Anda di halaman 1dari 20

JOURNAL READING

EPINEFRIN DAN DEKSAMETASON PADA ANAK DENGAN


BRONKIOLITIS

Disusun Oleh :

Faishal Anwar

1102013105

Pembimbing :

Letkol CKM (K) dr. Christine K. Nugrahani, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT TK II MOH. RIDWAN MEURAKSA


UNIVERSITAS YARSI
2019
ABSTRAK
Latar Belakang
Walaupun sejumlah penelitian telah meneliti keuntungan dengan hanya menggunakan
semprotan epinefrin atau kortikosteroid untuk merawat bayi dengan bronkiolitis, efektivitas
gabungan medikasi ini masih belum jelas.

Metode
Kami melakukan pengujian multicenter, double-blind, dengan kontrol placebo dimana
800 bayi (usia 6 minggu sampai 12 bulan) dengan bronkiolitis yang terdapat pada departemen
pediatrik darurat ditempatkan secara acak pada salah satu dari empat kelompok penelitian.
Kelompok pertama menerima dua perawatan epinefrin semprot (3ml epinefrin dengan 1:1000
larutan per perawatan) dan total enam dosis oral deksametason (1mg per kilogram berat badan
pada departemen emergensi dan 0,6mg per kilogram untuk lima hari berikutnya) (kelompok
epinefrin-deksametason), kelompok kedua menerima perawatan epinefrin semprot dan placebo
oral (kelompok epinefrin), kelompok ketiga menerima placebo semprot dan deksametason oral
(kelompok desametason), dan keempat menerima placebo semprot dan placebo oral (kelompok
placebo). Penilaian utama adalah pasien masuk rumah sakit 7 hari setelah hari kunjungan
pertama (kunjungan awal pada departemen emergensi).

Hasil
Karakteristik klinis dasar yang sama diantara keempat kelompok, pada hari ke tujuh, 34
bayi (17,1%) pada kelompok epinefrin-deksametason, 47(23,7%) pada kelompok epinefrin, 51
(25,6%) pada kelompok deksametason, dan 53 (26,4%) pada kelompok plasebo masuk rumah
sakit. Pada analisis yang belum disesuaikan, hanya bayi pada kelompok epinefrin-deksametason
secara signifikan lebih sedikit dibandingkan pada kelompok plasebo yang masuk rumah sakit
pada hari ketujuh (resiko relative, 065; 95% interval kepercayaan, 0,45 sampai 0,95, P=0,02).
Namun, dengan penyesuaian sejumlah perbandingan, hasil ini didapati tidak signifikan (P=0,07).
Tidak ada kejadian efek samping yang serius.

1
Kesimpulan
Diantara bayi dengan bronkiolitis yang dirawat pada departemen emergensi, terapi
kombinasi dengan deksametason dan epinefrin dapat secara signifikan mengurangi kunjungan ke
rumah sakit. (Nomor uji terkontrol untuk penelitian ini, ISRCTN 56745572).

Pada bayi, bronkiolitis adalah infeksi akut yang paling sering terjadi pada saluran
pernafasan bawah, dikarakteristikkan dengan rhinorrhea, batuk-batuk, bersin, kesulitan bernafas,
dan hipoksemia, dan sering disebabkan oleh virus syncytial respiratori (RSV). Kunjungan ke
rumah sakit untuk kasus bronkiolitis hampir bertambah dua kali lipat selama 10 – 15 tahun
belakangan ini pada Kanada dan US. Pada US, biaya rumah sakit tahunan untuk bronkiolitis
disebabkan RSV diperkirakan sebesar $365 juta sampai $691 juta pada tahun 1998.
Perawatan saat ini untuk bronkiolitis masih kontroversi. Bronkodilator dan kortikosteroid
paling banyak digunakan namun tidak rutin direkomendasikan. Sebuah meta-analisis untuk efek
perawatan beta-agonist selektif dengan semprotan gagal menunjukkan keuntungan yang
konsisten, dimana meta-analisis efek perawatan epinefrin semprot menunjukkan pengurangan
simtom klinis dibandingkan dengan plasebo maupun albuterol. Pada sebuah pengujian kecil,
secara acak, dan terkontrol, perawatan menggunakan deksametason menghasilkan pengurangan
relatif sebesar 40% tingkat kunjungan ke rumah sakit dibandingkan dengan plasebo. Namun,
Banyak penelitian yang belakangan ini dipublikasikan menyatakan bahwa deksametason gagal
menunjukkan perbedaan tingkat kunjungan ke rumah sakit atau skor klinis pernafasan
dibandingkan dengan plasebo.
Penelitian ini dilakukan sebagai respon terhadap kontroversi yang terus berlanjut
mengenai penggunaan epinefrin semprot dan kortikosteroid sistemik dalam perawatan
bronkiolitis pada bayi dan mengingat tanggung jawab yang besar bahwa penanganan bayi
dengan penyakit ini akan meningkatkan sistem pelayanan kesehatan. Kami melakukan pengujian
klinis acak, double-blind, kontrol plasebo dengan desain faktorial pada sejumlah tempat untuk
menentukan apakah perawatan dengan epinefrin semprot, penggunaan singkat deksametason
oral, atau keduanya menghasilkan berkurangnya jumlah kunjungan ke rumah sakit secara klinis
pada bayi dengan bronkiolitis yang terdapat pada departemen emergensi.

