PENDAHULUAN
salah satu kasus kematian utama di dunia. Berdasarkan data WHO, di dunia terdapat
karsinoma adalah 4,3 per 1000 penduduk dan merupakan penyebab kematian
karsinoma yang berasal dari epitel atau mukosa dan kripta yang melapisi
7,5/100.000 di Vietnam, dan 6,4/100.000 di Filipina. Hal ini juga tejadi di Afrika
seperti Algeria, Moroko, dan Tunisia (5,1/100.000). Oleh karena itu secara
distribusi geografis dan ras menunjukan bahwa faktor genetik, sosial, lingkungan,
dan virus Epstein-Barr berperan penting dalam etiologi dari tumor jenis ini.
Insidensi karsinoma nasofaring rendah dan oleh karena itu tergolong jarang di
beberapa negara seperti Amerika, Jepang, Korea, dan Eropa. Karsinoma ini adalah
1
di daerah kepala dan leher (KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor ganas
di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%,
laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase
sering pada usia 40-60 tahun. Mulai meningkat setelah umur 20 tahun dan menurun
setelah umur 60 tahun. Angka kejadian KNF pada anak bervariasi antara 1-5 % dari
seluruh kejadian karsinoma pada anak. Pria lebih banyak daripada wanita, yaitu
3:1.6,7
Keluhan paling umum adalah benjolan di leher pada lebih dari separuh
pasien. Nyeri kepala muncul pada lebih dari sepertiga pasien. Gangguan nervus
suatu permasalahan, karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak
khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, dan tidak mudah diperiksa oleh
mereka yang bukan ahli sehingga diagnosis sering terlambat, dengan ditemukannya
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. ANATOMI
arah distal. Otot-otot faring terdiri atas tiga otot konstriktor faringeus dan tiga otot
yang berorigo pada proc. Styloideus. Otot-otot ini berperan dalam proses
vertebra C6. Faring terdiri atas tiga lapisan pembentuk, yaitu: mucose, yang tersusun
atas epitel squamous pseudokompleks bersilia pada bagian atas dan epitel
3
faringobasilaris yang melekat pada basis cranii; dan muscular, yang terdiri atas otot
mulut), dan aditus larynx. Melalui tuba auditiva, membrana mucosa juga
Faring terletak di belakang cavum nasi, cavum oris, dan laring dan dibagi
1. Nasofaring
Terletak di posterior cavum nasi, di superior Pallatum molle. Dibentuk oleh corpus
ossis sfenoidalis dan pars basilaris ossis occipitalis pada bagian atap. Di dalam
submukosa atap terdapat kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila faringeus.
4
2. Orofaring,
Terletak di posterior cavum oris. Dibentuk oleh sepertiga posterior lidah dan celah
antara lidah dan epiglotis pada bagian dasar, sedangkan atap dibentuk oleh
permukaan bawah palatum molle dan isthmus faringeus. Pada dinding lateral
palatina. Arcus palatoglossus kiri dan kanan membentuk celah yang merupakan
batas antara rongga mulut dan faring yang kemudian disebut isthmus faucium.
3. Laringofaring.
posterior berada setinggi corpus vertebra C3-6. Dinding lateral dibentuk oleh
II.1.1. Vaskularisasi
II.1.2. Innervasi
Innervasi faring berasal dari pleksus faringeus yang dibentuk oleh cabang-
5
untuk membran mukosa Oropharynx dan N. ramus laryngeus internus serta n.vagus
II.2. FISIOLOGI6
3. Resonator
II.3. DEFINISI
II.4. EPIDEMIOLOGI
berbagai negara, maupun yang tersebar dalam lima benua. Tetapi, insiden KNF
lebih rendah dari 1/105 di semua area. Ras mongoloid merupakan faktor dominan
6
timbulnya KNF, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian
Insiden tertinggi di Cina bagian Selatan (termasuk Hongkong), dan insiden ini
(IARC) tahun 2002 ditemukan sekitar 80.000 kasus baru KNF diseluruh dunia, dan
sekitar 50.000 kasus meninggal dengan jumlah penduduk Cina sekitar 40%.
