Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH HIPERTENSI POST PARTUM

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hipertensi atau darah tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Hipertensi

merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk

mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur.

Diketahui 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi

penyebab penyakitnya. Itulah sebabnya hipertensi dijuluki pembunuh diam-diam atau silent

killer. Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para penderitanya.

Menurut laporan Dinas Kesehatan Jawa Barat di tahun 2015 disampaikan bahwa

jumlah kasus kematian Ibu melahirkan karena kehamilan, persalinan, dan nifas meningkat

cukup tajam dari 748 kasus di tahun 2014 menjadi 823 kasus di tahun 2015. (Pikiran Rakyat.

2016) Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan

50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Maka dari itu, pelayanan masa nifas

sangat diperlukan karena masa nifas merupakan masa kritis bagi ibu dan bayinya. Masa nifas

(puerperium) adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

kandungan kembali seperti keadaaan sebelum hamil. Masa nifas ini berlagsung selama kira-

kira 6 minggu (Prawirohardjo, Sarwono. 2002).

Berdasarkan data Riskedas 2013 bahwa salah satu penyebab utama kematian ibu nifas

adalah pendarahan dan hipertensi. Selain itu, terdapat pula kasus akibat penanganan yang
tidak melibatkan tenaga medis dan sampai saat ini, hipertensi merupakan tantangan terbesar

di Indonesia, hipertensi pada masa nifas merupakan kondisi yang sering ditemukan pada

pelayanan kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi,

yaitu sebesar 25,8%. (Riskedas, 2013) Tekanan darah tinggi pada ibu nifas yang terus

menerus tanpa adanya penanganan dapat menyebabkan jantung seseorang bekerja extra

keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung,

ginjal, otak dan mata. Hipertensi pada masa nifas merupakan penyebab umum terjadinya

stroke dan serangan jantung hingga terjadi kematian pada ibu nifas. (Masrifah, Siti. 2016)

Salah satu strategi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan untuk menurunkan

Angka Kematian Ibu adalah peningkatan kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan oleh

tenaga kesehatan, termasuk bidan (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, 2013). Bidan berperan

penting dalam pemberian pelayanan pada masa nifas untuk mendeteksi dini masalah yang

mungkin terjadi sehingga dapat mencegah komplikasi yang mungkin terjadi, seperti

perdarahan, infeksi dan hipertensi masa nifas (Sulistyawati, 2009).

Sehubungan dengan hal diatas dan karena salah satu penyebab angka kematian ibu

adalah hipertensi serta didukung dengan banyaknya kasus hipertensi post partum yang terjadi

di Indonesia, maka penulis bermaksud untuk mempelajari lebih lanjut kasus hipertensi pada

ibu nifas. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengkaji Asuhan Kebidanan Patologis Pada

Ibu Nifas dengan Hipertensi, serta untuk memenuhi tugas Asuhan Kebidanan Nifas.

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian post partum

2. Untuk mengetahui pengertian hipertensi post partum

3. Untuk mengetahui macam-macam hipertensi post partum

4. Untuk mengetahui penyebab hipertensi post partum


5. Untuk mengetahui gambaran klinis hipertensi post partum

6. Untuk mengetahui etiologi hipertensi post partum

7. Untuk mengetahui diagnosis hipertensi post partum

8. Untuk mengetahui patofisiologi hipertensi post partum

9. Untuk mengetahui komplikasi pada hipertensi post partum

10. Untuk mengetahui penanganan hipertensi post partum

11. Untuk mengetahui pengobatan farmasi hipertensi post partum

12. Untuk mengetahui skema penatalaksanaan hipertensi post partum

13. Untuk mengetahui contoh kasus dan penanganan ibu post partum dengan

hipertensi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Masa Nifas

Puerperium berasal adari bahasa latin yaitu puer artinya bayi, dan parous

artinya melahirkan atau masa sesudah melahirkan, yang berlangsung kurang lebih 6

minggu. (Saleha, Siti. 2009 2)

Masa nifas ( puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau

puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu

(42 hari). (Nanny, Vivian. 2011 : 1)

Masa nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan

akhir periode inpartu) sehingga kembalinya reproduksi wanita pada kondisi tidak

hamil. (Varney, 2007)

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah persalinan yang diperlukan

untuk pemulihan alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri dan Fisiologi

Fakultas Kedokteran Padjadjaran Bandung)

B. Pengertian Hipertensi Masa Nifas

Hipertensi masa nifas adalah peningkatan tekanan darah dalam 24 jam

pertama dari nifas pada wanita yang tadinya normotensi dan hipertensi akan

berangsur – angsur hilang dalam waktu 10 hari. (Mansjoer, Arif. 2001)

Hiperytensi masa nifas disebut juga dengan transient hypertension dengan

tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.