2
METODE
Pasien
Pasien diambil pada saat musim bronkiolitis (Desember sampai April) pada delapan
departemen pediatric darurat di Kanada dari tahun 2004 sampai 2007. Seluruh rumah sakit
merupakan anggota dari kelompok penelitian Pediatric Emergency Research Canada (PERC).
Informed consent tertulis didapatkan dari orang tua atau pengasuh pada seluruh bayi yang
terdapat pada penelitian ini, dan penelitian diterima oleh komite etik pada tiap daerah dan juga
diterima Health Canada. Protokol penelitian dan manuskrip ditulis oleh peneliti, data
dikumpukan oleh perawat penelitian dan dianalisis oleh ahli statistik PERC. Agensi donasi
membiayai keseluruhan biaya, termasuk biaya medikasi, tidak membutuhkan persetujuan tertulis,
dan tidak memainkan peran dalam desain penelitian, analisis data, atau persiapan manuskrip.
Bayi umur 6 minggu sampai 12 bulan dengan bronkiolitis yang terdapat pada departemen
emergensi yang berpartisipasi dapat dimasukkan dalam penelitian apabila memiliki skor 4
sampai 15 pada indeks penilaian kesulitan pernafasan (RDAI). RDAI, yang memiliki tingkat
kepercayaan antar pemeriksa yang baik, mengukur sesak nafas dan kesulitan pernafasan pada
skala 0 sampai 17, dengan skor lebih tinggi mengindikasikan adanya penyakit yang lebih parah,
skor dibawah 5 mengindikasikan penyakit yang sangat ringan, dan skor diatas 15 menunjukkan
penyakit yang sangat parah. Bronkiolitis didefinisikan dengan kejadian awal yaitu sesak nafas
yang dihubungkan dengan tanda-tanda infeksi saluran pernafasan atas pada puncak musim RSV.
Kami mengecualikan bayi yang menerima perawatan bronkodilator pada departemen emergensi
sebelum dinilai oleh perawat penelitian, bayi yang menerima kortikosteroid oral atau dihirup dua
minggu sebelumnya, bayi dengan kejadian awal sesak nafas atau pada diagnosis asma,
menggunakan bronkodilator sebelumnya, ada penyakit kronik kardiopulmonari, atau
imunodefisiensi, dan bayi dengan kesulitan bernafas yang parah (didefinisikan dengan rata-rata
denyut jantung >200 denyut per menit, rata-rata bernafas >80 nafas per menit, atau skor RDAI
>15), atau pasien yang sangat lemas, dan bayi yang sebelumnya terkena varisela pada tiga
minggu sebelumnya. Juga mengecualikan bayi yang lahir kurang dari 37 minggu kehamilan yang
mana umurnya dikurang enam minggu dari hari kelahirannya. Terakhir, bayi dikecualikan
apabila terdapat keterbatasan komunikasi dengan keluarga pasien (kendala bahasa atau tidak
adanya media telefon pada orang tua atau pengasuh bayi).

3
Perawat penelitian terdapat pada departemen emergensi selama 16 jam setiap hari untuk
mengumpulkan partisipan. Saat dokter telah mengkonfirmasi diagnosis dan persetujuan orang
tua telah didapat, perawat mencatat informasi demografik, mendapatkan riwayat medis, dan
mencatat aspirasi nasal-faringeal untuk pengujian RSV. Anak dengan saturasi oksigen kurang
dari 92% saat bernafas udara sekitar diberikan oksigen tambahan, dan anak dengan demam
(temperatur rektal >380C) diberikan asetaminofen (15 mg per kilogram berat badan).

Intervensi
Dengan menggunakan urutan pengacakan dari komputer, perawat penelitian menentukan
partisipan ke dalam salah satu dari empat perawatan penelitian: epinefrin semprot ditambah
deksametason oral (kelompok 1), epinefrin semprot ditambah plasebo oral (kelompok 2), plasebo
semprot ditambah deksametason oral (kelompok 3), atau plasebo semprot ditambah plasebo oral
(kelompok 4)> Kedua perawatan menggunakan semprotan, diberikan 30 menit sekali dengan
menggunakan nebulizer 1730 Updraft II (Hudson RCI) dan tingkat laju oksigen 8 liter permenit,
terdiri dari 3ml epinefrin generic dalam 1:1000 larutan atau salin dengan volume yang sama.
Perawatan oral, berdasarkan penelitian oleh Schuh et al., terdiri dari 1mg deksametason per
kilogram berat badan (dosis maksimum, 10mg) atau plasebo diberikan setelah perawatan
semprot pertama pada departemen emergensi, dilanjutnya lima deksametason dengan dosis satu
kali per hari (0,6mg per kilogram; dosis harian maksimal, 10mg) atau plasebo. Cairan
deksametason terdiri dari injeksi larutan deksametason fosfat generik dicampur dengan Ora-Plus
dan Ora-Sweet (Laboratorium Paddok). Plasebo terdiri dari Ora-Plus dan Ora-Sweet. Perawat
penelitian memberikan semua obat-obatan di departemen emergensi dan mengajarkan orang tua
bagaimana cara memberikan obat-obatan oral di rumahnya. Dokter yang menangani di
departemen emergensi boleh memberikan kointervensi setelah 90 menit dan dapat secara
independen menentukan apakah harus memasukkan bayi ke rumah sakit atau diizinkan pulang ke
rumah.

