Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

HIPERTENSI KRONIK PADA IBU NIFAS

Dosen Pembimbing : Nova Ratna Dewi, SST, M.Kes


Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui

Di susun oleh :
Rizki Amalia

POLTEKKES KEMENKES ACEH PRODI D III


KEBIDANAN ACEH TENGAH
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberkati penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan
makalah ini dan berbagai sumber yang telah penulis pakai sebagai data dan fakta pada makalah
ini.

Penulis mengakui bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna.
Begitu pula dengan makalah ini yang telah penulis selesaikan. Tidak semua hal dapat penulis
deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Penulis melakukannya semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang penulis miliki.

Maka dari itu, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca. Penulis akan
menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki
makalah ini di masa datang. Dengan menyelesaikan makalah “Hipertensi Kronik Pada Ibu
Nifas” ini penulis mengharapkan banyak manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari makalah
ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1. Pengertian Masa Nifas
2.2. Pengertian Hipertensi Masa Nifas
2.3. Macam – macam Hipertensi Masa Nifas
2.4. Penyebab Hipertensi Masa Nifas
2.5. Gambaran Klinis Hipertensi Masa Nifas
2.6. Diagnosis
2.7. Komplikasi
2.8. Penanganan Hipertensi Masa Nifas
2.9. Pengobatan farmasi

BAB III PEMBAHASAN


3.1. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Hipertensi Kronik
3.2. SOAP
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal, hipertensi termasuk dalam
masalah global yang melanda dunia. Menurut data WHO (World Health Organization) pada
tahun 2012 jumlah kasus hipertensi ada 839 juta kasus. Secara global, 80% kematian ibu hamil
dan nifas yang tergolong dalam penyebab kematian ibu secara langsung, yaitu disebabkan karena
terjadi perdarahan biasanya perdarahan pasca persalinan, hipertensi, partus macet , aborsi dan
karena penyebab lain (WHO, 2012).

Berdasarkan data Riskedas 2013 bahwa salah satu penyebab utama kematian ibu nifas adalah
perdarahan dan hipertensi. Selain itu, terdapat pula kasus akibat penanganan yang tidak
melibatkan tenaga medis dan sampai saat ini, hipertensi merupakan tantangan terbesar di
Indonesia, hipertensi pada masa nifas merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan
kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar
25,8% (Riskades, 2013).

Angka kematian ibu pada tahun 2016 di provinsi Aceh di donminasi oleh kematian ibu nifas
yaitu sebanyak 76 orang (45%), kematian ibu bersalin sebanyak 65 orang (38%), dan kematian
ibu hamil sebanyak 28 orang (17%). Penyebab langsung kematian ibu ini didominasi oleh
kejadian perdarahan dan pre eklamsi/eklamsi dan beberapa penyebab lainnya seperti hipertensi,
anemia, inversion uteri, dan penyebab lainnya (Faradilla, 2016).

Hipertensi adalah kondisi medis yang paling sering mempengaruhi wanita usia subur
(Bothamley & Maureen, 2012). Hipertensi didiagnosis apabila tekanan darah mencapai 140/90
mmHg atau lebih dengan menggunakan fase V Korotkoff untuk menentukan tekanan diastolik.
Berkembangnya hipertensi selama kehamilan atau dalam 24 jam pertama post partum pada
seorang wanita yang sebelumnya tensi nomal. (Cunnigham, 2005).
Tekanan darah tinggi pada ibu nifas yang terus menerus tanpa adanya penangganan dapat
menyebabkan jantung seseorang bekerja ekstra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya
kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Hipertensi pada masa nifas
merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung hingga terjadi kematian pada
ibu nifas. (Masrifah, Siti. 2016)

Bidan berperan penting dalam pemberian pelayanan pada masa nifas untuk mendeteksi dini
masalah yang mungkin terjadi sehingga dapat mencegah komplikasi yang mungkin terjadi,
seperti pendarahan, infeksi dan hipertensi masa nifas (Sulistyawati, 2009).