Ditemukan pula cukup banyak kasus pada penduduk lokal Asia Tenggara, Eskimo
87.000 kasus baru karsinoma nasofaring muncul setiap tahunnya, dengan 61.000
kasus baru terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan. Selain itu,
didapatkan juga 51.000 kasus kematian akibat karsinoma nasofaring dimana 36.000
merupakan salah satu jenis keganasan yang sering ditemukan dan berada pada
karsinoma rahim, dan karsinoma paru.4 Prevalensi di Indonesia adalah 3,9 per
100.000 penduduk setiap tahun. Di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, rovinsi
Sumatera Utara, enderita KNF ditemukan pada lima kelompok suku. Suku yang
paling banyak menderita KNF adalah suku Batak, yaitu 46,7% dari 30 kasus. Di
RSUN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus
7
setahun, RS Hasan Sadikin Bandung rta-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus,
Tumor ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio
2:1 dan apa sebabnya , masih belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada
Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden yang
bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah, insiden KNF meningkat sesuai
dengan meningkatnya umur, pada daerah dengan insiden tinggi KNF meningkat
setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-50 tahun dan menurun
setelahnya.15
II.5. ETIOLOGI
II.5.1. Genetik
kelemahan pada gen HLA memiliki risiko dua kali lebih tinggi untuk menderita
karsinoma nasofaring.14-6
II.5.2. Lingkungan
kapas, asam, caustic, proses pewarnaan kain, merokok, nikel, alkohol, dan infeksi
8
jamur pada cavum nasi akan meningkatkan risiko terjadinya karsinoma
nasofaring.14-16
penyakit. Virus ini dapat menyebabkan infkesi mononukleosis, limfoma burkit dan
Afrika, dan Amerika Serikat. Dijumpainya EBV pada hampir semua kasus KNF
telah mengaitkan terjadinya karsinoma ini dengan keadaan virus tersebut. Pada
1966, seorang peneliti menjumpai peningkatan titer antibodi terhadap EBV dan
KNF serta titer antibodi IgG terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen.
Kenaikan titer ini sejalan pula dengan tingginya stadium penyakit. Namun, virus ini
juga seringkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya, bahkan dapat
Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu tidak akan menimbulkan proses
keganasan.14-16
EBV bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B.
Infeksi EBV terjadi pada dua tempat utama, yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel
limfodit. EBV memulai infkesi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan
reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 dan CR2). Glikoprotein
(gp350/220) pada kasul EBV berkaitan dengan CD21 dipermukaan limfosit B3.
aktivitas ini merupakan rangkaian yang berantai dinilai dari masuknya EBV ke
9
Sementara itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel
nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor
yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring, yaitu
CR2 dan RIGR (Polimorpic Immunoglobulin Receptor). Sel yang terinfeksi oleh
virus bila terinfeksi dengan EBV dan virus mengadakan replikasi, atau EBV yang
menginfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembli menjadi
normal atau dapat terjadi perubahan sifat sel sehingga terjadi transformasi sel yaitu
interaksi antara sel dan virus. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan
sifat sel, sehingga terjadi transformasi sel menjadi ganas dan terbentuklah sel
karsinoma.14-16
Gen EBV yang diekspresiken pada penderita KNF adalah gen letal, yaitu
EBERs, EBNA1, LM1, LM2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam
siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam
transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368 asam
amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N-6 segmen protein
transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujung karboksi (C).
Necrosis Factor) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel
Berbeda halnya dengan jenis karsinoma kepala dan leher lain, KNF jarang
10
dengan EBV, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Meskipun demikian,
umum terhadap risiko terhadap KNF pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan
bukan perokok.14-16
II.6. PATOFISIOLOGI
1. Ulseratif
dinding posterior nasofaring atau fossa rossenmuller yang lebih dalam dan sebagian
kecil dinding lateraal. Tipe ini sering tumbuh progresif infiltraf, meluas pada bagian
lateral, ata nasofaring dan tulang basis kranium. Lesi ini juga sering merusak
foramen laserum dan meluas pada fossa serebralis media melibatkan beberapa saraf
2. Nodular
kadang-kadang terjadi ulserasi kecil. Lesi terbanyak muncul di area tuba eustachius
dan tumbuh disekitar saraf kranial namun tidak menimbulkan gangguan neurologik.
