Anda di halaman 1dari 34

SHIELVA MEILANDA

STUDI MOLECULAR DOCKING SENYAWA TURUNAN


CURCUMINOID DARI TEMULAWAK TERHADAP VIRUS
HEPATITIS B (HBV mutant) SEBAGAI ANTIHEPATITIS B

PROPOSAL
TUGAS AKHIR I

PROGRAM STUDI SI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS GARUT
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, tak lupa pula shalawat serta salam semoga

tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, sehingga

penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir I ini dengan judul “Studi

Molecular Docking Senyawa Turunan Curcuminoid Dari Temulawak

Terhadap Virus Hepatitis B (HBV mutant) Sebagai Antihepatitis B”.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu

dr. Siva Hamdani, MARS selaku Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Garut. Bapak Benny Permana, Apt, Ph.D. selaku pembimbing utama

dan Ibu Riska Prasetiawati, M. Si, Apt. selaku pembimbing serta yang telah

banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukkan bagi penulis sehingga

dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir I ini. Orang tua serta adik-adik

tersayang yang tak putus-putus memberikan doa, kasih sayang, nasehat dan

bantuan moril hingga selesainya penyusunan Proposal Tugas Akhir I ini. Serta

terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan kelas A dan semua

mahasiswa angkatan 2015 Prodi S1 Farmasi FMIPA Universitas Garut atas segala

bantuan dan kerjasamanya selama penyusunan Proposal Tugas Akhir I ini.

Penulis menyadari bahwa Proposal Tugas Akhir I ini masih sangat jauh

dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran serta kritik yang

membangun dari segala pihak guna untuk kesempurnaan Proposal Tugas Akhir I

ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan umumnya bagi kita semua dan
semoga Alloh SWT memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya

kepada kita semua. Aamiin Ya Robbal A’lamin

Garut, Februari 2019

Penulis
PENDAHULUAN

Dalam kehidupan manusia, hati adalah salah satu bagian terpenting untuk

menjaga manusia tetap hidup. Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh

manusia. Di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan manusia,

yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu,

pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun / obat yang masuk

dalam tubuh manusia. Meskipun organ hati sangat penting bagi kehidupan, hati

juga sangat rentan terhadap penyakit (Zebua, 2012).

Hepatitis merupakan salah satu jenis dari penyakit hati atau dalam istilah

umum yang berarti peradangan hati yang disebabkan oleh berbagai macam virus

seperti Hepatitis A, B, C, D, dan E. Karena perkembangan penyakit kuning adalah

ciri khas penyakit hati, diagnosis yang tepat dapat hanya dilakukan dengan

menguji serum pasien untuk keberadaan yang spesifik antigen anti-virus atau

antibodi (WHO, 2002).

Perkembangan penyakit Hepatitis saat ini terus meningkat. Penyakit

Hepatitis telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Hepatitis bisa disebabkan

oleh makanan, minuman beralkohol, lingkungan, obat-obatan dan infeksi virus

yang dapat membuat banyak orang di dunia menjadi korban (Yunarto, 2013).

Virus Hepatitis menyebabkan 1,34 juta kematian pada tahun 2015, jumlah yang

sebanding dengan kematian yang disebabkan oleh tuberkolosis dan lebih tinggi

daripada yang disebabkan oleh Human Immunodefiency Virus (HIV). Namun,

jumlah kematian karena virus Hepatitis meningkat dari waktu ke waktu,


sementara kematian yang disebabkan oleh tuberkolosis dan HIV menurun (WHO,

2017).

Tingginya prevalensi infeksi Virus Hepatitis b (VHB), World Health

Organization (WHO) membagi menjadi 3 macam daerah endemis yaitu: tinggi

(10-15%) sedang (8%) dan rendah (5%). Untuk prevalensi VHB di negara-negara

berkembang seperti di Indonesia (10%), Malaysia (5,3%), Brunei Darussalam

(6,1%), Thailand (8%-10%), dan Filipina (3,4%-7%). Indonesia menjadi negara

dengan penderita Hepatitis b ketiga terbanyak di dunia setelah China dan India

dengan jumlah penderita 13 juta orang, sementara di Jakarta diperkirakan 1 dari

20 penduduk menderita penyakit Hepatitis B (Pracoyo et al, 2016).

Hepatitis b adalah penyakit infeksi hati yang berpotensi mengancam jiwa

yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) (Rosalina, 2012). Virus Hepatitis

b merupakan penyebab utama Hepatitis akut yang dapat berlanjut menjadi kronis,

sirosis dan kanker hati (Riyadi et al, 2016). Dengan adanya tujuan pengobatan

Hepatitis kronis dapat mengurangi peradangan hati dengan menghilangkan atau

menekan penyebab replikasi virus, sehingga kerusakan hati tidak berlanjut.

Sampai saat ini belum ada terapi yang optimal dikarenakan biaya terapi mahal,

efek samping yang serius dan tidak dapat mencegah rekurensi penyakit. Maka

para ahli mencoba terapi alternatif seperti terapi herbal (Marinda, 2014).

Adanya pengobatan tradisional dikenal oleh masyarakat dengan istilah

“back to nature” yang telah menjadi trend saat ini sehingga masyarakat

memanfaatkan kembali bahan alam, termasuk pengobatan dengan menggunakan


obat herbal dan memberikan arahan baru di Indonesia untuk mengembangkan

keanekaragaman hayati yang dimiliki, diantaranya tanaman temulawak.

Temulawak merupakan tumbuhan yang banyak digunakan untuk obat atau

bahan obat, temulawak dikatakan sebagai primadona tumbuhan obat Indonesia.

