Anda di halaman 1dari 11

TUGAS BLOK I

ISLAM DISIPLIN ILMU APOTEKER


“PSIKOTROPIKA”

OLEH:

NAMA : ZHAVIRA PRADINY SAADJAD

STAMBUK : 151 2019 0049

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI APOTEKER
MAKASSAR
2019
1. Tuliskan uraian yang ada dikolom berdasarkan golongan!
Golongan II
NAMA NAMA Bentuk Kekuatan Pabrik yang Indikasi
NO.
GENERIK PATEN sediaan sediaan memproduksi
SERDIA
1. Amineptin Survector Tablet 100 mg PHARMACEUTICALS Depresi
(INDIA) PVT LTD
attention deficit
hyperactivity disorder
18 mg, SOHO INDUSTRI (ADHD) pada anak 6-17
2. Metilfenidat Concerta Tablet
36 mg PHARMASI tahun dan dewasa 18-65
tahun yang memenuhi
kriteria DSM-IV untuk ADHD.
SECONAL
3. Sekobarbital Kapsul 100 mg Bausch Health Insomnia
SODIUM

Golongan III
NAMA NAMA Bentuk Kekuatan Pabrik yang Indikasi
NO.
GENERIK PATEN sediaan sediaan memproduksi
1 mg, 2
1. Flunitrazepam ROHYPNOL Tablet Roche Hipnotik & Sedatif
mg
50
mg/mL;
100 mg;
18.2
mg/5 mL;
Injeksi, Oak
2. Pentobabital NEBUTAL 120 mg; Insomnia
Tablet Pharmaceutical
60 mg;
50 mg;
200 mg;
30 mg;
sodium

Golongan IV
NAMA NAMA Bentuk Kekuatan Pabrik yang Indikasi
NO.
GENERIK PATEN sediaan sediaan memproduksi
0,25 mg,
Guardian
1. Alprazolam ALGANAX Tablet 0,50 mg, Ansietas
Pharmatama
1 mg
0,5 mg, 1 Pharos,
2. Alprazolam ALVIZ Tablet Ansietas
mg AltanaPharma
3. Alprazolam ATARAX Tablet 0,5 mg Mersi Farma Ansietas
0,25 mg,
4. Alprazolam CALMLET Tablet 0,5 mg, 2 Sunthi sepuri Ansietas
mg
1,5 mg, 3 Laboratorium
5. Bromazepam LEXOTAN Tablet Ansietas
mg, 6 mg Roche
2 mg, 5
Tablet,
6. Diazepam DIAZEPAM mg, 5 Indofarma Psikoneurosis & kejang otot
Injeksi
mg/ml
7. Diazepam DECAZEPAM Tablet 5 mg Harsen Psikoneurosis & kejang otot
8. Diazepam VALDIMEX Tablet 5 mg Mersi Farma Psikoneurosis & kejang otot
Otto
9. Klobazam ASABIUM Tablet 10 mg Ansietas, gangguan tidur
Pharmacy
kecemasan, gangguan
Aventis
10. Klobazam FRISIUM Tablet 10 mg psikomotori, pengobatan
Pharma
epilepsy
Pengobatan jangka pendek
0,5 mg, 2
11. Lorazepam MERLOPAM Tablet Mersi Farma berhubungan dengan gejala
mg
depresi
Mengobati tukak lambung,
Klordiazepok Valeant/Com
12. LIBRAX Tablet 5/2,5 mg sindrom iritasi usus, dan
sid bophar
gastritis
1 mg, 2
13. Estazolam ALENA Tablet Novell Pharm Insomnia
mg
14. Klonazepam RIVOTRIL Tablet 2 mg Roche Mengatasi kejang
Menangani gangguan
15. Lorazepam RENAQUIL Tablet 2 mg Mersi
kecemasan
Premedikasi sblm induksi
1 mg/ml, anestesi. Sedasi basal sblm
16. Midazolam ANESFAR Ampul Fahrenheit
5 mg/ml pemeriksaan diagnostik atau
pembedahan. Induksi & sedasi.
Sanovi
17. Zolpidem STILNOX Kaplet 10 mg Insomnia
aventis

(MIMS.com) & (Drugs.com)

