Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam pada anak merupakan alasan konsultasi tersering ke dokter anak dan
dokter umum, sekitar 30% dari seluruh total kunjungan. Demam merupakan reaksi
normal tubuh yang bermanfaat melawan kuman. Walaupun banyak orangtua
memberikan obat penurun panas, perlu ditekankan bahwa tujuan utama obat
tersebut adalah membuat anak merasa nyaman, bukan mempertahankan suhu yang
normal.

Saat anak mengalami demam, orang tua harus memperhatikan aktivitas anaknya
secara umum, apakah masih bisa bermain, makan dan minum dengan baik, dan
perhatikan buang air kecil anaknya setiap 3-4 jam. Jika anak lebih sering tidur,
malas minum dan buang air kecil semakin jarang, segera bawa anak ke dokter. Pada
anak sedang tertidur lelap, sebaiknya orangtua tidak membangunkan untuk
memberi obat penurun panas.

Obat penurun panas harus disimpan di tempat yang aman dan tidak terjangkau oleh
anak-anak. Pemberian obat penurun panas harus diberikan berdasarkan berat badan
anak dan diperlukan sendok obat yang khusus, yang bisa didapatkan dari apotek
saat membeli obat tersebut.

Penurunan suhu tubuh dapat dibantu dengan penggunaan obat penurun panas
(antipiretik), terapi fisik (nonfarmakologi) seperti istirahat baring, kompres hangat,
dan banyak minum. Penggunaan obat tradisional dengan produk herbal atau
homeopatik belum terbukti secara ilmiah dapat menurunkan demam, tapi hanya
berdasarkan pengalaman semata sehingga perlu dikaji lebih lanjut.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Febris/Demam

Definisi demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu
suhu tubuh di atas 38o Celsius. Suhu tubuh adalah suhu visera, hati, otak, yang
dapat diukur lewat oral, rektal, dan aksila. Cara pengukuran suhu menentukan
tinggi rendahnya suhu tubuh.

Demam adalah tanda infeksi, namun penderita penyakit serius dengan


infeksi dapat tanpa demam atau suhu lebih rendah daripada normal. Lagipula
ada banyak penyebab demam selain infeksi. Demam adalah akibat kondisi
yang ditimbulkan oleh perubahan dalam pusat pengatur panas melalui
pengaruh sitokin yang dihasilkan oleh makrofag.

Demam karena infeksi bersifat menguntungkan karena mengurangi


stabilitas lisosom, meningkatkan efek interferon, dan merangsang mobilitas
leukosit dan aktivitas bakterisidal. Demam berbeda dengan hiperpireksia
maupun dengan hipertermia karena keduanya tidak memiliki batasan atas
kenaikan suhu. Demam tidaklah sama dengan hipertermia, yang diartikan
sebagai peningkatan suhu tubuh yang tidak terkontrol. Hipertermia dapat
diakibatkan oleh pembentukan panas yang berlebihan atau gangguan
pengeluaran panas.

B. Etiologi
Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau
oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya.
Demam pada infeksi terjadi akibat mikro organisme merangsang makrofag
atau PMN membentuk PE (faktor pirogen endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF
(tumuor necrosis factor), dan IFN (interferon). Zat ini bekerja pada

2
hipotalamus dengan bantuan enzim cyclooxygenase pembentuk prostaglandin.
Prostaglandin-lah yang meningkatkan set point hipotalamus. Pada keadaan
lain, misalnya pada tumor, penyakit darah dan keganasaan, penyakit kolagen,
penyakit metabolik, sumber pelepasan PE bukan dari PMN tapi dari tempat
lain. Kemampuan anak untuk beraksi terhadap infeksi dengan timbulnya
manifestasi klinis demam sangat tergantung pada umur. Semakin muda usia
bayi, semakin kecil kemampuan untuk merubah set-point dan memproduksi
panas. Bayi kecil sering terkena infeksi berat tanpa disertai dengan gejala
demam.

Macam-macam penyebab demam adalah sebagai berikut:


1. Infeksi virus dan bakteri
2. Flu dan masuk angin
3. Radang tenggorokan
4. Infeksi telinga
5. Diare disebabkan bakterial atau diare disebabkan oleh virus
6. Bronkitis akut, infeksi saluran kencing
7. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)
8. Obat-obatan tertentu
9. Masalah-masalah serius seperti pneumonia, radang usus buntu, TBC, dan
radang selaput otak.