Sehubung dengan hal diatas dan karena salah satu penyebab angka kematian ibu adalah
hipertensi serta didukung dengan banyaknya kasus hipertensi post pastum yang terjadi. Maka
penulis bermaksud untuk mempelajari lebih lanjut hipertensi pada ibu nifas.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan hipertensi kronik pada ibu nifas?
2. Bagaimana asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan hipertensi korinik?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hipertensi kronik pada ibu nifas
2. Untuk mengetahui bagaimana asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan hipertensi kronik
BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Masa Nifas

Puerperium berasal dari bahasa latin yaitu peur artinya bayi, dan parous artinya
melahirkan atau masa sesusah melahirkan, yang berlangsung kurang lebih 6 minggu. (Saleha,
Siti. 2009)

Masa nifas atau peurperium dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat –
alat kandung kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerperium dimulai
sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari). (Nanny, Vivian.
2011)

Masa nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir
periode inpartu) sehingga kembalinya reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. (Varney,
2007)

2.2. Pengertian Hipertensi Masa Nifas

Hipertensi masa nifas disebut juga dengan transient hypertension dengan tekanan darah ≥
140/90 mmHg.

Hipertensi masa nifas adalah peningkatan tekanan darah dalam 24 jam pertama dari nifas
pada wanita yang tadinya normotensi dan hipertensi akan berangsur – angsur hilang dalam
waktu 10 hari. (Mansjoer, Arif. 2001)
2.3. Macam – macam Hipertensi Masa Nifas
2.3.1. Hipertensi Essentialis (Hipertensi Primer)

Hipertensi Essentialis (Hipertensi Primer) adalah penyakit hipertensi yang kronis


dan disebabkan oleh arteriosclerosis.

Penyakit hipertensi essentialis pada post partum merupakan kelanjutan dari


hipertensi yang terjadi pada kehamilan minggu ke 20 dan hipertensi tetap pada sebuah
persalinan. Hipertensi ini sering menimbulkan dan menyebabkan kelainan pada jantung
(membesar), pada ginjal, otak dan retina.

Untuk mendiagnosa hipertensi essensial, yaitu :

a. Tensi ≥140/90 mmHg


b. Terjadi dalam 24 jam post partum

Gejala hipertensi essentialis post partum, yaitu ;

a. Tensi yang naik, yaitu dengan sistolis 30 mmHg dan diastolis 15 mmHg.
b. Protein uria yang hebat
c. Timbulnya odema

Tanda – tanda hipertensi essentialis post partum, adalah :

a. Pembesaran jantung
b. Faal yang berkurang
c. Kelainan pada retina (haemorhagi atau exudat)
d. Tensi pemulaan 200 sistolik dan 120 diastolik
e. Jika pada kehamilan yang lampau pernah diberati dengan eklamsi, maka akan
berpengaruh pada hipertensi post partum
(Ratna, 2017)

2.3.2. Hipertensi chronic/renal (Hipertensi Sekunder)


Hipertensi chronic/renal (Hipertensi Sekunder) adalah suatu kondisi dimana
diperlukan penutunan tekanan darah segera (tidak selalu diturunkan dalam batas
normal) untuk mencegah dan membatasi kerusakan organ.

Yang menyebabkan hipertensi renal pada post partum ini, juga ibu post partum
mempunyai riwayat yang berhubungan dengan kehamilannya, minsalnya; preeklamsi
atau eklamsi. Dalam hal ini hipertensi pada ibu post partum juga bisa disebabkan
karena adanya penyakit ginjal pada ibu hamil yang disertai hipertensi (Ratna, 2017).

2.4. Penyebab Hipertensi Masa Nifas

Karena tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jatung, volume sekuncup dan
TPR, peningkatan salah satu dari ketiga variable yang tidak dikompensasi dapat
menyebabkan hipertensi. Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan saraf
simpatis atau hormonal yang abnormal pada nodus SA. Peningkatan denyut jantung yang
kronis sering kali menyertai kondisi hipertirodisme. Akan tetapi, peningkatan denyut
jantung biasanya dikompensasi dengan penurunan volume kuncup dan TPR, sehingga tidak
menyebabkan hipertensi. Peningkatan volume sekuncup yang kronis dapat terjadi jika
volume plasma meningkat dalam waktu lama, karena peningkatan volume plasma
direfleksikan dengan peningkatan volume diastolik akhir sehingga volume sekuncup dan
tekanan darah meningkat. Peningkatan volume diastolik akhir dihubungkan dengan
peningkatan preload jantung. Peningkatan preload biasanya dihubungkan dengan
peningkatan hasil pengukuran tekanan diastolik.

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi akibat gangguan
penangganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Penelitian
epidemiologis, migrasi dan genetik pada manusia dan hewan memperlihatkan hubungan
yang kuat antara asupan tinggi garam dan peningkatan tekanan darah. Dari perspektif
evolusi, manusia beradaptasi dengan ingesti dan ekskresi kurang dari 1 gram garam perhari,
yang setidaknya kurang dari sepuluh kali dari rata – rata konsumsi garam di negara – negara
industri. Selain peningkatan asupan diet garam, peningkatan abnormal kadar renin dan
aldosterone atau penurunan aliran darah ke ginjal juga dapat mengganggu pengendalian
garam dan air.

