Antibiotik Tugas
Antibiotik Tugas
PEMBAHASAN
2. Tetrasiklin
Mekanisme Kerja :
Tetrasiklin adalah salah satu antibiotik yang dapat menghambat sintesis protein
pada perkembangan organisme. Antibiotik ini diketahui dapat menghambat
kalsifikasi dalam pembentukan tulang. Tetrasiklin diketahui dapat menghambat
sintesis protein pada sel prokariot maupun sel eukariot. Mekanisme kerja
penghambatannya, yaitu tetrasiklin menghambat masuknya aminoasil-tRNA ke
tempat aseptor A pada kompleks mRNA-ribosom, sehingga menghalangi
penggabungan asam amino ke rantai peptide (Istriyati, 2006).
Farmakokinetika :
Absorbsi
Kira-kira 30-80% tetrasiklin diserap lewat saluran cerna. Doksisiklin dan
minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi ini sebagian besar
berlangsung di lambung dan usus halus bagian atas. Berbagai faktor dapat
menghambat penyerapan tetrasiklin seperti adanya makanan dalam
lambung (kecuali doksisiklin dan monosiklin), pH tinggi, pembentukan
kelat (kompleks tetrasiklin dengan zat lain yang sukar diserap seperti
kation Ca2+, Mg2+, Fe2+, Al3+, yang terdapat dalam susu dan antasid). Oleh
sebab itu sebaiknya tetrasiklin diberikan sebelum atau 2 jam setelah
makan. Tetrasiklin fosfat kompleks tidak terbukti lebih baik absorbsinya
dari sediaan tetrasiklin biasa (Farmakologi dan Terapi, 2007).
Distribusi
Dalam plasma serum jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam
jumlah yang bervariasi. Pemberian oral 250 mg tetrasiklin, klortetrasiklin
dan oksitetrasiklin tiap 6 jam menghasilkan kadar sekitar 2,0-2,5 μg/ml.
Masa paruh doksisiklin tidak berubah pada insufisiensi ginjal sehingga
obat ini boleh diberikan pada gagal ginjal. Dalam cairan serebrospinal
(CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum.
Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke
cairan tubuh lain dalam jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini
ditimbun dalam sistem retikuloendotelial di hati, limpa dan sumsum
tulang, serta di dentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan
tetrasiklin menembus sawar uri, dan terdapat dalam air susu ibu dalam
kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, daya
penetrasi doksisiklin dan minosiklin ke jaringan lebih baik (Farmakologi
dan Terapi, 2007).
Metabolisme
Obat golongan ini tidak dimetabolisme secara berarti di hati. Doksisiklin
dan minosiklin mengalami metabolisme di hati yang cukup berarti
sehingga aman diberikan pada pasien gagal ginjal (Farmakologi dan
Terapi, 2007).
Ekskresi
Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin berdasarkan filtrasi
glomerulus. Pada pemberian per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin
diekskresi melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke
dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar serum. Sebagian besar obat
yang diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi
enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama
setelah terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau
gangguan faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah. Obat
yang tidak diserap diekskresi melalui tinja (Farmakologi dan Terapi,
2007).
Antibiotik golongan tetrasiklin yang diberi per oral dibagi menjadi 3
golongan berdasarkan sifat farmakokinetiknya, yaitu :
a. Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin. Absorpsi kelompok
tetrasiklin ini tidak lengkap dengan masa paruh 6-12 jam.
b. Demetilklortetrasiklin. Absorpsinya lebih baik dari masa paruhnya kira-
kira 16 jam sehingga cukup diberikan 150mg per oral tiap 6 jam.
c. Doksisiklin dan minosiklin. Absorpsinya baik sekali dan masa paruhnya
17-20 jam. Tetrasiklin golongan ini cukup diberikan 1 atau 2 kali 100
mg sehari (Farmakologi dan Terapi, 2007).
Farmakodinamika :
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.
Paling sedikit terjadi dua proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom
bakteri gram negative, pertama secara difusi pasif melalui kanal hidrofilik,
kedua melalui sistem transport aktif. Setelah masuk anti biotik berikatan secara
revarsible dengan ribosom 30S dan mencegah ikatan tRNA–amino asil pada
kompleks mRNA–ribosom. Hal tersebut mencegah perpanjangan rantai peptida
yang sedang tumbuh dan berakibat terhentinya sintesis protein (Farmakologi
dan Terapi, 2007).
3. Makrolida (Erythromycin,Clarythromycin,Azithromycin,Telithromycin)
Mekanisme Kerja :
Mekanisme kerja golongan makrolida adalah menghambat sintesis protein
bakteri pada ribosomnya dengan jalan berikatan secara reversibel dengan
ribosom subunit 50S. Sintesis protein terhambat karena reaksi-reaksi
translokasi amino asil dan hambatan pembentuk awal sehingga pemanjangan
rantai peptida tidak berjalan. Makrolida bisa bersifat sebagai bakteriostatik
atau bekterisida, tergantung antara lain pada kadar obat serta jenis bakteri yang
dicurigai. Efek bakterisida terjadi pada kadar antibiotika yang lebih tinggi,
kepadatan bakteri yang relatif rendah dan pertumbuhan bakteri yang cepat.
