................... 37
3.5.6 Pengujian Hipotesis (Uji t) ........................................ 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 40
4.1 Gambaran Umum ............................................................. 40
4.2 Hasil Penelitian ................................................................ 41
4.2.1 Analisis Deskriftif ..................................................... 41
4.2.1.1 Pendapatan Asli Daerah ................................. 42
4.2.1.2 Dana Alokasi Umum ..................................... 43
4.2.1.3 Dana Alokasi Khusus ..................................... 45
4.2.2 Hasil Uji Asumsi Klasik ............................................. 46
4.2.2.1 Uji Normalitas............................................... 46
4.2.2.2 Uji Multikolinearitas ....................................... 48
4.2.2.3 Uji Autokorelasi ............................................ 49
4.2.2.4 Uji Heterokedasitas ....................................... 50
4.2.3 Analisis Regresi Linier Berganda ................................ 51

vii
4.2.4 Uji Model (F) ........................................................... 53
4.2.5 Koefisien Determinasi (R2) ....................................... 54
4.2.6 Pengujian Hipotesis .................................................. 56
4.3 Pembahasan .................................................................... 59
4.3.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadapa
Belanja Modal ......................................................... 59
4.3.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadapa Belanja
Modal .................................................................... 60
4.3.1 Pengaruh Dana Alokasi Khusus Terhadapa Belanja
Modal .................................................................... 60
BAB V PENUTUP ............................................................................ 62
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 62
5.2 Saran ............................................................................. 62
5.3 Keterbatasan Penelitian ..................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Data APBD Kabupaten/Kota di Provinsi riau ....................


Tabel 2.1 : Penelitian Tedahulu.....................................................
Tabel 4.1 : Data Realisasi Belanja Modal Kabupaten/ kota di Provinsi
Riau Tahun 2015-2017 ...............................................
Tabel 4.2 : Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/ kota di
Provinsi Riau Tahun 2015-2017 .................................
Tabel 4.3 : Data Realisasi Dana Alokasi Umum Kabupaten/ kota di
Provinsi Riau Tahun 2015-2017 ...................................
Tabel 4.4 : Data Realisasi Dana Alokasi Khusus Kabupaten/ kota di
Provinsi Riau Tahun 2015-2017 ...................................
Tabel 4.5 : Hasil Uji Kolmogorov ...................................................
Tabel 4.6 : Hasil Uji Multikolinearitas .............................................
Tabel 4.7 : Hasil Uji Autokorelasi ..................................................
Tabel 4.8 : Hasil Uji Linier Breganda..............................................
Tabel 4.9 : Hasil Uji F (Model) ......................................................
Tabel 4.10 : Hasil Uji Koefisien Determinasi .....................................
Tabel 4.11 : Hasil Uji Hipotesis pertama (PAD) .................................
Tabel 4.12 : Hasil Uji Hipotesis kedua (DAU) ....................................
Tabel 4.13 : Hasil Uji Hipotesis ketiga (DAK) ....................................

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Model Penelitian .....................................................


Gambar 4.1 : Hasil Uji Normalitas Data ........................................
Gambar 4.1 : Hasil Uji Heterokedasitas ........................................

x
xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan
adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah yang telah disempurnakan dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2015
tentang perubahan Kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun
1999 yang telah disempurnakan dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
membawa perubahan pada sistem dan makanisme pengelolaan Pemerintah
Daerah.
Sejak diberlakukan otonomi daerah pada tahun 1999, berimplikasi
pada terjadinya desentralisasi fiskal, pemerintah daerah kini memiliki
kewenangan yang besar untuk merencanakan, merumuskan, dan
melaksanakan kebijakan serta program pembangunan yang bisa disesuaikan
dengan kebutuhan daerah setempat. Oleh karena itu salah satu kunci yang
harus diperhatikan dalam desentralisasi adalah pemerintah daerah harus lebih
responsif terhadap kebutuhan penduduknya sehingga berdampak pada
perkembangan dan peningkatan taraf hidup kesejateraan masyarakat yang
permuara pada kurang nya tingkat kimiskinan didaerah (Jolianis, 2016).
Hal tersebut menegaskan bahwa pemerindah daerah memiliki
kewenangan untuk menetukan alokasi dan sumberdaya yang dimiliki untuk
belanja daerah dengan menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan
kemampuan daerah yang tercantum dalam anggaran daerah (Kusnandar,
2012).
Dalam upaya meningkatkan pemkembangan didaerah-daerah tentu
membutuhkan dana dari transperan pemerintah pusat yang cukup besar hal
ini dapat dilihat pada pos belanja daerah yang memiliki belanja langsung
maupun belanja tidak langsung (permendagri No.33 Tahun 2017), merupakan
pengalokasian dana yang harus dilakukana secara efektif dan seefien
mungkin tanpa menggabaikan hal-hal yang dianggap cukup mendesak untuk
di segera dilaksanakan, dimana belanja daerah menjadi tolak ukur atas
kebehasilan otonomi daerah iti sendiri.

1
2

Belanja tidak lansung terdiri dari 5 bagian yaitu belanja pegawai,


belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan keuangan kepada
propinsi/kabupaten dan belanja tidak terduga. Adapun belanja langsung
terdiri dari 3 bagian yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan
belanja modal.
Pada intinya pengelolaan keuangan daerah adalah pengelolaan
anggaran. Anggaran keuangan merupakan rencana keuangan yang disusun
sebagai dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik pemerintah daerah
terhadap masyarakat. Anggaran keuangan di daerah disebut Anggaran
Pendadapatan Belanja Daerah (APBD).
Menurut (Sujarweni, 2015) APBD adalah rencana keuangan yang
dibuat pemerintah daerah setiap tahunnya, disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). APBD ditetapkan peraturan daerah. Tahun anggaran
APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan
tanggal 31 Desember. APBD adalah daftar yang memuat rincian penerimaan
daerah dan pengeluaran/belanja daerah selama satu tahun yang ditetapkan
dengan peraturan daerah (Perda) untuk masa satu tahun, mulai dari tanggal
1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Mahsun, Sulistyowati, &
Purwanugraha, 2011)
Sebagai anggaran publik, pengelolaan dan pengalokasian anggaran
menempati posisi strategis dalam mencapai pembangunan suatu negara,
termasuk anggaran daerah. Anggaran publik yang dikelola oleh pemerintah
memiliki tiga fungsi utama, yaitu alokasi, distribusi dan stabilitas. Dalam
fungsi alokasi, anggaran publik memainkan peranan penting dalam
pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik atau penyelenggaraan
pemerintah yang pada gilirannya dapat meningkatkan pelayanan publik yang
menyentuh lapisan masyarakat paling bawah hingga tidak adanya
kesenjangan sosial didalam pelayanan publik tersebut.
Fungsi distribusi terlihat dari pemerataan pendapatan dan
pengetasan kemiskinan. Fungsi stabilitas juga terlihat dari terciptanya
lingkungan makro ekonomi yang kondusif. Ketiga fungsi tersebut menjadi
suatu landasan utama atas kebijakan fiskal pemerintah, baik dari segi
pendapatan, pembiayaan maupun belanja negara, termasuk kebijakan
pemerintah daerah dalam pengalokasian anggaran publik (Tuasikal, 2014).
3

Permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah dalam organisasi


sektor publik adalah pengalokasian anggaran. Pengalokasian anggaran
merupakan jumlah alokasi dana yang terbatas, pemerintah daerah harus
dapat mengalokasikan penerimaan yang diperoleh untuk belanja yang bersifat
produktif (Belanja Modal). Belanja daerah merupakan perkiraan beban
pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif
dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya diskriminasi
dari pusat ke daerah, khususnya dalam pemberian pelayanan umum
(Kawedar dkk, 2008).
Belanja daerah menurut PP No. 58 Tahun 2005 adalah semua
pengeluaran dari rekening kas umum yang mengurangi ekuitas dana lancar,
yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak
akan diperoleh pembayaran kembali oleh daerah. Adapun belanja daerah
yang alokasinya dirasakan masyarakat untuk jangka waktu yang lama adalah
belanja modal.
Akhmad (2013) dalam jurnal ilmu dan riset akuntansi menyatakan
anggaran sektor publik pemerintah daerah dalam APBD dapat dilihat kondisi
keuangan suatu pemerintah daerah. Pada sisi pendapatan, dengan
membandingkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan total pendapatan
daerah dapat dilhat tingkatan kemandirian suatu daerah, dimana semakin
tinggi nilainya semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerahnya.
Dengan tingginya tingkat kemandirian suatu daerah sehingga pemerintah
daerah dapat leluasa mengalokasikan dana untuk pembangunan daerah
melalui belanja modal. Dari sisi pengeluaran dapat dilihat kecendrungan pola
belanja daerah, apakah suatu daerah cenderung mengalokasikan dananya
untuk belanja yang terkait dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti
belanja modal, atau untuk belanja yang bersifatnya untuk pendanaan
aparatur, seperti belanja pegawai.
Dalam APBD pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk
anggaran belanja modal untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal
ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk
kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah maupun untuk fasilitas publik.
Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang bersifat penambahan aset tetap/inventaris yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode akuantansi, termasuk
4

didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang bersifat


mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas
dan kualitas aset tersebut.
Saragih (2008), menyatakan bahwa pemanfaatan belanja modal
daerah hendaknya dialokasikan untuk hal-hal yang bersifat produktif seperti
untuk melakukan aktivitas pembagunan. Sejalan dengan pendapat tersebut,
Stine (2009), menyatakan bahwa penerimaan pemerintah hendaknya lebih
banyak untuk program-program pelayanan publik. Felix (2012) berpendapat
bahwa pemerintah daerah semestinya dapat mengalokasikan belanja modal
yang lebih tinggi dibandingkan belanja rutin yang relatif kurang kurang
produktif. Ketiga pendapatan ini menyiratkan pentingnya mengalokasikan
belanja daerah dalam hal ini belanja modal untuk berbagai kepentingan
publik.
Alokasi belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah akan
sarana dan prasaran, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah
maupun untuk fasilitas publik (Rumiyati, 2013). Pemerintah pusat terus
menghimbau pemerintah daerah (PEMDA) agar persentasi belanja modal
terus ditingkatakan sebesar 30 persen dari total APBD (dalam artikel situs
kemendagri pada tanggal 11 desember 2013 dengan alamat
http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/41-belanja-modal-pemda-harus-
capai-30-persen), terlebih dari total belanja modal yang telah dialokasikan,
sebagai untuk kepentingan lembaga atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Misalnya, bangunan gedung kantor dan meubelair.
Sementara persentase belanja modal pada kabupaten/ kota
diprovinsi Riau dari tahun 2015-2017 dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini,
data belanja modal merupakan data alokasi anggaran pada APBD, sedangkan
total belanja merupakan data realisasi belanja masing-masing daerah. Pada
tahun 2015 dapat dilihat ada beberapa kabupaten/ kota yang belum
memenuhi himbauan tersebut, diantaranya kabupaten Indragiri Hilir, Indragiri
Hulu, Kampar, Kuantan Singingi, Pelalawan, Rokan Hilir, Kepulauan Meranti
dan Kota Dumai. Pada tahun 2016 tidak ada satu kabupaten/ kota pun yang
memenuhi himbauan tersebut. Sedangkan pada tahun 2017 hanya satu
kabupaten yang memenuhi himbauan tersebut yaitu kabupaten Bengkalis,
mirisnya kabupaten Siak persentasenya hanya 13%. Dikarenakan adanya
penurunan APBD di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Riau.
5

Tabel 1.1
Data APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
T.A 2015-2017
(dalam jutaan rupiah)