Peningkatan TPR yang kronis dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf simpatis
atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terhadap
rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah.
Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa lebih kuat, dan dengan demikian
menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintasi pembuluh –
pembuluh yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan pada afterload jantung. Dan
biasanya berkaiatan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload
berlangsung lama, ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (pembesaran).
Dengan hipertrofi, kebutuhan oksigen ventrikel semakin meningkat sehingga harus
memompa darah lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Setiap kemungkinan penyebab hipertensi yang disebutkan di atas dapat terjadi akibat
peningkatan aktivitas susunan saraf simpatis. Bagi banyak individu, peningkatan
rangsangan saraf simpatis, atau mungkin responsivitas yang berlebihan dari tubuh terhadap
rangsangan simpatis normal, dapat ikut berperan menyebabkan hipertensi. Hal ini dapat
terjadi akibat respons stress yang berkepanjangan. Yang diketahui melibatkan pengaktifan
sistem simpatis, atau mungkin akibat kelebihan genetik resptor norepinefirin di jantung atau
otot polos vaskuler (Corwin, 2009).

Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah , karena saat seseorang
dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa hormon yang akan menyebabkan
penyempitan dari pembuluh darah, dan mengeluarkan cairan lambung yang berlebihan,
akibat nya seseorang akan mengalami mual, muntah, mudah kenyang, nyeri lambung yang
berulang, dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus menerus dapat menyebabkan
komplikasi hipertensi pula.

Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan sikap hidup yang tidak tepat komposisi
antara asupan makanan, olahraga dan istirahat, sehingga menimbulkan gejala awal seperti
obesitas yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan lain seperti kencing manis, dan
gangguan jantung. Konsumsi garam berlebihan, dapat menimbulkan darah tinggi
diakibatkan oleh peningkatan kekentalan dari darah, sehingga jantung membutuhkan tenaga
yang lebih untuk mendorong darah sampai ke jaringan paling kecil.

Kebiasaan konsumsi alcohol, kafein merokok dapat menyebabkan kekauan dari


pembuluh darah sehingga kemampuan elastisitas pada saat mengalami tekanan yang tinggi
menjadi hilang.

Kadang – kadang, tekanan darah mungkin jauh lebih tinggi dalam periode pasca –
melahirkan dibandingkan antepartum atau intrapartum. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kombinasi faktor, termasuk pemberian larutan garam pada wanita yang memiliki kelahiran
sesar, hilangnya vasodilatasi kehamilan terkait setelah melahirkan, mobilisasi cairan
esktraseluler setelah melahirkan, dan administrasi non – steroid anti – inflamsi agen untuk
postdelivery analgesia. Aldosteronisme primer merupakan penyebab yang jarang hipertensi
postpartum. Wanita dengan gangguan ini mungkin memilki tekanan darah lebih rendah
selama kehamilan karena efek natriuretik dan progesteron, dan mungkin hadir dengan
hipertensi postpartum signifikan dengan atau tanpa hipokalemia. (Ratna, 2017)

2.5. Gambaran Klinis Hipertensi Masa Nifas

Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengelami hipertensi bertahun – tahun,
dan berupa :

1. Sakit kepala saat terjaga, kadang – kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan
tekanan darah intrakranium
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina
3. Cara berjalan yang tidak mantap karena kurusakan susunan saraf pusat
4. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
5. Oedema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan darah kapiler
(Rahayu, YP. Dkk. 2012)

2.6. Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat
ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali
terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala – gejala klinis, pengukuran tekanan darah
dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit,
dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan). Tensier dengan air
raksa masih tetap dianggap alat pengukur yang baik.

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat
dan gejala penyakit – penyakit yang berkaitan seperti jantung coroner, gagal jantung,
penyakit serebrovaskuler, dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga,
gejala – gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktivitas/kebiasaan
(seperti merokok), konsumsi makanan, riwayat obat – obatan bebas, hasil dan efek samping
terapi anti hipertens sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan (keluarga,
pekerjaan dan sebagainya).

Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tekanan darah dua kali atau lebih
dengan jarak 2 menit., kemudian di periksa ulang pada lengan kontralateral. Dikaji
perbandingan berat badan dan tinggi pasien. Kemudian dilakukan pemeriksaan funduskopi
untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif, pemeriksaan leher untuk mencari bising
carotid, pembesaran vena, atau kelenjar tyriod. Dicari tanda – tanda gangguan irama dan
denyut jantung, pembesaran ukuran bising, derap dan bunyi jantung ketiga atau empat. Paru
diperiksa untuk mencari rhonci dan bronkospasme. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk
mencari adanya masa, pembesaran ginjal dan pulsasi aortra yang abnormal. Pada
ekstremitas dapat ditemukan pulsasi arteri perifer yang menghilang, oedema, dan bising.
Dilakukan juga pemeriksaan neurologi (Ratna, 2017).

Table Klasifikasi hipertensi post partum sesuai WHO/ISH

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normotensi < 140 < 90
Hipertensi ringan 140 – 180 90 – 105
Hipertensi perbatasan 140 – 160 90 – 95
Hipertensi deang dan berat >140 >105
Hipertensi sistolik terisolasi >140 >90
Hipertensi sistolik
140 – 160 >90
Perbatasan

Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik sama atau lebih
dari 160 mmHg, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg. Keadaan ini berbahaya dan
memiliki peranan sama dengan hipertensi diastolik sehingga harus diterapi (Mansjoer, Arif.
2001).

Hipertensi kronis : hipertensi terjadi pada kehamilan tetapi tidak kunjung menurun
hingga pasca partum. Gejala dan tanda usia umumnya > 30 tahun, multipara. Umumnya
disertai masalah medis lain : DM atau penyakit ginjal. Berhubungan dangan ras atau bersifat
familial/ tidak disertai dengan proteinuria. Diagnosa ditegakan dengan adanya riwayat HT
sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan < 20 minggu. Dan menetap dampai 6 minggu
pasca persalinan (Ratna, 2017).

2.7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi dalam masa nifas antara lain adalah :

1. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi
dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri
otang yang mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
2. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang aterosklerotik tidak menyuplai
cukup oksigen ke miokardum atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran
darah melewati pembuluh darah.
3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler
glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit fungsional ginjal,
yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan oedema, yang sering
dijumpai pada hipertensi kronis.
4. Ensepalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, teruma pada hipertensi maligna
(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong caiaran ke
ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron – neronm di sekitarnya kolaps
dan terjadi koma serta kematian.
5. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin memiliki berat
lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemungkinan
dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau sebelum
proses persalinan (Corwin, 2009)

2.8. Penanganan Hipertensi Masa Nifas


1. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (IMT ≥ 27)
2. Mengurangi asupan natrium (< 100 mmol Na / a ,4 gr, ma / 6 gr Nacl / hari)
3. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat
4. Berhenti merokok (apabila ibu post partum selama dan sebelum hamil ketergantungan
rokok) dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.
5. Dianjurkan untuk memakain kontrasepsi bila jumlah anak belum cukup selama
beberapa tahun.
6. Bila jumlah anak sudah cukup, dianjurkan untuk segera melakukan tubektomi
7. Memberikan terapi Hypobach 2x1, lactore 2x1, asmet 3x500 mg dan nefidipine 1x1.
8. Istirahat cukup pada tidur malam, sekurang – kurangnya 8 jam dan tidur siang kurang
lebih 2 jam. Pekerjaan rumah tangga dikurangi.
9. Obat penenang (solution Charcot, diazepam (valium), prometazin / obat tidur dalam
dosis rendah)
10. Pendekatan secara psikologis

11. Diet tinggi protein, rendah hidrat arang, rendah lemak dan rendah garam
(Ratna, 2017).

2.9. Pengobatan Farmasi

Pengobatan pada penderita hipertensi masa nifas dapat dilakukan dengan : diberikan obat
anti hipertensi (metildopa, dopamet) atau bila perlu bisa diberikan MgSO4 lewat infus atau
suntikan pada bokong, agen anti hipertensi mungkin diperlukan sementara masa nifas jika
hipertensi parah.