Pada stadium lanjut tumor dapat meluas pada fossa serebralis media dan merusak
basis kranium atau meluas ke daerah orbita melalui fossa orbitalis inferior dan dapat
11
3. Eksofitik
bertangkai dan permukaan licin. Tumor muncul dari bagian atap, mengisi kavum
nasi dan menimbulkan penyumbatan hidung. Tumor ini mudah nekrosis dan
tumbuh menjadi ganas secara perlahan. Penelitian yang dilakukan Teoh pada
yang paling bermakna untuk terjadinya KNF. Dari penelitian Lidan Chen tahun
Reaksi radang
Radang akut dan kronis sering dijumpai pada mukosa nasofaring. Bentuk
12
anggapan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara proses
Hiperplasia
Hiperplasia yang sering terlihat pada lapisan sel mukosa kelenjar dan
Metaplasia
Neoplasia
bagian basal lapisan sel epitel. Lapisan basal ini yaang mulanya sangat kecil
akan bertambah besar, jumlah sel bertambah banyak dan bentuknya akan
II.7. KLASIFIKASI
karakteristik massa tumor, kelenjar getah bening yang terlibat, dan metastasis ke
13
Tabel 1. Tumor Primer (T)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai T0. Tidak terdapat primer Tis Carcinoma in situ
Tumor terbatas pada nasopharynx, atau meluas ke oropharynx tau cavum nasi tanpa
T1
perluasan ke parapharyngeal.
T3 Tumor melibatkan struktur tulang dari basis cranii dan atau sinus paranasalis.
Metastasis bilateral di KGB, 6 cm atau kurang dalam dimensi terbesar di atas fossa
N2
supraclavicular
Metastasis di KGB, ukuran >6 cm N3a sedangkan ukuran >6 cm N3b perluasan ke
N3
fossa supraclavicular.
14
Tabel 4. Klasifikasi stadium
Stadium T N M
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II T1 N1 M0
T2 N0-N1
III T1-T2 N2 M0
T3 N0-N2
IVA T4 B0-N2 M0
IVB T1-T4 N3 M0
penting untuk mengetahui gejala dini KNF dimana tumor terbatas di rongga
nasofaring.12-14,18
disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat
dini.12-14,18
15
Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan
muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang
diproduksi makin lama makin banyak, dan pada akhirnya terjadi perforasi membran
1. Epistaksis
dapat terjadi perdarahan hidung atau epitaksis. Keluarnya darah ini biasanya
2. Sumbatan hidung
rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pielk kronis, kadang-
Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk
penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis,
sinusitis, dan lain-lain. Epitaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang
16
II.8.3. Gejala lanjut
Tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini. Yang khas jika
timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri.
Benjolan biasanya berada di level II-III dan tidak dirasakan nyeri, karenanya sering
kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat ada otot dan
sulit digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut. Pembesaran
kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke
dokter.12-14,18
lubang, maka gangguan persarafan otak dapat terjadi, seperti penjalaran tumor
melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat
Proses karsinoma nasofaring yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan
XIII jika perjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh
di nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah
mengenai seluruh saraf otak, disebut sindrom unilateral. Dapat juga disertai dengan
destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian, biasanya prognosis
buruk.12-14,18
17
3. Gejala Metastasis jauh
Sel-sel karsinoma dapat ikut bersama aliran limfe atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini disebut metastasis jauh.