Pengacakan
Urutan pengacakan yang dihasilkan menggunakan komputer disusun berdasarkan
instansi, menggunakan blok 8 dan 12 secara acak. Kode disimpan pada tiap instansi farmasi
sampai adanya kunjungan partisipan dan entri data selesai. Agar menutupi urutan alokasi,

4
farmasi tiap daerah mempersiapkan obat-obatan penelitian dengan nomor yang berurutan, dan
dengan paket yang secara visual identik. Obat-obatan aktif dan plasebo mirip tampilannya,
volume, berat, bau, dan rasanya.

Penilaian
Perawat penelitian mencatat skor RDAI pasien, rata-rata pernafasan, rata-rata denyut
jantung, dan saturasi oksigen pada udara sekitar pada awalnya, pada saat antara dua
penyemprotan, dan pada menit ke 60,90,120,180, dan 240; temperature rektal pada menit 120
dan 240 (atau pada saat pulang); tekanan darah pada menit 240 atau pada saat pulang; dan
adanya efek sampung selama periode observasi di departemen emergensi. Dengan menggunakan
prosedur kontrol dari telefon yang telah terstandarisasi, perawat penelitian mendapatkan data
mengenai pemenuhan pemberian medikasi medikasi penelitian setelah pasien pulang dan
kunjungan layanan kesehatan, dan juga detail mengenai bagaimana makan, tidur, bernafas, dan
batuk bayi. Kontrol melalui telefon dilakukan setiap hari sampai hari ke-7 kemudian tiap 2 hari
sampai hari ke 14, dan kemudian tiap 3 hari sampai hari ke 22. Ulasan grafik kunjungan ke
rumah sakit oleh pasien selesai 22 hari setelah awal kunjungan.

Penilaian Hasil
Penilaian utama- kunjungan pasien sampai 7 hari setelah kunjungan awal, yang terjadi
saat kunjungan ke departemen emergensi- ditentukan melalui kontrol dari telefon dan dipastikan
menggunakan ulasan grafik, yaitu rata-rata kunjungan dari awal sampai hari ke 22. Penilaian
sekunder yaitu perubahan rata-rata denyut jantung dan pernafasan, skor RDAI, dan saturasi
oksigen dari awal, menit ke 30, 60, 120, dan 240 yang ditentukan dengan pengukuran langsung
oleh perawat penelitian. Penilaian sekunder panjang dan keparahan simtom ditentukan dengan
kontrol melalui telefon yang terstandarisasi. Waktu pemulangan, ditentukan oleh ulasan grafik,
yang menggambarkan waktu dari waktu triase pada awal kunjungan dan waktu pemulangan dari
kunjungan ke departemen emergensi terakhir atau dari kunjungan terakhir ke rumah sakit untuk
setiap pasien setelah 7 hari. Pasien kembali datang ke pemberi layanan kesehatan karena simtom
bronkiolitis dalam 22 hari setelah kunjungan awal ditentukan dengan kontrol melalui telepon dan
dikonfirmasi menggunakan ulasan grafik.

5
Analisis Statistik
Ukuran sampel 800 bayi dipilih untuk memberikan tingkat kepercayaan 80% (dengan
rata-rata kesalahan tipe I 5%) untuk mendeteksi perbedaan absolut dari 10% rata-rata kunjungan
yang dihasilkan dari pemberian tiap obat-obatan dan dianggap tidak ada interaksi antara
epinefrin dan deksametason. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
Stata versi 10. Dua analisis sementara direncanakan dan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan Haybittle-Peto (dengan aturan bahwa nilai P kurang dari 0,001), kedua analisis
sementara menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Analisis subkelompok yang direncanakan
sebelumnya terdiri dari analisis ada atau tidaknya atopi, status RSV, dan durasi penyakit pada
saat kejadian.
Semua analisis mengikuti prinsip yang bertujuan untuk merawat penyakit. Pemberian dan
kunjungan kembali oleh arena simtom bronkiolitis dianalisis dengan menggunakan regresi resiko
relative untuk hasil yang berpasangan. Rencana analisis seperti yang telah dispesifikasi oleh
protokol dan didasari oleh rekomendasi yang telah dipublikasi mengenai analisis data dalam
penelitian ini dengan desain faktorial, pertama kali dilakukan analisis faktorial epinefrin,
deksametason, dan instansi penelitian, kemudian memeriksa interaksi yang berhubungan, dan
akhirnya, jika terdapat bukti interaksi, analisis dan menunjukkan secara terpisah tiap dari ketiga
kelompok perawatan dibandingkan dengan kelompok plasebo. Bukti interaksi yang secara klinis
signifikan antara epinefrin dan deksametason ditemukan. Untuk mengakomodasi ketidakpastian
munculnya interaksi yang tidak diharapkan ini, kami menunjukkan kedua hasil yang tidak
disesuaikan dan hasil yang telah disesuaikan untuk perbandingan multipel menggunakan
pendekatan seperti yang dijelaskan oleh Westfall dan yang telah diimplementasikan oleh
Hothorn et al. Waktu pemulangan dianalisis dengan menggunakan model Cox proportional-
hazard. Untuk menyediakan interval antara panggilan kontrol melalui telefon sebelum selesai
penelitian, waktu penurunan simtom dianalisis dengan rata-rata model survival parametric
dengan distribusi Weibull. Kami menganalisis karakteristik klinis (yaitu skor RDAI) dengan
menggunakan regresi efek campuran yang linear, yang dihubungkan dengan nilai awal.
Anggapan seperti kesalahan proporsional dan normalitas data diperiksa secara grafik.