Dalam penggunaan tradisional, temulawak digunakan sebagai obat untuk

mengatasi penyakit tertentu. (Chandra, 2013)

Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan salah satu tumbuhan obat

suku Zingiberaceae yang banyak tumbuh di Indonesia. Di dalam temulawak terdapat

kandungan senyawa kurkuminoid, minyak atsiri, dan pati. Salah satu

kandungan temulawak yaitu minyak atsiri berguna sebagai agen penginduksi

apoptosis, antiinflamasi, antibakteri, dan antioksidan. Senyawa

kurkuminoid terdiri atas kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksi. Pada senyawa

kurkumin terdapat aktivitas hepatoprotektif yang berfungsi dalam

mencegah penyakit hepar (Utami et al, 2012). Sedangkan dalam dunia

kedokteran Curcuma xhanthorriza Roxb digunakan sebagai pengobatan

penyakit hepatitis, diabetes, hipertensi dan antikanker (Devaraj et al, 2010).

Dari penelitian sebelumnya dikatakan bahwa temulawak berkhasiat untuk

penyakit hepar. Hal tersebut disebabkan oleh komposisi kimia rimpang

temulawak yang mengandung protein, kurkumin, dan minyak atsiri. Kandungan

dalam temulawak yakni kurkumin berperan dalam menjaga dan sekaligus

sebagai hepatoprotektor (Dalimartha, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Rechtman

(2010), menjelaskan bahwa kurkumin juga mampu meningkatkan gluthation S transferase

(GST) pada mencit dan mampu menghambat beberapa factor proinflamasi, ekspresi gen
dan replikasi virus Hepatitis B melalui downregulation dari PGC-1α. PGC-1α adalah

protein penginduksi hepar yang merangsang glukoneogenesis dan koaktivasi dari

transkripsi virus Hepatitis b sehingga dapat disimpulkan bahwa kurkumin dapat dijadikan

alternatif hepatoprotektor pada pasien hepatitis kronis (Marinda, 2014).

Dalam memprediksi suatu senyawa sebagai hepatoprotektif khususnya

Hepatitis b, salah satu metoda yang dapat digunakan adalah metoda kimia

komputasi. Perkembangan metoda dan aplikasi komputasi dibidang kefarmasian

telah berkembang selama beberapa dekade terakhir, menjawab kebutuhan dalam

memahami struktur biologi molekuler dan penemuan obat berdasarkan struktur

(Yanuar, 2012).

Metoda komputasi yang telah umum dilakukan dikenal dengan molecular

docking atau nama lainnya adalah In Silico. In Silico (penambatan molekul)

merupakan suatu proses komputasi yang sering digunakan untuk memprediksi

orientasi ikatan kandidat obat bermolekul kecil terhadap target proteinnya untuk

memprediksi afinitas dan aktivitas molekul kecil dengan menggunakan program

tertentu. Salah satu program aplikasi penambatan molekul (in silico) yang umum

digunakan dalam pendesainan obat adalah Autodock Tools (Geldenhuys, 2006).

Terminologi in silico sejalan dengan in vitro dan in vivo yang merujuk pada

pemanfaatan komputer dalam studi penemuan obat (Geldenhuys, 2006).

Pada penelitian ini akan dilakukan penambatan molekul senyawa-senyawa

turunan kurkuminoid memiliki interaksi yang baik terhadap reseptor Virus

Hepatitis B (HBV mutan) sebagai obat Hepatitis b. Penelitian ini dilakukan

dengan tujuan untuk mengkaji interaksi senyawa turunan kurkuminoid dari


tumbuhan temulawak terhadap reseptor Virus Hepatitis B (HBV mutan) dan

membandingkan senyawa manakah yang memiliki energi ikatan paling rendah

selain itu mengetahui bagaimana profil ADME serta toksisitasnya.

Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat diketahui dan dapat

dijadikan dasar untuk proses pengujian secara in vitro dan in vivo serta dapat

menentukan bahwa dari reseptor Virus Hepatitis B (HBV mutan) yang memiliki

energi ikatan paling rendah terhadap senyawa turunan kurkuminoid sebagai obat

Hepatitis b selain itu juga dapat mengetahui bagaimana profil ADME serta

toksisitasnya.
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Botani Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.)

Tinjauan botani temulawak meliputi klasifikasi tumbuhan, nama

Indonesia dan nama daerah, penyebaran, morfologi, kegunaan, kandungan kimia,

dan efek farmakologinya.

1.1.1 Klasifikasi Tumbuhan

Kingdom : Plantae

Devisi : Spermatophya

Subdevisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.

Familli : Zingiberaceae

1.1.2 Nama Indonesia dan Nama Daerah

Curcuma xanthorrhiza Roxb. (sinonim Curcuma zerumbet majus

Rumph.) yang termasuk famili zingiberaceae, di Indonesia umumnya

dikenal sebagai temulawak. Di beberapa daerah tumbuhan ini juga dikenal

dengan nama koneng gede, temu raya, temu besar (Sunda), koneng tegel

(Jawa), temolabak (Madura), tommo (Bali), tommon (Sulawesi Selatan),

dan karbanga (Ternate) (Achmad, 2008).


1.1.3 Penyebaran

Menurut Cronquist (1981) famili zingiberaceae terdiri dari 47

genus dan 1000 spesies yang tersebar di daerah tropika, terutama di Asia

Selatan dan Asia Tenggara. Menurut De Padua (1999), genus curcuma

terdiri dari 40-50 spesies, dan merupakan tumbuhan asli untuk wilayah

Indo-Malesia, mulai dari India, Indocina, Taiwan, Thailand, seluruh Malesia

hingga Pasifik, dan Australia. Tiga spesies utama yang termasuk genus ini

ialah Curcuma domestica (sinonim Curcuma longa Linn.), Curcuma

zedoaria (Christm.) Roscoe, dan Curcuma xanthorrhiza. Adapun Curcuma

xanthorrhiza merupakan tumbuhan asli di pulau Jawa, Bali, Maluku, dan

lazim dibudidayakan di pulau Jawa (Achmad, 2008).