Total Belanja Belanja Modal


Kabupaten/
No
Kota % % %
2015 2016 2017
THDTB THDTB THDTB

1 Bengkalis 4.546.130 3.146.735 3.223.930 40% 24% 30%

2 Indragiri Hilir 1.822.697 1.990.099 2.010.029 20% 21% 18%

3 Indragiri Hulu 1.373.079 1.476.370 1.435.334 20% 17% 17%

4 Kampar 2.543.966 2.360.508 2.232.826 19% 16% 16%

5 Kuantan Singingi 1.502.453 1.288.053 1.361.030 22% 14% 15%

6 Pelalawan 1.684.164 1.639.133 1.434.665 27% 28% 18%

7 Rokan Hilir 2.128.433 1.850.828 1.552.459 34% 22% 22%

8 Rokan Hulu 1.373.078 1.396.524 1.555.199 20% 18% 21%

9 Siak 2.690.440 1.686.811 1.630.363 34% 15% 13%

10 Dumai 1.044.125 1.114.973 1.203.255 14% 18% 23%

11 Pekanbaru 2.536.344 2.025.563 2.152.173 32% 22% 22%

12 Kep. Meranti 1.205.639 1.023.129 969.294 16% 25% 18%

Total
24.450.548 20.998.726 20.760.557

Sumber : Data diolah

Data anggaran pada belanja modal ini memiliki persentase lebih


besar dari pada data realisasi belanja modal pada kabupaten/ kota di Provinsi
Riau. Apabila data belanja modal yang dibandingkan maka persentasenya
terhadap total belanja akan lebih kecil lagi.
Infrastuktur dan sarana prasarana yang ada didaerah akan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana
memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara
aman dan nyaman yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan
pengaruh pada tingkat produktifitas yang semakin meningkat, dan dengan
adanya infrastuktur yang layak akan menimbulkan minat investor untuk
6

membuka usaha didaerah. Infrastruktur dan sarana prasarana merupakan


belanja yang termasuk pada belanja modal. Dengan bertambahnya belanja
modal akan berdampak ke masa yang akan datang dan terciptanya peluang
usaha bagi investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah.
Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan yang besar kepada
daerah untuk menggali potensi-potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut
sebagai sumber pendapatan daerah untuk membiayai pengeluaran daerah
dalam rangka pelayanan publik. Berdasarkan undang-undang No.32 Tahun
2004, salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri dari hasil
pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan PAD diharapkan
meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah sehingga kualitas
pelayanan publik dapat ditingkatkan menjadi lebih baik, akan tetapi yang
sering kali terjadi peningkatan PAD tidak diikuti dengan kenaikan anggaran
belanja lainnya.
Idealnya PAD menjadi sumber utama pendapatan daerah untuk
membiayai anggaran daerah, karena kemampuan atau kontribusi PAD
terhapat APBD akan menjadi tolak ukur pertumbuhan ekonomi daerah
tersebut. Semakin tinggi PAD yang diperoleh maka mencerminkan kinerja
pemeritah daerah yang baik, sehingga dengan tingginya PAD yang diperoleh
maka memaksimalkan belanja modal. Dengan memaksimalkan sumber daya
yang dimiliki, supaya bisa membiayai segala kegiatan penciptaan
insfrastuktur atau sarana prasarana daerah melalui alokasi belanja modal
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (Wandira, 2012).
Setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama
dalam mendanai kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimbangan
fiskal antara satu daerah dengan daerah yang lain. Oleh karena itu, untuk
mengatasi ketimpangan fiskal ini Pemerintah mengalokasikan dana yang ber-
sumber dari APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi.
Salah satu dana perimbangan dari pemerintah adalah Dana Alokasi
Umum (DAU) yang pengalokasiannya menekankan aspek pemerataan dan
keadilan yang selaras dengan penyelengaraan urusan pemerintah (UU
32/2004), melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan
dan potensi daerah. Dengan adanya transfer dana dari pusat dalam bentuk
7

Dana Alokasi Umum (DAU) ini, diharapkan pemerintah daerah bisa lebih
mengalokasikan PAD yang didapatnya untuk membiayai belanja modal didae-
rahnya.
DAU bersifat Block Grant yakni hibah yang penggunaannya cukup
fleksibel (dalam arti tidak banyak larangan) seperti halnya hibah kategori. Hi-
bah ini dapat digunakan jenis transfer dana antar tingkat pemerintah yang
tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu. Adapun tujuan dari trans-
fer ini adalha untuk menutup kesenjangan fiskal (fiscal gap) dan pemerataan
kemampuan fiskal antara daerah antar daerah sehingga dana alokasi tiap
daerah tidak akan sama besarnya.
Faktor murni adalah perhitungan dana alokasi umum berdasarkan
formula, sedangkan faktor penyeimbang adalah suata mekanisme untuk
menghindari kemungkinan penurunan kemampuan daerah dalam pembiayaan
beban pengeluaran yang menjadi tanggung jawab daerah. Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang “Dana Perimbangan “ menyatakan
jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapa-
tan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.
DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alo-
kasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal yang dikurangi dengan kapa-
sitas fiskal daerah. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Aparatur
Sipil Negara (ASN) daerah tersebut. Kebutuhan fiskal daerah merupakan
kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan
dasar umum. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut
dengan jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan, kontruksi, produk
domestik regional bruto per kapita, dan indeks pembangunan manusia. Kapa-
sitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari
PAD dan dana bagi hasil dari Pusat.
Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tapi kebutuhan
fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaiknya daerah yang
potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alo-
kasi DAU yang relaif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan
fungsi DAU sebagai tolak ukur pemerataan kapasitas fiskal (Darise, 2008:
39).
Pengelolaan keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada pera-
turan perundangan-undangan, efisien ekonomis, efektif, trasnparan, dan ber-
8

tanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan


manfaat untuk masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah wajib melakukan
perencanaan dan penggangaran dengan baik, apalagi mengingat sumber daya
dan potensi pemerintah dalam rangka penyelenggaraa urusan wajib sangat
terbatas. Underfinancing ataupun overfinancing yang timbul karena lemahnya
perencanaan akan berdampak pada pelayanan kepada masyarakat. Padahal
tugas utama pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan publik guna
meningkatkan kesejateraan masyrakat. Selanjutnya pada setiap akhir tahun
anggaran pemerintah daerah wajib melakukan pertanggungjawaban penye-
lengaraan pemerintaj dan pelaksanaan pembangunan didaerahnya masing-
masing.
Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan pub-
lik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama
ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif ku-
rang produktif. Penelitian sebelumnya seperti Mentayani dan Rusmanto
(2013) yang menelti di kabupaten dan kota di Kalimantan memperoleh hasil
PAD dan DAU tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal,
sedangkan Niluh Dina Selvia Martini, Wayan Cipta dan I Wayan Suwendra
(2014) yang meneliti di kabupaten Buleleng memperoleh hasil PAD dan DAU
berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal.
Dari uraian latar belakang diatas dan hasil penelitian sebelumnya,
maka dilakukan penelitian apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alo-
kasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap bel-
anja modal di Provinsi Riau. Sehubungan dengan hal tersebut, maka judul
penelitian ini adalah “ Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Belanja Modal pada
Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau Periode 2015-2017 “

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan maka dapat diru-


muskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh terhadap


belanja modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau?
9

2. Apakah dana alokasi umum (DAU) berpengaruh terhadap


belanja modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau?

3. Apakah dana alokasi khusus (DAK) berpengaruh terhadap


belanja modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan
sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh pendapatan asli


daerah (PAD) terhadap belanja modal pada Pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.
2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh dana alokasi umum
(DAU) terhadap belanja modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota
di Provinsi Riau.
3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh dana alokasi Khusus
(DAK) terhadap belanja modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota
di Provinsi Riau.

1.4 Manfaat penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Pemerintah Daerah agar lebih memperhatikan himbauan
Pemerintah Pusat Tentang Belanja Modal Minimal 30 % dari Belanja
Daerah (dalam artikel situs kemendagri pada tanggal 11 desember
2013).
2. Bagi Akademis supaya bisa menjadi rujukan dan dimasa akan akan
datang lebih banyak menambah variabel-variabelnya.

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka sistematika penulisan
dibagi ke dalam tiga bab, dimana masing-masing bab tesebut :
10

BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan,merupakan bab yang menjelaskan tentang
latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Tinjauan pustaka, merupakan bab yang berisi landasan
teori dan penelitian terdahulu yang mendukung
mengenai masalah yang diteliti dalam penelitian ini.
Selain itu bab ini berisi kerangka pemikiran dan
hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN


Metode penelitian, dalam bab ini akan menguraikan
tetang Jenis dan Sumber Data ,Populasi dan Sam-
pel,Teknik Pengumpulan Data, Variabel penelitian dan
Definisi dan Operasional,serta Teknik Analisis Data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Bab ini menguraikan tentang analisis yang dilakukan da-
lam penelitian ini.Bab ini berisi deskripsi objek
penelitian, analisis data, dan interpretasi hasil.

BAB V PENUTUP
Bab ini menjelaskan kesimpulan dari penelitian ini.Selain
itu berisi tentang keterbatasan penelitian dan saran.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Menurut undang-undang (UU) No. 33 Tahun 2004 tentang Perim-
bangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah pada Pasal 1 angka 18 bahwa “
Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya yang disingkat dengan PAD adalah pen-
dapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Dengan adanya otonomi daerah maka daerah mempunyai
kewenangan sendiri dalam mengatur semua urusan diluar urusan pemerintah
pusat sebagaimana yang telah ditetapkan oleh UU. Dengan kewenangan ter-
sebut maka daerah juga berwenang membuat kebijakan daerah guna mencip-
takan dan meningkatkan kesejateraan masyarakat. Untuk dapat mencapai hal
tersebut maka PAD juga harus mampu menopang kebutuhan daerah, bahkan
diharapkan tiap tahunnya akan selalu meningkat. Dan tiap daerah diberikan
kebebasan dalam mengali potensi PAD nya sebagai wujud asas desentralisasi.
Hal ini yang tertuang dalam penjelasan atas UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemeritah daerah.
Sedangkan pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang di-
peroleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh
pemerintah daerah. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas,
nyata dan bertanggungjawab. Dalam menjamin terselenggaranya otonomi
daerah yang semakin optimal, maka diperlukan usaha bersama-sama untuk
meningkatkan kemampuan keuangan sendiri yakni dengan cara peningkatan
PAD, baik dengan cara meningkatkan penerimaan sumber PAD yang ada
maupun dengan sumber-sumber PAD yang baru, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku serta memperhatikan kondisi dan peluang ekonomi di masyara-
kat.
Adapun sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana
diatur dalam Undang-undang N0.33 Tahun 2004 yaitu :

11
12

2.1.1 Pajak Daerah


Menurut UU NO. 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah yang
selanjutnya disebut pajak adalah kontribusu wajib pajak kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa didasarkan pada UU, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk kebutuhan daerah sebesar-
besarnya bagi kemakmuran masyarakat. Jenis pajak daerah dibagi
menjadi 2 yaitu :
a. Pajak Daerah Provinsi yang terdiri dari :
1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air
sebesar 5%;
2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan
diatas air sebesar 10%;
 Pajak bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 5%;
 Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah
dan air permukaan sebesar 20%.
b. Pajak daerah Kabupaten/Kota yang terdiri dari :
1. Pajak hotel sebesar 10%;
2. Pajak restoran sebesar 10%;
3. Pajak hiburan sebesar 35%;
4. Pajak reklamen sebesar 25%;
5. Pajak penerangan jalan sebesar 10%;
6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C sebesar
20%;
7. Pajak parkir sebesar 20%.

2.1.2 Retribusi Daerah


Menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang Retribusi daerah
yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan
orang pribadi, golongan ataupun badan usaha. Menurut Mardiasmo
(2007) jenis retribusi daerah dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
a. Retribusi jasa umum :
1. Retribusi pelayanan kesehatan;
13

2. Retribusi peleyanan persampahan/kebersihan;


3. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk
dan akte catatan sipil;
4. Retribusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat;
5. Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum;
6. Retribusi pelayanan pasar;
7. Retribusi pengujian kendaraan bermotor;
8. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran;
9. Retribusi penggantian baiaya cetak peta;
10. Retribusi pengujian kapal perikanan.
b. Retribusi jasa usaha
1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah;
2. Retribusi pasar grosir dan pertokoan;
3. Retribusi tempat pelelangan;
4. Retribusi terminal;
5. Retribusi tempat khusus parkir;
6. Retribusi tempat penginapan/pesanggarahan/villa;
7. Retribusi penyedotan kakus;
8. Retribusi rumah potong hewan;
9. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal;
10. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga;
11. Retribusi penyeberangan diatas air;
12. Retribusi pengolahan limbah cair;
13. Retribusi penjualan produksi daerah.
c. Retribusi perizinan tertentu
1. Retribusi izin mendirikan bangunan;
2. Retribusi tempat penjualan minuman beralkohol;
3. Retribusi izin ganguan;
4. Retribusi izin trayek.
2.1.3 Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Undang-undang mengizinkan pemerintah daerah untuk
mendirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD bersama-sama
sektor swasta atau asosiasi pengusaha daerah diharapkan mampu
memberikan konrtribusi yang terbaik bagi daerah sehingga mampu
menunjang kemapanan daerah dalam melakukan pembangunan
14

perekonomian masyarakat. Jenis ini meliputi objek pendapatan


sebagai berikut :
a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD
b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN
c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
atau kelompok usaha masyarakat.
2.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Lain-lain pendapatan yang sah yang dapat digunakan untuk
membiayai belanja daerah dapat diupayakan oleh daerah dengan
cara-cara wajar dan tidak menyalahi aturan yang berlaku. Hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan menurut objek
pendapatan yang mencakup :
a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
b. Jasa giro;
c. Pendapatan bunga;
d. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
e. Pendapatan denda retribusi;
f. Dan lain-lain.
2.2 Dana Alokasi Umum (DAU)
Menurut Bastian dalam Mardiasmo (2007), “Dana Alokasi Umum
(DAU) adalah dana perimbangan dalam rangka untuk pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah”. Sedangkan menurut Abdul Halim
(2008) “Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan dengan tujuan
kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran
dalam rangka mewujudkan terlaksananya desengralisasi”.
DAU merupakan jenis transferan dana antar tingkat pemerintah yang
tidak terkait dengan program pengeluaran tertentu. DAU ini dimaksudkan
untuk menggantikan transfer berupa subsidi daerah otonomi dan inpres.
Adapun tujuan dari transfer ini adalah untuk menutup kesenjangan fiskal dan
pemerataan kemampuan fiskal antar daerah dan pusat dan antar daerah.
Sehingga dana alokasi umum tiap daerah tidak akan sama besarannya.
Daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah rendah akan mendapatkan
15

