Anda di halaman 1dari 3

CERITA RAKYAT BENGKULU SELATAN

Legenda Batu Betajuk di Kecamatan Ulu Manna

Cerita ini berawal di sebuah sungai kecil, dimana ada seorang gadis sedang mandi
sambil mencuci pakaian, namun disayangkan pakaian sang hanyut terbawa arus ke hilir
sungai. Akhirnya sang gadis memutuskan mengikuti arus sungai untuk mencari pakaian nya
yang hanyut itu.
Di hilir sungai ketika itu ada seorang pemuda yang sedang memancing ikan, sangat
disayangkan bukan ikan yang terkait di kail pancingan sang pemuda, namun tak lain adalah
sehelai pakaian hanyut. Keheranan sang pemuda pun muncul, sambil berbicara “pakaian
siapa yang terkait dikail pancingan ku ini”. Masih dalam suasana keheranan , pemuda
tersebut dikagetkan dari arah hulu sungai Nampak seseorang gadis sedang mencari sesuatu
dialiran sungai, setelah agak dekat pemuda itu menyapa. “apakah engkau mencari pakaian ini
?”, “benar, pakaian itu yang saya cari” jawab sang gadis. Pemuda tersebut memberikan
pakaian yang menyangkut dikail pancingannya itu kepada sang gadis. “terimah kasih, telah
menemukan pakaian ku” ucap gadis itu, “sama-sama, pakaian itu tadi tersangkut di kail saya
tanpa sengaja” jawab pemuda itu.
Dari sini perkenalan mereka dimulai, “saya Bujana dari kampung kanari” kata
pemuda, “saya Lailena gadis dari kampung Kayu Sebatang” balas sang gadis. Dari
perkenalan ini, ada timbul perasaan di antara mereka, namun tidak mereka ungkapkan.
Selang 5 malam sejak pertemuan Bujana dengan Lailena. Bujana rindu dan ingin
sekali bertemu Lailena lagi. Akhirnya dia putuskan untuk mencari Lailena di Kayu Sebatang.
Keesokan harinya Bujana akhirnya menemukan rumah orang tua Lailena. Namun Lailena
masih malu-malu dengan kehadiran Bujana.
71 hari berlalu, hubungan Bujana dan Lailena semakin dekat. Dan sudah ingin
melanjutkan ke ijab-kabul. Dari orang tua Lailena mereka mendapatkan restu, tapi sangat di
sayangkan tidak mendapatkan restu dari orang tua Bujana. Karena keluarga Lailena berasal
dari keluarga yang tak mampu, dan sangat berbeda jauh dengan keluarga Bujana yang berasal
datri keluarga yang kaya raya.
Niat Bujana ingin membawa istrinya kerumah orang tuanya ditolak oleh orang
tuanya. Dengan demikian mereka tinggal di rumah orang tua Lailena.
Setelah menjalani hidup bersama, Bujana merasa tidak kerasan, karena dia tidak
terbiasa hidup miskin. Akhirnya timbul pertengkaran, dan ketika itu Lailena mengandung
delapan bulan Laili. Bujana berkata “Saya tidak akan terus hidup bersama kamu, kalau begini
terus”, “dari dulu kami memang miskin, tetapi kenapa kamu mau, bukan kah kamu mau
menerima kami apa adanya” jawab Lailena. Bujana membalas kata-kata Lailena, “ Dahulu
dan sekarang tidak bakalan sama”.
Akhirnya Bujana merantau ke kota yang cukup besar. Disana Bujana menetap dan
mendapatkan pekerjaan yang layak. Bahkan Bujana diangkat diangkat menjadi anak oleh
pemilih bekerjanya yang juga orang kaya-raya dan bahkan dijadikan anak tertua. Namun
dengan kebusukan hati Bujana, ia menghamili Raisan anak pemilik tempatnya bekerja.
Karena tak ingin menanggung malu Bujana akhirnya dinikahkan dengan Raisan. Dari
pernikahan Bujana dengan anak orang kaya ini lahir lah seorang anak laki-laki yang bernama
Kumala. Umur Laili dengan Kumala terpaut 3 tahun.