1.1.4 Morfologi

Temulawak termasuk tumbuhan tahunan yang tumbuh

merumpun. Tumbuhan ini memiliki batang semu dan habitusnya dapat

mencapai ketinggian 2-2,5 meter. Tiap rumpun tumbuhan terdiri atas

beberapa tumbuhan dan tiap tumbuhan memliki 2-9 helai daun. Daun

tumbuhan temulawak bentuknya panjang dan agal lebar. Panjang daun

sekitar 50-55 cm, lebarnya ± 18 cm, dan tiap helai daun melekat pada

tangkai daun yang posisinya saling menutupi secara teratur. Tumbuhan

temulawak dapat berbunga terus-menerus sepanjang tahun secara bergantian

yang keluar dari rimpangnya (tipe erantha). Warna bunga umumnya kuning

dengan kelopak bunga kuning tua, serta pangkal bunganya berwarna ungu.

Panjang tangkai bunga ± 3 cm dan rangkaian bunga (inflorescentia)


mencapai 1,5 cm. Dalam satu ketiak terdapat 3-4 bunga. Rimpang induk

temulawak bulat seperti telur. Warna kulit rimpang sewaktu masih muda

maupun tua adalah kuning kotor, warna daging rimpang adalah kuning.

Sistem perakaran tumbuhan temulawak termasuk akar serabut. Panjang akar

sekitar 25 cm dan letaknya tidak beraturan (Rukmana, 2006).

1.1.5 Kegunaan

Curcuma xanthorrhiza atau temulawak banyak sekali digunakan

dalam pengobatan tradisional. Di berbagai daerah khususnya di Indonesia

rimpang Curcuma xanthorrhiza merupakan salah satu bahan ramuan obat

tradisional jamu. Terdapat lebih dari 50 resep yang menggunakan

temulawak untuk pengobatan berbagai penyakit, antara lain penyakit yang

berhubungan dengan gangguan saluran pencernaan seperti diare, disentri,

cacingan, kurang nafsu makan, gangguan hati, sakit kuning, pengobatan

sakit ginjal, kencing batu, dan empedu, pengobatan reumatik, kejang-

kejang, dan pegal linu. Rimpang Curcuma xanthorrhiza juga digunakan

untuk pengobatan penyakit yang berhubungan dengan kolesterol, tekanan

darah tinggi, sebagai bahan ramuan untuk peluruh haid, pengobatan haid

yang tidak lancar, perawatan setelah melahirkan, dan galaktagogum atau

obat untuk meningkatkan produksi air susu (Anonim, 198; Dalimartha,

2003; De Papua, 1999; Dharma, 1985, Kloppenburg-Veersteegh, 1988;

Perry, 1980; Sastroamidjojo, 1988). Rimpang Curcuma xanthorrhiza atau

temulawak terdaftar dalam Materi Medika Indonesia, Jilid III, Tahun 1979,

dan digunakan untuk menambah pengeluaran empedu.


Di Filipina Curcuma xanthorrhiza juga digunakan untuk

menumbuhkan nafsu makan, pengobatan penyakit cacing, dan demam,

sedangkan di Cina digunakan untuk gangguan saluran pencernaan. Di Eropa

rimpang Curcuma xanthorrhiza digunakan sebagai obat choleretic (de

Padua, 1999; Quisumbing, 1978) (Achmad, 2008).

1.1.6 Kandungan Kimia

Sama halnya seperti tumbuhan Curcuma domestica, ciri kimia

yang utama tumbuhan Curcuma xanthorrhiza terdapat senyawa-senyawa

turunan diarilheptan atau kurkuminoid, dan senyawa-senyawa seskuiterpen

jenis biasbolen, sama dengan sejumlah senyawa monoterpen. Uehara (1992)

melaporkan bahwa dari rimpang tumbuhan Curcuma xanthorrhiza

ditemukan tiga senyawa kurkuminoid yang utama, yaitu 1,7-bis-(4-hidroksi-

3-metoksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion atau dikenal dengan nama

kurkumin, mono-demetoksikurkumin atau disebut juga demetoksikurkumin.

Sejumlah senyawa kurkuminoid lainnya juga ditemukan dari

rimpang Curcuma xanthorrhiza, seperti 1,7 -bis- (4-hidroksi-3-metoksifenil)

-1-hepten-3,5-dion, (1ξ)-1-hidroksi-1,7-bis- (4-hidroksi-3-metoksifenil) -6-

hepten-3,5-dion, 5-hidroksi-1,7-bis- (4-hidroksi-3-metoksifenil) -3-

heptanon, (3S,5S) -1,7-bis- (4-hidroksi-3-metoksi-fenil) -hepta-3,5-dion, 1-

(4-hidroksi-3-metoksifenil) -7- (4-hidroksi-3,5-dimetoksi-fenil-1,6-

heptadien-3,5-dion) atau 5’-metoksikurkumin (Buckingham, 1994; Masuda,

1992; Uehara, 1989) (Achmad, 2008).


1.1.7 Efek Farmakologi

Di Indonesia dan banyak negara lain, Curcuma xanthorrhiza

digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Senyawa-senyawa

aktif, diarilhepan atau kurkuminoid, dan kandungan minyak atsiri, terutama

seskuiterpen jenis bisabolen telah banyak dan masih merupakan objek studi

farmakologi dan klinik. Banyak efek farmakologi senyawa-senyawa ini

yang telah dilaporkan, seperti antiinflamasi, menurunkan kadar lemak, dan

antibakteri.

Claeson (1993, 1996) melaporkan bahwa ketiga senyawa

arilheptanoid non-fenol yang ditemukan pada rimpang Curcuma

xanthorrhiza, masing-masing trans-1,7-difenil-1-hepten-5-ol, trans, trans-

1,7-difenil-1,3-heptadien-5-ol, dan trans, trans-1,7-difenil-1,3-heptadien-5-

ol yang disebut juga alnuston bersifat antiinflamasi topikal yang tinggi,

sebanding dengan obat oksifenbutazon. Disarankan bahwa derajat

ketakjenuhan pada posisi C-1 dan C-3 dan jenis gugus fungsi oksigen pada

posisi C-5 mempunyai peranan penting dalam keaktifan in vivo. Ozaki

(1990) juga melaporkan bahwa ekstrak methanol rimpang Curcuma

xanthorrhiza dan senyawa germakron yang terdapat pada fraksi yang larut

dalam heksan memperlihatkan aktivitas antiinflamasi.