DAU yang tinggi, sedangkan daerah yang pendapatan asli daerah rendah
akan mendapatkan DAU yang rendah.
Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang dana perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, jumlah keseluruhan dana
alokasi umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan dalam
negeri netto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapata dan Belanja Negara
(APBN). Dana alokasi umum suatu daerah dialokasikan atas dasar dari celah
fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal dihitung berdasarkan kebutuhan fiskal
daerah dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah, sementara alokasi dasar
dihitung dengan kapasitas fiskal daerh. Proporsi dana alokasi umum antara
daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan imbangan
kewenagan antara Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Penyaluran dana alokasi umum dilaksanakan tiap bulan masing-
masing sebesar 12% dari dana alokasi umum. Dana Alokasi Umum (DAU)
adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan
pembelanjaan.
2.3 Dana Aloksi Khusus (DAK)
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan
untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan
Daerah dan sesuai dengan prioritas Nasional. DAK termasuk di dalam Dana
Perimbangan, di samping Dana Alokasi Umum (DAU). DAK ini di atur dalam
UU No. 33 Tahun 2004 pada bagian keempat pasal 38 sampai dengan pasal
42, sedangkan mekanismenya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI No.
55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan pada BAB IV Bagian Pertama
umum pada pasal 50 sampai dengan pasal 64.
Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Dengan beberapa
ketentuan seperti :
1. DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah;
2. Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan
dalam APBN;
3. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria
umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis;
16

4. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan


kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD;
5. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan dan karakteristik Daerah;
6. Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen
teknis;
7. Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping
sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK;
8. Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD;
9. Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan
menyediakan Dana Pendamping.
Penyaluran dana alokasi khusus ini disalurkan dengan cara pemindah
bukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.
Pelaporan dana ini Kepala daerah menyampaikan laporan triwulan yang
memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri
Keuangan, menteri teknis, dan Menteri Dalam Negeri. Penyampaian laporan
triwulan dimaksud dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah triwulan
yang bersangkutan berakhir. Penyaluran DAK dapat ditunda apabila daerah
tidak menyampaikan laporan dimaksud. Menteri teknis menyampaikan
laporan pelaksanaan kegiatan DAK setiap akhir tahun anggaran kepada Men-
teri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dan Menteri
Dalam Negeri.
2.4 Belanja Modal
Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai atau masa manfaat 12 (dua belas) bulan untuk digunakan
dalam kegiatan pemerintah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59
Tahun 2007, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jembatan dan aset tetap lainnya.
Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal
merupakan prasayarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh
pemerintah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah mengalokasikan dana
dalam bentuk anggaran belanja, kalau pemerintah pusat menganggarkan
dalam bentuk APBN sedangkan pemerintah daerah dalam bentuk APBD,
17

namun akan lebih banyak membahas tentang belanja modal pemerintah


daerah.
Alokasi belanja modal ini merupakan merupakan dasar pada
kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran
pelaksanaan tugas kebutuhan pemerintah maupun untuk fasilitas publik.
Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah pusat
mauapun daerah demi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai
dengan prioritas anggaran, yang memberikan dampak jangka panjang secara
finansial.
Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap
pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, insfrastruktur, dan aset tetap
lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut,
yaitu dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset lain, dan
membeli. Namun untuk kasus di pemerintah, biasanya cara yang dilakukan
adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya
dilakukan melalui sebuah proses lelang atau tender yang telah diatur dengan
ketentuan yang ada.
Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan aset tetap dan aset tetap lainnya yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintah, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, buku perpustakaan dan
hewan (Darise, 2006:148).
Peratururan Menteri Keuagan (PMK) No.91/PMK.06/2007 tentang
Bagan Akun Standar (BAS) menyebutkan bahwa belanja modal merupakan
pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh aset tetap
ada aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi
serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang
ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional
kegiatan sehari-hari organisasi perangkat daerah (OPD).
Menurut PP No. 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja
pemerintah daerah yang manfaaatnya lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dan
akan menambah aset daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang
bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi
umum.
18

Indikator variabel belanja modal antara lain : belanja tanah,


peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, jaringan serta bel-
anja aset lainya (Yovita 2011).
Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang
menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan,2006). Belanja modal
dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni
peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis
ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan
membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lainnya, atau juga
dengan membeli.
Kategori belanja modal menurut Ghozali (2008) adalah sebagai
berikut:
1. Pengeluaran mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset
lainnya yang dengan demikian menambah aset Pemda;
2. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset
tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh Pemda;
3. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.
Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang Sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya
adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya
mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas
dan kualitas aset.
Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja
modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal
yang sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat
lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran
untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah
masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
Jenis-jenis belanja modal yaitu :
1. Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik
nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, peralatan,
pematangan tanah, pembuatan sertipikat, dan pengeluaran
19

lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan


sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya
yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian,
dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris
kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap
pakai.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya
yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian,
dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan
pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang
menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud
dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/
biaya yang digunakan pengadaan/ penambahan/ penggantian/
peningkatan pembangunan pembuatan serta perawatan dan
termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan
pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas
sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksudkan dalam kondisi siap
pakai.
5. Belanja Modal Fisik lainnya
Belanja Modal Fisik lainnya adalah pengeluaran/ biaya yang di
gunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/
peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan
terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat dikatagorikan kedalam
kriteria belanja modal tanah, peralata dan mesin, gedung dan
bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja
ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-
barang kesenian, barang peurbakala dan barang untuk museum,
hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
20

2.5 Penelitian Terdahulu


Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Variabel
No Peneliti Judul Hasil
penelitian
1 Arbie Gugus Pengaruh PAD, PAD, DAU, 1. Tidak terdapat pengaruh yang
Wandira DAU, DAK, dan DAK, DBH signifikan antara variabel PAD
(jurnal 2012) DBH Terhadap dan Belanja terhdapa Belanja Modal.
Pengalokasian Modal 2. Terdapat pengaruh yang signif-
Belanja modal ikan negative antara variabel
DAU terhadap Belanja Modal
3. Terdapat pengaruh yang signif-
ikan antara variabel DAK ter-
hdapa Belanja modal
4. Terdapat pengaruh yang signif-
ikan antara DBH terhadap Bel-
anja Modal.

2 Mentayani Pengaruh PAD, PAD, DAU, 1. DAU tidak berpengaruh signif-


dan Rus- DAU dan SILPA Silpa dan ikan terhadap Belanja Modal
manto terhadap belanja Belanja Mod- pada kota dan kabupaten dipu-
(jurnal 2013) modal al lai Kalimantan
2. PAD tidak berpengaruh signif-
ikan terhadap Belanja Modal
pada kota dan kabupaten dipu-
lau Kalimantan
3. Sisa lebih pembiayaan ang-
garan berpengaruh signifikan
terhadap Belanja Modal pada
kota dan kabupaten dipulai Ka-
limantan.

3 Rihfenti Pengaruh Penda- PAD, DAU, 1. Pendapatan Asli Daerah ber-


Ernayani patan Asli Daerah, DAK, DBH pengaruh positif terhadap Bel-
(jurnal 2017) Dana Alokasi dan Belanja anja Daerah di 14 Kabupat-
Umum, Dana Alo- Modal en/Kota di Provinsi Kalimantan
kasi Timur.
2. Dana Alokasi Umum ber-
Khusus dan Dana
pengaruh terhadap Belanja
Bagi Hasil ter-
Daerahdi 14 Kabupaten/Kota di
hadap Belanja
Provinsi Kalimantan Timur.
Daerah
3. Dana Alokasi Khusus ber-
pengaruh terhadap Belanja
21

Variabel
No Peneliti Judul Hasil
penelitian
Daerahdi 14 Kabupaten Kota di
Kalimantan Timur.
4. Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus dan Dana Bagi Hasil
secara simultan berpengaruh
terhadap Belanja Daerahdi 14
Kabupaten/Kota di Provinsi
Kalimantan Timur.

4 Pungky Pengaruh PAD, PAD, DAU, 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Siswiyanti DAU, DAK DAK dan Bel- berpengaruh terhadap
(jurnal 2015) Terhadap anja Modal besarnya Pertumbuhan
Pertumbuhan Ekonomi dengan nilai positif
Ekonomi Dengan
2. Dana Alokasi Umum (DAU) ber-
Belanja Modal
pengaruh terhadap besarnya
Sebaga Variabel
Pertumbuhan Ekonomi dengan
Intervening
nilai positif
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
berpengaruh terhadap
besarnya Pertumbuhan
Ekonomi dengan nilai negatif.
4. Belanja Modal dapat menjadi
variabel mediasi (intervening)
antara Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dan Pertumbuhan
Ekonomi.

5 Kadek Rosita Pengaruh PAD, DAU, 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Dewi, Putu Pendapatan Asli DAK, DBH berpengaruh positif terhadap
Kepramareni, Daerah (PAD), dan Belanja alokasi Belanja Daerah.
Dana Alokasi Modal 2. Dana Alokasi Umum (DAU)
Ni Luh Gde
Umum (DAU), berpengaruh positif terhadap
Novitasari
Dana alokasi Belanja Daerah.
(jurnal 2016)
Alokasi Khusus 3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
(DAK) Dan Dana tidak berpengaruh terhadap
Bagi Hasil (DBH) alokasi Belanja Daerah.
Terhadap Alokasi
4. Dana Bagi Hasil (DBH) tidak
Belanja Daerah berpengaruhterhadap alokasi
Kabupaten/Kota Belanja Daerah.
22

Variabel
No Peneliti Judul Hasil
penelitian
SE-BALI

6 Meydina Asri Pengaruh PAD, DAU, 1. Pendapatan Asli Daerah, Dana


Raini, Leny Pendapatan Asli DAK dan Bel- Alokasi Umum dan Dana Alo-
Suzan, dan Daerah, Dana anja Modal kasi Khusus secara bersama-
Dewa Putra Alokasi Umum sama berpengaruh terhadap
Khrisna Ma- Dan Dana Belanja Modal
hardika 2. Pendapatan Asli Daerah ber-
Alokasi Khusus
(jurnal 2017) pengaruh positif terhadap Bel-
Terhadap
anja Modal
Realisasi
3. Dana Alokasi Umum tidak ber-
Anggaran Belanja
pengaruh terhadap Belanja
Modal
Modal
4. Dana Alokasi Khusus tidak
berpengaruh terhadap Belanja
Modal.

7 Miftahul Pengaruh PAD, DAU, Berdasarkan hasil analisis data


Abid, Sri Pendapatan Asli DAK dan Bel- yang telah dilakukan, maka
Rahayu, dan Daerah, Dana anja Modal dapat disimpulkan bahwa vari-
Wiwin Ami- Alokasi Umum, abel PAD, DAU
nah (jurnal Dan Dana Alokasi dan DAK mempunyai pengaruh
2018) positif yang signifikan secara
Khusus Terhadap
simultan atau bersama-sama
Realisasi
terhadap realisasi
Anggaran Belanja
belanja modal kabupaten/kota
Modal
tahun 2014-2015. Variabel DAU
dan DAK memiliki pengaruh
positif signifikan
secara parsial terhadap real-
isasi belanja modal kabupat-
en/kota tahun 2014-2015, se-
dangkan variabel PAD tidak
memiliki pengaruh signifikan.

8 Andri Tolu, Analisis Pengaruh PAD, DAU, 1. Pendapatan Asli Daerah tidak
Een N. Pendapatan Asli DAK dan Bel- memiliki pengaruh yang signif-
Walewangko, Daerah, Dana anja Modal ikan terhadap alokasi Belanja
dan Steeva Modal Kota Bitung.
Alokasi Umum
Y.L. Tu- 2. Dana Alokasi Umum memiliki
Dan Dana Alokasi
mangkeng pengaruh yang positif signifikan
Khusus Terhadap
(jurnal 2016) terhadap alokasi Belanja
23

Variabel
No Peneliti Judul Hasil
penelitian
Belanja Modal Modal Kota Bitung.
(STUDI PADA 3. Dana Alokasi Khusus tidak
KOTA BITUNG) memiliki pengaruh yang signif-
ikan terhadap alokasi Belanja
Modal Kota Bitung.
Secara simultan Pendapatan
Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khu-
sus berpengaruh positif ter-
hadap anggaran Belanja Modal
pada Kota Bitung.

9 Henri Paulus Pengaruh PAD, DAU, 1. Pengujian secara parsial


Gerungan, Pendapatan Asli DAK dan Bel- menunjukan bahwa terdapat
David Paul
Elia Saerang, Daerah, Dana anja Modal pengaruh yang positif dan sig-
dan Ventje Alokasi Umum, nifikan antara variabel penda-
Ilat
Dan Dana Alokasi patan asli daerah (PAD) ter-
Khusus Terhadap hadap pengalokasian Belanja
Belanja Modal Modal.
(Studi Kasus Pada
2. Pengujian secara parsial menun-
Pemerintah dae-
jukan bahwa tidak terdapat
rah Kabupaten
pengaruh signifikan antara var-
dan Kota di
iabel dana alokasi umum (DAU)
Provinsi Sulawesi
terhadap pengalokasian Belanja
Utara)
Modal.