6
HASIL
Pengumpulan dan Karakteristik Awal
Total 3556 bayi diperiksa untuk kelayakannya, 1715 memenuhi kriteria untuk
dimasukkan, dan 800 dimasukkan dalam penelitian (Gambar 1). Dari 1841 bayi yang tidak layak
dalam penelitian 867 (47,1%) memiliki kejadian sesak nafas sebelumnya atau diagnosis asma, 90
(4,9%) memiliki skor RDAI diatas 15, dan 343 (18,6%) memiliki skor RDAI dibawah 4. (Untuk
lebih detailnya mengenai eksklusi pasien, lihat lampiran tambahan, yang ada dalam artikel ini
pada NEJM.org.). Total 200 pasien secara acak dimasukkan ke dalam kelompok epinefrin-
deksametason, 199 ke dalam kelompok epinefrin, 200 kedalam kelompok deksametason, dan
201 kedalam kelompok plasebo. Tidak ada data hasil akhir pada tiga pasien (satu dari tiap ketiga
kelompok); pasien ini tidak dimasukkan dalam analisis dengan tujuan merawat. Dikarenakan
kesalahan farmasi, sebanyak 23 pasien dalam kelompok 1 dan 23 pasien pada kelompok 3
mendapatkan deksametason pada 80% dosis yang direncanakan (0,8mg per kilogram berat badan
di departemen emergensi dan 0,48 mg per kilogram berat badan di rumah); pasien ini tidak
dimasukkan dalam analisis. Deviasi lainnya dari protokol sedikit dan tersebar merata diantara
kelompok. Karakteristik klinis dan demografik awal sama pada setiap kelompok (Tabel 1).
Penggunaan tambahan dari bronkodilator selama 90 menit setelah kunjungan pertama sama pada
setiap kelompok, dengan 18,45 pasien diberikan albuterol dan 20,6% diberikan epinefrin
(jumlah median perawatan, 1). Pada kontrol, orang tua atau pengasuh dari 19 bayi pada
kelompok epinefrin-deksametason, 13 pada kelompok epinefrin, 20 pada kelompok
deksametason, dan 12 pada kelompok plasebo melaporkan bahwa mereka menghentikan
pemberian sirup yang diujikan; pada 19 anak di kelompok epinefrin-deksametason, 20 di
kelompok deksametason, 3 dari 12 pada kelompok plasebo, sirup yang diujikan dihentikan agar
dokter dapat menuliskan resep kortikosteroid oral. Kelompok penelitian tidak berbeda secara
signifikan dalam penggunaan medikasi yang tidak berkaitan dengan penelitian setelah pulang
dari kunjungan awal ke departemen emergensi sampai hari ke 7.

7
3556 Diperiksa kelayakannya

2756 diekslusikan
1841 tidak memenuhi
kriteria
740 tidak mendapat
persetujuan orang tua
175 memiliki alasan lain

800 Dimasukkan dan diacak

200 ditentukan 199 ditentukan 200 ditentukan 201 ditentukan


untuk diberikan untuk diberikan untuk diberikan untuk diberikan
epinefrin semprot epinefrin semprot plasebo semprot plasebo semprot
dan deksametason dan plasebo oral dan deksametason dan oral
oral oral

1 berkurang 1 berkurang 1 berkurang 0 berkurang


saat kontrol saat kontrol saat kontrol saat kontrol

199 dimasukkan 198 dimasukkan 199 dimasukkan 201 dimasukkan


dalam analisis dalam analisis dalam analisis dalam analisis

Gambar 1. Kelayakan, Pengacakan, dan Kontrol dari Partisipan Penelitian


Untuk penilaian utama- kunjungan ke rumah sakit sampai 7 hari setelah kunjungan pertama -
data yang didapat adalah 797 bayi.

8
Tabel 1. Karakteristik Awal Pasien

* Indeks Penilaian Kesulitan Pernafasan (RDAI) mengukur sesak nafas dan kesulitan bernafas
dari skala 0 sampai 17, dengan skor lebih tinggi mengindikasikan penyakit yang lebih parah,
skor dibawah 4 mengindikasikan penyakit sangat ringan, dan skor diatas 15 penyakit sangat
parah. RSV singkatan dari respiratory syncytial virus.
† Riwayat medis personal atopi dinyatakan dengan adanya riwayat eksema atau alergi.
‡ Riwayat keluarga adanya atopi dinyatakan dengan adanya alergi, asma atau eksema pada orang
tua atau saudara kandung

9
§ Prematuritas dinyatakan sebagai kelahiran kurang dari 37 minggu kehamilan.
¶ Penyakit yang secara klinis signifikan dinyatakan sebagai penyakit apapun yang membutuhkan
pembedahan, rawat inap, atau sedang menjalani perawatan medis.
‖ 14 dari bayi yang sebelumnya di intubasi lahir prematur.