Obat – obatan oral serupa dengan yang digunakan dalam populasi tidak hamil dapat
digunakan. Singkat fusosemide terapi (20 mg oral sekali atau dua kali per hari selama lima
hari) dapat menfasilitasi kembalil ke normotension pada wanita dengan berat, tetapi tidak
ringan, preeklamsi, terutama mereka dengan oedema yang signifikan, tekanan darah harus
dipantau secara ketat (Joni, 2011).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS

Tanggal Pengkajian : 29 Sempember 2021


Waktu Pengkajian : 13.00 WIB
Tempat Pengkajian : BPM Bidan R

A. Data Subjektif

1. Indentitas / Biodata
Nama Ibu : Ny. T Nama Ayah : Tn. M
Umur : 21 tahun Umur : 24 tahun
Agama : islam Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : PNS
Alamat : Kebayakan Alamat : Kebayakan

2. Status Kesehatan
a) Keluhan : Nyeri ulu hati, mual, muntah, dan penglihatan kabur
b) Riwayat Ambulasi : Ibu mengatakan sudah bisa miring kanan dan kiri dengan
Dibantu oleh keluarganya
c) Pola ibu sehari - hari :
NO Pola sehari – hari Sebelum hamil Saat hamil Post partum
.
1. Pola nutrisi
a. Makanan
Frekuensi 2 x sehari 3 x sehari 2 x sehari

Jenis makanan Nasi, ikan dan Nasi, ikan, sayur, Nasi, ikan, dan
sayur dan buah sayur
Pantangan Tidak ada Tidak ada Tidak ada

b. Minum
Jenis minum Air mineral dan Air mineral dan Air mineral
susu susu

Frekuensi 5 – 6 gelas/hari 6 – 8 gelas/hari 4 -5 gelas/hari

2. Pola eliminasi
a. BAK
Frekuensi ±5 x sehari ±5 – 7 x sehari 5 – 6 x sehari

Warna Kuning jernih Kuning jernih Kuning

b. BAB
Frekuensi 1 x sehari 1 x sehari Belum BAB

Konsistensi Lunak Lunak

Warna Kuning Kuning


kecoklatan
3. Pola istirahat dan ±7 jam ±12 jam ±7 jam
tidur
4. Personal hygiene
Mandi 1 x sehari 1 x sehari Belum
dilakukan
Gosok gigi 2 x sehari 2 x sehari Belum
dilakukan
Belum
Keramas 1 x sehari 1 x sehari dilakukan
Sudah dilakukan
Perawatan payudara Tidak ada Dilakukan
setelah selesai
mandi
Dilakukan
Perawatan vulva Dilakukan Dilakukan setelah selesai
setelah selesai setelah selesai BAK
BAK dan BAB BAK dan BAB
5. Pola aktivitas Melakukan Melakukan Ibu hanya tidur
pekerjaan rumah pekerjaan rumah dan pergi ke
tangga sehari – tangga sehari – kamar mandi
hari (mencuci, hari (mencuci, serta menyusui
menyapu, menyapu, bayinya
memasak dll) memasak dll)
6. Pola seksual 2 x seminggu 1 x seminggu Belum
dilakukan

B. Data Objektif

1. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital : TD : 160/90 mmHg, R : 25x/menit, N : 88
x/menit, dan S : 36,2oC
b) Kepala
Rambut : Coklat, rontok dan bersih
Muka : Pucat
Mata : Simetris, konjugtiva tidak pucat, dan sklera tidak
ikterus
Telinga : Simetris, tidak ada keluar cairan
Hidung : Tidak ada kelainan, tidak ada infeksi, dan tidak ada
sinus
Mulut : Bibir merah kecoklatan, lidah bersih dan tidak ada
stomatitis
Gigi : Bersih, tidak berlubang dan tidak ada caries

c) Leher
JVP : Tidak terdapat pembesaran
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembengkakan dan tanda kebiruan
Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran ataupun kelainan

d) Dada dan payudara


1) Dada
Jantung : Detak jantung 130 x/menit
Paru – paru : Frekuensi pernafasan 25 x/menit

2) Payudara
Bentuk : Simetris antara kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol
Pengeluaran : Ada Colustrum
Pembengkakan : Tidak ada pembengkakan di payudara
Rasa nyeri : Ada
Benjolan : Tidak ada

e) Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi
Bentuk : Bulat membundar
Striae : Berwarna coklat kehitaman
Bekas luka : Tidak ada

2) Palpasi
TFU : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi Uterus : Ada
Kandung kemih : Kosong
Diastasis Rekti : Baik

f) Ekstremitas atas dan bawah


1) Atas
Bentuk : Simetris
Oedema : Tidak ada
Kekuatan otot : Baik
Pergerakan : Aktif