2. Buatlah ringkasan pengelolaan obat dari pengadaan sampai pelaporan!


1. PENGADAAN
1) Pengadaan Psikotropika oleh Fasilitas Pelayanan Kefarmasian harus bersumber
dari Pedagang Besar Farmasi yang memiliki Izin Khusus menyalurkan psikotropika.
2) Pengadaan Psikotropika oleh Puskesmas harus bersumber dari Instalasi Farmasi
Pemerintah Daerah. Selain itu dapat juga bersumber dari Puskesmas lain dalam
satu kabupaten/kota dengan persetujuan tertulis dari Instalasi Farmasi
Pemerintah Daerah.
3) Pengadaan Psikotropika bersumber dari Puskesmas lain sebagaimana dimaksud
yaitu dilakukan:
a. apabila di Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah terdapat kekosongan stok
Psikotropika yang dibutuhkan;
b. hanya untuk kebutuhan maksimal 1 (satu) bulan;
c. dengan dilengkapi dokumen LPLPO terkait pengembalian Psikotropika dari
Puskesmas Pengirim ke Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah; dan
d. dengan dilengkapi dokumen LPLPO terkait penyaluran Psikotropika dari
Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah ke Puskesmas Penerima;
e. Psikotropika dapat langsung dikirimkan dari Puskesmas Pengirim ke Puskesmas
Penerima.
4) Pengadaan Psikotropika harus dilengkapi dengan Surat Pesanan Psikotropika.
5) pengadaan Psikotropika di Puskesmas harus berdasarkan Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang ditandatangani atau diparaf Apoteker
Penanggung Jawab dan ditandatangani Kepala Puskesmas.
6) Surat Pesanan dapat dilakukan menggunakan sistem elektronik. Ada ketentuan
surat pesanan secara elektronik sebagai berikut:
a. sistem elektronik hanya dapat diketahui oleh Penanggung Jawab Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian.
b. mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan
c. alamat lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) dan stempel
sarana;
d. mencantumkan nama fasilitas distribusi pemasok beserta alamat lengkap;
e. mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk
angka dan huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak
dalam bentuk eceran) dari Obat yang dipesan;
f. memberikan nomor urut, nama kota, dan tanggal dengan penulisan yang
jelas;
g. Surat Pesanan Psikotropika dibuat terpisah dari surat pesanan untuk obat
lain.
7) Apabila Surat Pesanan Psikotropika tidak dapat digunakan karena suatu hal, maka
Surat Pesanan tersebut harus diberi tanda pembatalan yang jelas dan diarsipkan
bersama dengan Surat Pesanan Psikotropika.
8) pesanan secara elektronik yg dikirimkan ke pemasok harus dipastikan diterima
oleh pemasok, yang dapat dibuktikan melalui adanya pemberitahuan secara
elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan tersebut telah diterima.
9) Apabila Surat Pesanan dibuat secara manual, maka Surat Pesanan harus:
a. Asli dan dibuat sekurang-kurangnya rangkap 3 (tiga) dan tidak dalam bentuk
faksimili dan fotokopi. Dua rangkap surat pesanan diserahkan kepada
pemasok dan 1 (satu) rangkap sebagai arsip;
b. Ditandatangani oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung
Jawab, dilengkapi dengan nama jelas, dan nomor Surat Izin Praktik Apoteker
(SIPA)/ Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK) sesuai
ketentuan perundang-undangan;
c. Dicantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan alamat
lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) dan stempel sarana;
d. Dicantumkan nama fasilitas distribusi pemasok beserta alamat lengkap;
e. Dicantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk
angka dan huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak
dalam bentuk eceran) dari Obat yang dipesan;
f. Diberikan nomor urut, nama kota dan tanggal dengan penulisan yang jelas;
g. Surat Pesanan Psikotropika dibuat terpisah dari surat pesanan untuk obat
lain. sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
10) Apabila Surat Pesanan tidak bisa dilayani baik sebagian atau seluruhnya, harus
meminta surat penolakan pesanan dari pemasok.
11) Arsip Surat Pesanan & laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
Psikotropika harus disimpan sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun. Surat
pesanan berdasarkan tanggal dan nomor urut Surat Pesanan sedangkan LPLPO
berdasarkan urut bulan.
12) Arsip Surat Pesanan Psikotropika harus dipisahkan dengan arsip Surat Pesanan
produk lain.
13) Dokumen pembelian Psikotropika, surat penolakan pesanan dari PBF, dan/atau
Surat Pengiriman Barang (SPB) Narkotika harus disimpan bersama dengan Arsip
Surat Pesanan Psikotropika.