Kunjungan Rumah Sakit


Pada hari ke-7, 34 dari 199 bayi di kelompok 1 (17,1%) kembali masuk rumah sakit, dan
juga 47 dari 198 bayi di kelompok 2 (23,7%), 51 dari 199 bayi di kelompok 3 (25,6%), dan 53
dari 201 bayi pada kelompok 4(26,4%). Resiko relatif kunjungan, perbandingan multipel yang
belum dan sudah disesuaikan ditunjukkan pada gambar 2. Resiko relatif kunjungan rumah sakit
pada hari ke 7 pada kelompok 1 dibandingkan dengan kelompok 4 0,65 (dengan tingkat
kepercayaan 95%, 0,45 sampai 0,95; P=0,02 dan P=0,07 untuk analisis yang belum dan sudah
disesuaikan, secara berurutan); 11 bayi butuh perawatan membutuhkan lebih dari satu kali
kunjungan ke rumah sakit. Sebaliknya, pada analisis yang belum dan sudah disesuaikan, kedua
perawatan dengan hanya menggunakan deksametason mapun perawatan dengan hanya
menggunakan epinefrin mengurangi tingkat kunjungan ke rumah sakit, jika dibandingkan dengan
plasebo (P=0,87 dan P=0,52, masing-masing, pada analisis yang belum disesuaikan). Status RSV
positif, riwayat personal atau keluarga mengenai keberadaan atopi dalam peristiwa awal penyakit
(≤2 hari setelah munculnya simtom), penyakit parah (didefinisikan dengan skor RDAI ≥6), dan
kesalahan farmasi (dosis deksametason yang lebih rendah) tidak mempengaruhi hasil akhir. Efek
dari kombinasi epinefrin dan deksametason tampak paling jelas dalam 3 hari pertama setelah
kunjungan awal dalam pengujian (Gambar 3).

10
Gambar 2. Frekuensi dan Resiko Relatif Kunjungan ke Rumah Sakit pada Hari Kunjungan Awal
ke Departemen Emergensi, pada hari ke-7, dan pada hari ke-22.
Garis horizontal merah menunjukkan tingkat kepercayaan (CIs) 95% untuk perbandingan yang
telah disesuaikan dan gari horizontal hitam menunjukkan tingkat kepercayaan 95% untuk
perbandingan yang belum disesuaikan. Nilai kurang dari 1 menggambarkan adanya intervensi.

Gambar 3. Kunjungan rumah sakit kumulatif selama 7 hari pertama setelah kunjungan awal ke
departemen emergensi, berdasarkan kelompok penelitian.
Data awal menunjukkan semua pasien masuk ke departemen emergensi, dan data hari pertama
menunjukkan pasien masuk ke rumah sakit dalam 24 jam setelah kunjungan pertama.

Pengukuran Klinis
Skor RDAI dan rata-rata pernafasan meningkat pada tiap kelompok saat kunjungan awal
ke departemen emergensi. Bayi pada kelompok epinefrin dan pada kelompok epinefrin-
deksametason secara signifikan memiliki skor RDAI lebih rendah pada satu jam pertama
pengujian dibandingkan bayi pada kelompok plasebo; skor RDAI untuk bayi pada kelompok
deksametason tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan
perubahan skor pada bayi di kelompok plasebo (Tabel 2). Bayi pada kelompok epinefrin-
deksametason juga memiliki rata-rata pernafasan lebih rendah saat satu jam pertama
dibandingkan pada kelompok plasebo. Dibandingkan dengan bayi pada kelompok plasebo, bayi
pada kelompok epinefrin dan epinefrin-deksametason meningkat denyut jantungnya saat satu
jam pertama, dimana bayi pada kelompok deksametason tidak mengalami hal tersebut.

11
Tabel 2. Perubahan Karakteristik Klinis Pasien dan Waktu Pemulangan Pasien.

* Nilai plus-minus adalah mean standar deviasi. Indeks penilaian kesulitan pernafasan (RDAI)
menukur sesak nafas dan kesulitan bernafas dari skala 0 sampai 17, dengan skor lebih tinggi
mengindikasikan penyakit yang lebih parah; skor dibawah 4 mengindikasikan penyakit sangat
sangat ringan, dan skor diatas 15 merupakan penyakit yang sangat parah. Dikarenakan hampir
sepertiga pasien (283) telah dipulangkan setelah 120 menit dan kebanyakan pasien (583) telah
dipulangkan setelah 240 menit, kami tidak melaporkan pengukuran klinis untuk waktu diatas 60
menit setelah perawatan. Nilai P adalah perbandingan perawatan dengan plasebo dengan regresi
efek campuran linear pengukuran berulang setiap saat.
† Waltu pemulangan dinyatakan sebagai waktu antara triase saat kunjungan awal dan waktu saat
pemulangan dari kunjungan terakhir ke departemen emergensi atau waktu terakhir rawat inap
tiap pasien selama 7 hari.