2) Bawah
Oedema : Tidak ada
Varices : Tidak ada
Refleks Patella : (+) kanan dan kiri
Kekuatan otot : Baik
Pergerakan : Aktif

g) Genetalia
Keadaan : Baik
Vulva/vagina : Tidak ada bekas jahitan
Oedema : Tidak ada
Varices : Tidak ada
Kelenjar Bartholin : Tidak ada pembengkakan
Kelenjar Skene : Tidak ada pembengkakan

h) Anus
Haemoroid : Ada

C. Analisa
1. Diagnosis
Dasar : Ibu P1A0 post partum 6 jam, dengan Hipertensi kronik
Masalah : Nyeri ulu hati, mual, muntah, penglihatan kabur,
tekanan darah tinggi, dan haemoroid
Kebutuhan : Pemberian obat dan terapi
2. Masalah Potensial : Tekanan darah tinggi, susah BAB,
3. Tindakan segera : Pemberian obat hipertensi, kompres air dingin di anus dan
mengoleskan salep.

D. Penatalaksanaan
Tanggal 29 September 2021 Pukul 13.00 WIB
1) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan saat ini yaitu TD : 160/90 mmHg, R : 25x/menit, N :
88 x/menit, S : 36,2oC, TFU : 2 jari dibawah pusat dan keadaan ibu kurang baik.
2) Memberikan pendidikan tentang cara menyusui yang baik dan benar, dengan cara
a) Menganjurkan ibu agar menyusui bayinya sesering mungkin, agar bayi tetap dalam
keadaan kenyang dan produksi ASI menjadi lancar
b) Menganjurkan ibu untuk mencoba beberapa teknik/posisi menyusui yang nyaman
c) Menganjurkan dan mengajari perawatan payudara
3) Menganjurkan ibu untuk mengoleskan obat salep faktu pada anus untuk mengecilkan
pembuluh darah
4) Menganjurkan kepada ibu tetap makan makanan yang bergizi dan sehat, serta minum
susu ibu meyusui
5) Menganjurkan ibu untuk mengurangi asupan natrium seperti garam dapur, baking soda
atau penyedap rasa
6) Menganjurkan ibu untuk mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat
7) Menganjurkan dan mengajari ibu cara minum obat : Cefadroxil 3 x 1, Amlodipine 1 x 1,
B1 2 x 1, Paracetamol 3 x 1 , Lancar ASI 3 x 1 dan Laktul 2 x 1
8) Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup pada tidur malam, sekurang – kurangnya 8 jam
dan tidur siang kurang lebih 2 jam.
9) Menganjurkan ibu untuk diet tinggi protein, rendah hidrat arang, rendah lemak dan
rendah garam
10) Menganjurkan ibu agar tetap menjaga kehangatan tubuh bayi serta mengenali tanda
bahaya pada bayi
11) Memberitahu dan mengajari ibu cara merawat tali pusat dan bayi sehari – hari
12) Menjelaskan kepada ibu bahwa bayi tidak perlu dimandikan setiap hari, kecuali bayi
sangat kotor karena bidan akan datang untuk memandikan bayi tanggal 1 November
2021
13) Memberitahu ibu bahwa bidan akan berkunjung lagi pada tanggal 1 November 2021 atau
ibu boleh berkunjung jika ada keluhan.

3.2. SOAP

Tanggal Pengkajian : 29 Sempember 2021


Waktu Pengkajian : 13.00 WIB
Tempat Pengkajian : BPM Bidan R

A. Subjektif
Ibu mengeluh nyeri ulu hati, mual, muntah, dan penglihatan kabur.

B. Objektif
1. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital : TD : 160/90 mmHg, R : 25x/menit, N : 88
x/menit, dan S : 36,2oC
b) Kepala
Rambut : Coklat, rontok dan bersih
Muka : Pucat
Mata : Simetris, konjugtiva tidak pucat, dan sklera tidak
ikterus
Telinga : Simetris, tidak ada keluar cairan
Hidung : Tidak ada kelainan, tidak ada infeksi, dan tidak ada
sinus
Mulut : Bibir merah kecoklatan, lidah bersih dan tidak ada
stomatitis
Gigi : Bersih, tidak berlubang dan tidak ada caries

c) Leher
JVP : Tidak terdapat pembesaran
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembengkakan dan tanda kebiruan
Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran ataupun kelainan

d) Dada dan payudara


1) Dada
Jantung : Detak jantung 130 x/menit
Paru – paru : Frekuensi pernafasan 25 x/menit

2) Payudara
Bentuk : Simetris antara kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol
Pengeluaran : Ada Colustrum
Pembengkakan : Tidak ada pembengkakan di payudara
Rasa nyeri : Ada
Benjolan : Tidak ada

e) Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi
Bentuk : Bulat membundar
Striae : Berwarna coklat kehitaman
Bekas luka : Tidak ada