Paling sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi menandakan suatu
II.9. DIAGNOSIS
II.9.1. Anamnesis
Banyak yang perlu digali dari anamnesis karena gejala yang muncul pada
karsinoma nasofaring sangatlah beragam, gejala yang dapat muncul antara lain
gejala hidung, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta gejala metastasis/leher.
telinga terasa penuh, otalgia, diplopia dan neuralgia trigeminal (nervus III, IV, V,
18
Menurut Formula Digsby, setiap simptom mempunyai nilai diagnostik dan
Gejala Nilai
Eksoftalmus 5
Limfodenopati leher 25
Bila jumlah nilai mencapai 50, diagonosis klinis karsinoma nasofaring dapat
1. Pemeriksaan laboratorium
pemeriksaan darah perifer, LED, hitung jenis, alkali fosfatase, LDH, dan fungsi
2. Biopsi nasofaring
19
dapat ditegakkan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapaan
(aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dari
hidung atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan
biopsy.12,13
dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik
keluar dan diklem bersama-sama ujung katetr yang dihidung. Demikian juga kateter
yang dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian
dengan kaca laring, dilihat nasofaring. Biopsy dilakukan dengan melihat tumor
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan, maka
b. Non keratinizing squamous cell carcinoma yang ditandai dengan batas sel
20
c. Undifferentiated carcinoma ditandai oleh pola pertumbuhan syncitial, sel-
sel poligonal berukuran besar atau sel dengan bentuk spindel, anak inti
carcinoma. Tipe tanda diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang
sensitif.14,16,18
memanjang dengan kromatin inti yang padat dan tersebar tidak merata. Pleomorfik
dari inti dan membran inti lebih jelas. Selalu terlihat perbedaan (variasi) yang jelas
dalam derajat kromasia di antara inti yang berdampingan. Nukleoli bervariasi dalam
besar dan jumlahnya. Sitoplasma lebih padat, berwarna biru dan batas sel lebih
sebagai tanda adanyaa diferensiasi ke arah squamous cell. Bila keratinisasi tidak
terlihat maka dijumpainya halo pada sitoplasma di sekitar inti dan kondensasi
sitoplasma pada bagian pinggir sel, merupakan penutun yang sangat menolong
21
Gambar 3. Cytology smear showing clusters of keratinizing squamous
b. Undifferentiated carcinoma
berupa kelompokan sel-sel berukuran besar yang tidak berdiferensiasi, inti yang
membesar dan khromatin pucat, terdapat anak inti yang besar, sitoplasma sedang,
dijumpai latar belakang sel-sel radang limfosit diantara sel-sel epitel. Dijumpai
gambaran mikroskopis yang sama dari aspirat yang berasal dari lesi primer dan
22
Gambar 4. Kelompokan sel-sel epitel undifferentiated, dengan latar belakang
limfosit. Tampak sitoplasma yang eosinofilik dan anak inti yang prominen. 12
menunjukkan batas antar sel yang jelas dan terkadang dijumpai intercellular bridge
lebih kecil, rasio inti sitoplasma lebih kecil, inti lebih hiperkhromatik dan anak inti
tidak menonjol.14,16,18
23
Gambar 5. Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. 12
b. Undifferentiated Carcinoma
sinsitial dengan batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval dan vesikular,
dijumpai anak inti. Sel-sel tumor sering tampak terlihat tumpang tindih6. Beberapa
sel tumor dapat berbentuk spindel. Dijumpai infiltrat sel radang dalam jumlah
Dapat juga dijumpai sel-sel radang lain, seperti sel plasma, eosinofil, epitheloid dan
Regauds, yang terdiri dari kumpulan sel-sel epiteloid dengan batas yang jelas yang
dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfosit. Yang kedua tipe
Schmincke, sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan bercampur dengan sel-sel
radang. Tipe ini sering dikacaukan dengan large cell malignant lymphoma.14,16,18
24
Gambar 6. Undifferentiated Carcinoma terdiri dari sel-selyang membentuk sarang-
Pemeriksaan yang teliti dari inti sel tumor dapat membedakan antara
karsinoma nasofaring dan large cell malignant lymphoma, dimana inti dari
karsinoma nasofaring memiliki gambaran vesikular, dengan pinggir inti yang rata
25
dan berjumlah satu, dengan anak inti yang jelas berwarna eosinophil. Inti dari
malignant lymphoma biasanya pinggirnya lebih iregular, khromatin kasar dan anak
inti lebih kecil dan berwarna basofilik atau amphofilik. Terkadang undifferentiated
cell carcinoma. Tipe ini memiliki dua komponen yaitu sel-sel basaloid dan sel-sel
squamous. Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti hiperkhromatin dan tidak
dijumpai anak inti dan sitoplasma sedikit. Tumbuh dalam pola solid dengan
konfigurasi lobular dan pada beberapa kasus dijumpai adanya peripheral palisading.