C. Macam-Macam Hipertensi Masa Nifas


1. Hipertensi Essentialis ( Hipertensi Primer )

Adalah penyakit hipertensi yang kronis dan disebabkan oleh arteriosclerosis.

Penyakit hipertensi essentialis pada post partum merupakan kelanjutan dari

hipertensi yang terjadi pada kehamilan minggu ke 20 dan hipertensi tetap pada

sebuah persalinan. Hipertensi ini sering menimbulkan dan menyebabkan kelainan

pada jantung ( membesar ), pada ginjal, otak dan retina.

Untuk mendiagnosa hipertensi essentialis, yaitu:

1) Tensi ≥ 140/90 mmHg

2) Terjadi dalam 24 jam post partum

Gejala hipertensi essentialis post partum, yaitu:

1) Tensi yang naik, yaitu dengan sistolis 30 mmHg dan diastolis 15 mmHg.

2) Proteinuria yang hebat

3) Timbulnya odema

Tanda – tanda hipertensi essentialis post partum, adalah :

1) Pembesaran jantung

2) Faal yang kurang

3) Kelainan pada retina ( haemorhagi atau exudat )

4) Tensi pemulaan 200 sistolik dan 120 diastolik

5) Jika pada kehamilan yang lampau pernah diberati dengan eklamsi, maka akan

berpengaruh pada hipertensi post partum.

2. Hipertensi chronic / renal ( hipertensi sekunder )

Adalah suatu kondisi dimana diperlukan penurunan tekanan darah segera (

tidak selalu diturunkan dalam batas normal ) untuk mencegah dan membatasi

kerusakan pada organ.


Yang menyebabkan hipertensi renal pada post partum ini, juga ibu post partum

mempunyai riwayat yang berhubungan dengan kehamilannya, misalnya; Pre

eklamsi atau eklamsi. Dalam hal ini hipertensi pada ibu post partum juga bisa

disebabkan karena adanya penyakit ginjal pada ibu hamil yang disertai dengan

hipertensi.

D. Penyebab Hipertensi Masa Nifas

Karena tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume

sekuncup, dan TPR, peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak

dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan denyut jantung dapat

terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau hormonal yang abnormal pada nodus SA.

Peningkatan denyut jantung yang kronis seringkali menyertai kondisi hipertirodisme.

Akan tetapi, peningkatan denyut jantung biasanya di kompensasi dengan penurunan

volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak mengakibatkan hipertensi. Peningkatan

volume sekuncup yang kronis dapat terjadi jika volume plasma meningkat dalam

waktu lama, karena peningkatan volume plasma direfleksikan dengan peningkatan

volume diastolik akhir sehingga volume sekuncup dan tekanan darah meningkat.

Peningkatan volume diastolik akhir dihubungkan dengan peningkatan preload

jantung. Peningkatan preload biasanya berhubungan dengan peningkatan hasil

pengukuran tekanan darah sistolik.

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi akibat

gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau komsumsi garam yang

berlebihan. Penelitian epdemiologis, migrasi, dan genetik pada manusia dan hewan

memperlihatkan bukti yang kuat hubungan antara asupan tinggi garam dan

peningkatan tekanan darah. Dari perspektif evolusi, manusia beradaptasi dengan

ingesti dan ekskresi kurang dari 1 gram garam per hari, yang setidaknya kurang dari
sepuluh kali dari rata-rata konsumsi garam di negara- negara industri. Selain

peningkatan asupan diet garam, peningkatan abnormal kadar renin dan aldosteron

atau penurunan aliran darah ke ginjal juga dapat mengganggu pengendalian garam

dan air.