2. PENGELOLAAN
1) Penerimaan Psikotropika Fasilitas Pelayanan Kefarmasian harus berdasarkan
dokumen pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang yang sah.
2) Dikecualikan untuk penerimaan Psikotropika oleh Puskesmas dari Instalasi Farmasi
Pemerintah Daerah harus berdasarkan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat (LPLPO).
3) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian hanya dapat melakukan penerimaan Psikotropika
yang ditujukan untuk Fasilitas Pelayanan Kefarmasian tersebut sebagaimana
tercantum dalam Surat Pesanan.
4) Penerimaan Psikotropika di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh
Apoteker Penanggung Jawab.
5) Bila Puskesmas tidak memiliki Apoteker Penanggung Jawab, penerimaan dapat
dilakukan oleh tenaga kefarmasian, tenaga medis atau tenaga kesehatan lain yang
ditunjuk oleh Kepala Puskesmas.
6) Bila Apoteker Penanggung Jawab berhalangan hadir, penerimaan Psikotropika
dapat digantikan oleh Tenaga Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker
Penanggung jawab. Tetapi, harus ada Surat Pendelegasian Penerimaan
Psikotropika.
7) Pada saat penerimaan Psikotropika Fasilitas Pelayanan Kefarmasian harus
melakukan pemeriksaan:
a. kondisi kemasan termasuk segel, label/penandaan dalam keadaan baik;
b. kesesuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan Obat, isi kemasan antara arsip Surat
Pesanan (SP)/ Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dengan
obat yang diterima;
c. kesesuaian antara fisik dengan dokumen pembelian/ Laporan Pemakaian dan
8) Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) yang
meliputi:
a. Kebenaran nama produsen, nama pemasok, nama Narkotika, jumlah, bentuk,
kekuatan sediaan, dan isi kemasan;
b. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
c. Apabila hasil pemeriksaan ditemukan Psikotropika yang diterima tidak sesuai
dengan pesanan seperti nama, kekuatan sediaan Obat, jumlah atau kondisi
kemasan tidak baik, maka harus segera dikembalikan pada saat penerimaan.
Apabila pengembalian tidak dapat dilakukan pada saat penerimaan misalnya
pengiriman melalui ekspedisi maka dibuatkan Berita Acara yang menyatakan
penerimaan tidak sesuai dan disampaikan ke pemasok untuk dikembalikan.
d. Jika pada hasil pemeriksaan ditemukan ketidaksesuaian nomor bets atau tanggal
kedaluwarsa antara fisik dengan faktur pembelian/ Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) harus
dibuat koreksi dan dikonfirmasi ketidaksesuaian dimaksud kepada pihak
pemasok.
9) Apabila pengadaan Psikotropika dilakukan melalui sistem pengadaan barang/jasa
pemerintah maka:
a. penerimaan Psikotropika harus melibatkan Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian
sebagai Panitia Penerimaan Barang dan Jasa Pemerintah. Apabila
Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian tidak termasuk dalam Panitia Penerima
Barang, maka penerimaan dilakukan oleh Apoteker Penanggungjawab atau
Tenaga Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker Penanggungjawab.
b. penerimaan Psikotropika dari PBF dilakukan oleh Panitia Penerimaan Barang dan
Jasa Pemerintah;
c. Panitia Penerimaan Barang dan Jasa Pemerintah segera menyerahkan
Psikotropika kepada Apoteker Penanggung Jawab atau Tenaga Kefarmasian yang
ditunjuk oleh Apoteker Penanggungjawab;
d. Apoteker Penanggungjawab wajib mendokumentasikan salinan Berita Acara
Serah Terima Barang dan Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan.