Komponen sel-sel squamous dapat in situ atau invasif. Batas antara komponen
squamous differentiaton. 12
26
4. Pemeriksaan radiologi
adalah:14,16,18
sekitarnya.
Saat ini untuk mendiagnosa secara pasti CT Scan dan MRI merupakan suatu
modalitas utama. Melalui CT Scan dan MRI dapat dilihat secara jelas ada tidaknya
massa dan sejauh apa penyebaran massa tersebut, hingga dapat membantu dalam
frontalis sampai dengan klavikula, potongan koronal, aksial, dan sagital, tanpa dan
dengan kontras. Teknik pemberian kontras dengan injector 1-2cc/kgBB, delay time
27
b. USG abdomen
c. Foto Thoraks
Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai adanya kelainan
d. Bone Scan
5. Pemeriksaan neurologis
beberapa foramen, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala
6. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan IgA anti VCA (capsid
antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi
pengobatan, titer yang didapat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak
160.14,16,18
28
Gambar 9. Alogaritma Diagnosis KNF
29
II.10. DIAGNOSIS BANDING
1. Hiperplasia adenoid
Biasanya terdapat pada anak-anak, jarang pada orang dewasa. Pada anak-
anak hyperplasia ini terjadi karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat
suatu massa jaringna lunak pada aatap nasofaring umumnya berbatas tegas dan
umunya simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda- tanda infiltrasi
2. Angiofibroma juvenilis
KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative. Pada
foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofairng yang berbatas tegas.
menimbulkan destruksi tulang hanya erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya
ada pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus maksilaris yang
dikenal sebgai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vascular maka arterigrafi
kadang sulit pula membedakan angiofibroma juvenils dengan polip hidung pada
foto polos.14,16,18
Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya
tumor sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien datang untuk pemeriksaan
pertama.14,16,18
30
4. Neurofibroma
Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga
ruang para faring kearah medial dapat membantu membedakan kelompok tumor ini
dengan KNF.14,16,18
Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak
dalam mengenai ruang para faring dan menonjol kearah lumen nasofaring. pada
sebagian besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring kearah medial yang
menyerupai KNF dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Gambaran
zat kontras dan akan menjadi sangat hiperdense setelah pemberian zat kontras
komplikasi yang selalu terjadi. Pada KNF, sering kali terjadi komplikasi ke arah
31
1. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai sinus
kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II. yang
memberikan kelainan:13,14,19
nyeri pada wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran
2. Retroparidean sindrom
parapharing dan retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini
palatum mole
32
3. Metastasis organ jauh
Sel-sel karsinoma dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,
mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah
tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.
II.12. PENATALAKSANAAN
Stadium lokal lanjut Stadium III IVA, IVB (T3- Kemoterapi konkuren +/-
Perencanaan terapi radiasi Stadium IVA, IVB (T4 atau Kemoterapi induksi, diikuti
1. Radioterapi
33
dengan atau tanpa kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan
sebesar 5000 cGy, <2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000
cGy dan bila lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41
fraksi 5,5 minggu. Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons
stadium III dan IV, ditemukan angka kegagalan respons lokal dan metastasis
jauh yang tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka ketahanan hidup penderita KNF
penyakit. Pasien KNF stadium III-IV yang hanya diterapi dengan radiasi,
angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival rate) kurang dari 25 %, dan
34
2. Kemoterapi
Selain itu sel – sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitive
terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek
1. Indikasi Kemoterapi
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi
:13,14,18,20
35
a. Neoadjuvant atau induction chemotherapy (yaitu pemberian
Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal
yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada
traktus gastro intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi
intestinal bisa terjadi mual, muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna.