Peningkatan TPR yang kronis dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf

simpatis atau hormn pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol

terhadap rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan

pembuluh darah. Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa lebih kuat, dan

dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah

melintasi pembuluh-pembuluh yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan pada

afterload jantung. Dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik.

Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, ventrikel kiri mungkin mulai

mengalami hipertrofi (pembesaran). Dengan hipertrofi, kebutuhan oksigen ventrikel

semakin meningkat sehingga harus memompa darah lebih keras lagi untuk memenuhi

kebutuhan tersebut.

Setiap kemungkinan penyebab hipertensi yang disebutkan di atas dapat terjadi

akibat peningkatan aktivitas susunan saraf simpatis. Bagi banyak individu,

peningkatan rangsangan saraf simpatis, atau mungkin responsivitas yang berlebihan

dari tubuh terhadap rangsangan simpatis normal, dapat ikut berperan menyebabkan

hipertensi. Hal ini dapat terjadi akibat respons stres yang berkepanjangan, yang

diketahui melibatkan pengaktifan sistem simpatis, atau mungkin akibat kelebihan

genetik reseptor norepinefirin di jantung atau otot polos vaskuler. (Buku Saku

Patofisiologis. 2009:485-486).

Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena saat

seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa hormon yang akan
menyebabkan penyempitan dari pembuluh darah, dan pengeluaran cairan lambung

yang berlebihan, akibatnya seseorang akan mengalami mual, muntah, mudah

kenyang, nyeri lambung yang berulang, dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus

menerus dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pula.

Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan sikap hidup yang tidak tepat

komposisi antara asupan makanan, olahraga dan istirahat, sehingga menimbulkan

gejala awal seperti obesitas yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan lain

seperti kencing manis, dan gangguan jantung.

Konsumsi garam berlebihan, dapat menimbulkan darah tinggi diakibatkan oleh

peningkatan kekentalan dari darah, sehingga jantung membutuhkan tenaga yang lebih

untuk mendorong darah sampai ke jaringan paling kecil.

Kebiasaan konsumsi alkohol, kafein, merokok dapat menyebabkan kekakuan dari

pembuluh darah sehingga kemampuan elastisitas pada saat mengalami tekanan yang

tinggi menjadi hilang.

Kadang-kadang, tekanan darah mungkin jauh lebih tinggi dalam periode pasca-

melahirkan dibandingkan antepartum atau intrapartum. Hal ini mungkin disebabkan

oleh kombinasi faktor, termasuk pemberian larutan garam pada wanita yang memiliki

kelahiran sesar, hilangnya vasodilatasi kehamilan terkait setelah melahirkan,

mobilisasi cairan ekstraselular setelah melahirkan, dan administrasi non-steroid anti-

inflamasi agen untuk postdelivery analgesia. Aldosteronisme primer merupakan

penyebab yang jarang hipertensi postpartum. Wanita dengan gangguan ini mungkin

memiliki tekanan darah lebih rendah selama kehamilan karena efek natriuretik dari

progesteron, dan mungkin hadir dengan hipertensi postpartum signifikan dengan atau

tanpa hipokalemia.
E. Gambaran Klinis Hipertensi Masa Nifas

Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi

bertahun-tahun, dan berupa:

1) Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat

peningkatan tekanan darah intrakranium.

2) Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.

3) Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.

4) Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.

5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

(Rahayu, YP. dkk. 2012)

F. Etiologi Hipertensi Masa Nifas

Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena saat

seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa hormon yang akan

menyebabkan penyempitan dari pembuluh darah, dan pengeluaran cairan lambung

yang berlebihan, akibatnya seseorang akan mengalami mual, muntah, mudah

kenyang, nyeri lambung yang berulang, dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus

menerus dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pula.

Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan sikap hidup yang tidak tepat

komposisi antara asupan makanan, olahraga dan istirahat, sehingga menimbulkan

gejala awal seperti obesitas yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan lain

seperti kencing manis, dan gangguan jantung.

Konsumsi garam berlebihan, dapat menimbulkan darah tinggi diakibatkan

oleh peningkatan kekentalan dari darah, sehingga jantung membutuhkan tenaga yang

lebih untuk mendorong darah sampai ke jaringan paling kecil. (Maryunani, Anik.

