Anda di halaman 1dari 13

TUKAR MATERI

Metode: Daya Tampung dan Daya Dukung Lingkungan,


Keseuaian Lahan, dan Ambang Batas Lingkungan

Oleh:
Kartika Septi Kumaladewi (135060601111002)
Luh Made Dwi Ary Sutantri (135060601111015)
Fasal Ghifari Imaniar (135060601111020)

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN

Lingkungan secara alami memiliki kemampuan untuk


memulihkan keadaannya, Pemulihan keadaan ini merupakan suatu
prinsip bahwa sesungguhnya lingkungan itu senantiasa arif menjaga
keseimbangannya. Selama belum ada gangguan yang
menghambat,maka apapun yang terjadi, lingkungan itu sendiri tetap
bereaksi secara seimbang. Apabila bahan pencemar berakumulasi terus
menerus dalam suatu lingkungan, maka lingkungan tidak punya
kemampuan alami untuk menetralisasinya yang mengakibatkan
perubahan kualitas. Maka dari itu Perlu ditetapkan daya dukung
lingkungan untuk mengetahui kemampuan lingkungan menetralisasi
parameter pencemar dalam rangka pemulihan kondisi lingkungan
seperti semula.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lingkungan Hidup


Menurut UU.No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan Hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.
2.2 Daya Tampung dan Daya Dukung Lingkungan
2.2.1 Daya Tampung Lingkungan (Carrying Capacity)
Daya tampung lingkungan adalah kemampuan lingkungan
untuk menampung/menyerap zat energi dan atau komponen lain yang
masuk atau dimasukan di dalamnya. Pelestarian Daya Tampung
Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau
komponen lain yang dibuang ke dalamnya.
2.2.2. Daya Dukung Lingkungan Hidup
Daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan
ekosistem untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat
sekaligus mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi, dan
kemampuan memperbarui diri. Daya dukung lingkungan diartikan
sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia.
Pelestarian daya dukung lingkungan adalah rangkaian upaya untuk
melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan
dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar
tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lain.
Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan
cara mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk
mendukung kegiatan manusia atau penduduk yang menggunakan ruang
bagi kelangsungan hidup. Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat
dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di
hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan
sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan
pemanfaatan ruang yang sesuai.
Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 komponen, yaitu
kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung
limbah (assimilative capacity). Kapasitas sumber daya alam tergantung
pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air,
penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini
dilakukan berdasarkan 3 pendekatan, yaitu:
1. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.
2. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan.
3. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.
Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan antara
ketersediaan lahan (SL) dan kebutuhan lahan (DL).Penentuan daya
dukung lahan dilakukan dengan membandingkan ketersediaan dan
kebutuhan lahan. Bila SL > DL daya dukung lahan dinyatakan surplus
dan jika SL < DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit atau
terlampaui. Konsep tentang daya dukung sebenarnya berasal dari
pengelolaan hewan ternak dan satwa liar. Daya dukung itu
menunjukkan kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan
hewan yang dinyatakan dalam jumlah ekorpersatuan luas lahan.
Analisis daya dukung merupakan suatu alat perencanaan
pembangunan yang memberikan gambaran mengenai hubungan antar
penduduk, penggunaan lahan dan lingkungan. Prosedur dalam
melakukan analisis ialah dengan mengidentifikasi ambang batas/
kualitas lingkungan dan geografi, potensi lahan, dan jumlah populasi
dan merumuskan dalam rumus:
𝐿
𝐴=
𝑃
Ket:
A = daya dukung lingkungan (orang/ha)
L = luas lahan
P = populasi penduduk
2.3 Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan
untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai
untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan
perbaikan (kesesuaian lahan potensial)
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan
data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut
diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala
sedangkan kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian
lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan.
Kesesuaian lahan berhubungan dengan daya dukung lingkungan karena
ketika suatu lahan digunakan untuk pemanfaatan lahan tertentu maka
perlu diketahui apakah daya dukung lingkungan sekitar dapat
mendukung pemanfaatan lahan tersebut.
Menilai tingkat kesesuaian lahan maka dilakukan klasifikasi
dengan 2 cara, yakni :
1. Metode Parametrik
Metode scoring merupakan salah satu metode dalam
menentukan kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan lahan. Metode
scoring adalah teknik analisis data kuantitatif yang digunakan untuk
memberikan nilai pada masing-masing karakteristik parameter dari sub-
sub variable agar dapat dihitung nilainya serta dapat ditentukan
peringkatnya. Pendekatan parametrik dalam evaluasi kesesuaian lahan
adalah pemberian nilai pada tingkat pembatas yang berbeda pada sifat
lahan, dalam skala normal diberi nilai maksimum 100 hingga nilai
minimum 0. Nilai 100 diberikan jika sifat lahan optimal untuk tipe
penggunaan lahan yang dipertimbangkan (Sys et al., 1991).
2. Metode faktor penghambat
Pendekatan pembatas adalah suatu cara untuk menyatakan
kondisi lahan atau karakteristik lahan pada tingkat kelas, dimana
metode inimembagi lahan berdasarkan jumlah dan intensitas pembatas
lahan. Pembatas lahan adalah penyimpangan dari kondisi optimal
karakteristik dan kualitas lahan yang memberikan pengaruh buruk
untuk berbagai penggunaan lahan (Sys et al., 1991).
2.4 Ambang Batas Lingkungan
Penilaian bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar maka
digunakan mutu baku lingkungan. Gangguan terhadap lingkungan
diukur menurut besar kecilnya penyimpangan dari batas-batas yang
telah ditetapkan sesuai dengan kemampuan atau daya tenggang
lingkungan. Adanya baku mutu lingkungan, dikenal adanya nilai
ambang batas yang merupakan batas-batas daya dukung, daya tenggang
dan daya toleransi atau kemampuan lingkungan. Nilai ambang batas
terbagi menjadi batas tertinggi dan terendah dari kandungan zat-zat,
mahluk hidup atau komponen-komponen lain dalam setiap interaksi
yang berkenaan dengan lingkungan khususnya yang mempengaruhi
mutu lingkungan. Dapat dikatakan lingkungan tercemar apabila kondisi
lingkungan telah melewati ambang batas (batas maksimum dan batas
minimum) yang telah ditetapkan berdasarkan baku mutu lingkungan.
Penentuan apakah telah terjadi pencemaran dari kegiatan
industri atau pabrik dipergunakan dua buah sistem baku mutu
lingkungan, yaitu:
1. Effluent Standard, merupakan kadar maksimum limbah yang
diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan
2. Stream Standard, merupakan batas kadar untuk sumberdaya
tertentu, seperti sungai, waduk dan danau. Kadar yang
ditetapkan berdasarkan pada kemampuan sumberdaya beserta
sifat peruntukannya. Miasalnya batas kadar badan air untuk air
minum akan berlainan dengan batas kadar bagi badan air untuk
pertanian.
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dalam
keputusannya No. KEP-03/MENKLH/II/1991 telah menetapkan baku
mutu air pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara
ambien, baku mutu udara emisi dan baku mutu air laut. Pada keputusan
tersebut, yang dimaksud dengan:
1. Baku mutu air pada sumber air, adalah batas kadar yang
diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat dalam air,
namun tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
2. Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan
bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber
pencemaran ke dalam air pada sumber air, sehingga sehingga
tidak meyebabkan dilampauinya baku mutu air.
3. Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang
diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara,
namun tidak menimbulkan gangguan terhadap mahluk hidup,
tumbuh-tumbuhan dan atau benda.
4. Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan
bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber
pencemaran ke udara, sehingga tidak mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien
5. Baku mutu air laut adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat,
energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada, dan zat
atau bahan pencemar yang ditenggang adanya dalam air laut.
BAB III
STUDI KASUS