C. Mekanisme Terjadinya Demam


Demam terjadi karena penglepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikrorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu
protein yang identik dengan interleukin-1. Didalam hipotalamus zat ini akan
merangsang penglepasan asam arakhidonat serta mengakibatkan peningkatan
sintesis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia

3
Penyebab eksogen demam antara lain bakteri, jamur, virus, dan produk-
produk yang dihasilkan oleh agen-agen tersebut (misal, endotoksin).
Kerusakan jaringan oleh sebab apapun dapat menyebabkan demam. Faktor-
faktor imunologi seperti kompleks imun dan limfokin menimbulkan demam
pada penyakit vaskuler kolagen dan keadaan-keadaan hiperdsensitivitas.
Seluruh substansi di atas menyebabkan sel-sel fagosit mononuklear-monosit,
makrofag jaringan, atau sel kupfer- membuat pirogen endogen (EP =
endogenous pirogen). EP adalah suatu protein kecil yang mirip interleukin 1,
yang merupakan suatu mediator proses imun antar sel yang penting. EP telah
diisolasi dari netrofil, eosinofil, monosit, sel kupfer, makrofag alveoli, dan
sinovium, EP juga ditemukan dalam sel-sel penyakit Hodgkin, limfoma
histiositik, dan kanker sel ginjal. EP menginduksi demam melalui pengaruhnya
pada area pre-optik di hipotalamus anterior. EP melepaskan asam arakhidonat
di hipotalamus yang selanjutnya diubah menjadi prostaglandin. Hipotalamus
anterior mengandung banyak neuron termosensitif. Area ini juga kaya dengan
seroton dan norepinefrin yang memperantarai terjadinya demam. EP
meningkatkan konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya kedua mono-amina
ini akan meningkatkan adenosin monofosfat siklik (AMP siklik) dan
prostaglandin di susunan saraf pusat.
Secara teoritis kenaikan suhu pada infeksi dinilai menguntungkan, oleh
karena aliran darah makin cepat sehingga makanan dan oksigenasi makin
lancar. Namun kalau suhu terlalu tinggi (di atas 38,5oC) pasien mulai merasa
tidak nyaman, aliran darah cepat, jumlah darah untuk mengaliri organ vital
(otak, jantung, paru) bertambah, sehingga volume darah ke ekstremitas
dikurangi, akibatnya ujung kaki/tangan teraba dingin. Demam yang tinggi
memacu metabolisme yang sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat dan cepat,
frekuensi napas lebih cepat. Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan paru
dan disertai dengan ketidakseimbangan elektrolit, yang mendorong suhu makin

tinggi. Kerusakan jaringan akan terjadi bila suhu tubuh lebih tinggi dari 410C,
terutama pada jaringan otak dan otot yang bersifat permanen. Kerusakan
tersebut dapat menyebabkan kerusakan batang otak, terjadinya kejang, koma

4
sampai kelumpuhan. Kerusakan otot yang terjadi berupa rabdomiolisis dengan
akibat terjadinya mioglobinemia.

D. Jenis-jenis Demam
1. Demam septik : pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke
tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di
atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal
dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten : pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap
hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang
mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan
suhu yang dicatat pada demam septik.
3. Demam intermiten : pada tipe demam intermiiten, suhu badan turun ke
tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam
seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua
hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu : pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari
tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus
menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik : pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama
beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

E. Diagnosis Anak dengan Demam


Anamnesis:
1. Lama dan sifat demam
2. Ruam kemerahan pada kulit
3. Kaku kuduk atau nyeri leher
4. Nyeri kepala (hebat)

5
5. Nyeri saat buang air kecil atau gangguan berkemih lainnya (frekuensi lebih
sering)
6. Nyeri telinga
7. Tempat tinggal atau riwayat berpergian dalam 2 minggu terakhir ke daerah
endemis malaria

Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan tanda vital
2. Napas cepat
3. Kaku kuduk
4. Ruam kulit: makulopapular
5. Selulitis atau pustule kulit
6. Cairan keluar dari telinga atau gendang telinga merah pada
pemeriksaan otoskopi
7. Pucat pada telapak tangan, bibir, konjungtiva
8. Nyeri sendi atau anggota gerak
9. Nyeri tekan local