2015)
G. Diagnosis Hipertensi

Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran,

hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang

berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala- gejala klinis, Pengukuran

tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat

selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutupi 80%

lengan). Tensier dengan air raksa masih tetap dianggap alat pengukur yang baik.

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya,

riwayat dan gejala penyakit-penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner,

gagal jantung, penyakit serebrovaskular, dan lainnya. Apakah terdapat riwayat

penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi,

perubahan aktivitas/kebiasaan (seperti merokok), konsumsi makanan, riwayat obat-

obatan bebas, hasil dan efek samping terapi anti hipertensi sebelumnya bila ada, dan

factor pisikisosial lingkungan (keluarga, pekerjaan dan sebagainya).

Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau

lebih dengan jarak 2 menit, kemudian di periksa ulang pada lengan kontralateral.

Dikaji perbandingan berat badan dan tinggi pasien. Kemudian dilakukan pemeriksaan

funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif, pemeriksaan leher untuk

mencari bising carotid, pembesaran vena, atau kelenjar tyroid. Dicari tanda-tanda

gangguan irama dan denyut jantung, pembesaran ukuran bising, derap, dan bunyi

jantung ketiga atau empat. Paru diperiksa untuk mencari ronchi dan bronkospasme.

Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari adanya massa, pembesaran ginjal,

dan pulsasi aorta yang abnormal. Pada ekstremitas dapat ditemukan pulsasi arteri

perifer yang menghilang, edema, dan bising. Dilakukan juga pemeriksaan neurologi.
Tabel 2. 1 Klasifikasi hipertensi post partum sesuai WHO/ISH

Klasifikasi Sistolik (mmHG) Diastolik (mmHG)

Normotensi < 140 < 90

Hipertensi ringan 140-180 90-105

Hipertensi perbatasan 140-160 90-95

Hipertensi sedang dan berat >140 >105

Hipertensi sistolik terisolasi >140 >90

Hipertensi sistolik perbatasan 140-160 >90

Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik sama atau

lebih dari 160 mmHg, tetapi tekanan diastolic kurang dari 90 mmHg. Keadaan ini

berbahaya dan memiliki peranan sama dengan hipertensi diastolic sehingga harus

diterapi ( Mansjoer, Arif. 2001 )

Hipertensi Kronis : Hipertensi terjadi pada kehamilan tetapi tidak kunjung

menurun hingga pasca partum. Gejala dan tanda usia umumnya > 30 tahun, multipara.

Umumnya disertai masalah medis lain : DM atau penyakit ginjal. Berhubungan

dengan ras dan bersifat familial. Tidak disertai dengan proteinuria. Diagnosa

ditegakkan dengan adanya riwayat HT sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan <

20 minggu. Dan menetap sampai 6 minggu pasca persalinan.

H. Patofisiologi Hipertensi Masa Nifas

Menurut Corwin (2001): Peningkatan Denyut Jantung, peningkatan volume

sekuncup/curah jantung yang bermasalah lama, peningkatan tekanan perifer (TPR)

yang berlangsung lama.

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla

spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf

simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang

serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya

noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti

kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap

rangsang vasokonstriksi. (Joni. 2011)

I. Komplikasi Komplikasi Yang Dapat Terjadi Pada Hipertensi Dalam Masa Nifas

Komplikasi komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi dalam masa nifas antara

lain adalah :

1) Stroke

Dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang

terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat

terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami

hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi

berkurang. Arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

2) Infark miokard

Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak menyuplai cukup

oksigen ke miokardum atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran

darah melewati pembuluh darah.


3) Gagal ginjal

Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler

glomerulus ginjal. Dengann rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit fungsional

ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan

kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui

urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan

edema, yang seringt dijumpai pada hipertensi kronis.

4) Ensefalopati (kerusakan otak)

Dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna ( hipertensi yang meningkat cepat

dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan

peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh

susunan saraf pusat. Neuron-neurn di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta

kematian.