3.1 Studi Kasus


Dalam melakukan analisis berupa daya dukung lingkungan
terhadap suatu kawasan atau wilayah salah satu aspek yang perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan adalah ketersediaan dan kebutuhan
akan sumber daya lahan dan air bagi kawasan atau wilayah tersebut
sehingga dapat diketahui kondisi daya dukung lingkungan terhadap
suatu kawasan wilayah. Analisis daya lingkungan dapat dilakukan pada
wilayah tingkat propinsi, kabupaten/kota atau juga dapat dilakukan
pada kawasan ekologis seperti DAS dan pulau kecil. Salah satu studi
kasus yang ada yaitu dengan analisis daya lingkungan pada kawasan
ekologis seperti pulau kecil terjadi pada pengembangan Pulau Enggano,
Bengkulu.
Akibat jumlah penduduk yang semakin bertambah merupakan
tuntutan bagi pemerintah dan masyarakat dalam mendukung adanya
pengembangan ekosistem pulau kecil di Indonesia dengan harapan
salah satunya dapat menunjang perekonomian masyarakat, sesuai
dengan studi kasus analisis daya lingkungan pada Pulau Enggano,
Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu. Pulau Enggano
terbentuk dari adanya ekosistem mangrove, ekosistem rawa, hutan
dataran rendah dan pantai. Pengelolaan dan pengembangan Pulau
Enggano didasarkan pada daya dukung lingkungan dan kesesuaian
pemanfaatan lahan, karena pulau yang bersifat ekologis rentan terhadap
perubahan lingkungan, sehingga harus adanya pengelolaan dan
pengembangan yang tetap sesuai dengan sistem ekologis dan tidak
memanfaatkan sumber daya alam yang ada dengan tindakan semena-
mena.
Berdasarkan Bappeda Propinsi Bengkulu, Pulau Enggano
diarahakan sebagai kawasan pusat industri perikanan dan pariwisata.
Adanya eksplorasi lingkungan juga memperhatikan indikator guna
lahan dan kesesuaian pemanfaatan lahan.
Daya dukung lingkungan dihitung berdasarkan perbandingan
antara potensi sumber daya alam yang dimiliki dan kebutuhan yang
diperlukan serta kebutuhan yang harus tersedia dalam suatu kawasan.
Daya dukung lingkungan pada Pulau Enggano dalam bidang pariwisata
berhubungan dengan ketersediaan ruang dan air bersih untuk
mendukung fasilitas pariwisata, misalnya penginapan yang juga
memerlukan air bersih 1000 liter/hari dengan sumber air bersih sungai,
mata air artesis, sumur gali.air bersih yang tersedia cukup untuk
memenuhi kebutuhan air bersih bagi pengembangan sarana prasarana
pariwisata dengan syarat kawasan hutan sebagai kawasan perlindungan
untuk dipertahankan.
Selain daya dukung lingkungan berdasarkan pariwisata terdapat
daya dukung lingkungan berdasarkan alam, seperti hutan yang dapat
dilihat dari aspek ekologi yang ditentukan dengan membandingkan luas
kawasan hutan lindung dengan luas kawasan hutan yang dibutuhkan
dengan nilai daya dukung lingkungan 1,01 artinya hutan yang ada di
Pulau Enggano masih dapat mendukung lingkungan sekitar asalkan
luas hutan yang tersedia masih utuh dan memiliki vegetasi yang baik.
Sedangkan ditinjau dari aspek ekonomi, salah satunya adalah aspek
penyedia kayu yang dapat dihitung berdasarkan perbandingan total
ketersediaan kayu di hutan produksi dibandingkan total potensi untuk
pengembangan.
Berdasarkan analisis kesesuaian lahan dikembangkan sebagai
kawasan pariwisata alam, pariwisata pantai, pariwisata bahari,
pengembangan pemukiman, pertanian, perkebunan dan pengembangan
kawasan perlindungan. Terdapat alternatif pengembangan budidaya di
Pulau Enggano terdapat sektor tambak, keramba jaring apung dan
rumput laut. Pengembangan tambak tidak memungkinkan karena dapat
merubah bentang alam, pengembangan usaha keramba jaring apung
kurang cocok karena keterbatasan fasilitas, seperti listrik dan BBM.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Daya dukung lingkungan kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan sedangkan daya tampung kemampuan
lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan atau komponen lain.
Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 komponen, yaitu
kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung
limbah (assimilative capacity).
Kesesuaian lahan berhubungan dengan daya dukung lingkungan
karena ketika suatu lahan digunakan untuk pemanfaatan lahan tertentu
maka perlu diketahui apakah daya dukung lingkungan sekitar dapat
mendukung pemanfaatan lahan tersebut.
Lahan dikatakan sesuai atau tidak ketika akan dilakukan
pemanfaatan lebih lanjut, maka digunakan mutu baku lingkungan untuk
menilai bahwa apakah lingkungan telah rusak atau tercemar. Nilai
ambang batas terbagi menjadi batas tertinggi dan terendah dari
kandungan zat-zat, mahluk hidup atau komponen-komponen lain dalam
setiap interaksi yang berkenaan dengan lingkungan khususnya yang
mempengaruhi mutu lingkungan. Dapat dikatakan lingkungan tercemar
apabila kondisi lingkungan telah melewati ambang batas (batas
maksimum dan batas minimum) yang telah ditetapkan berdasarkan
baku mutu lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
www.penataanruang.net
Prasita, Viv Djanat. 2007. Analisis daya dukung lingkungan dan
optimalisasi pemanfaatan wilayah pesisir untuk pertambakan di
Kabupaten Gresik. Jurnal (online).
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40912 (diakses 28
September 2014).
Sitorus, santun. 1998. Evaluasi sumberdaya lahan. Bandung : tarsito
Senoaji, Gunggung. 2009. Daya Dukung Lingkungan dan Kesesuaian
Lahan Dalam Pengembangan Pulau Enggano Bengkulu. Jurnal
Bumi Lestari (IX) 2.
Riftung, Sofyan dkk. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan.
Bogor: Balai PenelitianTanah dan Agroforestry Centre.

Anda mungkin juga menyukai