2) Palpasi
TFU : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi Uterus : Ada
Kandung kemih : Kosong
Diastasis Rekti : Baik

f) Ekstremitas atas dan bawah


1) Atas
Bentuk : Simetris
Oedema : Tidak ada
Kekuatan otot : Baik
Pergerakan : Aktif

2) Bawah
Oedema : Tidak ada
Varices : Tidak ada
Refleks Patella : (+) kanan dan kiri
Kekuatan otot : Baik
Pergerakan : Aktif

g) Genetalia
Keadaan : Baik
Vulva/vagina : Tidak ada bekas jahitan
Oedema : Tidak ada
Varices : Tidak ada
Kelenjar Bartholin : Tidak ada pembengkakan
Kelenjar Skene : Tidak ada pembengkakan

h) Anus
Haemoroid : Ada
C. Analisa
Ny. T P1A0, post partum 6 jam, dengan Hipertensi Kronik

D. Penatalaksanaan
1) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan saat ini yaitu TD : 160/90 mmHg, R : 25x/menit, N :
88 x/menit, S : 36,2oC, TFU : 2 jari dibawah pusat dan keadaan ibu kurang baik.
2) Memberikan pendidikan tentang cara menyusui yang baik dan benar, dengan cara
d) Menganjurkan ibu agar menyusui bayinya sesering mungkin, agar bayi tetap dalam
keadaan kenyang dan produksi ASI menjadi lancar
e) Menganjurkan ibu untuk mencoba beberapa teknik/posisi menyusui yang nyaman
f) Menganjurkan dan mengajari perawatan payudara
3) Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
4) Menganjurkan ibu untuk mengoleskan obat salep faktu pada anus untuk mengecilkan
pembuluh darah
5) Menganjurkan kepada ibu tetap makan makanan yang bergizi dan sehat, serta minum
susu ibu meyusui
6) Menganjurkan ibu untuk mengurangi asupan natrium seperti garam dapur, baking soda
atau penyedap rasa
7) Menganjurkan ibu untuk mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat
8) Menganjurkan dan mengajari ibu cara minum obat : Cefadroxil 3 x 1, Amlodipine 1 x 1,
B1 2 x 1, Paracetamol 3 x 1 , Lancar ASI 3 x 1 dan Laktul 2 x 1
9) Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup pada tidur malam, sekurang – kurangnya 8 jam
dan tidur siang kurang lebih 2 jam.
10) Menganjurkan ibu untuk diet tinggi protein, rendah hidrat arang, rendah lemak dan
rendah garam
11) Menganjurkan ibu agar tetap menjaga kehangatan tubuh bayi serta mengenali tanda
bahaya pada bayi
12) Memberitahu dan mengajari ibu cara merawat tali pusat dan bayi sehari – hari
13) Menjelaskan kepada ibu bahwa bayi tidak perlu dimandikan setiap hari, kecuali bayi
sangat kotor karena bidan akan datang untuk memandikan bayi tanggal 1 November
2021
14) Memberitahu ibu bahwa bidan akan berkunjung lagi pada tanggal 1 November 2021 atau
ibu boleh berkunjung jika ada keluhan.

E. Evaluasi
Pada tanggal 29 September 2021 pukul 13.00 WIB bidan telah menjelaskan hasil
pemeriksaan, mengajari cara minum obat dan cara mengobati haemoroid, cara merawat
payudara, cara merawat tali pusat dan cara merawat bayi sehari – hari. Ibu mengerti dan
mendengarkan saran bidan dengan baik serta ibu bersedia untuk melakukan apa yang bidan
sampaikan.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dalam asuhan kebidanan pada ibu nifas patologis dengan hipertensi terhadap Ny. T
asuhan yang diberikan sesuai dengan asuhan pada ibu nifas dengan hipertensi. Asuhan
kebidanan pada ibu nifas patologis terhadap Ny. T dengan hipertensi dilakukan
pengambilan data subjektif seperti anamnesa yaitu keluhan utama, riwayat kehamilan,
persalinan dan nifas yang lalu, riwayat kontrasepsi, riwayat penyakit jantung.

Pengambilan data objektif pada ibu nifas adalah pemeriksaan tanda – tanda vital yang
didapatkan TD : 160/90 mmHg dan pemeriksaan fisik.

Maka dengan ini, sesuai dengan materi diatas dapat disimpulkan bahwa diagnosis
kebidanan yang didapatkan yaitu ibu P1A0 post partum 6 jam dengan hipertensi.