5) Kejang

Dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin memiliki berat

lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian

dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau

sebelum proses persalinan. (Buku Saku Patofisilogis. 2009)

J. Penanganan Hipertensi Masa Nifas

1) Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan ( IMT ≥ 27 )

2) Mengurangi asupan natrium (< 100 mmol Na / 2,4 gr, Na / 6 gr Nacl / hari)

3) Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat

4) Berhenti merokok ( apabila ibu post partum selama dan sebelum hamil

ketergantungan rokok ) dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam

makanan
5) Dianjurkan untuk memakai kontrasepsi bila jumlah anak belum cukup selama

beberapa tahun

6) Bila jumlah anak sudah cukup, dianjurakan untuk segera melakukan tubektomi

7) Terapi sedative misal fenoarbital 30 mg ( dapat diberikan jika dianggap perlu ) obat –

obatan anti hipertensi seperti reserpin dan metal dopa untuk mengendalikan

hipertensi.

8) Istirahat cukup pada tidur malam , sekurang – kurangnya 8 jam dan tidur siang kurang

lebih 2 jam.Pekerjaan rumah tangga dikurangi.

9) Obat penenag ( solution charcot , diazepam ( valium ) ,prometazin / obat tidur dalam

dosis rendah.

10) Pendekatan secara psikologis

11) Diet tinggi protein , rendah hidrat arang , rendah lemak dan rendah garam

K. Pengobatan Farmasi Hipertensi Masa Nifas

Pegobatan pada penderita hipertensi masa nifas dapat dilakukan dengan :

diberikan obat anti hipertensi (metildopa, dopamet) atau bila perlu bisa diberikan

MgSO4 lewat infus atau suntikan pada bokong, agen anti hipertensi mungkin

diperlukan sementara masa nifas jika hipertensi parah.

Obat-obatan oral serupa dengan yang digunakan dalam populasi tidak hamil dapat

digunakan. Singkat furosemide terapi (20 mg oral sekali atau dua kali per hari selama

lima hari) dapat memfasilitasi kembali ke normotension pada wanita dengan berat,

tetapi tidak ringan, preeklampsia, terutama mereka dengan edema yang signifikan,

tekanan darah harus dipantau secara ketat. (Joni. 2011)


L. Skema Penatalaksanaan Hipertensi

Mulai atau lanjutan perubahan kebiasaan hidup

Tekanan darah > 140/90 mmHG tidak tercapai untuk pasien dengan diabetes atau

gangguan ginjal terdapat perbedaan nilai

Pilihan obat

-Hipertensi tanpa komplikasi

Diuretik, Beta bloker

-Indikasi tertentu

Inhibitor ACE, penghambat reseptor Angiotensin II, alfa bloker, alfa-beta-bloker,

beta Bloker, antagonis Ca, diuretik

-Indikasi yang sesuai

*Diabetes mellitus tipe 1 dengan proteinuria

inhibitor ACE

*Gagal jantung

inhibitor ACE, diuretik

*Hipertensisistolok terisolasi

Diuretik, Antagonis Ca dihidropiripin kerja lama

*Infrk miokard Beta bloker(non ISA), Inhibitor ACE(dengan disfungsi sistolik)

Tekanan darah yang dituju tidak tercapai


Tekanan darah yang dituju tidak tercapai

Tidak ada respon atau efek samping Respon tidak adekuat tapi toleransi baik

Tambahkan obat keduua dari golongan


Ganti dengan obat dari golongan lain yang berbeda(diuretik, bila belum
diberikann

Tekanan darah yang di tuju tidak tercapai

Tambahkan obat dari golongan lain pertimbangkan untuk dirujuk pada dokter spesialis

hipertensi

Mengontrol tekanan darah dengan baik minimal setelah 1 tahun, dapat dicoba

menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara perlahan dan progresif.