Hasil Lainnya
Waktu median sampai pemulangan pasien dari departemen emergensi atau rumah sakit
untuk kelompok 1 sedikit lebih pendek dibandingkan dengan kelompok 4 (4,6 dan 5,3 jam,

12
masing-masing; dengan analisis yang belum disesuaikan P=0,02), sedangkan pada kelompok 3
(5,1 jam) maupun kelompok 2(4,9 jam) tidak berbeda dari kelompok 4 pada pengukuran ini.
Pada kelompok1 95 pasien (47,7%) kembali ke pemberi layanan kesehatan untuk simtoma
terkait bronkiolitis, 93 pasien pada kelompok 2 (47%), 106 pada kelompok 3 (53,3%) dan 86
pada kelompok 4 (42,8%); terdapat perbedaan yang signifikan hanya pada kelompok 3 dan 4 dan
hanya pada analisis yang belum disesuaikan (P=0,04). Bayi pada kelompok 1 tampak kembali
bernafas pelan dan normal atau makan hampir normal lebih cepat dibandingkan dengan
kelompok 4 (Gambar 4).

Gambar 4. Nilai Median Hari Penurunan Simtom, dengan Rasio terhadap Nilai Plasebo.
Garis horizontal merah menunjukkan tingkat kepercayaan (CIs) 95% untuk perbandingan yang
telah disesuaikan dan gari horizontal hitam menunjukkan tingkat kepercayaan 95% untuk
perbandingan yang belum disesuaikan. Nilai kurang dari 1 menggambarkan adanya intervensi.
LQ singkatan dari kuartil bawah, dan UQ kuartil atas.

Kejadian Efek Samping


Kejadian efek samping jarang terjadi (lihat lampiran tambahan). Pallor ditemukan pada
76 bayi (9,5%), tremor pada 15 bayi (1,9%) dan muntah-muntah pada 14 bayi (1,8%), dengan

13
tidak adanya perbedaan signifikan pada tiap grup. Satu bayi dirawat inap pada kelompok 2 dan
satu pada kelompok 3 memiliki hipertensi sementara yang ringan yang menurun dengan cepat.

PEMBAHASAN
Pada uji secara acak dan terkontrol perawatan bronkiolitis akut pada bayi, kami
menemukan sinergi yang tidak terduga antara epinefrin dan deksametason. Terapi kombinasi
dengan epinefrin dan deksametason, dibandingkan dengan plasebo, tampak menurunkan rata-rata
kunjungan kebali ke rumah sakit dalam 7 hari setelah pengujian dengan poin persentase 9,
dengan pengurangan resiko relative 35%> Hasil ini tidak dipengaruhi oleh status RSV,
keberadaan atau tidak adanya riwayat atopi, keparahan atau durasi penyakit. Efek kombinasi
epinefrin dan deksametason tampak sangat jelas dalam tiga hari pertama setelah pengujian. Kami
juga menemukan keuntungan yang jelas dari terapi kombinasi pada hasil sekunder : bayi pada
kelompok ini dipulangkan lebih cepat dari layanan kesehatan dan kembali bernafas pelan dan
makan normal lebih cepat dibandingkan dengan bayi pada kelompok plasebo. Sebaliknya,
penggunaan deksametason saja atau penggunaan epinefrin saja tidak memiliki efek terhadap
hasil.
Ketiga penelitian kecil – dua yang telah dipublikasi sejak dimulainya pengujian ini- juga
telah melaporkan adanya keuntungan dalam kombinasi epinefrin dan deksametason atau
albuterol dan deksametason pada populasi yang sama dan telah melaporkan tidak ada
keuntungan dari pemberian epinefrin atau albuterol saja. Terlebih lagi, walaupun mekanisme
aksi masih belum diketahui, sinergis antara kortikosteroid dan beta-agonist pada perawatan asma
kronik sudah banyak diketahui.
Deksametason telah diteliti pada populasi yang sama dengan hasil yang bertentangan.
Schuh et al., melaporkan pengurangan 40% kunjungan pada penelitian kecil dengan satu instansi,
dimana Corneli et al, melaporkan tidak adanya efek dalam penelitian yang besar dengan instansi
yang multipel. Pasien dalam penelitian Schuh et al, secara konsisten dirawat menggunakan
bronkodilator, sedangkan pasien pada penelitian Corneli et al. tidak diberikan bronkodilator.
Sebuah meta-analisis telah menyatakan bahwa ketika epinefrin digunakan pada pasien
dengan diagnosis bronkiolitis, jika dibandingkan dengan plasebo ataupun salbutamol, terdapat
peningkatan jangka pendek dalam penilaian klinisnya. Penelitian kami menunjukkan
peningkatan skor klinis dalam satu jam pertama setelah perawatan dengan epinefrin, jika