Setelah Laili sudah dewasa, ia memutuskan pamit dengan ibunya untuk merantau ke
kota. Laili tidak tahu kalau kota yang ia rantaui juga kota bapak nya. Dan Laili juga tanpa
sengaja mendapatkan pekerjaan di tempat bapaknya. Semenjak Laili bekerja disana, Kumala
selalu mendekati Laili. Dahulunya Laili tiadak punya hati dengan Kumala, karena Laili ingat
pesan ibunya “janganlah mencari suami yang kaya-raya karena berakibat seperti ibu”. Namun
lambat laun Laili akhirnya timbul perasaan kepada Kumala. Pada saat itu mereka tidak tahu
kalu Laili adalah adik Kumala. Laili dan Kumala pun pada akhirnya menjalin hubungan.
Taatkala Laili ingin pulang ke kampung halaman, Kumala tidak setuju, “kalau kamu
ingin pulang ke kampung mu, aku juga harus ikut”. Laili dan Kumala pergi bersama ke
kampung Laili Desa Kayu Sebatang.
Ketika mereka tiba di rumah Laili. Ibu Laili heran dan bertanya kepada Laili “Siapa
kah dia ?”, namun bukan Laili yang menjawab, melaikan Kumala “Saya Kumala, calon suami
Laili”. Laili heran kenapa Kumala berkata seperti itu kepada Ibu Laili. Setelah pertemuan itu
Kumala pulang ke kota, untuk memenuhi persayaratan ibu Laili “apabila kamu sudah bisa
mencari uang dengan keringat kamu sendiri, kamu boleh menikahi anak saya”.
Dua Tahun kemudian, Kumala kembali lagi menemui Laili dengan membawa
seperangkat alat sholat dan satu lingkaran emas sebagai emas kawin untuk meminang Laili.
Ibu Laili bertanya kepada Kumala “apakah ini hasil keringat kamu sendiri, buka ?”, Kumala
menjawab “saya bersumpah ini hasil tetesan keringat saya sendiri”. Ibu Laili memberikan
restu dan setuju, Laili pun setuju, Karena, Ibu Laili berkata “Kumala tidak seperti ayah kamu,
yang selama ini mengandalkan harta orang tuanya”.
Kumala kembali ke kota untuk menghadap bapanya, ingin menyampaikan bahwa ia
ingin meminang Laili. Ayah Kumala juga ikut setuju. Kemudia ditetapkan lah hari Jum’at
setelah selesai Sholat Jum’at sebegai hari pernikahan mereka. Kumala sudah ada di rumah
Laili sebelum hari pernikahan mereka.
Hari pernikahan Laili dan Kumala telah tiba, undangan telah berdatangan, begitu
juga Alibi orang yang menjadi penghulu dalam pernikahan mereka. Sebelum ijab-kabul
dilaksanakan, Kumala meminta untuk menunggu kedatangan bapak dan ibunya dari kota.
Tak beberapa lama kemudian, bapak dan ibu Kumala tiba. Kumala berkata “ini
bapak saya”. Ibu Laili bertanya kepada Bapak Kumala yang juga bapak Laili “Kemana kamu
selama ini ?”, ayah mereka pun heran dan menjawab “Kumala itu anak ku”. “Pernikahan ini
harus di batalkan” teriak Ibu Laili.
Laili dan Kumala tidak bisa menerima kenyataan. Bahwa mereka adalah saudara
satu darah. Laili akhinya berlari ke sungai tempat ibu dan bapaknya pertama kali bertemu. Di
situ Laili duduk, dan berguma “Kalau saya tidak dinikahkan dengan Kumala, saya bersumpah
lebih baik saya jadi batu dari pada tidak dinikahkan”. Laili termakan sumpahnya sendiri,
jadilah ia seperti batu yang menyerupai orang berpakaian perang, Yang sekarang ini lebih
dikenal dengan Batu Bertajuk. Dan Kumala lari ke belakang rumah dengan arah lain, Kumala
juga bersumpah “lebih baik saya menjadi binatang, dari pada menikahi kakak saya sendiri”.
Kumala menjelma menjadi seekor ular yang berwarna hitam.

Anda mungkin juga menyukai