Pada beberapa pasien mungkin dapat di mulai terapi dengan lebih dari satu

obat secara langsung. Pasien dengan tekanan darah ≥200/≥120 mmHg harus diberikan

terapi dengan segera dan jika terdapat gejala kerusakan organ harus dirawat di rumah

sakit.( Mansjoer,Arif. 2001 )


M. Contoh Kasus Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Hipertensi

ASUHAN KEBIDANAN

PADA NY. P P2A0 POST PARTUM HARI KE I DENGAN HIPERTENSI

DI RUMAH SAKIT KOTA PULAU PUNJUNG

I. PENGKAJIAN DATA

Hari/tanggal : Selasa/31 Oktober 2017

Pukul : 09.00 WIB

No. MRK :

A. DATA SUBJEKTIF

1. Identitas / Biodata

Nama Ibu : Ny. P Nama Suami : Tn. J

Umur : 21 tahun Umur : 24 thn

Suku/kebangsaan : Minang/Indonesia

Agama : Islam Agama : Islam

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan Swasta

Alamat : Pulau Punjung Alamat : Pulau Punjung

2. Keluhan Utama

Ibu mengeluh sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, dan mual setelah

melahirkan serta merasa nyeri pada luka SC

3. Riwayat Kehamilan Sekarang

Trimester I : ANC I kali

Keluhan : Mual muntah

Anjuran : Makan dengan porsi sedikit tapi sering

Theraphy : Pemberian Vit B6 dan Tablet Fe


Trimester II : ANC II kali

Keluhan : Tidak ada

Theraphy : Mengurangi aktivitas berat dan makan-makanan gizi

seimbang

Trimester III : ANC III kali

Keluhan : Nyeri pada bagian pinggang dan sering BAK dimalam hari

Anjuran : Melakukan senam hamil dan mengurangi minum dimalam

hari

Theraphy : Pemberian tablet Fe

4. Riwayat Persalinan Sekarang

Waktu Persalinan : 30-10-17 , Pukul : 08:30,

Jenis Kelamin : Perempuan

Berat Badan : 2.600 gram, Panjang Badan : 47 cm, Apgarscore : 8/9 Jenis

Persalinan : SC, Tempat Persalinan : RSUD, Plasenta: Lengkap

Lama Persalinan : 1 1/2 jam dimeja operasi, Jumlah Perdarahan : ± 400 cc

Kala I : dimeja operasi

Kala II : dimeja operasi

Kala III : dimeja operasi

Kala IV : dimeja operasi

Keadaan Air Ketuban : Jernih

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ibu mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki penyakit menahun, menular

dan menurun.

6. Pola Kebutuhan Dasar


1) Eliminasi : BAB : Negatif

BAK : Terpasang douwer cateter, jumlah urine 450 cc

2) Nutrisi : Ibu makan 2x sehari selama 24 jam postpartum

3) Istirahat : Ibu kurang istirahat karena luka bekas SC masih nyeri

4) Aktifitas : Ibu belum bisa melakukan aktivitas sehari-hari

5) Personal Hygiene : Ibu hanya di lap dan diganti baju bersih

6) Keadaan Psikologis : Ibu sangat bahagia atas kelahiran bayinya

B. DATA OBJEKTIF

Suhu : 36,20 C, Rr : 21 X /M, N : 82 X /M, TD : 160/90 mmHg, keadaan

umum : lemah

Mata : Simetris, Konjungtiva : An Anemis, Sklera : An Ikterik

Muka : Pucat

Hidung : Normal, bersih tidak ada secret

Mulut : Bersih dan tidak ada caries, stomatitis, gingivitis, ada kal kulus

Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid dan vena jugularis

Dada : Simetris, putting susu menonjol,

ASI : Ada

Abdomen : Luka SC masih basah, TFU : 2 Jari dibawah pusat, Kontraksi : Baik

Genetalia : Pengeluaran Lochea Rubra

Punggung : Normal, tidak ada nyeri ketuk

Ektremitas Atas : Terpasang infus RL, tidak ada oedema dan cavilarirevil

Ekstremitas Bawah : Tidak ada oedema, varices dan cavilarirevil

II. ANALISA DATA

Diagnosa : Ibu P2A0 Post Partum 24 Jam dengan hipertensi

Masalah : - Sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, dan mual


- Nyeri pada luka SC

Kebutuhan :− Konseling tentang penyebab dan cara mengatasi tekanan

darah tinggi

− Konseling tentang cara perawatan bekas luka SC

− Pemberian obat dan terapi dengan kolaborasi dokter obgyn

III. DIAGNOSA POTENSIAL

Pre-eklamsi ringan

IV. TINDAKAN SEGERA/KOLABORASI

Kolaborasi dengan dokter SpOg

V. PERENCANAAN (PLANING)

1) Jelaskan hasil pemeriksaan saat ini

2) Jelaskan penyebab sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, dan mual setelah