Untungnya sel karsinoma menjalani siklus lebih lama dari sel normal,
sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih
terhadap jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada
paru berupa kronik fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih
sering terjadi dan sebaiknya dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya.
36
kemoterapi.21 Kemoradioterapi kombinasi adalah pemberian kemoterapi
4. Manfaat kemoterapi
vascular bed tumor masih intak sehingga pencapaian obat menuju massa
tumor masih baik. Disamping itu, kemoterapi yang diberikan sejak dini dapat
37
response rate sebesar 80%- 90 % dan Complete Response (CR) sekitar 50%.
(organ preservation).13,14,18,20
dan Paclitaxel dapat memperpanjang durasi sel dalam keadaan fase sensitif
terhadap radiasi.13,14,18,20
5. Kelemahan kemoterapi
mukositis, leukopeni dan infeksi berat. Efek samping yang terjadi dapat
syarat dosis radiasi tidak terlalu berat dan jadwal pemberian tidak
38
diperpanjang, maka sebaiknya gunakan regimen kemoterapi yang sederhana
15%-47%.13,14,18,20
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher radikal dan
paska radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor
4. Imunoterapi
39
Gambar 10. Alogaritma Penatalaksanaan KNF
40
II.12. PROGNOSIS
yang satu dengan subkelompok yang lain. Semakin terlambatnya diagnosis maka
prognosis (angka bertahan hidup 5 tahun) semakin buruk. Perbedaan prognosis dari
tiap stadium KNF berbeda. Prognosis stadium stadium I yaitu 76,9%, stadium II
sebesar 56,0%, stadium III sebesar 38,4% dan stadium IV sebesar 16,4%.14
41
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. EFA
b. Umur : 42 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Kayu Putih
e. Agama : Kristen Protestan
f. Pekerjaan : IRT
g. Tanggal Pemeriksaan : 12 Juli 2019
h. Tempat Pemeriksaan : Bangsal THT-KL RSUD dr. M. Haulussy
Ambon
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama : Mimisan pada hidung sebelah kanan
b. Anamnesis Terpimpin : Autoanamnesis
Keluhan dirasakan sekitar 8 bulan yang lalu. Konsistensi kental. Hidung
terasa tersumbat. Keluar lendir berwarna kuning kadang bercampur
darah, tidak berbau. Batuk pilek (-), nyeri hidung kanan (+). Pasien juga
mengeluhkan telinga kanan kurang mendengar sudah sekitar 3 bulan
terakhir. Berdenging (+), rasa penuh (+), gatal (-), nyeri telinga (+).
Nyeri menelan (-). Mata pasien juga terasa aneh (juling) sekitar 3 bulan
lalu, menurut pasien. Melihat berbayang (+). Demam (-). Pasien juga
mengeluhkan adanya benjolan di leher yang terasa nyeri sejak sekitar 8
bulan yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Dahulu: -
d. Riwayat Kebiasaan: Sering mengorek hidung dengan rumput kalau
gatal
e. Riwayat Pengobatan: Asam mefenamat
42
f. Riwayat Penyakit Keluarga : -
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Laju pernapasan : 18x/ menit
Suhu : 37,1o C
a. Pemeriksaan Telinga
1. Inspeksi dan palpasi :
Kanan Kiri
Bentuk/ukuran normal, Bentuk/ukuran normal,
Preauricula Preauricula
Supraauricula (DBN) Supraauricula (DBN)
Infraauricula Infraauricula
Retroauricula Retroauricula
2. Otoskopi
Kanan Kiri
Daun Telinga Nyeri Tarik (-) Nyeri Tarik (-)
Nyeri Tekan (+) Nyeri Tekan (-)