3. Pengujian secara parsial


menunjukan bahwa terdapat
pengaruh yang positif dan sig-
nifikan antara variabel dana
alokasi khusus (DAK) terhadap
pengalokasian Belanja Modal.

4. Pengujian secara simultan vari-


abel Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum, dan Dana
Alokasi Khusus, berpengaruh
positif terhadap pengalokasian
Belanja Modal dengan koefisien
determinasi 30,2 %, dan
selebihnya 69,8 % di pengaruhi
oleh faktor lain di luar model
24

Variabel
No Peneliti Judul Hasil
penelitian
penelitian ini.

10 Rilian Pengaruh PAD, DAU, 1. Hasil pengujian hipotesis mem-


Pratama, Pendapatan Asli DAK dan Bel- buktikan bahwa pendapatan
Yesi Mutia Daerah, Dana anja Modal asli daerah (PAD) berpengaruh
Basri dan Alokasi Umum, terhadap alokasi belanja mod-
Supriono al. PAD yang tinggi akan
Dana Alokasi
mempengaruhi pembangunan
Khusus Terhadap
dan perkembangan di daerah
Alokasi Belanja
yang direalisasikan dalam ben-
Modal Dengan tuk pengadaan fasilitas, infra-
Pertumbuhan struktur, dan sarana prasarana

Ekonomi yang ditujukan untuk


kepentingan publik.
Sebagai Variabel
2. Hasil pengujian hipotesis mem-
Modal
buktikan bahwa dana alokasi

(Studi Empiris umum (DAU) berpengaruh

Pada Pemerintah negatif terhadap alokasi bel-

Kabupaten/Kota anja modal. Daerah DAU yang

Di Provinsi Riau) besar akan cenderung memiliki


belanja modal yang rendah. Hal
ini terjadi karena DAU
digunakan untuk membiayai
belanja yang lain seperti bel-
anja pegawai, belanja barang
dan jasa dan belanja operasi
lainnya.
3. Hasil pengujian hipotesis mem-
buktikan bahwa dana alokasi
khusus (DAK) berpengaruh ter-
hadap alokasi belanja modal.
Artinya daerah yang
mendapatkan DAK yang besar
cenderung memiliki belanja
modal yang besar.
4. karena pengggunaan DAK
memang ditujukan untuk
membangun dan mense-
jahterahkan rakyatnya melalui
pengelolaan kekayaan daerah
yang proposional dan profe-
25

Variabel
No Peneliti Judul Hasil
penelitian
sional serta membangun infra-
struktur yang berkelanjutan.
5. Hasil pengujian hipotesis
membuktikan bahwa pertum-
buhan ekonomi tidak dapat
memoderasi hubungan antara
pendapatan asli daerah
dengan alokasi belanja modal.
Artinya walaupun Pertum-
buhan ekonomi daerah baik,
akan tetapi tidak memiliki
kontribusi terhadap hubungan
PAD dengan belanja modal
serta tidak dapat menjadi sa-
lah satu indicator pengaloka-
sian PAD untuk belanja modal.
6. Hasil pengujian hipotesis
Membuktikan bahwa pertum-
buhan ekonomi dapat me-
moderasi pengaruh dana alo-
kasi umum (DAU) dengan alo-
kasi belanja modal. Artinya
semakin baik pertumbuhan
ekonomi suatu daerah maka
akan DAU semakin besar se-
hingga belanja modal besar.
7. Hasil pengujian hipotesis
Membuktikan bahwa pertum-
buhan ekonomi tidak dapat
memoderasi hubungan antara
dana alokasi khusus (DAK)
dengan alokasi belanja modal.
artinya DAK yang bersifat spe-
cial grant dari pemerintah
pusat kepada daerah tidak
memperhatikan faktor per-
tumbuhan ekonomi, dengan
kata lain walaupun suatu dae-
rah sudah mencapai target
pertumbuhan ekonomi yang
ideal, pemerintah daerah
26

Variabel
No Peneliti Judul Hasil
penelitian
masih mendapatkan DAK yang

2.6 Kerangka Pemikiran


Pengalokasian belanja modal merupakan hal yang sangat penting
dikarenakan belanja modal pemerintah daerah difokuskan untuk menambah
aset daerah tersebut yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyrakat/publik. Berbagai belanja modal dialokasikan pemerintah sebaiknya
memperhatikan azaz manfaat yang langsung bersentuhan dengan masyrakat
luas, hal ini semata-mata untuk kepentingan daerah untuk dimasa yang akan
datang baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pungutan yang bersifat
retribusi akan relevan dibandingkan dengan pajak daerah, pungutan pajak
dan retribusi didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, pungutan
retribusi langsung bersentuhan dengan masyarakat sebagai pengguna
layanan publik (public servis). Meningkatnya retribusi akan secara otomatis
mendorong kualitas pelayanan ke pada masyarakat dikarenakan masyarakat
sudah membayarkan kewajibannyan kepada pemerintah dan berhak
memperoleh pelayanan yang maksimal.
Penelitian ini mengambarkan pengaruh dan hubungan variabel-
variabel. Dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Pendapatan Asli Daerah


(PAD) X1
Belanja Modal
Dana Alokasi Umum (DAU)
X2 Y

Dana Alokasi Khusus


(DAK) X3

Gambar 2.1

Model Penelitian

2.6.1 Hubungan Pendapatan Asli (PAD) Daerah terhadap


Belanja Modal
27

Selama ini PAD memiliki peranan yang sangat erat dalam


pemerintah daerah melalakukan pembiayaan pelaksanaan otonomi
daerah guna terwujudnya tujuan utama dari penyelenggaraan
otonomi daerah yang bertujuaan meningkatkan pelayanan ke pada
masyarakat dan memajukan perekonomian daerah. Namun jangan
sampai ada persepsi yang salah atau pun yang berbeda mengenai
otonomi tersebut dimana otonomi bisa kita artikan sebagai
automoney, yang bisa dipahami sebagai otonomi daerah berarti
pemerintah daerah harus bisa mencukupi kebutuhan daerahnya
dengan mengali potensi daerah tersebut yang akan menghasilkan
pundi-pundi untuk pembangunan infrastruktur melalui Pendapatan
Asli Daerah (PAD) nya.
Pemerintah sebaiknya tidak menambah pungutan yang
bersifat pajak (jenis pajak yang baru). Penambahan hendaknya
bersifat retribusi (Mardiasmo, 2002:149). Sesuai penjelasan diatas
pungutan retribusi langsung berhubungan dengan masyarakat
pengguna layanan publik.
Dalam PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah yang menyatakan bahwa anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) disusun sesuia dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintah dan kemampuan pendapatan masing-masing daerah,
dimana penyususan APBD harus memperhatikan dan
mempertimbangkan PAD yang diterima terhadap pengalokasian
belanja modal dikarenakan besar kecilnya belanja modal akan
mempengaruhi besar kecilnya pendapatan asli daerah.
Jika pemerintah daerah ingin mewujudkan peningkatan
pelayanan kepada masyarakat serta memperhatikan kesejateraannya
maka pemerintah harus serius dalam meningkatkan belanja modal
terutama infrastruktur dimana pemerintah daerah menggali potensi-
potensi yang ada sehingga pendapatan asli daerahnya bisa maksimal.
Penelitian yang dilakukan oleh Fadrul dan Eka Pariani
(2018), Arwati dan Hadiati (2013), Sugiarthi dan Supadmi (2014)
menemukan bukti empiris bahwa PAD berpengaruh positif terhadap
belanja modal. Temuan ini bisa mengindikasi bahwa besaran PAD
28

menjadi salah satu faktor penentu dalam menentukan besaran


belanja modal.
Sejalan dengan PP No. 58 Tahun 2005, penyusanan APBD,
alokasi belanja modal harus disesuaikan terhadap kebutuhan daerah
dengan memperhatikan PAD yanh diterima. Sehingga pemerintah
daerah harus benar-benar serius dalam penagganan PAD sehingga
terwujudnya pelayanan publik yang optimal serta peningkatan
kesejateraan masyarakat.
Sehingga dapat disimpulkan dalam penelitian ini sudah
sesuai dengan hipotes pertama bahwa ada hubungan positif antara
PAD terhadap Belanja Modal.
H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja
Modal di Kabupaten/ Kota Provinsi Riau.

2.6.2 Hubungan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap


Belanja Modal
Pendapatan asli daerah merupakan andalan utama bagi
daerah untuk mendukung penyelengaraan pemerintah daerah dan
pembangunan bagi masyarakat, tetapi itu belum cukup untuk
menopang kebutuhan suatu daerah apalagi dengan adanya
penambahan kewenangan daerah jelas akan membutuhkan dana
tambahan. Sehingga daerah masih tetap membutuhkan bantuan
keuangan yang berasal dari pusat yang disebut dengan Dana Alokasi
Umum (DAU).
Peningkatan dan penurunan jumlah transferan dari pusat ini
juga dapat berpengaruh terhadap alokasi pengeluaran daerah dalam
hal ini juga berdampak kepada belanja modal. Karena pelaksanaan
otonomi daerah yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat yang akan direalisasikan melalui belanja modal
juga turut dibiayai dari DAU. Bahkan dari pemerintah pusat berupa
dana perimbangan dipemerintah daerah di Indonesia merupakan
sumber pendapatan utama dalam anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD).
Penelitian yang dilakukan Martini dan Suwendra (2014),
Sugiarthi dan Supadmi (2014), Adyatma (2015) serta Fadrul dan Eka
29

Pariani (2018) menyatakan ada hubungan yang positif antara Dana


Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal. Sehingga hipotesis
kedua sebagai berikut :
H2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh pada Belanja Modal
diKabupaten/ Kota Provinsi Riau.

2.6.3 Hubungan Dana Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal


Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria
umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis, DAK berdasarkan
kepentingan skala Nasional. Semua terpulang kepada pemerintah
daerah, DAK ini harus dijemput di pusat dengan kata lain Pemerintah
Daerah harus lebih jeli melihat peluang guna untuk mendapatkan
dana ini, makanya ada beberapa daerah yang tidak mendapatkan
dana ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Prastiwi, Siti Nurlaela dan
Yuli Chomsatu menyatakan bahwa dana alokasi khusus tidak
berpengaruh terhadap belanja modal. Sehingga hipotesis ketiga
sebagai berikut :

H3 : Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh pada Belanja


Modal di Kabupaten/ Kota Provinsi Riau.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.
Pemelihan lokasi penelitian ini didasarkan pertimbangan bahwa
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau merupakan daerah otonomi yang secara aktif
menerima Dana Perimbangan dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemerintah daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau secara pro aktif dalam menggali potensi-
potensi daerah yang menghasilkan PAD dalam pembiayaan pengelolaan
keuangan daerahnya masing-masing guna memacu pertumbuhan ekonomi.
Periode waktu penelitian yaitu dari tahun 2015-2017. Waktu penelitian yang
direncanakan dalam penelitian ini dari Maret 2019 sampai dengan Juni 2019.

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah jumlah dari keselurahan obyek
(satuan/individu) yang mempunyai karakteristik tertentu. Adapun
populsi dalam penelitian ini adalah seluruh data PAD, DAU, DAK,
Belanja Modal Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau yang meliputi 10
daerah Kabupaten dan 2 daerah Kota sehingga total populasi adalah
12 daerah.

3.2.2 Teknik Penarikan Sampel


Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai
karakteristik dianggap dapat mewakili keseluruhan populasi
(Sugiyono, 2012). Teknik sampling yang digunakan adalah teknik full
sampling, yaitu semua populasi digunakan sebagai sampel. Penelitian
ini mengambil data pada tahun 2015-2017, dengan jumlah sampel
sebanyak 12 daerah maka jumlah sample dalam penelitian ini
menjadi 3X12 = 36 data.

30
31

3.3 Jenis Dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
berupa Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pemerintah kabupaten/ kota di Provinsi Riau Tahun 2015-2017 yang berupa
realisasi Belanja Modal, realisasi Dana Alokasi Umum (DAU), realisasi Dana
Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari masing-masing
pemerintah daerah kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Riau yang diperolah
dari situs Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
www.djpk.kemenkue.go.id
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diberikan kepada
pengumpul data, melainkan melalui orang lain datau lewat dokumen
(Sugiyono, 2012). Data ini umumnya berupa bukti-bukti, catatan, atau
laporan historis.