Wientarsih (2002) dan Yasni (1991, 1994) melaporkan bahwa

Curcuma xanthorrhiza dan senyawa α-kurkumen yang berasal dari minyak

atsiri tumbuhan ini dapat menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida

dalam darah pada tikus percobaan. Begitu pula Siegers (1997) melaporkan
bahwa kukurmin memperlihatkan sifat-sifat koleretik yang menghambat

aliran empedu pada hewan tikus percobaan.

Selanjutnya Itokawa (1985) melaporkan juga bahwa senyawa

seperti β-atlanton, α-kurkumen, ar-tumeron, dan santorizol, yang merupakan

senyawa-senyawa seskuiterpen utama pada Curcuma xanthorrhiza yang

memperlihatkan aktivitas antitumor terhadap Sarcoma 180 pada tikus. α-

kurkumen memperlihatkan aktivitas yang lebih kuat dibandingkan dengan

ar-turmeron dan santorizol.

Masuda (1992) juga melaporkan bahwa senyawa 5’-

metoksikurkumin yang diisolasi dari rimpang Curcuma xanthorrhiza

memperlihatkan aktivitas antioksidan yang tinggi terhadap asam linoleat. Di

samping itu, Yamazaki (1989) telah mengajukan paten untuk senyawa

germakron yang mempunyai sifat menekan sistem saraf pusat pada

pengujian menggunakan tikus percobaan.

Aktivitas antibakteri santorizol yang berasal dari Curcuma

xanthorrhiza terhadap Streptococcus telah diselidiki pula, dan ternyata

senyawa ini memperlihatkan aktivitas antibakteri yang kuat terhadap

beberapa mikroorganisme, terutama bakteri Gram positif, dibandingkan

senyawa-senyawa antikariogenik alami lainnya. Aktivitas santorizol yang

tinggi juga diperlihatkan terhadap patogen oral. Disarankan bahwa aktivitas

antibakteri santorizol erat hubungannya dengan gugus hidroksil dan rantai

samping yang bersifat hidrofobik (Hwang, 2000a, 2000b; Shim, 2001).


1.2 Hepatitis

Hepatitis merupakan salah satu jenis dari penyakit hati atau dalam istilah

umum yang berarti peradangan hati yang disebabkan oleh berbagai macam virus

seperti Hepatitis A, B, C, D, dan E. Karena perkembangan penyakit kuning adalah

ciri khas penyakit hati, diagnosis yang tepat dapat hanya dilakukan dengan

menguji serum pasien untuk keberadaan yang spesifik antigen anti-virus atau

antibodi (WHO, 2002).

1.2.1 Virus Hepatitis B

Hepatitis b adalah penyakit infeksi hati yang berpotensi

mengancam jiwa yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) (Rosalina,

2012). Virus Hepatitis b merupakan penyebab utama hepatitis akut yang

dapat berlanjut menjadi kronis, sirosis dan kanker hati (Riyadi et al, 2016).

Dengan adanya tujuan pengobatan Hepatitis kronis dapat mengurangi

peradangan hati dengan menghilangkan atau menekan penyebab replikasi

virus, sehingga kerusakan hati tidak berlanjut. Sampai saat ini belum ada

terapi yang optimal dikarenakan biaya terapi mahal, efek samping yang

serius dan tidak dapat mencegah rekurensi penyakit. Maka para ahli

mencoba terapi alternatif seperti terapi herbal (Marinda, 2014).

Tingginya prevalensi infeksi Virus Hepatitis B (VHB), World

Health Organization (WHO) membagi menjadi 3 macam daerah endemis

yaitu: tinggi (10-15%) sedang (8%) dan rendah (5%). Untuk prevalensi

VHB di negara-negara berkembang seperti di Indonesia (10%), Malaysia

(5,3%), Brunei Darussalam (6,1%), Thailand (8%-10%), dan Filipina


(3,4%-7%). Indonesia menjadi negara dengan penderita Hepatitis b ketiga

terbanyak di dunia setelah China dan India dengan jumlah penderita 13 juta

orang, sementara di Jakarta diperkirakan 1 dari 20 penduduk menderita

penyakit Hepatitis b (Pracoyo et al, 2016).

Saat ini obat-obatan yang digunakan untuk anti-Hepatitis b termasuk

obat imunomodulator IFN-α dan peginterferon, serta beberapa antivirus

nukleotida / agen nucleoside: lamivudin, telbivudin, adefovir, entecavir, dan

tenofovir (Arooj et al, 2012). Untuk golongan interferon banyak sekali efek

sampingnya, sedang golongan nuklosida pada penggunaan jangka panjang

juga timbul masalah. Selain terjadinya resistensi obat, juga bila obat

dihentikan beberapa lama kemudian setelah terjadinya respons pengobatan

ada kemungkinan virus akan menjadi aktif kembali sehingga dianjurkan

untuk mengkonsumsi obat tersebut seumur hidup.

Selain menggunakan obat-obat yang mempunyai efek anti virus,

telah direkomendasikan sebelumnya di masyarakat kita sejak berpuluh-

puluh tahun yang lalu, telah menggunakan herbal (jamu-jamuan) untuk

penyakit kuning istilah untuk hepatitis yang bergejala. Menurut Ketua

Gabungan PPHI-PGI-PEGI Cabang Yogyakarta ini, herbal yang digunakan

sebagai obat dibidang medis diistilahkan fitofarmaka. Ada beberapa herbal

yang digunakan untuk mengobati hepatitis ini, diantaranya adalah

temulawak (Curcuma Xanthoriza).