Liang Telinga Lapang, secret (-), massa Lapang, secret (+),
(-) massa (-)
Membran Intak, Refleks cahaya (+) Intak, Refleks cahaya
Timpani menurun, Hiperemis (-) (+), Hiperemis (-)
3. Pemeriksaan Pendengaran
Kanan Kiri
Rinne - +
Weber Lateralisasi (+) Lateralisasi (-)
Schwabach Memanjang Memanjang
Kesimpulan Tuli konduktif Normal/Tuli SN
43
b. Pemeriksaan Hidung
1. Inspeksi dan palpasi
Kanan Kiri
Bentuk/ ukuran normal, Bentuk/ ukuran normal,
Deformitas (-), Deformitas (-)
Krepitasi (-), Krepitasi (-)
Nyeri Tekan (-), Nyeri Tekan (-)
2. Rhinoskopi Anterior
Kanan Kiri
Cavum Lapang, secret (-) putih Lapang, secret (+)
jernih, lengket, massa (-) bercampur darah pada
sisi belakang hidung kiri, lengket,
massa (+) sisi belakang
Concha Hipertrofi (+), pucat Oedem (-), merah muda
Septum Deviasi (+) Deviasi (-)
44
3. Nodul / Tumor : Tidak teraba
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Nasofaringoskopi, PA: Histopaologi
Biopsi dan Radiologi: CT-Scan
5. Resume
Pasien atas nama Ny. EFA usia 42 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
mimisan pada hidung sebelah kanan. Keluhan dirasakan sekitar 8 bulan yang
lalu. Konsistensi kental. Hidung terasa tersumbat. Keluar lendir berwarna
kuning kadang bercampur darah, tidak berbau. Batuk pilek (-), nyeri hidung
kanan (+). Pasien juga mengeluhkan telinga kanan kurang mendengar sudah
sekitar 3 bulan terakhir. Berdenging (+), rasa penuh (+), gatal (-), nyeri AD (+).
Nyeri menelan (-). Mata pasien juga terasa aneh (juling) sekitar 3 bulan lalu,
menurut pasien. Melihat berbayang (+). Demam (-). Pasien juga mengeluhkan
adanya benjolan di leher yang terasa nyeri sejak sekitar 8 bulan yang lalu.
Riwayat penyakit dahulu: - Riwayat penyakit keluarga : tidak ada keluarga
yang pernah mengalami keluhan yang serupa. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan kesadarah pasien kompos mentis, tanda-tanda vital dalam batas
normal. Tekanan darah 120/80 mmHg; nadi= 80x/menit; pernapasan
18x/menit; suhu=37,1ºC. Hasil inspeksi dan palpasi telinga dalam batas
normal. Pada otoskopi, kedua liang telinga (kiri dan kanan) lapang, sekret (-)
dan massa (-).Membran timpani kanan-kiri intak, reflex cahaya (+) agak
menurun pada AD. Pemeriksaan tes pendengaran AD tuli konduktif. Pada
pemeriksaan hidung didapatkan cavum nasi keduanya lapang, sekret (+) pada
hidung kiri. Conchae nasi kanan pucat dan kiri merah muda. Pada pemeriksaan
tenggorokan dan pemeriksaan leher dalam ditemukan orofaring kanan-kiri
licin, ulkus (-), merah muda. Pada pemeriksaan leher ditemukan ada
pembesaran kelenjar getah bening regio II Jugularis superior-media dextra:
tampak massa ukuran 1,5x1 cm, licin, keras, imobile, nyeri tekan (+), hiperemis
(-).
45
6. Diagnosa
Susp. Carsinoma Nasopharynx Grade II
7. Diagnosis Banding
1. Limfoma
2. Ca sinonasal
3. Tumor tonsil
4. Angiofibroma
5. Limfadenitis TB
6. Metastasis (tumor sekunder)
8. Terapi
Cefadroxil 500mg tab/PO/12j
Ibuprofen 400mg tab/PO/8j
Metilprednisolone 8mg tab/PO/12j
9. Anjuran
1. Istrahat yang cukup
2. Jangan memaksa mengeluarkan ingus dengan keras
3. Hindari faktor-faktor pemicu seperti asap rokok, menggunakan Air
Conditioner (AC), kipas angin dan udara yang terlalu panas.