3.4 Defenisi Operasional Variabel Penelitian


Variabel merupakan jumlah terukur yang dapat bervariasi atai mudah
berubah (suatu yang dapat membedakan atau mengubah nilai) (Kuncoro,
2010). Untuk mempermudah pengukuran variabel penelitian, maka penelitian
membutuhkan pengukuran dan defenisi operasional dari variabel-variabel
yang akan diteliti. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah belanja
modal, sedangkan variabel independen adalah pendapatan asli daerah, dan
alokasi umum dan dana alokasi khusus. Untuk menganalisis hubungan antara
variabel terikat dan variabel bebas digunakan model persamaan regresi linear
berganda.
Berikut ini pembahasan definisi operasional yang akan menjelaskan
variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini.
3.4.1 Variabel Dependen
Belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap
berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas)
bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah (Dalam
Permendagri N0. 59 Tahun 2007), Seperti tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, jaringan serta aset tetap
lainnya termasuk juga kontruksi dalam pengerjaan (KDP).
32

Belanja modal masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat


dalam Laporan Realisasi APBD.

3.4.2 Variabel Independen


a. Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh
daerah yang bersumber dari sektor pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekeayaan daerah yang
dipisahkan dan pendapatan lain-lain yang sah.
Rumus untuk menghitung pendapatan asli daerah (PAD)
Yaitu :
PAD = Pajak daerah + Retribusi daerah + Hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan + Lain-lain
yang sah.
b. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana transferan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersumber
dari APBN yang dialokasikan kepada pemerintah daerah
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan pemerintah daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi (UU No. 33
Tahun 2004). Dana alokasi umum diperoleh dengan
melihat dari dana perimbangan yang ada di Laporan
Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat.
c. Dana Alokasi Khsusus (DAK) adalah alokasi dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara kepada
provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk
mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas
Nasional. DAK termasuk di dalam Dana Perimbangan, di
samping Dana Alokasi Umum (DAU). DAK ini di atur dalam
UU No. 33 Tahun 2004, sedangkan mekanismenya diatur
dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 55 Tahun 2005
Tentang Dana Perimbangan. Dana alokasi khusus juga
dapat diperoleh dengan melihat dari dana perimbangan
yang ada di Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat.
33

3.5 Teknik Analisis Data


3.5.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan metode yang berfungsi untuk
mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap obyek yang
sedang diteliti melalui data atau sampel yang terkumpul sebagaimana
adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang
berlaku umum (Sugiyona, 2012). Yang mana akan menjelaskan
tentang analisis deskriptif masing-masing variabel dan analisis
deskriptif statistik. Untuk analisis deskriptif statistik akan
menjelaskan tentang Mean (rata-rata) dan standar Deviasi (simpang
baku).

3.5.2 Uji Asumsi klasik


Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah
model dari penelitian ini telah memenuhi kriteria dengan lolos dari
asumsi klasik. kriteria yang harus dilalui adalah data tersebut harus
terdistribusikan secara normal dengan tidak mengandung
multikoloniaritas dan heterokedastisitas. Untuk itu sebelum
melakukan pengujian regresi linier berganda sebaiknya dilakukan
terlebih dahulu pengujian asumsi klasik yang terdiri dari :
3.5.2.1 Uji Normalitas
Pengujian normalitas memiliki tujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel pengangu atau
residual memiliki dsitribusi yang normal. Seperti diketahui uji
t mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi
tidak valid untuk jumlah sampel kecil.
Untuk dapat menguji normalitas data, peneliti
menggunakan analisis grafik. Pengujian normalitas melalui
analisis grafik adalah dengan cara menganalisis grafik normal
probability plot yang membandingkan distribusi komulatif
dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk
satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan
dibandingkan dengan garis diagonal. Data dapat dikatakan
34

normal apabila data atau titik-titik terbesar disekitar diagonal


dan penyebarannya mengikuti garis diagonal.
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi
dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal
dari grafik atau dengan melihat histrogram dari residualnya.
Dasar pengambilan keputusan :
a. Jika data menyebar disekitar garis diagonla dan mengikuti
arah garis diagonal atau grafik histrogramnya menunjukan
pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi
asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar lebih jauh dari diagonal dan/atau
tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrogram
tidak memenuhi asumsi normalitas. Uji statistik yang
dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah
uji ststistik non-parametrik Kolmogrov-Smirnov (K-S).
Jika hasil Kolmogrov-Smirnov menunjukan nilai signifikan
diatas 0,05 maka data residual terdistribusi dengan
normal. Sebaliknya jika hasil Kolmogrov-Smirnov
menunjukan nilai signifikan dibawah 0,05 maka data
residual terdistribusi tidak normal.

3.5.2.2 Uji Multikolinearitas


Uji Multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui
apakah hubungan diantara variabel bebas memiliki masalah
multikorelasi (gejala multikolinearitas) atau tidak.
Muktikorelasi adalah korelasi yang sangat tinggi atau sangat
rendah terjadi pada hubungan diantara variabel bebas.
Multikorelasi dapat dilihat dari nilai VIF (variance-inflating
factor). Jika VIF > 10, tingkat kolinearitas dapat ditoleransi
(Sarjono dan Julianita, 2011:70).
Uji multikolinearitas ini digunakan karena pada
analisis regresi terdapat asumsi yang mengisyaratkan bahwa
variabel independen harus terbebas dari gejala
Multikolinearitas atau tidak terjadi korelasi antar variabel
independen.
35

3.5.2.3 Uji Autokorelasi


Menurut Wijaya dalam Sarjono dan Julianita
(2011:80), uji autokorelasi bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan penggangu (disturbance term-ed) pada periode
t dan kesalahan menggangu pada periode sebelumnya (t-
1). Apabila terjadi korelasi maka hal tersebut menunjukan
adanya problem autokorelasi.
Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan uji
Durbin-Watson. Untuk menentukan nilai dL (durbin lower)
dan dU (durbin upper) dengan melihat tabel durbin-
Watson, pada α = 5% dan k = 3 (nilai k menunjukan nilai
variabel bebas) dimana n merupakan jumlah responden.
Keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai
berikut : (Sarjono dan Julianita, 2011:84).
a. Bila nilai DW berada diantara dU sampai dengan 4-
dU, koefisien korelasi sama dengan nol, yang
artinya telah terjadi autokorelasi.
b. Bila DW lebih kecil dari pada dL, koefisien lebih
besar dari pada nol, yang artinya terjadi
autokorelasi positif.
c. Bila nilai DW lebih besar dari pada 4-dL, koefisien
korelasi lebih kecil kecil dari pada nol, yang artinya
terjadi autokorelasi negatif.
Bila nilai DW terletak diantara 4-dU dan 4-dL,
hasilnya tidak dapat disimpulkan.

3.5.2.4 Uji Heteroskedastisitas


Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya
atau untuk melihat penyebaran data. Jika variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya
tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika berbeda
disebut Heteroskedastisitas. Uji ini dapat dilakukan
36

dengan melihat gambar plot antara nilai prediksi variabel


independen (ZPRED) dengan residualnya (SRESID).
Apabila dalam grafik tersebut tidak terdapat pola tertentu
yang teratur dan data tersebar secara acak diatas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka diidentifikasikan
tidak terdapat heteroskedastisitas.
Menurut Wijaya dalam Sarjono dan Julianita
(2011:66), heteroskedastisitas menunjukan bahwa
varians tabel tidak sama untuk semua
pengamatan/observasi. Jika varians dari residual suatu
pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut
homokedastisitas dalam model, atau dngan kata lain tidak
terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas, yaitu dengan melihat
scatterplot.

3.5.3 Analisis Regresi Linier Berganda


Metode Analisis regresi linier berganda merupakan metode
statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara dua
variabel yaitu variabel bebas (Pendapatan asli daerah, Dana alokasi
umum dan Dana alokasi khusus) dan variabel terikat (Belanja Modal).
Pengaruh antara keduanya ini akan diformulasikan ke dalam
persamaan (Sugiono, 2012).
Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier
berganda yang digunakan untuk melihat pengaruh pendapatan yaitu
PAD, DAU, dan DAK terhadap Belanja Modal (BM).
Pengujian hipotesis digunakan dengan menggunakan analisis
regresi variabel independen terhadap variabel dependen. Ada dua
persamaan regresi. Persamaan regresi adalah :
Y = α + b1X1 + b2X2 +b3X3 + e
Dimana : Y = Belanja Modal
α = Konstanta
X1 = PAD
X2 = DAU
X3 = DAK
b1b2b3 = Koefisien regresi untuk masing-masing variabel X
37

e = Error term
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menafsirkan
aktual dapat diukur dari Goodness of fitnya. Secara statistik,
setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi dan
nilai statistik F.

3.5.4 Uji Model (F)


Uji simulasi dilakukan dengan membandingkan Fhitung
dengan Ftabel dengan tingkat keyakinan 95%.
Adapun kriteria keputusan yang diambil sebagai berikut :
1. Jika Fhitung > Ftabel maka Ha Di terima Ho di tolak.
2. Jika Fhitung < Ftabel maka Ha Ditolak dan Ho diterima.

3.5.5 Koefisien Determinasi (R2)


Koefisien determinsi (R2) pada dasarnya mengukur seberapa
jauh kemapuan model dalam menerangkan varians variabel
independen. Koefisien determinasi ini digunakan karena dapat
menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam memprediksi variabel
dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan
semakin baik pula kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai
R2 yang kecil berarti kemapuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan varians variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang
mendekati satu berarti variabel–variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi varians
dependen.

3.5.6 Pengujian Hipotesis (Uji t)


Pengujian terhadap hipotesis yang dipakai dalam penelitian
ini dengan parsial (uji t). Untuk menguji pengaruh variabel
independen yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan
Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal di Provinsi Riau.
38

1. Pengujian Hipotesis Pertama


Pengujian hipotesis pertama digunakan untuk mengetahui
apakah variabel independen mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen yaitu antara Pendapatan
Asli Daerah terhadap Belanja Modal
H0 : Tidak ada pengaruh antara Pendapata Asli Daerah
(PAD) terhadap Belanja Modal.
H1 : Terdapat Pengaruh antara Pendapata Asli Daerah
(PAD) terhadap Belanja Modal.
Analisis tersebut menggunakan tingkat kepercayaan 95%.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai Thitung
dengan Ttabel atau melihat Pvalue masing-masing variabel,
sehingga dapat ditentukan apakah hipotesis yang telah dibuat
signifikan atau tidak signifikan.
Jika Thitung > Ttabel atau Pvalue < 𝑎, maka koefisien
regresi adalah signifikan dan H1 penelitian diterima, yang artinya
variabel independen (PAD) berpengaruh terhadap variabel
dependen (Belanja Modal). Sebaliknya jika Thitung < Ttabel atau
Pvalue > 𝑎, yang artinya variabel indepeden (PAD) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen
(Belanja Modal).

2. Pengujian Hipotesis Kedua


Pengujian hipotesis kedua untuk mengetahui apakah variabel
independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen yaitu antara Dana Alokasi Umum terhadap
Belanja Modal.
H0 : Tidak ada pengaruh antara Dana Alokasi Umum (DAU)
terhadap Belanja Modal.
H2 : Terdapat Pengaruh antara Dana Alokasi Umum (DAU)
terhadap Belanja Modal.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai T hitung dengan
Ttabel atau Pvalue masing-masing variabel, sehingga dapat
39

ditentukan apakah hipotesis yang telah dibuat signifikan atau


tidak.
Jika Thitung > Ttabel atau Pvalue < 𝑎, maka koefisien regresi
adalah signifikan dan H2 penelitian diterima, yang artinya
variabel independen (DAU) berpengaruh terhadap variabel
dependen (Belanja Modal). Sebaliknya jika Thitung < Ttabel atau
Pvalue > 𝑎, yang artinya variabel indepeden (DAU) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen
(Belanja Modal).