melahirkan

3) Jelaskan penyebab nyeri pada luka SC

4) Kolaborasi dengan dokter spog dalam pemberian obat

5) Anjurkan ibu untuk makan makanan bergizi

6) Anjurkan ibu agar istirahat yang cukup

VI. IMPLEMENTASI

1) Menjelaskan hasil pemeriksaan saat ini

2) Menjelaskan penyebab sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, dan mual setelah

melahirkan

3) Menjelaskan penyebab nyeri pada luka SC

4) Melakukan kolaborasi dengan dokter spog dalam pemberian obat

5) Menganjurkan ibu untuk makan makanan bergizi

6) Menganjurkan ibu agar istirahat yang cukup


VII. EVALUASI

1) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan saat ini yaitu TD : 160/90 mmHg, N : 82 x

/m, Rr : 21 x /m, S : 36,20 C, TFU : 2 jari dibawah pusat. Ibu sudah mengetahui

hasil pemeriksaan nya saat ini.

2) Menjelaskan kepada Ibu penyebab sakit kepala, pusing, penglihatan kabur dan

mual adalah karena efek dari tekanan darah tinggi dan kondisi yang lemah

setelah persalinan dan cara mengatasinya yaitu dengan cukup istirahat. Ibu

mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan bersedia melaksanakannya.

3) Menjelaskan kepada ibu tentang penyebab nyeri pada luka SC bahwa itu adalah

hal yang biasa terjadi karena adanya perlengketan bekas luka dengan organ lain,

dimana serabut-serabut jaringan luka menempel dan menarik organ-organ lain

sehingga menimbulkan rasa nyeri ketika terjadi regangan pada jaringan luka. Ibu

sudah tau tentang penyebab nyeri pada luka SC.

4) Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG dalam pemberian obat

a. Cefotaxime 2x1 gram vial/IV

b. Metronidazol 2x1 ampul/IV

c. Ranitidine 2x1 ampul/IV

d. Ondansentron 2x1 ampul/IV

e. Keterolac 3x1 ampul/IV

f. MgSo4 40% 6 gram boka-boki

Kolaborasi sudah dilakukan

5) Menganjurkan ibu untuk makan makanan bergizi agar keadaan Ibu cepat pulih

dan ASI lancar. Ibu bersedia untuk makan makanan bergizi


6) Menganjurkan ibu agar istirahat yang cukup dan agar tidak terlalu lelah dan

produksi ASI lancar, serta proses involusi uterus berjalan lancar sehingga dapat

mencegah perdarahan. Ibu mengerti dan bersedia untuk istirahat yang cukup.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak,dkk. 2004. Keperawatan maternitas. Jakarta : EGC.


Carpenito, Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk
Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Hamilton, C.Mary. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC.
Kumala, Poppy. Et. Al. 2004. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Sylvia, dkk. 2006. Patofisiologi edisi 6. Jakarta : EGC.
Lovastatin, Kahlmeler, penyakit jantung dan tekanan darah tinggi – prestasi pustakariya,
2006.
Penuntun diet, Bagian Gizi RSCM dan PESAGI: Jakarta 1996
Pedoman makan untuk kesehatan jantung Indonesia, PERKI pusat dan yayasan jantung
Indonesia Jakarta, 2002

 Manuaba, Chandranita. 2008. Gawat Darurat Obstetric Ginekologi & Obstetric Ginekologi
Social Untuk Profesi Bidan.Jakarta : EGC Maryunani, Anik. 2015. Asuhan Ibu Nifas &
Asuhan Ibu Menyusui. Bogor : IN MEDIA Nanny, Vivian. 2011. Asuhan Kebidanan pada
Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika
 31. PKBI. 2015. Kematian Ibu Melahirkan Terus Meningkat. http://pkbi.or.id/kematian-

ibu-melahirkan-terus-meningkat/, diakses pada tanggal 17 Maret 2017 Prawirihardjo,


Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Rahayu,

YP. dkk. 2012. Buku Ajar Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta : Mitra Wacana Medika

Anda mungkin juga menyukai