14
dibandingkan dengan plasebo, namun tidak adanya perbedaan signifikan pada jumlah kunjungan
ke rumah sakit.
Walaupun tidak ada kejadian efek samping yang serius diantara bayi yang diujikan dalam
penelitian ini, kami tidak menemukan dari kontrol jangka panjang apakah perawatan yang diteliti
ini menyebabkan supresi adrenal, penghentian perkembangan somatic, atau hambatan
perkembangan neuron. Supresi adrenal dari konsumsi kortikosteroid eksogen masih merupakan
resiko perawatan; namun, dengan waktu sngkat penggunaan kortikosteroid, adanya supresi yang
terjadi masih bersifat sementara. Masalah yang masih menjadi perhatian adalah kemungkinan
hambatan perkembangan setelah perawatan kortikosteroid. Sampai sekarang, masalah ini masih
terbatas pada bayi premature dengan berat lahir yang sangat rendah )<1501 g) yang diberikan
kortikosteroid pada beberapa hari pertama kehidupannya. Efek penggunaan jangka pendek
kortikosteroid pada bayi sehat masih belum diketahui.
Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, agar mengekslusikan anak
dengan asma, kami membatasi bayi yang memiliki sesak nafas pada kunjungan awal. Sehingga
hasil kami tidak dapat mewakili anak yang lebih tua atau yang memiliki sesak nafas rekuren,
namun secara langsung berhubungan dengan bayi dengan bronkiolitis viral yang biasa terjadi.
Kedua, kami memasukkan bayi pada instansi akademik. Namun, kriteria kelayakan dipilih
dengan tujuan untuk memasukkan bayi sehat dengan simtom keparahan yang biasa muncul dan
tidak memiliki kondisi kompleks, agar hasilnya dapat secara luas digeneralisasi. Ketiga, kami
tidak mengantisipasi adanya sinergisme antara epinefrin dan deksametason dalam desain
penelitian ini, dan keempat, desain penelitian faktorial menambah masalah dari sejumlah
perbandingan. Untuk menunjukkan batasan tersebut, kami menyediakan hasil dari analisis yang
belum dan sudah disesuaikan untuk sejumlah perbandingan. Hasil dari analisis yang belum
disesuaikan menunjukkan bahwa perawatan kombinasi dengan epinefrin dan deksametason
megarah kepada pengurangan jumlah kunjungan rumah sakit secara signifikan, namun hasil daro
analisis yang telah disesuaikan berada diatas batas signifikansi statistikal.
Kesimpulannya, penelitian pada sejumlah instansi dengan 800 bayi dengan bronkiolitis
menyatakan bahwa kombinasi perawatan dengan epinefrin dan deksametason mengurangi
jumlah kunjungan rumah sakit juga mempersingkat waktu pemulangan pasien dan durasi
sejumlah simtom. Dengan mengetahui sinergi tidak terduga antara epinefrin dan deksametason
dan kurangnya keuntungan yang jelas dalam penggunaan obat-obatan tersebut jika digunakan

15
secara terpisah, hasil ini dianggap merupakan hasil eksploratori. Walaupun sejumlah klinisi
menganggap penggunaan bronkodilator sebagai standar terapi, data yang dipublikasikan paling
sering menunjukkan efek klinis sementara dan tidak ada pengaruhnya terhadap jumlah
kunjungan ke rumah sakit. Sehingga, penguatan hasil penelitian ini diperlukan untuk
membandingkan kombinasi terapi epinefrin dan deksametason dibandingkan dengan plasebo.

16
DAFTAR PUSTAKA.
1. Welliver JR, Welliver RC. Bronchiolitis. Pediatr Rev 1993;14:134-9.
2. Milner AD, Murray M. Acute bronchiolitis in infancy: treatment and prognosis. Thorax
1989;44:1-5.
3. Shay DK, Holman RC, Newman RD, Liu LL, Stout JW, Anderson LJ. Bronchiolitis-
associated hospitalizations among US children, 1980-1996. JAMA 1999;282: 1440-6.
4. Njoo H, Pelletier L, Spika J. Infectious diseases. In: Canadian Institute for Health Information,
Canadian Lung Association, Health Canada, Statistics Canada, eds. Respiratory disease in
Canada. Ottawa: Canadian Institute for Health Information, 2001:65-87.
5. Stang P, Brandenburg N, Carter B. The economic burden of respiratory syncytial virus-
associated bronchiolitis hospitalizations. Arch Pediatr Adolesc Med 2001;155:95-6.
6. American Academy of Pediatrics Subcommittee on Diagnosis and Management of
Bronchiolitis. Diagnosis and management of bronchiolitis. Pediatrics 2006;118: 1774-93.
7. Flores G, Horwitz RI. Efficacy of beta2- agonists in bronchiolitis: a reappraisal and meta-
analysis. Pediatrics 1997;100:233-9.
8. Hartling L, Wiebe N, Russell K, Patel H, Klassen TP. A meta-analysis of randomized
controlled trials evaluating the efficacy of epinephrine for the treatment of acute viral
bronchiolitis. Arch Pediatr Adolesc Med 2003;157:957-64.
9. Schuh S, Coates AL, Binnie R, et al. Efficacy of oral dexamethasone in outpatients with acute
bronchiolitis. J Pediatr 2002;140:27-32.
10. Corneli HM, Zorc JJ, Majahan P, et al. A multicenter, randomized, controlled trial of
dexamethasone for bronchiolitis. N Engl J Med 2007;357:331-9. [Erratum,N Engl J Med
2008;359:1972.]
11. G, Von Koss H, Mc- Carthy P. Wheezing in infants: the response to epinephrine. Pediatrics
1987;79: 939-45.
12. Klassen TP, Rowe PC, Sutcliffe T, Ropp LJ, McDowell IW, Li MM. Randomized trial of
salbutamol in acute bronchiolitis. J Pediatr 1991;118:807-11. [Erratum, J Pediatr
1991;119:1010.]
13. Menon K, Sutcliffe T, Klassen TP. A randomized trial comparing the efficacy of epinephrine
with salbutamol in the treatment of acute bronchiolitis. J Pediatr 1995;126:1004-7.