3. Pengujian Hipotesis Ketiga


Pengujian hipotesis ketiga untuk mengetahui apakah variabel
independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen yaitu antara Dana Alokasi Khusus terhadap
Belanja Modal.
H0 : Tidak ada pengaruh antara Dana Alokasi Khusus (DAK)
terhadap Belanja Modal.
H3 : Terdapat Pengaruh antara Dana Alokasi Khusus (DAK)
terhadap Belanja Modal.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai Thitung
dengan Ttabel atau Pvalue masing-masing variabel, sehingga dapat
ditentukan apakah hipotesis yang telah dibuat signifikan atau
tidak.
Jika Thitung > Ttabel atau Pvalue < 𝑎, maka koefisien
regresi adalah signifikan dan H3 penelitian diterima, yang artinya
variabel independen (DAK) berpengaruh terhadap variabel
dependen (Belanja Modal). Sebaliknya jika Thitung < Ttabel atau
Pvalue > 𝑎, yang artinya variabel indepeden (DAK) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen
(Belanja Modal).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum


Riau merupakan Provinsi di Indonesia yang terletak dibagian tengah
pulau Sumatera. Provinsi Riau terletak di bagian tengah pantai timur pulau
Sumatera, yaitu disepanjang pesisir Selat Malaka. Hingga tahun 2004,
Provinsi Riau juga meliputi Kepulauan Riau, bagian dari pulau-pulau terluar
terdapat beberapa pulau yang terkenal seperti Pulau Batam dan Pulau Bintan
yang terletak disebelah timur Sumatera dan sebelah selatan Negara
Singapura. Kepulauan ini dimekarkan menjadi Provinsi pada bulan juli tahun
2004.
Kota terbesar di Riau adalah Kota Pekanbaru yang sekaligus
merupakan Ibu Kota Provinsi, jumlah kabupaten/kota diProvins Riau
berjumlah 12 kabupaten/kota yang terdiri dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri
Hilir, Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Kampar, Pelelawan,
Kuantan Singingi, dan Kepulauan Meranti serta Kota Pekanbaru dan Kota
Dumai.
Luas wilayah Provinsi Riau adalah 87.023,66 km 2. Jumlah penduduk
Provinsi Riau menurut hasil sensus penduduk (SP) pada tahun 2010
berjumlah 5.538.367 jiwa yang terdiri dari 2.853.168 laki-laki dan 2.685.199
perempuan. Suku asli Provinsi Riau adalah Suku Melayu dan menggunakan
bahasa sehari-hari bahaya Melayu, walaupun terkadang kita jumpai dan
terdengar lebih dominan bahasa Minang. Terdapat banyak suku yang hidup di
Riau, seperti Suku Minang Kabau, suku Batak, suku Nias, suku Sunda, suku
Jawa dan masih banyak lagi serta terdapat keturunan Tionghua yang hidup
dari jaman dahulu kala. Semuanya hidup perdampingan dan saling
menghormati berbedaan tersebut.
Provinsi Riau memiliki hasil kekayaan alam yang begitu banyak, yang
sama-sama kita kita ketahui Provinsi Riau merupakan penghasil minyak bumi
terbesar di Indonesia yang begitu banyak pula memberikan pendapatan untuk
negara. Mayoritas penduduk bermata pencarian adalah berkebun karet,
kebun sawit dan ada juga yang berladang, nelayan bagi masyarakat yang
hidup dipinggiran sungai.

40
41

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1 Analisis Deskriftif
Data realisasi Belanja Modal Kabupaten/kota Provinsi Riau
Tahun 2015-2017 dapat dilihat pada tabel dibawah :

Tabel 4.1
Data Realisasi Belanja Modal Kabupaten/ Kota Provinsi Riau
T.A 2015-2017
(Dalam jutaan rupiah)

Belanja Modal
No Kabupaten/Kota
2015 2016 2017 Total

1 Bengkalis 1.815.704 765.743 982.284 3.563.731

2 Indragiri Hilir 358.400 415.379 353.140 1.126.919

3 Indragiri Hulu 279.249 246.978 247.687 773.914

4 Kampar 490.401 377.691 352.063 1.220.155

5 Kuantan Singingi 326.736 178.016 203.274 708.026

6 Pelalawan 453.585 454.684 254.666 1.162.935

7 Rokan Hilir 465.847 399.644 339.735 1.205.226

8 Rokan Hulu 279.249 252.867 330.432 862.548

9 Siak 906.134 252.761 216.463 1.375.358

10 Dumai 143.886 200.116 272.621 616.623

11 Pekanbaru 821.627 450.342 466.574 1.738.543

12 Kepulauan 196.505 255.390 173.836 625.731


Meranti

jumlah 6.537.323 4.249.611 4.192.775 14.979.709

rata-rata 544.777 354.134 349.398 1.248.309


Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2019)

Berdasarkan data dari Tabel 4.1 diatas dapat disimpulkan


bahwa realisasi Belanja modal disetiap daerah beragam. Belanja
modal terbesar selama periode 2015-2017 adalah Kabupaten
Bengkalis, sedangkan untuk tahun 2015 yang terkecil adalah Kota
Dumai dengan realisasi Belanja modal 143.886, tahun 2016 yang
42

terkecil adalah Kabupaten Kuantan Singingi dengan realisasi Belanja


modal 178.016, dan untuk tahun 2017 kabupaten Kepulauan Meranti
dengan realisasi Belanja modal 173.836.
Rata-rata Belanja modal seluruh Kabupaten/kota Provinsi
Riau pada tahun 2015 adalah sebesar 544.777, pada tahun 2016
rata-rata Belanja modal adalah sebesar 354.134, sedangkan pada
tahun 2017 rata-rata Belanja modal adalah sebesar 349.398.

4.2.1.1 Pendapatan Asli Daerh (PAD)


Data Realisasi PAD Kabupaten/kota Provinsi Riau
Tahun 2015-2017 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2
Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/ Kota
Provinsi Riau Tahun 2015-2017
(Dalam jutaan rupiah)
PAD
No Kabupaten/Kota
2015 2016 2017 Total
1 Bengkalis 258.890 199.027 271.866 729.783

2 Indragiri Hilir 131.091 132.443 214.785 478.319

3 Indragiri Hulu 82.774 98.756 159.667 341.197

4 Kampar 221.378 162.363 316.432 700.173

5 Kuantan Singingi 70.434 62.176 5.548 138.158

6 Pelalawan 109.085 107.078 181.809 397.972

7 Rokan Hilir 111.332 94.904 195.509 401.745

8 Rokan Hulu 73.974 95.812 199.642 369.428

9 Siak 357.282 164.326 267.444 789.052

10 Dumai 162.536 192.760 265.473 620.769

11 Pekanbaru 492.511 482.031 697.406 1.671.948

12 Kep. Meranti 54.827 52.414 80.941 188.182

Jumlah 2.126.114 1.844.090 2.856.522 6.826.726

rata-rata 177.176 153.674 238.044 568.894


Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2019)
43

Berdasarkan data dari Tabel 4.2 diatas dapat


diketahui bahwa realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
paling besar dari tahun 2015-2017 adalah Kota Pekanbaru,
walaupun terjadi penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
pada tahun 2016 sebesar 10.480 dari tahun 2015. Dan tahun
2017 kembali naik Pendapatan Asli Daerah (PAD)nya sebesar
215.375.
Sedangkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang terendah selama tahun 2015-2016 adalah Kabupaten
Meranti dengan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun
2015 sebesar 54.827 dan realisasi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tahun 2016 sebesar 52.414, tahun 2017 realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terendah adalah
Kabupaten Kuantan Singingi yang hanya 5.548. terjadi
penuruan yang sangat signifikan dari tahun 2016 yaitu
sebesar 56.628.
Rata-rata Pendapatan Asli Daerah seluruh
Kabupaten/kota Provinsi Riau terjadi penurunan pada tahun
2016, pada tahun 2015 rata-rata Pendapatan Asli Daerah
sebesar 177.176 pada tahun 2016 sebesar 153.674 dan
terjadi peningkatan pada tahun 2017 yang rata-rata realisasi
Pendapatan Asli Daerah sebesar 238.044.

4.2.1.2 Dana Alokasi Umum (DAU)


Data Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU)
Kabupaten/kota Provinsi Riau Tahun 2015-2017 dapat dilhat
pada tabel dibawah ini :
44

Tabel 4.3
Data Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten/ Kota
Provinsi Riau Tahun 2015-2017
(Dalam jutaan rupiah)
DAU
No Kabupaten/Kota
2015 2016 2017 Total

1 Bengkalis - -
345,071 345,071
2 Indragiri Hilir
841,134 898,405 895,990 2,635,529
3 Indragiri Hulu
570,752 629,877 138,490 1,339,119
4 Kampar
671,809 721,682 728,616 2,122,107
5 Kuantan Singingi
602,796 600,665 600,606 1,804,067
6 Pelalawan
518,942 596,801 598,160 1,713,903
7 Rokan Hilir
320,516 347,000 364,152 1,031,668
8 Rokan Hulu
570,752 641,115 640,900 1,852,767
9 Siak
185,020 248,935 264,714 698,669
10 Dumai
343,255 406,117 408,644 1,158,016
11 Pekanbaru
776,411 789,341 784,377 2,350,129
12 Kep. Meranti
347,404 371,690 375,397 1,094,491
Jumlah 5,748,791 6,251,628 6,145,117 18,145,536

rata-rata 479,066 520,969 512,093 1,512,128


Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2019)

Berdasarkan data dari tabel 4.3 diatas dapat


disimpulkan bahwa realisasi Dana Alokasi Umum (DAU)
terbesar selama Tahun 2015-2017 adalah Kabupaten
Indragiri Hilir. Terjadi peningkatan Realisasi Dana Alokasi
Umum dari tahun 2015 ke tahun 2016 dan mengalami sedikit
penurunan pada tahun 2017.
Realisasi pada tahun 2015 realisasi Dana Alokasi
Umum sebesar 841.134, pada tahun 2016 realisasi realisasi
Dana Alokasi Umum sebesar 898.405 dan pada tahun 2017
realisasi realisasi Dana Alokasi Umum sebesar 895.990.
Untuk realisasi realisasi Dana Alokasi Umum yang terendah
45

pada Tahun 2015-2017 adalah Kabupaten Bengkalis sebesar


506.171.

4.2.1.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)


Data Realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK)
Kabupaten/kota Provinsi Riau Tahun 2015-2017 dapat dilhat
pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4
Data Realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten/ Kota
Provinsi Riau Tahun 2015-2017
(Dalam jutaan rupiah)
DAK
No Kabupaten/Kota
2015 2016 2017 Total

1 Bengkalis -
68,312 51,402 119,714
2 Indragiri Hilir
141,929 273,231 219,798 634,958
3 Indragiri Hulu
48,328 159,073 117,534 324,935
4 Kampar
117,340 306,611 300,188 724,139
5 Kuantan Singingi
20,832 140,641 187,775 349,248
6 Pelalawan
78,340 145,011 149,858 373,209
7 Rokan Hilir
100,545 240,081 163,417 504,043
8 Rokan Hulu
48,328 178,438 167,659 394,425
9 Siak
22,395 187,039 153,901 363,335
10 Dumai
4,487 94,438 163,541 262,466
11 Pekanbaru
24,935 183,110 205,161 413,206
12 Kep. Meranti
51,283 106,347 155,457 313,087

Jumlah 658,742 2,082,332 2,035,691 4,776,765

rata-rata 54,895 173,528 169,641 398,064


Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2019)

Berdasarkan data dari tabel 4.4 diatas dapat


disimpulkan bahwa realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK)
terbesar selama Tahun 2015-2017 adalah Kabupaten
Kampar. Terjadi peningkatan realisasi Dana Alokasi Khususs
46

dari tahun 2015 ke tahun 2016 dan mengalami sedikit


penurunan pada tahun 2017.
Realisasi pada tahun 2015 realisasi Dana Alokasi
Khusus sebesar 117.134, pada tahun 2016 realisasi Dana
Alokasi Khusus sebesar 306.611 dan pada tahun 2017
realisasi Dana Alokasi Khusus sebesar 300.188. Untuk
realisasi Dana Alokasi Khusus yang terendah pada Tahun
2015-2017 adalah Kabupaten Bengkalis sebesar 119.741.

4.2.2 Hasil Uji Asumsi Klasik


Untuk menguji kesalahan model regresi yang digunakan
dalam penelitian maka harus dilakukan pengujian asumsi klasik.

4.2.2.1 Uji Normalitas


Salah satu cara termudah untuk melihat
normolitas residual adalah dengan melihat grafik histogram
yang membandingkan antara data observasi dengan
distribusi yang mendekati normal. Namun demikian hanya
dengan dengan melihat histogram, hal ini dapat sedikit rancu
khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode yang
lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot
yang membandingkan distribusi komulatf dari distribusi
normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis
diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis
yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti
garis diagonal. Dan jika data tersebut jauh menyebar
disekitar garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normolitas.
47

Sumber : Data olahan/ hasil penelitaan (2019)


Gambar 4.1
Uji Normalitas Data

Berdasarkan keterangan grafik di atas, titik


menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi Normalitas.

Tabel 4.5
Hasil Uji Kolmogorov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual

N 36
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 251824,33609346
Most Extreme Differences Absolute ,139
Positive ,139
Negative -,098
Test Statistic ,139
Asymp. Sig. (2-tailed) ,077c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber : Data olahan/ hasil penelitaan (2019)
48

Cara menyimpulkan tabel kolmogorov adalah :


apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) nilainya > 0,05, maka
keputusannya adalah data berdistribusi normal. Sebaliknya
jika nilai pasa Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05, maka data tidak
berdistribusi normal.
Berdasarkan tabel 4.4 diatas Hasil Uji Kolmogorov,
nilai pasa Asymp. Sig (2-tailed) adalah 0,077 > 0,05 yang
artinya data berdistribusi normal.