1.2.1.1 Patogenesis

Beberapa penelitian melaporkan bahwa VHB bukan

merupakan suatu virus yang sitopatik. Kelainan sel hati yang terjadi

akibat infeksi VHB disebabkan karena reaksi imun tubuh terhadap

sel hepatosit yang terinfeksi VHB dengan tujuan untuk mengeliminir

VHB tersebut.

Pada kasus-kasus Hepatitis b respon imun tersebut

berhasil mengeliminir sel-sel hepar yang terkena infeksi VHB,

sehingga terjadi gejala klinik yang diikuti dengan kesembuhan.

Sedangkan pada sebagian penderita respon imun tersebut tidak

berhasil menghancurkan sel-sel hati yang terinfeksi sehingga VHB

tersebut tetap mengalami replikasi. Pada kasus Hepatitis b kronik

respon imun tersebut ada tapi tidak sempurna sehingga hanya terjadi

nekrosis pada sel hati yang mengandung VHB dan masih tetap ada

sel hati yang terinfeksi tidak mengalami nekrosis, sehingga infeksi

dapat menjalar ke sel yang lain. Pada carrier yang sehat respon imun

tersebut sama sekali tidak efektif sehingga tidak ada nekrosis hati

yang terinfeksi dan virus tetap mengadakan replikasi tanpa adanya

gejala klinis.

1.2.1.2 Gejala

Kebanyakan penderita Hepatitis b akan terinfeksi untuk

seumur hidup. Biasanya terdapat sedikit atau tanpa gejala sama

sekali. Gejala yang umum dari gagal hati adalah jaundice,


dimana kulit dan mata penderita menjadi kuning, karena zat-zat yang

diproduksi tubuh dan seharusnya disaring oleh hati tidak dilakukan,

gejala Hepatitis b tidak nyata.

Pada umumnya, gejala penyakit Hepatitis b ringan. Gejala

tersebut dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut,

mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri

sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Ada 3 kemungkinan

tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus

Hepatitis b pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika

tanggapan kekebalan tubuh kuat maka akan terjadi pembersihan

virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah

maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ketiga, jika

tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka

penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis (Fitria, dkk.

2017).

1.2.1.3 Pengobatan

Apabila pasien tidak mendapat tata laksana secara tepat,

Hepatitis b kronik dapat berkembang menjadi karsinoma sel hati

(KSH), baik dengan ataupun tanpa sirosis hati, yang disebabkan oleh

struktur domain X pada Virus Hepatitis B (VHB). Salah satu tujuan

dari pengobatan pada hepatitis kronik karena infeksi VHB adalah

menekan replikasi VHB sebelum terjadi kerusakan hati yang

irreversibel. Saat ini, hanya interferon-alfa (IFN-) dan nukleosida


analog yang mempunyai bukti cukup banyak untuk keberhasilan

terapi (Gani, 2005). Hingga saat ini, injeksi interferon dan oral

analog nukleosida masih menjadi dua terapi utama pada pasien

Hepatitis b kronik. Analog nukleosida (lamivudin, telbivudin, dan

entecavir) dan analog nukleosida (adefovir dan tenofovir) merupakan

obat analog nukleosida yang tersedia di Indonesia sebagai terapi

Hepatitis b kronik saat ini. Pada sebagian besar kasus, penggunaan

obat ini dapat diberikan jangka panjang untuk mencapai target ideal

dari terapi Hepatitis b kronik, yaitu hilangnya HBsAg. Namun, efek

samping penggunaan jangka panjang ini menjadi perhatan para

klinisi, terutama dalam hal perburukan fungsi ginjal (Gani, 2018).

1.3 Kimia Komputasi

Kimia komputasi adalah cabang kimia yang menggunakan hasil kimia

teori yang diterjemahkan ke dalam program computer untuk menghitung sifat-

sifat molekul dan perubahannya. Kimia komputasi dapat pula melakukan simulasi

terhadap system-sistem besar (atau banyak molekul protein gas, cairan, padatan,

dan kristal cair), dan menerapkan program tersebut pada system kimia nyata.

Contoh sifat-sifat kimia yang dihitung antara lain struktur atom, energy dan selisih

energi, muatan, momen dipol, keaktifan, frekuensi getaran dan besaran

spektroskopi lainnya. 14

Simulasi terhadap makromolekul (seperti protein dan asam nukleat) dan

sistem besar bias mencakup kajian konformasi molekul dan perubahannya (seperti

proses denaturasi protein), perubahan fasa, serta peramalan sifat-sifat


makroskopik (seperti kalor jenis) berdasarkan perilaku di tingkat atom dan

molekul. Istilah kimia komputasi terkadang digunakan juga sebagai ilmu

komputer dan kimia. Oleh karena itu para kimiawan komputasi dituntut untuk

dapat mengembangkan hardware maupun software dalam meningkatkan

kemampuan computer untuk menyelesaikan permasalahan kimia, serta untuk

dapat mengubah data hasil perhitungan computer menjadi data yang dapat

divisualisasikan (seperti bentuk molekul) sehingga lebih mudah dipahamu oleh

para kimiawan lainnya. 14

Kimia komputasi kini menjadi salah satu bidang dengan pertumbuhan

tercepat dalam kimia. Walaupun terdapat spesialis dalam bidang ini, penerapan

teknik-tekniknya oleh kimiawan dalam percobaan semakin meningkat sejalan

dengan berkembangnya kemampuan software. 14

Perkembangan metode dan aplikasi komputasi di bidang kefarmasian

telah berkembang selama beberapa dekade terakhir, menjawab kebutuhan dalam

memahami struktur biologi molekuler dan penemuan obat berdasarkan struktur.

Dalam proses perancangan molekul obat baru, penapisan virtual (virtual

screening) merupakan peralatan yang bermakna sebagai bagian dari desain obat

berbantuan computer (computer aided drug design). Salah satu metode yang

digunakan dalam proses penapisan adalah dengan menggunakan pencarian

berbasis struktur yaitu dengan penambatan molekuler (molecular docking). 7

Penambatan molekul adalah suatu teknik yang digunakan untuk

mempelajari interaksi yang terjadi dari suatu kompleks molekul. Moleculer


docking dapat memprediksikan orientasi dari suatu molekul ke molekul yang

penting dalam Moleculer docking yaitu fungsi scoring dan penggunaan algoritma.