17
14. Sanchez I, De Koster J, Powell RE, Wolstein R, Chernick V. Effect of racemic epinephrine
and salbutamol on clinical score and pulmonary mechanics in infants with bronchiolitis. J Pediatr
1993; 122:145-51.
15. Kristjánsson S, Lodrup Carlsen KC, Wennergren G, Strannegård IL, Carlsen KH. Nebulised
racemic adrenaline in the treatment of acute bronchiolitis in infants and toddlers. Arch Dis Child
1993;69:650-4.
16. Wennergren G, Kristjánsson S, Sten G, Bjure J, Engstråm I. Nebulized racemic adrenaline
for wheezy bronchitis. Acta Paediatr Scand 1991;80:375-7.
17. Reijonen T, Korppi M, Pitkäkangas S, Tenhola S, Remes K. The clinical efficacy of
nebulized racemic epinephrine and albuterol in acute bronchiolitis. Arch Pediatr Adolesc Med
1995;149:686-92.
18. Patel H, Gouin S, Platt RW. Randomized, double-blind, placebo-controlled trial of oral
albuterol in infants with mild-to moderate acute viral bronchiolitis. J Pediatr 2003;142:509-14.
19. Haybittle JL. Repeated assessment of results in clinical trials of cancer treatment. Br J Radiol
1971;44:793-7.
20. Peto R, Pike MC, Armitage P, et al. Design and analysis of randomized clinical trials
requiring prolonged observations of each patient. I. Introduction and design. Br J Cancer
1976;34:585-612.
21. Fisher LD, Dixon DO, Herson J, Frankowski RK, Hearron MS, Peace KE. Intention to treat
in clinical trials. In: Peace KE, ed. Statistical issues in drug research and development. New
York: Marcel Dekker, 1990:331-50.
22. McAlister FA, Straus SE, Sackett DL, Altman DG. Analysis and reporting of factorial trials:
a systematic review. JAMA 2003;289:2545-53.
23. Westfall PH. Multiple testing of general contrasts using logical constraints and correlations. J
Am Stat Assoc 1997; 92:299-306.
24. Hothorn T, Bretz F, Westfall P. Simultaneous inference in general parametric models. Biom
J 2008;50:346-63.
25. Kuyucu S, Unal S, Kuyucu N, Yilgor E. Additive effects of dexamethasone in nebulized
salbutamol or L-epinephrine treated infants with acute bronchiolitis. Pediatr Int 2004;46:539-44.
26. Bentur L, Shoseyov D, Feigenbaum D, Gorichovsky Y, Bibi H. Dexamethasone inhalations
in RSV bronchiolitis: a doubleblind, placebo-controlled study. Acta Paediatr 2005;94:866-71.

18
27. Tal A, Bavilski C, Yohai D, Bearman JE, Gorodischer R, Moses SW. Dexamethasone and
salbutamol in the treatment of acute wheezing in infants. Pediatrics 1983; 71:13-8.
28. Pauwels RA, Löfdahl CG, Postma DS,et al. Effect of inhaled formoterol and budesonide on
exacerbations of asthma. N Engl J Med 1997;337:1405-11. [Erratum, N Engl J Med
1998;338:139.]
29. Barnes PJ. Scientific rationale for using a single inhaler for asthma control. Eur Respir J
2007;29:587-95.
30. Giembycz MA, Kaur M, Leight R, Newton R. A Holy Grail of asthma management toward
understanding how longacting beta(2)-adrenoceptor agonists enhance the clinical efficacy of
inhaled corticosteroids. Br J Pharmacol 2008;153: 1090-104.
31. Zora JA, Zimmerman D, Carey TL, O’Connell EJ, Yunginger JW. Hypothalamic- pituitary-
adrenal axis suppression after short-term, high-dose glucocorticoid therapy in children with
asthma. J Allergy Clin Immunol 1986;77:9-13.
32. Wenning GK, Wiethölter H, Schnauder G, Müller PH, Kanduth S, Renn W. Recovery of the
hypothalamic-pituitary-adrenal axis from suppression by short-term, high-dose intravenous
prednisolone therapy in patients with MS. Acta Neurol Scand 1994;89:270-3.
33. Streck WF, Lockwood DH. Pituitary adrenal recovery following short-term suppression with
corticosteroids. Am J Med 1979;66:910-4.
34. American Academy of Pediatrics Committee on Fetus and Newborn, Canadian Pediatric
Society Fetus and Newborn Committee. Postnatal corticosteroids to treat or prevent chronic lung
disease in preterm infants. Pediatrics 2002;109:330-8.
35. Halliday HL, Ehrenkranz RA, Doyle LW. Moderately early (7-14 days) postnatal
corticosteroids for preventing chronic lung disease in preterm infants. Cochrane Database Syst
Rev 2003;1:CD001144.
36. Idem. Delayed (>3 weeks) postnatal corticosteroids for chronic lung disease in preterm
infants. Cochrane Database Syst Rev 2003;1:CD001145.
37. Idem. Early postnatal (<96 hours) corticosteroids for preventing chronic lung disease in
preterm infants. Cochrane Database Syst Rev 2003;1:CD001146.

19

Anda mungkin juga menyukai