4.2.2.2 Uji Multikolinearitas


Uji Multikolinearitas bertujuan menguji apakah
dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variabel bebas (Independen). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel indepen.
Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-
variabel ini ortogonal. Untuk mendeteksi multikolinearitas,
dapat dilihat dari Value Inflation Factor (VIF). Apabila nilai
VIF > 10, terjadi multikolinearitas. Sebaliknya jika VIF < 10,
tidak terjadi mulitikolinearitas.
Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance
dan VIF. Tolerance mengukur variabilitas independen yang
terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen
lainnya. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF
yang tinggi, karena VIF = 1/ tolerance. Nilai cut-off yang
umum dipakai untuk menunjukan multikolinearitas adalah
nilai tolerance < 0,1 atau sama dengan nilai VIF > 10.
Berdasarkan aturan Value Inflation Factor (VIF)
dan tolerance, maka apabila VIF melebihi angka 10 atau
tolerance kurang dari 0,10 maka dinyatakan terjadi gejala
multikolinearitas. Sebaliknya apabila nilai VIF kurang dari 10
atau tolerance lebih dari 0,10 maka dinyatakan tidak terjadi
gejala multikolinearitas.
49

Tabel 4.6
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Standar
dized
Unstandardized Coeffici Collinearity
Coefficients ents Statistics
Toler
Model B Std. Error Beta T Sig. ance VIF
1 (Consta
549840,313 118627,097 4,635 ,000
nt)
PAD ,990 ,327 ,437 3,033 ,005 ,971 1,030
DAU -,363 ,218 -,274 -1,666 ,105 ,745 1,342
DAK -1,067 ,633 -,274 -1,686 ,102 ,764 1,310
a. Dependent Variable: BM
Sumber : Data olahan/ hasil penelitaan (2019)

Berdasarkan Tabel 4.6 tersebut diatas terlihat


bahwa seluruh variabel Variance Inflation Factor (VIF)
dibawah 10 dengan angka Tolerance yang menunjukan nilai
lebih dari 0,10. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
model yang terbentuk tidak terdapat adanya gejala
multikolinearitas antar variabel independen dalam model
regresi.

4.2.2.3 Uji Autokorelasi


Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah data
dalam model regresi linear ada korelasi antara residual pada
periode t dengan residual pada periode t-1 (sebelumnya).
Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem autokorelasi.
Masalah ini timbul karena residual tidak bebas dari satu
observasi ke observasi yang lain.
Autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan uji
statistik Durbin- Watson. Bila angka D-W diantara -2 sampai
+2, berarti tidak terjadi autokorelasi. Uji autokorelasi
dilakukan untuk mengidentifikasi apakah terdapat
autokorelasi antara error yang terjadi antar periode yang
50

diujikan dalam model regresi. Untuk mengetahui ada


tidaknya autokorelasi harus dilihat nilai D-W.

Tabel 4.7
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of Durbin-


Model R R Square Square the Estimate Watson

1 ,596a ,356 ,295 263364,19465 1,324


a. Predictors: (Constant), DAK, PAD, DAU
b. Dependent Variable: BM
Sumber : Data olahan/ hasil penelitaan (2019)

Berdasarkan hasil uji autokorelasi Durbin-Watson


pada tabel 4.7 diatas, nilai D-W untuk kedua variabel
independen adalah 1,324 yang berarti nilai D-W berada
diantara -2 sampai +2, sehingga dapat disimpulkan tidak
terdapat autokorelasi dalam model penelitian ini.

4.2.2.4 Uji Heterokedasitas


Uji Heterokedasitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual lainnya tetap, maka dapat disebut
homokedasitas dan jika terdapat berbedaan disebut
heterokedasitas. Model regresi yang baik adalah
homokedasitas atau tidak terjadi heterokedasitas
dikarenakan data crossection mengandung berbagai ukuran
(kecil, sedang dan besar).
Didalan pengujian heterokedasitas pada penelitian
ini didasarkan pada Scatterplot. Berdasarkan pengujian
dengan spss diperoleh grafik Scatterplot.
51

Sumber : Data Olahan/ Hasil Penelitian (2019)


Gambar 4.2
Hasil Uji Heterokedasitas

Berdasarkan grafik scatterplot diatas terlihat


titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah
pola tertentu yang jelas atau teratur, serta titik tersebar
diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa tidak terjadi gejala
heterokedasitas pada model regresi.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
heterokedasitas pada model regresi, sehingga model
regresi layak digunakan untuk memprediksi Belanja
Modal (BM) berdasarkan input variabel independen
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

4.2.3 Analisis Regresi Linier Berganda


Secara umum analisis regresi pada dasarnya adalah studi
mengenai ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih
variabel independen, dengan tujuan mengestimasi dan/atau
memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen
52

(Belanja Modal) berdasarkan variabel independe (pendapatan Asli


Daerah, Dana Alokasi umum dan Dana Alokasi Khusus) yang
diketahui. Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien untuk
masing-masing variabel independen. Koefisien ini diperoleh dengan
cara memprediksi nilai variabel dependen dengan suatu persamaan.
Pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen ini akan
di formulasikan.
Dari hasil uji asumsi klasik diatas, dapat diketahui bahwa
semua uji telah terpenuhi. Artinya, model regresi terbebas dari
multikolinearitas, autokorelasi, heterokedasitas dan terdistribusi
normal. Koefisien determinasi digunakan untuk menguji Goodness Of
Fit dari model regresi. Pada intinya, koefisien regresi mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel dependen.
Tabel 4.8
Hasil Uji Linier Berganda
Coefficientsa
Standardize
Unstandardized d
Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1
(Constant) 549840,313 118627,097 4,635 ,000

PAD ,990 ,327 ,437 3,033 ,005

DAU -,363 ,218 -,274 -1,666 ,105

DAK -1,067 ,633 -,274 -1,686 ,102


a. Dependent Variable: BM
sumber : Data Olahan/ Hasil Penelitian (2019)

Koefisien regresi dapat diperoleh dari Tabel 4.8, persamaan


regresi yang diperoleh adalah :
Belanja Modal = 549840,313 + 0,990x1 – 0,363x2 – 1,067x3 + e
a. Angka konstanta sebesar 549840,313 menyatakan bahwa bila
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus nilainya 0, maka Belanja Modal nilainya adalah sebesar
549840,313.
b. Koefisien regresi untuk X1 sebesar 0,990 artinya adalah jika
variabel independen lainnya tetap dan Pendapatan Asli Daerah
53

(PAD) sebagai X1 mengalami kenaikan 1 %, maka Belanja Modal


akan mengalami kenaikan 0,990. Nilai positif pada koefisien
tersebut artinya terjadi hubungan positif antara Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dengan Belanja Modal. Semakin naik Pendapatan
Asli Daerah (PAD) maka Belanja Modal (BM) akan semakin naik.
c. Koefisien regresi untuk X2 yang negatif (-0,363) yang artinya
adalah jika variabel independen lainnya tetap dan Dana Alokasi
Umum (DAU) mengalami penurunan sebesar 0,363. Nilai negatif
pada koefisien tersebut artinya terjadi hubungan negatif anatara
Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Belanja Modal (BM). Semakin
naik Dana Alokasi Umum (DAU) maka Belanja Modal (BM) akan
semakin turun.
d. Koefisien regresi untuk X3 yang negatif (-1,067) yang artinya
adalah jika variabel independen lainnya tetap dan Dana Alokasi
Khusus (DAK) mengalami penurunan sebesar 1,067. Nilai negatif
pada koefisien tersebut artinya terjadi hubungan negatif anatara
Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan Belanja Modal (BM). Semakin
naik Dana Alokasi Khusus (DAK) maka Belanja Modal (BM) akan
semakin turun.

4.2.4 Uji F (Model)


Uji Model dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan
Ftabel, dengan tingkat keyakinan 95%. Uji statistik F pada
dasarkannya menunjukan apakah semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-
sama atau simultan terhadap variabel dependen.
Hasil perhitungan regresi secara bersama-sama diperoleh pada
langkah-langkah berikut ini :
H0 : b1=b2=b3=b4=b5=0
Artinya secara bersama-sama (setentak) tidak terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan dari variabel independen terhadap variabel
dependen.
54

Ha : b1≠b2≠b3≠b4≠b5≠0
Artinya secara bersama-sama (serentak) terdapat pengaruh yang
positif dan signifikan dari variabel independen terhadap variabel
dependen. Kriteria Pengambilan Keputusan (KPK).
Ho diterima, apabila F-hitung < F-tabel pada 𝑎 = 5%
Ha diterima, apabila F-hitung > F-tabel pada 𝑎 = 5%

Tabel 4.9
Hasil Uji F (Model)
ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.


1
Regression 1,225,373,777,902.974 3 408457925967,658 5,889 ,003b

Residual 2219542368711,997 32 69360699022,250

Total 3444916146614,971 35

a. Dependent Variable: BM
b. Predictors: (Constant), DAK, PAD, DAU
Sumber : Data Olahan/ Hasil Penelitian (2019)

Dari tabel 4.9 diatas, diperoleh nilai F hitung sebesar 5,889 >
f tabel sebesar 2,90 dan signifikan pada 0,003 < 0,05. Dengan
demikian Ho ditolak dan Ha diterima yanh artinya semua variabel
independen (PAD,DAU dan DAK) secara simultan merupakan penjelas
yang signifikan terhadap variabel dependen (BM).
Dari hasil penelitian terbukti secara simultan jika semakin
tinggi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh maka semakin
tinggi juga yang dialokasikan untuk Belanja Modal (BM).

4.2.5 Koefisien Determinasi (R2)


Koefisien Determinasi (R2) adalah sebuah koefisien yang
menunjukan persentase pengaruh semua variabel independen
terhadap variabel dependen. Persentase tersebut menunjukan
seberapa besar variabel independen (Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khsusus) dapat menjelaskan
variabel dependen nya (Belanja Modal). Semakin besar koefisien
55

determinasinya semakin baik variabel dependen dalam menjelaskan


variabel independennya. Dengan demikian persamaan regresi yang
dihasilkan baik untuk mengestimasikan nilai variabel dependen.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari variabel independen dapat
dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 4.10
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson

1 ,596a ,356 ,295 263364,19465 1,324

a. Predictors: (Constant), DAK, PAD, DAU


b. Dependent Variable: BM
Sumber : Data Olahan/ Hasil Penelitian (2019)

Berdasarkan perhitungan nilai tabel.4.10 diatas diperoleh


koefisien Determinasi (R2) sebesar 0,295. Hal ini menunjukan bahwa
pertumbuhan PAD, DAU dan DAK memberikan pengaruh 29,5%
terhadap Belanja Modal (BM). Sedangkan sisanya 70,5% dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

4.2.6 Pengujian Hipotesis (Uji t)


Uji t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh
satu variabel penjelas (independen) secara individual dalam
menerangkan variansi variabel dependen. Derajat signifikan yang
digunakan adalah 5% (0,05). Dengan menganalisis data yang
dihasilkan SPSS dan membandingkan dengan tabel t.

4.2.6.1 Pengujian Hasil Penelitian Hipotesis Pertama


Pengujian hipotesis pertama digunakan untuk
mengetahui apakah variabel independen mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel yaitu antara
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal (BM).
H0 : Tidak ada pengaruh antara Pendapata Asli Daerah (PAD)
terhadap Belanja Modal (BM).
56

H1 : Terdapat Pengaruh antara Pendapata Asli Daerah (PAD)


terhadap Belanja Modal (BM).
Analisis tersebut menggunakan tingkat
kepercayaan 95%. Pengujian dilakukan dengan
membandingkan nilai Thitung dengan Ttabel atau melihat Pvalue
masing-masing variabel, sehingga dapat ditentukan apakah
hipotesis yang telah dibuat signifikan atau tidak signifikan.
Jika Thitung > Ttabel atau Pvalue < 𝑎, maka koefisien
regresi adalah signifikan dan H1 penelitian diterima, yang
artinya variabel independen (PAD) berpengaruh terhadap
variabel dependen (Belanja Modal). Sebaliknya jika Thitung <
Ttabel atau Pvalue > 𝑎, yang artinya variabel indepeden (PAD)
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen (Belanja Modal).

Tabel 4.11
Hasil Uji Hipotesis Pertama (PAD)
Coefficientsa

Model t Sig.
1 (Constant) 4,635 ,000

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 3,033 ,005

Sumber : Data Olahan/ Hasil Penelitian (2019)

Dari hasil uji hipotesis PAD pada tabel 4.11 diatas


diperoleh nilai Thitung sebesar 3,033 dan Ttabel sebesar 2,036
( Thitung > Ttabel ) dan Pvalue sebesar 0,005 < 0,05. Maka
hasil penelitian ini menyatakan H0 ditolak dan H1 diterima.
Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal (BM).
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa semakin tinggi Pendapatan Asli Daerah terdapat
pengaruh terhadap besar dan kecilnya alokasi untuk Belanja
Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.
57

4.2.6.2 Pengujian Hasil Penelitian Hipotesis Kedua


Pengujian hipotesis kedua untuk mengetahui
apakah variabel independen mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen yaitu antara Dana
Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal (BM).
H0 : Tidak ada pengaruh antara Dana Alokasi Umum (DAU)
terhadap Belanja Modal.
H2 : Terdapat Pengaruh antara Dana Alokasi Umum (DAU)
terhadap Belanja Modal.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai T hitung
dengan Ttabel atau Pvalue masing-masing variabel, sehingga
dapat ditentukan apakah hipotesis yang telah dibuat
signifikan atau tidak.
Jika Thitung > Ttabel atau Pvalue < 𝑎, maka koefisien
regresi adalah signifikan dan H2 penelitian diterima, yang
artinya variabel independen (DAU) berpengaruh terhadap
variabel dependen (Belanja Modal). Sebaliknya jika Thitung <
Ttabel atau Pvalue > 𝑎, yang artinya variabel indepeden (DAU)
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen (Belanja Modal).