Tujuan utama penambatan molekul adalah untuk memahami dan

memprediksi rekognisi molekuler. Proses komputasi akan mencari ligan yang

menunjukkan kecocokan geometris (menemukan mode ikatan yang paling

mungkin) dan kecocokan energy (memprediksi afinitas ikatan. Metode yang

keuntungan dalam memangkas waktu, energi serta biaya yang dibutuhkan

dibandingkandengan metode konvensional20.

Untuk melakukan skrining penambatan, syarat pertama adalah sttrukturfv

protein yang dikehendaki. Biasanya struktur telah ditentukan dengan

menggunakan teknik biofisik seperti kristalografi sinar-x atau spektroskopi NMR.

Strukturprotein dan basis data ligan yang potensial ini berfungsi sebagai input

untuk program docking. Keberhasilan program docking tergantung pada dua

komponen: pencarian algoritma dan fungsi scoring5.

Fungsi scoring dapat memprediksi afinitas ikatan antara makromolekul

dengan ligan. Identifikasi ini didasarkan pada beberapa teori seperti teori energy

bebas Gibbs. Nilai energi bebas Gibbs yang kecil menunnjukkan bahwa

konformasi yang terbentuk adalah stabil, sedangkan nilai energi bebas Gibbs yang

besar menunnjukkan tidak stabilnya kompleks yang terbentuk. Sedangkan

penggunaan algoritma berperan dalam penentuan konformasi (docking pose) yang

paling stabil dari pembentukkan kompleks5.

1.4 Lipinski’s Rule of Five


Lipinski’s Rule of Five adalah aturan praktis untuk mengevaluasi obat

atau menentukan apakah senyawa kimia dengan aktivitas farmakologi atau biologi

tertentu memiliki sifat yang akan membuatnya menjadi obat yang aktif diberikan

secara oral pada manusia. Aturan ini menjelaskan sifat molekul penting bagi

farmakokinetik obat dalam tubuh manusia, termasuk penyerapan, distribusi,

metabolism dan eksresi. Maka dari itu, apabila diinginkan dalam merancang obat

yang aktif secara oral harus memenuhi ‘Lipinski’s Rule of Five’ yaitu :

a. Berat molekul kurang dari 500,

b. Memiliki tidak lebih dari 5 gugus hydrogen donor,

c. Memiliki tidak lebih dari 10 gugus hydrogen akseptor,

d. Nilai logP tidak lebih dari 5,

e. Molar refractivity sebaiknya diantara 40-13014.

1.5 Protein Data Bank

Protein data Bank (PDB) http://www.pdb.org merupakan kumpulan arsip

tunggal mengenai data struktural makromolekul biologi dari seluruh dunia.

Penentuan struktur molekul protein yang terdapat pada berkas PDB diperoleh

dengan menggunakan data eksperimen. Data eksperimen ini berasal dari

kristalografi sinar-x atau spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR).

Kemudian dilakukan proses dengan program komputer untuk membuat model

molekul yang paling sesuai dengan data eksperimen6.

1.6 PubChem

PubChem http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov adalah layanan gratis yang

diluncurkan oleh National Institute of Health (NIH). PubChem memiliki tiga


database, yaitu PubChem compound, PubChem Substance, dan PubChem Bio-

Assay yang dihubungkan bersama-sama dan inkomporasi dalam Entrez

information retrieval system of the National Center for Biotechnology Information

(NCBI)6.

PubChem Compound mengandung lebih dari sepuluh juta struktur yang

unik dan menyediakan informasi sifat biologis untuk setiap senyawa melalui link

ke database Entrez yang lain. PubChem Substance mengandung lebih dari 17 juta

rekaman senyawa yang didepositkan oleh organisasi lain, informasi yang bias

diperoleh dari PubChem adalah deskripsi dari senyawa kimia dan hubungan

langsung ke PubMed, struktur protein 3D, dan hasil screening biologi. PubChem

BioAssay dapat dipakai untuk mencari informasi tentang bioassay menggunakan

istilah spesifik yang terkait kepada bioassay, selain itu dapat dilakukan pencarian

dan hasil PubChem Bioassay dapat diunduh6.

1.7 Discovery Studio

Discovery Studio Visualizer adalah penampil gratis yang dapat

digunakan untuk membuka, mengedit data serta alat untuk melakukan analisis

data yang dihasilkan oleh perangkat lunak lain. Perangkat ini dirancang untuk

melakukan analisis data yang dihasilkan oleh perangkat lunak lain. Perangkat ini

dirancang untuk memberikan gambaran yang interaktif untuk melihat dan

mengedit struktur molekul, urutan, data refleksi x-ray, script dan data lainnya6.

1.8 AutoDock

Autodock merupakan sebuah perangkat lunak yang dibangun untuk

melakukan suatu prosedur dalam rangka memprediksi interaksi sebuah molekul


kecil dari suatu senyawa dengan molekul target. Hal yang menyebabkan

tercetusnya pembuatan software ini adalah karena adanya permasalahan dalam

merancang suatu senyawa bioaktif khususnya dalam hal perancangan obat dengan

bantuan komputer. Perkembangan dalam bidang molekuler khususnya

kristalografi x-ray, telah menyediakan berbagai macam protein penting serta

struktur asam nukleat yang dapat menjadi target untuk suatu agen bioaktif pada

pengontrolan terhadap penyakit tertentu. Program ini bertujuan sebagai alat yang

digunakan pada computer untuk membantu proses pembentukan interaksi yang

akurat6.
BAB II

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kimia

komputasi untuk melihat aktivitas dari senyawa utama temulawak pada reseptor

Hepatitis b HBV (5E0I) yang didapat dari Protein Data Bank

(http://www.rsch.org/pdb).