Didapatkan masalahnya Nyeri ulu hati, mual, muntah, gangguan penglihatan, tekanan
darah tinggi, dan haemoroid. Kebutuhan tindakan segera pemberian obat dan terapi.

Pelaksanaan dari rencana asuhan kepada ibu nifas patologis dengan hipertensi yaitu
memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa tekanan darah ibu 160/90 mmHg,
melakukan pemberian obat dan terapi, memberikan obat dan terapi seperti Cefadroxil 3 x
1, Amlodipine 1 x 1, B1 2 x 1, Paracetamol 3 x 1 , Lancar ASI 3 x 1 dan Laktul 2 x 1,
menganjurkan ibu untuk makan rendah garam seperti gandum, dan memberitahu ibu
untuk istirahat yang cukup.
Evaluasi dari asuhan kebidanan pada ibu nifas patologis dengan hipertensi yang telah
dilakukan terhadap Ny. T, terapi obat telah diberikan dan ibu bersedia untuk melakukan
apa yang bidan sampaikan.

4.2. Saran
1. Bagi Institusi
a) Diharapkan mampu meningkatkan sarana dan prasarana yang dapat membantu
mahasiswa dalam meningkatkan keterampilan dibidang teori dan praktek terhadap
ibu nifas patologis dengan hipertensi.
b) Diharapkan mampu memperhatikan kualitas pendidikan dengan tetap
membimbing dan mengarahkan mahasiswa dengan membekali keterampilan yang
cukup dan juga di tunjang sarana yang memadai dari lahan praktek yang sudah
menerapkan asuhan kebidanan nifas patologis dengan hipertensi.
c) Diharapkan dapat dijadikan sebagai dokumentasi dan bahan perbandingan
penilaian selanjutnya

2. Bagi Lahan Praktek

Diharapkan dapat meningkatkan penanganan terhadap komplikasi yang mungkin


terjadi sehingga angka kejadia terhadap masalah ibu nifas patologis dengan hipertensi
dapat ditangani.

3. Bagi Ibu Nifas

Diharapkan bagi ibu nifas untuk melakukan kunjungan masa nifas yaitu 6 hari post
partum, 2 minggu post partum dan 6 minggu post partum atau bila ada tanda – tanda
bahaya masa nifas untuk mendeteksi komplikasi masa nifas secara dini.

4. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa sebagai calon bidan diharapkan dapat mengantisipasi kemungkinan


masalah yang akan timbul dalam melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas patologis
dengan hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

Cunnigham, 2005. . Patologis Masa Nifas .https://www.slideshare.net/laurachiedarddil/askeb


patologis-nifas-dengan-hipertensi

Corwin, 2009. Buku Saku patofisiologis. Tangerang : EGC

Faradilla, 2016. Faktor Penyebab Kematian Ibu di Provinsi Aceh. https://jurnal.


Uui.ac.id/index.php/JHTM/article/download/209/44

Joni, 2011. Masa Nifas. http//jsuyono.blogspot.co.id/2011/06masa-nifas.html

Manshoer, Arief. 2001. Kapita Salekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Masrifah, siti. 2016. . Patologis Masa Nifas .https://www.slideshare.net/laurachiedarddil/askeb


patologis-nifas-dengan-hipertensi

Nanny, Vivian. 2011. Asuhan Kbidanan pada Ibu NIfas. Jakarta : Salemba Medika

Rahayu, YP, dkk. 2012. Buku Ajar Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta : Mitra Wacana Medika

Ratna, 2017. Patologis Masa Nifas .https://www.slideshare.net/laurachiedarddil/askeb patologis-


nifas-dengan-hipertensi

Riskades, 2013. Patologis Masa Nifas .https://www.slideshare.net/laurachiedarddil/askeb


patologis-nifas-dengan-hipertensi
Saleha, siti. 2009. . Patologis Masa Nifas .https://www.slideshare.net/laurachiedarddil/askeb
patologis-nifas-dengan-hipertensi

Sulistyawati, 2009. Patologis Masa Nifas .https://www.slideshare.net/laurachiedarddil/askeb


patologis-nifas-dengan-hipertensi

Varney, 2007. Patologis Masa Nifas .https://www.slideshare.net/laurachiedarddil/askeb


patologis-nifas-dengan-hipertensi

WHO, 2012. Hipertensi Pada Masa Nifas. http://eprints.ums.ac.id/30980/2/BAB_I.pdf

Anda mungkin juga menyukai