Tabel 4.12
Hasil Uji Hipotesis Kedua (DAU)
Coefficientsa

Model t Sig.

(Constant) 4,635 ,000


1
Dana Alokasi Umum (DAU) -1,666 ,105

Sumber : Data Olahan/ Hasil Penelitian (2019)

Dari hasil uji hipotesis DAU pada tabel 4.12 diatas


diperoleh nilai Thitung sebesar -1,666 dan Ttabel sebesar
2,036 ( Thitung < Ttabel ) dan Pvalue sebesar 0,105 > 0,05.
Maka hasil penelitian ini menyatakan H0 diterima dan H2
ditolak. Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan
58

antara Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal


(BM). Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
semakin rendah Dana Alokasi Umum (DAU) tidak terdapat
pengaruh terhadap besar dan kecilnya alokasi untuk Belanja
Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.

4.2.6.3 Pengujian Hasil Penelitian Hipotesis Ketiga


Pengujian hipotesis ketiga untuk mengetahui
apakah variabel independen mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen yaitu antara Dana
Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal (BM).
H0 : Tidak ada pengaruh antara Dana Alokasi Khusus (DAK)
terhadap Belanja Modal.
H3 : Terdapat Pengaruh antara Dana Alokasi Khusus (DAK)
terhadap Belanja Modal.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai
Thitung dengan Ttabel atau Pvalue masing-masing variabel,
sehingga dapat ditentukan apakah hipotesis yang telah
dibuat signifikan atau tidak.
Jika Thitung > Ttabel atau Pvalue < 𝑎, maka koefisien
regresi adalah signifikan dan H3 penelitian diterima, yang
artinya variabel independen (DAK) berpengaruh terhadap
variabel dependen (Belanja Modal). Sebaliknya jika Thitung <
Ttabel atau Pvalue > 𝑎, yang artinya variabel indepeden (DAK)
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen (Belanja Modal).
Tabel 4.13
Hasil Uji Hipotesis Ketiga (DAK)
Coefficientsa

Model t Sig.

(Constant) 4,635 ,000


1
Dana Alokasi Khusus (DAK) -1,686 ,102

Sumber : Data Olahan/ Hasil Penelitian (2019)


59

Dari hasil uji hipotesis DAK pada tabel 4.13 diatas


diperoleh nilai Thitung sebesar -1,686 dan Ttabel sebesar
2,036 ( Thitung < Ttabel ) dan Pvalue sebesar 0,102 > 0,05.
Maka hasil penelitian ini menyatakan H0 diterima dan H3
ditolak. Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal
(BM).
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa semakin rendah Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak
terdapat pengaruh terhadap besar dan kecilnya alokasi untuk
Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap
Belanja Modal (BM).
Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang
diperoleh dari hasil daerah itu sendiri, misalnya hasil pajak daerah,
retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang tidak terpisahkan. Seperti yang diketahui bahwa Belanja Modal
termasuk dari bagian kelompok belanja langsung yang merupakan
bagian dari belanja daerah. Sesuai dengan hasil penelitian diatas,
maka semakin besar Pendapatan Asli Daerah yang dihasilkan maka
semakin besar pula dana yang harus dialokasikan lewat belanja
langsung untuk melakukan kegiatan pemerintah dan program-
program pembangunan daerah. Namun hal ini belum tentu
sepenuhnya kenaikan pada belanja modal karena belanja modal
hanya bagian dari kelompok belanja langsung dari belanja daerah.
Dari hasil penelitian ini, Pendapatan Asli Daerah terhadap
Belanja Modal adalah signifikan terdapat pengaruh Pendapatan Asli
Daerah terhadap Belanja Modal. Hasil ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fadrul dan Eka Pariani (2018), Andri
Tolu, Een N. Walewangko, dan Steeva Y.L. Tumangkeng ( 2016) dan
Arbie Gugus Wandira (2012) yang menemukan bukti bahwa PAD
tidak terdapat pengarug yang signfikan terhadap belanja modal.
Dengan pemahaman bahwa peningkatan atau penurunan tingkat
60

Pendapatan Asli Daerah tidak terjadi peningkatan dalam Belanja


Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.

4.3.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja


Modal (BM).
Menurut Bastian dalam Mardiasmo (2007), “Dana Alokasi
Umum (DAU) adalah dana perimbangan dalam rangka untuk
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah”. Sedangkan
menurut Abdul Halim (2008) “Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana
yang berasal dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
yang dialokasikan dengan tujuan kemampuan keuangan daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka mewujudkan
terlaksananya desengralisasi”. Hasil penelitian pengaruh Dana Alokasi
Umum (DAU) terhadap Belanja Modal (BM) tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen (Belanja Modal). Hasil
penelitian sesuai dengan hasil yang dilakukan oleh Meydina Asri
Raini, Leny Suzan, dan Dewa Putra Khrisna Mahardika (2017) dan
Rilian Pratama, Yesi Mutia Basri dan Supriono serta Mentayani dan
Rusmanto (2013) yang menyatakan Hasil pengujian hipotesis
membuktikan bahwa Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh secara
signifikan/negatif terhadap alokasi Belanja Modal. Dana Alokasi
Umum yang besar akan cenderung memiliki belanja modal yang
rendah, Hal ini terjadi karena DAU digunakan untuk membiayai
belanja yang lain seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa
dan belanja operasi lainnya.

4.3.3 Pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap


Belanja Modal (BM).
Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria
umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis, DAK berdasarkan
kepentingan skala Nasional. Semua terpulang kepada pemerintah
daerah, DAK ini harus dijemput di pusat dengan kata lain Pemerintah
Daerah harus lebih jeli melihat peluang guna untuk mendapatkan
dana ini, makanya ada beberapa daerah yang tidak mendapatkan
dana ini. Penelitian yang dilakukan oleh Meydina Asri Raini, Leny
61

Suzan, dan Dewa Putra Khrisna Mahardika (2017) dan Kadek Rosita
Dewi, Putu Kepramareni, Ni Luh Gde Novitasari (2016) menyatakan
bahwa dana alokasi khusus tidak berpengaruh terhadap belanja
modal.
Dengan pemahaman bahwa Dana Alokasi Khusus tidak
selalu meningkat, cenderung menurun. Bahkan ada pemerintah
daerah yang tidak mendapatkan alokasi dana Khusus tersebut.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan diatas maka dapat


disimpulkan :
a. Dari hasil uji hipotesis pertama maka hasil penelitian ini
menyatakan H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, Terdapat
Pengaruh antara Pendapata Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja
Modal (BM) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.
b. Dari hasil uji hipotesis kedua maka hasil penelitian ini
menyatakan H0 diterima dan H2 ditolak. Artinya, Tidak ada
pengaruh antara Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja
Modal (BM) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.
c. Dari hasil uji hipotesis ketiga maka hasil penelitian ini
menyatakan H0 diterima dan H3 ditolak. Artinya, Tidak ada
pengaruh antara Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja
Modal (BM) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.

5.2 Saran
a. Bagi Pemerintah Daerah diharapkan untuk semaksimal mungkin
dalam meningkatkan dan mengali potensi-potensi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) semisalnya dengan membentuk Peraturan
Daerah (Perda) tentang pajak dan retribusi daerah. Jika potensi-
potensi tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik tidak mustahil
PAD akan meningkat, dan ketergantungan terhadap Pemerintah
Pusat akan semakin berkurang sehingga pembangunan didaerah
akan semakin meningkat.
Terkhusus untuk Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi
Riau, diharapkan lebih memprioritaskan pengaggaran pada
sektor Belanja Modal dari Penerimaan asli daerah. Karena belanja
modal merupakan belanja yang dilakukan Pemerintah Daerah
yang bersifat produktif dan jangka panjang bila dibandingkan
dengan belanja-belanja yang lainnya.

62
63

b. Diharapakan penelitian berikutnya menggunakan variabel yang


lebih lengkap, semisalnya dengan menambahkan rentang waktu
dan memperluas obyek penelitian. Variabel yang digunakan
dalam penelitian semasa yang akan datang diharapkan bervariasi
dengan menambah variabel indepeden lain baika dari ukuran
atau jenis penerimaan Pemerintah Daerah. Seperti
menambahkan variabel non-keuangan kebijakan Pemerintah dan
kondisi makro ekonominya. Antara lain variabel nya adalah Dana
c. Bagi Hasil (DBH) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa).

5.3 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini sangat jauh dari kesempurnaan sehingga perlu
perbaikan dan pengembangan dalam studi-studi berikutnya. Penilitian ini
belum mencakup aspek-aspek lain seperti aspek kebijakan publik, aspek
politik, aspek manajemen keuangan, aspek psikologis personalitas pengambil
keputusan pemerintah daerah serta aspek pengagaran daerah. Adapan
keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
a. Peneliti hanya mengambil 3 (tiga) variabel indpenden yaitu
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus.
b. Periode penelitian dibatasi hanya 3 (tiga) periode masa anggaran
yaitu tahun 2015, 2016 dan 2017.
DAFTAR PUSTAKA

Jolianis. (2016). Analisis Pengaruh PAD, DAU dan DAK Terhadap Kemiskinan
Pada Kebupaten/ Kota Di Provinsi Sumatera Barat Dengan
Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Intervening. Journal of
Economic and Economic Education, Volume 4, No. 2, Halaman 36-57.

Andri Tolu, Een N. Walewangko, dan Steeva Y.L. Tumangkeng ( 2016).


Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan
Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal (STUDI PADA KOTA
BITUNG). Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi Volume 16 No.02 Tahun
2016.

Arbie Gugus Wandira ( 2012). Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan DBH Terhadap
Pengalokasian Belanja modal. Accounting Analysis Journal. ISSN
2252-6765.

Meydina Asri Raini, Leny Suzan, dan Dewa Putra Khrisna Mahardika (jurnal
2017). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan
Dana Alokasi Khusus Terhadap Realisasi Anggaran Belanja Moda
(STUDI EMPIRIS PADA PROVINSI SE-PULAU JAWA PERIODE 2009-
2014). ISSN : 2355-9357 e-Proceeding of Management : Vol.4, No.2
Agustus 2017 | Page 1684.

Rilian Pratama, Yesi Mutia Basri dan Supriono (2017). Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,Dana Alokasi Khusus Terhadap
Alokasi Belanja Modal Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai
Variabel Modal (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di
Provinsi Riau). JOM Fekon, Vol.4 No. 1 (April) 2017.

Mentayani dan Rusmanto (jurnal 2013). Pengaruh PAD, DAU dan SILPA
terhadap belanja modal. STUDI EMPIRIS PADA kabupaten dan Kota
diPulau Kalimantan.

Fadrul dan Eka Pariani (2018). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum terhadap Belanja Modal pada kabupaten/Kota di
Provinsi Riau. ISSN 2549-5704. BILANCIA Vol. 2 No. 2, Juni 2018.

Kadek Rosita Dewi, Putu Kepramareni, Ni Luh Gde Novitasari (2016).


Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU),
Dana Alokasi Khusus (DAK) Dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap
Alokasi Belanja Daerah Kabupaten/Kota SE-BALI. Jurnal Riset
Akuntansi JUARA Vol.7 No.1,September 2017.

Mardiasmo (2007). Otonomi dan Manajemen Keuangan Dearah. Andi.


Yogyakarta

Riduawan dan Kuncoro. (2010). Metode kuantitatif : Teori Dan Aplikasi Untuk
Bismis Dan Ekonomi. Edisi Kelima. UUP STIM YKPN. Yohyakarta

Halim dan Kusufi .(2012). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan


Daerah. Edisi Revisi. Salemba Empat. Jakarta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung.

Mahsun, M., Sulistyowati, F., & Purwanugraha, H. A. (2011). Akuntansi Sektor


Publik. Yogtakarta: BPFE.

Sujarweni. (2015). Pengertian Anggaran Sektor Publik. Yogyakarta: Pustaka


Baru Press.

Felix, Olurankinse. (2012). Analysis of the Effectiveness of capital expenditure


budgeting in yhe local goverment system of Ondo State. Nigeria.
Journal of Accounting and Taxation, 4(1), pp: 1-6.

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah.

Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 tentang perubahan Kedua atas Undang-


Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah.

Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang telah disempurnakan dengan


Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 membawa perubahan pada
sistem dan makanisme pengelolaan Pemerintah Daerah.

Undang-Undang no. 32 Tahun 2004, Salah satu dana perimbangan dari


pemerintah adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang pengalokasiann-
ya menekankan aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan
penyelengaraan urusan pemerintah.

Undang-Undang NO. 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah.

Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana
Perimbangan.

Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana


Perimbangan.

Menurut PP No. 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja


pemerintah daerah yang manfaaatnya lebih dari 1 (satu) tahun ang-
garan dan akan menambah aset daerah.

http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/41-belanja-modal-pemda-harus-
capai-30-persen)

www.djpk.kemenkue.go.id

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/aaj

Anda mungkin juga menyukai