Protein yang didapat dari Protein Data Bank dipreparasi untuk dipisahkan

antara reseptor dengan ligand alaminya dan molekul air sehingga dihasilkan

reseptor tanpa adanya molekul air dan ligand alami. Proses preparasi ini dilakukan

menggunakan program Discovery Studio 2016 Client® (Boivia, USA). Hasil

preparasi reseptor disimpan dalam format Protein Data Bank (.pdb). Stuktur

senyawa turunan kurkuminoid didapat dari berbagai literatur dalam bentuk tiga

dimensi (3D) dan disimpan dalam format Protein Data Bank (.pdb).

Kemudian struktur senyawa turunan kurkuminoid yang sudah dibuat,

ditambatkan dengan reseptor mutant 5E0I (reseptor Hepatitis b) yang sudah bebas

dari molekul air dan ligand alaminya. Penambatan molekul ini dilakukan dengan

menggunakan program Autodock4® (The Scripps Research Institute, California).

Hasil yang diperoleh adalah nilai energi bebas (∆G), dan nilai Cluster. Semua

senyawa utama diuji dan kemudian dibandingkan dengan nilai energi bebas dari

ligand alami dan obat paten yang telah ditentukan.


BAB III

ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat berupa laptop

Asus dengan spesifikasi Windows 10 pro 64-bit, Processor Intel® core™ i3-

4005U CPU @ 1.7GHz, RAM 2.048 GB, VGA, HDMI, Nvidia dan Hard

GeForce 820M Disk 2 Terabyte (2000 Gigabyte)

Sedangkan perangkat lunak (software) yang digunakan adalah Discovery

Studio 2016 Client®, Autodock Tools®, Notepad++®, Toxtree® dan aplikasi

berbasis online PreADMET.

3.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah data protein

manusia struktur kristal domain HBV mutant dalam kompleks kode RSCB 5E0I

beserta ligan alaminya metil 4-(2-bromo-4-fluorophenyl) -6- (morpholin-4-

ylmethyl) -2- (1,3-thiazol-2-yl) pyrimidine-5-carboxylate yang diperoleh dari

website Protein Data Bank https://www.rcsb.org/structure/5e0i dengan resolusi

1,95 Å dan senyawa tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang

diunduh dari PubChem dengan situs httb://pubchem.ncbi.nhl.nih.gov dengan

format (.sdf) serta digambar dengan MarvinSketch® kemudian dikonversi dengan

menggunakan Discovery Studio Visualizer® menjadi (.pdb) sebagai senyawa uji.


Serta struktur senyawa lamivudin sebagai ligand pembanding yang diunduh dari

https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/60825.
BAB IV

RENCANA PENELITIAN

4.1 Cara Kerja

4.1.1 Preparasi Reseptor

Makromolekul yang digunakan dalam penelitian ini adalah HBV

dari Virus Hepatitis


B yang diperoleh dari Protein Data Bank (PDB) pada situs

http://www.rcsb.org.pdb dengan kode 5E0I. Makromolekul diunduh dengan

format (.pdb). Dengan menggunakan program Discovery Studio Visualizer®

dilakukan pemisahan antara makromolekul protein dengan residu seperti

molekul air dan ligan alami. Hasil pemisahan tersebut disimpan dalam

format (.pdb).

4.1.2 Preparasi Ligan

Sebelum melakukan preparasi, terlebih dahulu dilakukan

penentuan sifat fisikokimia senyawa berdasarkan Lipinski’s Rule of Five.

Senyawa uji yang digunakan adalah senyawa dari tanaman temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yaitu : curcumin yang didapat melalui

pengunduhan dari situs http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov dengan format (.sdf)

dan digambar dengan bantuan program MarvinSketch® yang disimpan

dengan format (.mol) kemudian dikonversi menjadi (.pdb) dengan bantuan

Discovery Studio Visualizer®.

4.1.3 Validasi

Validasi metode dilakukan untuk mengetahui apakah program

yang digunakan untuk penambatan molekul sesuai persyaratan atau tidak.

Validasi metode penambatan molekuler dilakukan dengan cara re-docking

antara ligan
bawaan dari reseptor target menggunakan perangkat lunak AutoDock

Tools®. Analisis yang digunakan untuk mengevaluasi hasil validasi yaitu

nilai RMSD, situs pengikatan yang ditemukan dan parameter yang

digunakan dianggap valid jika hasil RMSD ≤ 2 Å.

4.1.4 Penambatan molekul

4.1.4.1 Persiapan Reseptor dan Ligan Uji

Untuk mengatur program AutoDock Tools® dibuat folder

kerja khusus dengan cara pilih (File > Prefences > Set > Star up

directory > Set > Accept).

Kemudian pada reseptor tersebut ditambahkan atom

hidrogen ke gugus polar dengan cara memilih (Edit > Hydrogen >

Add > Polar Only > Ok), simpan dengan format (.pdbqt) dengan cara

pilih (Macromolecul > Output > Save as PDBQT). Setelah itu

masukkan senyawa uji (Ligand > Output > Open). Setelah senyawa

dibuka, dilakukan pengacakan rotasi senyawa uji dengan melihat titik

rotasi dan mengoreksi kebenaran rotasi senyawa ligan yang diuji

dengan cara pilih (Ligand > Torsion tree > Choose rotation), simpan

dengan format (.pdbqt) dengan cara pilih (Ligand > Output > Save as

PDBQT).

4.1.4.2 Mengatur Grid Box

Pengaturan Grid Box dilakukan dengan membuka menu

“Grid” pada AutoDock Tools®. Kemudian dipilih “Macromolekul”


untuk reseptor yang digunakan dan “Ligand” dari senyawa uji yang

telah disimpan dalam format (.pdbqt) dari pilihan Choose > Accept,

Grid box diatur dengan mengatur koordinat X, Y dan Z sesuai

koordinat ligan alami, dan disimpan dengan format (.gpf).