4. Edukakasikan tentang rujukan
5. Banyak minum air putih
46
10. Foto pasien
47
48
BAB IV
DISKUSI
Pasien atas nama Ny. EFA usia 42 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
mimisan pada hidung sebelah kanan. Keluhan dirasakan sekitar 8 bulan yang lalu.
Konsistensi kental. Hidung terasa tersumbat. Keluar lendir berwarna kuning kadang
bercampur darah, tidak berbau. Batuk pilek (-), nyeri hidung kanan (+). Pasien juga
Berdenging (+), rasa penuh (+), gatal (-), nyeri AD (+). Nyeri menelan (-). Mata
pasien juga terasa aneh (juling) sekitar 3 bulan lalu, menurut pasien. Melihat
berbayang (+). Demam (-). Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan di leher yang
terasa nyeri sejak sekitar 8 bulan yang lalu. Riwayat penyakit dahulu: - Riwayat
penyakit keluarga : tidak ada keluarga yang pernah mengalami keluhan yang
serupa. Dari pemeriksaan fisik ditemukan kesadarah pasien kompos mentis, tanda-
tanda vital dalam batas normal. Tekanan darah 120/80 mmHg; nadi= 80x/menit;
pernapasan 18x/menit; suhu=37,1ºC. Hasil inspeksi dan palpasi telinga dalam batas
normal. Pada otoskopi, kedua liang telinga (kiri dan kanan) lapang, sekret (-) dan
massa (-).Membran timpani kanan-kiri intak, reflex cahaya (+) agak menurun pada
didapatkan cavum nasi keduanya lapang, sekret (+) pada hidung kiri. Conchae nasi
kanan pucat dan kiri merah muda. Pada pemeriksaan tenggorokan dan pemeriksaan
leher dalam ditemukan orofaring kanan-kiri licin, ulkus (-), merah muda. Pada
49
Jugularis superior-media dextra: tampak massa ukuran 1,5x1 cm, licin, keras,
Riwayat penyakit dahulu: -. Riwayat keluarga : tidak ada keluarga yang pernah
dapat ditentukan stadium dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan.
1. Anamnesis
Pasien sering mengalami perdarahan hidung aktif, telinga terasa penuh dan
2. Pemeriksaan fisik
pemeriksaan hidung didapatkan cavum nasi keduanya lapang, sekret (+) pada
hidung kiri. Conchae nasi kanan pucat dan kiri merah muda. Pada orofaring
kiri : penuh massa, licin, lobuler, ulkus (-), merah muda. Pada mata kanan
3. Pemeriksaan penunjang
50
a. Pemeriksaan patologik anatomi: Pemeriksaan ini dilakukan guna
dari biopsi nasofaring bukan dari Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJH)
dilakukan dengan tang biopsi lewat hidung atau mulut dengan tuntunan
c. Foto Thoraks: Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai
kontras. Pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan foto thorax dan tidak
51
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 10 facts about cancer. 2013 (diunduh 5 Mei 2019). Tersedia dari: URL:
HYPERLINK http://www.who.int/features/factfiles/cancer/en/index.htm
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed.
B.Brockstein Head and Neck Cancer. New York: Kluwer Academic. hlm.275-
91.
2009;10:917-20.
52
8. Averdi Roezin, Aninda Syafril. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Efiaty A.
Soepardi, editor. Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Ed.5.
In Libya–A Comparative Study. Middle East J. Appl. Sci. 2011; 1(1): 1-4.
10. Netter, Frank H. Atlas of human anatomi. Edition 25th. Jakarta: EGC; 2014.
11. Mascher, Anthony L. Janquiera’s basic histology text and atlas. McGraw Hill:
Lange; 2010.
12. Guyton and Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi 11. Jakarta: EGC; 2006.
Nasional; 2017.
2015.
53
18. Bagwan I, Kane S, Chinoy R. Cytology evaluation of the enlarged neck node:
20006;6(2):2-10
2003.
22. Bagwan I, Kane S, Chinoy R. Cytologic evaluation of the Enlarged Neck Node:
2006;2(6): 1-7
54