3. PENYIMPANAN
1) Penyimpanan Psikotropika harus :
a. Dalam wadah asli dari produsen. Kecuali diperlukan pemindahan dari wadah
asli nya untuk pelayanan resep, obat dapat disimpan di dalam wadah baru
yang dapat menjamin keamanan, mutu, dan ketertelusuran obat dengan
dilengkapi dengan identitas obat meliputi nama obat dan zat aktifnya, bentuk
dan kekuatan sediaan, nama produsen, jumlah, nomor bets dan tanggal
kedaluwarsa.
b. Pada kondisi yang sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi yang
memproduksi Obat sebagaimana tertera pada kemasan dan/atau label Obat
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
c. terpisah dari produk lain dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan
akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain;
d. sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan
campur-baur; dan
e. tidak bersinggungan langsung antara kemasan dengan lantai.
f. dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta
disusun secara alfabetis.
g. memperhatikan kemiripan penampilan dan penamaan Obat (LASA, Look Alike
Sound Alike) dengan tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi
penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat
h. memperhatikan sistem First Expired First Out (FEFO) dan/atau sistem First In
First Out (FIFO)
2) Psikotropika harus disimpan dalam lemari khusus penyimpanan Psikotropika.
3) Lemari khusus penyimpanan harus memiliki 2 (dua) buah kunci yang berbeda, satu
kunci dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab dan satu kunci lainnya dipegang
oleh pegawai lain yang dikuasakan. Apoteker Penanggung Jawab sebagaimana
dimaksud Pemberian kuasa harus dilengkapi dengan Surat Kuasa yang
ditandatangani oleh pihak pemberi kuasa dan pihak penerima kuasa. Surat Kuasa
harus diarsipkan sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun.
4) Informasi dalam kartu stok sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan obat, jumlah persediaan;
b. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
c. Jumlah yang diterima;
d. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyerahan;
e. Jumlah yang diserahkan;
f. Nomor bets dan kedaluwarsa setiap penerimaan atau penyerahan;
g. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
5) Penyimpanan harus dilengkapi dengan kartu stok, dapat berbentuk kartu stok
manual maupun elektronik.
6) Psikotropika yang rusak dan/atau kedaluwarsa harus disimpan secara terpisah dari
Psikotropika yang layak guna, dalam lemari penyimpanan khusus Psikotropika dan
diberi penandaaan yang jelas.
7) Penggunaan Psikotropika dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit ke depo/unit antara
lain rawat inap, rawat jalan, kamar operasi, instalasi gawat darurat, harus tercatat
pada kartu stok dengan disertai bukti serah terima obat dari instalasi farmasi
kepada depo/unit yang menggunakan.
4. PENYERAHAN
1) Penanggung Jawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib bertanggung jawab
terhadap penyerahan Narkotika.
2) Penyerahan Psikotropika Golongan Obat Keras kepada pasien hanya dapat
dilakukan berdasarkan resep dokter.
3) Resep yang diterima dengan tujuan penyerahan Psikotropika wajib dilakukan
skrining.
4) Resep yang dilayani harus asli; ditulis dengan jelas dan lengkap; tidak dibenarkan
dalam bentuk faksimili dan fotokopi, termasuk fotokopi blanko resep.
5) Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas hanya dapat melayani resep
berdasarkan resep dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas tersebut.
6) Resep harus memuat:
a. Nama, Surat Izin Praktik (SIP), alamat, dan nomor telepon dokter;
b. Tanggal penulisan resep;
c. Nama, potensi, dosis, dan jumlah obat;
d. Aturan pemakaian yang jelas;
e. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien;
f. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep.
7) Selain dapat menyerahkan kepada pasien, Apotek juga dapat menyerahkan
Psikotropika kepada Apotek lainnya, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, dan Dokter
8) Penyerahan pada Apotek lainnya, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik hanya dapat dilakukan apabila terjadi kelangkaan stok di
fasilitas distribusi dan terjadi kekosongan stok di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
tersebut. Penyerahan tersebut harus berdasarkan surat permintaan Tertulis.
9) Kelangkaan stok sebagaimana dibuktikan dengan surat keterangan dari Dinas
Kesehatan Provinsi setempat yang menyatakan kelangkaan stok tersebut terjadi
di seluruh jalur distribusi di Provinsi tersebut.
10) Penyerahan ke Dokter harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh Dokter dan dalam jumlah yang terbatas sesuai peruntukan.
Penyerahan hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan melalui
suntikan;
b. dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang tidak ada
Apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11) Surat Permintaan Tertulis yang diterima Apotek dalam rangka penyerahan Obat
wajib dilakukan skrining.
12) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dilarang menyerahkan Psikotropika berdasarkan
salinan resep yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali apabila
tidak menyimpan resep asli.
13) Penyerahan Psikotropika hanya dapat dilakukan dalam bentuk obat jadi, termasuk
dalam bentuk racikan obat.
14) Tidak ada pengulangan resep (iter) apabila resep aslinya mengandung
Psikotropika. Selain itu, permintaan iter dilarang diserahkan sekaligus.
15) Apotek hanya dapat menyerahkan berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter
yang berpraktek di provinsi yang sama dengan Apotek tersebut, kecuali resep
tersebut telah mendapat persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
tempat Apotek yang akan melayani resep tersebut.
16) Penggunaan resep dalam bentuk elektronik di dalam penyerahan di Instalasi
Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas diperbolehkan
dengan ketentuan:
a. Pelayanan resep elektronik hanya dapat dilakukan oleh sarana yang
mengeluarkan resep elektronik tersebut;
b. Tersedia sistem dokumentasi yang baik sehingga resep elektronik mampu
telusur dan dapat ditunjukkan pada saat diperlukan.
17) Salinan resep adalah salinan yang dibuat dan ditandatangani oleh apoteker
menggunakan blanko salinan resep dan bukan berupa fotokopi dari resep asli.
Salinan resep selain memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli,
harus memuat pula:
a. Nama, alamat, dan nomor surat izin sarana;
b. Nama dan nomor Surat Izin Praktek Apoteker;
c. Tanda det atau detur untuk obat yang sudah diserahkan; tanda nedet atau
ne detur untuk obat yang belum diserahkan;
d. Nomor resep dan tanggal pembuatan;
e. Stempel sarana.
18) Dalam menyerahkan Psikotropika pada resep atau salinan resep harus dicatat
nama, alamat, dan nomor telepon yang bisa dihubungi dari pihak yang mengambil
obat.
19) Resep dan/ atau surat permintaan tertulis Psikotropika harus disimpan terpisah
dari resep dan/ atau surat permintaan tertulis lainnya.
20) Resep dan/ atau surat permintaan tertulis disimpan sekurangkurangnya selama 5
(lima) tahun berdasarkan urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep.
21) Resep dan/ atau surat permintaan tertulis yang telah disimpan melebihi
22) 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan dengan cara
dibakar atau dengan cara lain yang sesuai oleh Apoteker Penanggung Jawab dan
disaksikan oleh sekurang-kurangnya seorang petugas Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian. Pada pemusnahan resep, harus dibuat Berita Acara Pemusnahan.
Pemusnahan resep wajib dilaporkan dengan melampirkan Berita Acara
Pemusnahan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan
tembusan Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.