4.1.4.3 Mengatur Parameter Docking

Untuk mengatur parameter docking dilakukan dengan

memilih menu “Docking” dan menentukan reseptor dan ligan uji

yang akan digunakan dengan memilih makromolekul (Docking >

Ligand > Choose > save as PDBQT > Accept) kemudian mengatur

parameter (Docking > Output > Lamarckian GA (4.2) > Save pada

folder yang telah ditentukan.

4.1.4.4 Running Docking

Setelah semua pengaturan docking selesai kemudian

running bisa dilakukan dengan menggunakan Autogrid4 dan

AutoDock4. Proses dapat dilakukan secara langsung melalui program

AutoDock Tools®. Setelah running selesai akan dihasilkan output

dengan format (.dlg) yang dapat dibuka dengan bantuan program

Notepad++®, kemudian lihat parameter yang dihasilkan berupa (ΔG

dan Cluster) dan membandingkan hasil yang didapat dengan yang

lainnya.

4.1.4.5 Analisis dan Visualisasi Penambatan Molekul


Untuk melihat hasil kalkulasi penambatan dapat dilihat

pada output dalam format notepad++®. Penentuan konformasi ligan

hasil penambatan dilakukan dengan memilih konformasi ligan yang

memiliki energi yang paling rendah (posisi terbaik). Posisi dan

orientasi ligan tersebut pada makromolekul, serta asam-asam amino

yang terikat pada ligan divisualisasikan dengan menggunakan

perangkat lunak Discovery Studio Visualizer® untuk melihat interaksi

ligan terhadap active binding site pada reseptor.

4.1.4.6 Pengujian Pre-ADME

Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisa

parameter awal farmakokinetika yang meliputi absorbsi dan

distribusi. Pengujian dilakukan secara online pada situs

http://preadme.bmdrc.kr/. Struktur senyawa uji digambar dan

kemudian di-submit untuk dianalisa. Hasil yang didapat berupa data

disimpan dalam format (.pdf).

4.1.4.7 Pengujian Toksisitas

Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk melihat

toksisitas dengan menggunakan program Toxtree®.


DAFTAR PUSTAKA

1. Zebua, F. Y., Mulyani, S. H., & H., M. E. (2012). Pemodelan deteksi


penyakit sirosis hati dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan. Jurnal
Ilmiah Sisfotenika, 2(2), 51–60.
2. Wijono, djoko. (2007). Organisasi Kesehatan, VOLUME 2, 7.
3.
4. Nephrol, W. J. (2011). World Journal of, 6124(1), 1–34.
http://doi.org/10.20959/wjpr2016-6447
5. Pracoyo, N. E., & Wibowo, N. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Tingkat Kekebalan Hepatitis B (anti-HBs) pada Anak Umur 1-14
Tahun dari Data Hasil Riskesdas 2007. Media Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan, 26(1), 59–64.
http://doi.org/10.22435/mpk.v26i1.4905.59-64
6. Rosalina, I. N. A., & Padjadjaran, U. (2012). Hubungan Polimorfisme Gen
Tlr 9 ( Rs5743836 ) Dan Tlr 2 ( Rs3804099 Dan Rs3804100 ) Dengan
Pembentukan Anti-Hbs. Ijas, 2(3), 123–127.
7. Riyadi, S., Maheswari, R. R. A., Sudarwanto, M., & Kunci, K. (2010).
Biosintesis Antigen Permukaan Hepatitis B “ HBsAg 100 ” pada
Escherichia coli dalam Rangka Produksi Protein Rekombinan sebagai
Model Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi Biosynthesis of Hepatitis B
Surface Antigen “ HBsAg100 ” In Escherichia coli for Reco. Biosintesis
Antigen Permukaan Hepatitis B “HBsAg100” Pada Escherichia Coli
Dalam Rangka Produksi Protein Rekombinan Sebagai Model Imunogen
Untuk Menghasilkan Antibodi, 18(2), 129–136.
8. Dwi Marinda, F. (2014). Hepatoprotective Effect of Curcumin in Chronic
Hepatitis. Ferina DM| Hepatoprotective Effect of Curcumin in Chronic
Hepatitis J MAJORITY |, 3, 52. Retrieved from
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/477/4
78
9. Candra, A. A. (2013). Aktivitas Hepatoprotektor Temulawak pada Ayam
yang Diinduksi Pemberian Parasetamol Hepatoprotector Activity of
Curcuma in Chickens was Induced By Paracetamol. Jurnal Penelitin
Pertanian Terapan, 13(2), 137–143.
10. utami
11. Devaraj, S., Ismail, S., Ramanathan, S., Marimuthu, S., Mun, D. Y., Yam,
D., & Fei, M. (2010). Evaluasi aktivitas hepatoprotektif ekstrak etanol
standar dari Curcuma Evaluasi aktivitas hepatoprotektif ekstrak etanol
standar dari Curcuma xanthorrhiza Roxb. JMPR Journal of Medicinal
Plants Penelitian, 4(23), 2512–2517.
12. Dalimarta
13. Dr. Arry Yanuar, M.Si., A. (2012). Penambatan Molekular, 1–3.
14. Geldenhuys, W. J., Gaasch, K. E., Watson, M., Allen, D. D., & Van Der
Schyf, C. J. (2006). Optimizing the use of open-source software
applications in drug discovery. Drug Discovery Today, 11(3–4), 127–132.
http://doi.org/10.1016/S1359-6446(05)03692-5
15. achmad 2008
16. rukmana 2006
17. Arooj, M. (2012). In silico Molecular Docking and Design of Anti-Hepatitis
B Drugs. IOSR Journal of Pharmacy and Biological Sciences, 3(6), 41–
55. http://doi.org/10.9790/3008-0364155
18. Prianti B. Ringkasan Pemodelan Kimia Komputasi. Peneliti Bidang
Material Digantara – LAPAN. 2010;6-7p.

Anda mungkin juga menyukai