Aktivitas antibakterinya tergantung pada ph, meningkat pada keadaan netral
atau sedikit alkali (Rahardja Kirana dan Hoan Tjay Tan, 2013).
Farmakokinetika :
Erythromycin menekan sintesis protein bakteri. Mulai terjadi preparat oral
adalah 1 jam. Waktu utuk mencapai puncak adalah 4 jam dan lama kerjanya
adalah 6 jam.
Pemberian: basa erytromycin dihancurkan oleh asam lambung, sehingga
harus diberikan dalam bentuk tablet berselaput enterik atau berbentuk
antibiotik yang diesterifikasi. Semua diabsorpsi secara adekuat pada
pemberian oral. Clarithromycin, azithromycin dan telithromycin bersifat
stabil terhadap asam lambung dan mudah diabsorpsi.
Distribusi: erythromycin didistribusikan secara baik hingga ke seluruh
cairan tubuh, kecuali CSF. Obat ini merupakan antibiotik yang berdifusi ke
dalam cairan prostatik dan memiliki karakteristik akumulasi yang unik
dalam makrofag. Keempat obat ini terkonsentrasi dalam hati. Inflamasi
membuat penetrasi dalam jaringan lebih besar. Secara serupa,
clarythromycin, azithromycin, dan telithromycin di distribusikan secara
luas dalam jaringan. Kadar azitromycin dalam serum adalah rendah. Obat
terkonsentrasi dalam neutrofil, makrofag, dan fibroblas. Azithromycin
mempunyai waktu paruh yang paling lama dan volume distribusi yang
paling besar diantara keempat obat.
Metabolisme: erithromycin dan telithromycin dimetabolisme secara
ekstensif dan diketahui menghambat oksidasi sejumlah obat melalui
interaksinya sengan sistem sitokrom P450. Gangguan terhadap
metabolisme obat, seperti theophyllin dan carbamazepine, pernah
digunakan dalam penggunaan clarithromyccin. Clarythromycin dioksidasi
menjadi derivat 14-hidroksi yang mempertahankan aktivitas antibiotika.
Ekskresi: erithromycin dan azithromycin terutama terkonsentrasi dan
diekskresi dalam bentuk aktif dalam empedu. Reabsorpsi parsial terjadi
melalui sirkulasi enterohepatik. Metabolit inaktif diekskresikan dalam
urine. Sebaliknya, clarithromycin dan metabolitnya dieliminasi oleh ginjal
dan juga hati, dan dianjurkan agar dosis obat ini disesuaikan pada pasien
dengan fungsi ginjal yang menurun.
(Rahardja Kirana dan Hoan Tjay Tan, 2013)
Farmakodinamika :
Antibiotik makrolida mengikat secara ireversibel pada tempat subunit 50S
ribosom bakteri, sehingga menghambat langkah translokasi sintesis protein.
Obat ini secara umum bersifat bakteriostatik dan dapat bersifat bakterisidal
pada dosis tinggi. Antibiotik makrolida terikat di lokasi P-dari sub unit 50S
ribosom. Hal ini menyebabkan selama proses transkripsi, lokasi P ditempati
oleh makrolida. Ketika t-RNA terpasang dengan rantai peptida dan mencoba
untuk pindah ke lokasi P, t-RNA tersebut tidak dapat menuju ke lokasi P karena
adanya makrolida, sehingga akhirnya dibuang dan tidak dipakai. Hal ini dapat
mencegah transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs-P dan memblok sintesis
protein dengan menghambat translokasi dari rantai peptida yang baru
terbentuk. Makrolida juga menyebabkan pemisahan sebelum waktunya dari
tRNA peptidal di situs A. Makrolida selain terikat di lokasi P dari RNA ribosom
50S, juga memblokir aksi dari enzim peptidil transferase. Enzim ini
bertanggung jawab untuk pembentukan ikatan peptida antara asam amino yang
terletak di lokasi Adan P dalam ribosom dengan cara menambahkan peptidil
melekat pada tRNA ke asam amino berikutnya. Dengan memblokir enzim ini,
makrolida mampu menghambat biosintesis protein dan dengan demikian
membunuh bakteri (Rahardja Kirana dan Hoan Tjay Tan, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta : Bagian Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Dipiro, J.T., et al. 2005. Pharmacotherapy Handbook. Sixth edition. USA : The Mc. Graw Hill
Company
Ganiswara SG, Setiabudy, Suyatna FD dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Istriyati , Bejo Basuki. 2006. Pengaruh Pemberian Tetrasiklin Pada Induk Mencit (Mus
musculus L.) Terhadap Struktur Skeleton Fetus. Berkala Ilmiah Biologi.
Jawetz,E.,J.L. Melnick, and E.A. Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Katzung G, Bertram. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran.
Lüllmann, H., H. Mohr, L. Hein and D. Bieger. 2005. Color Atlas of Pharmacology
Rahardja Kirana dan Hoan Tjay Tan. 2013. Obat-obat penting. Jakarta : PT Gramedia