5. PENGEMBALIAN
1) Pengembalian kepada pemasok harus dilengkapi dengan dokumen serah terima
yang sah dan fotokopi arsip dokumen Pembelian.
2) Setiap pengembalian wajib dicatat dalam Kartu Stok.
3) Seluruh dokumen pengembalian harus terdokumentasi dengan baik dan mampu
ditelusuri.
4) Dokumen pengembalian harus disimpan terpisah dari dokumen pegembalian obat
lainnya.
5) Dokumen pengembalian yang memuat Psikotropika harus disimpan terpisah dari
dokumen pegembalian obat lainnya.

6. PEMUSNAHAN
1) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlakudan/atau tidak
dapat diolah kembali;
2) Telah kadaluarsa;
3) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatandan/atau
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisapenggunaan;
4) Dibatalkan izin edarnya;
5) Berhubungan dengan tindak pidana. Pemusnahan dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut (Permenkes No. 3 Tahun2015) :
a. Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan
surat pemberitahuan dan permohonansaksi kepada :
 Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), bagi Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat;
 Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai POM setempat, bagi
Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga ilmu Pengetahuan, atau
Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi; atau
 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai POM
setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,Instalasi Farmasi
Klinik, Instalasi Farmasi PemerintahKabupaten/Kota, Dokter, atau Toko
Obat.
b. Kementerian Kesehatan, BPOM, Dinas Kesehatan Provinsi, BalaiBesar/Balai
POM setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotamenetapkan petugas di
lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan
sebagai saksi.
6) Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan.
7) Psikotropika dalam bentuk bahan baku, produk antara, dan produk ruahan harus
dilakukansamplinguntuk kepentingan pengujian oleh petugas yangberwenang
sebelum dilakukan pemusnahan.
8) Psikotropika dalam bentuk obat jadi harus dilakukan pemastian kebenaran secara
organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan.
9) Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang melaksanakan
pemusnahan obat harus membuat Berita Acara Pemusnahan yang dibuat dalam
rangkap tiga dan tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala
Badan/Kepala Balai POM. Pemusnahan obat dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat
izin kerja.

7. PELAPORAN
1) Industri Farmasi yang melakukan pelaporan produksi dan penyaluran produk
setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan. PBF
melakukan pelaporan setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dengan tembusan Kepala Badan/Kepala Balai. Instalasi Farmasi Pemerintah
Pusat melakukan pelaporan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala
Badan. Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah melakukan pelaporan ke Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan
kepada Kepala Balai setempat. Pelaporan ini disampaikan paling lambat setiap
tanggal 10 bulan berikutnya.
2) Pelaporan sebagaimana dimaksud terdiri atas:
 nama, bentuk sediaan, dan kekuatan
 jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
 tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
 jumlah yang diterima;
 tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
 jumlah yang disalurkan; dan
 nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan
persediaan awal dan akhir.
3) Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu
Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan Psikotropika
yang terdiri atas:
 nama, bentuk sediaan, dan kekuatan obat
 jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
 jumlah yang diterima; dan
 jumlah yang diserahkan.

Anda mungkin juga menyukai