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap: Hb, Ht, jumlah dan hitung jenis
leukosit, trombosit
2. Apus darah tepi
3. Analisis (pemeriksaan) urin rutin, khususnya mikroskopis
4. Pemeriksaan foto dada (sesuai indikasi)
5. Pemeriksaan pungsi lumbal jika menunjukkan tanda meningitis

6
F. Diagnosis Banding
Terdapat empat kategori utama bagi anak demam

Tabel 1. Diagnosis Banding untuk Demam tanpa disertai tanda local

7
Tabel 2. Diagnosis Banding untuk Demam disertai tanda local

Tabel 3. Diagnosis Banding Demam dengan Ruam

8
Tabel 4. Diagnosis Banding tambahan untuk Demam > 7 hari

G. Penatalaksanaan Saat Terjadi Demam


1. Farmakologi
a) Parasetamol
Parasetamol dapat diberikan setiap 6 jam sesuai kebutuhan. Dosis
parasetamol berdasarkan BB bukan usia. Jenis obat yang mengandung
parasetamol sangat banyak seperti Tempra, Sanmol, Praxion, Naprex,
Bodrexin sirup, Dumin, Termorex, dll. Dosis 10-15 mg/kg berat badan

9
(BB) per kali pemberian, maksimal 60 mg/kg BB per hari. Apabila orang
tua kesulitan dalam menghitung dosis hendaknya berkonsultasi dengan
dokter atau apoteker. Dalam memilih obat demam, pilih obat yang tidak
mengandung alkohol, karena beberapa produk sirup juga ada yang
menggunakan alkohol sebagai campurannya.
Obat ini mempunyai banyak sediaan yaitu tablet, sirup, drop, dan
suppositoria. Sediaan drop diberikan pada bayi dengan BB dibawah 10
kg atau pada anak dengan kesulitan minum obat karena volume
pemberian relatif sedikit. Pada anak dengan BB diatas 10 kg dapat
diberikan sirup. Tablet diberikan pada anak usia diatas 12 tahun. Dari
penelitian terbukti bahwa pemberian oral dan suppositoria sama
efektifnya. Sediaan suppositoria (melalui dubur) diberikan bila
pemberian oral tidak memungkinkan, contohnya anak dengan muntah
profuse, anak tidur, atau tidak sadar.
Paracetamol (para acetoaminophenol) suatu obat untuk mengurangi
demam (antipiretik) dan nyeri (analgetik). Obat ini aman untuk bayi dan
anak sesuai kebutuhan, karena itu dapat dibeli bebas. Obat ini
dimetabolisme di hati sehingga bila dosis berlebih dapat menimbulkan
gangguan fungsi hati. Efek samping obat (ESO) bersifat reversible,
penghentian obat dapat memperbaiki keadaan umum anak dan ESO akan
berangsur-angsur hilang sehingga kondisi anak kembali normal.
b) Ibuprofen
Dosis obat ini adalah: 5-10 mg/kg BB setiap kali pemberian,
maksimal 40 mg/kg BB/hari. Contoh obat yang mengandung ibuprofen
antara lain Proris, Rhelafen, Fenris, Bufect, dll.

2. Non-Farmakologi
Dikompres dengan air hangat karena yang terjadi adalah pusat
pengatur suhu akan menangkap sinyal bahwa disekitar tubuh hangat maka
pusat pengatur suhu akan menurunkan suhu tubuh untuk mengimbangi.
Respon pada tubuh akan terjadi vasodilatasi. Vasodilatasi ini yang

10
menyebabkan pembuangan atau pelepasan panas dari dalam tubuh melalui
kulit sehingga suhu tubuh akan menurun. Inilah efek yang diinginkan dalam
penggunaan kompres yaitu untuk menurunkan demam.

11
Diusahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya
menurun. Cukupi cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi
terjadi. Aliran udara yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh
berkeringat, mengalirkan hawa panas ke tempat lain sehingga demam turun.
Jangan menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun
mendadak. Ventilasi / regulasi aliran udara penting di daerah tropik. Buka
pakaian/selimut yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi. Lebarkan
pembuluh darah perifer dengan cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-

12
sponging). Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat
(justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah), sehingga panas sulit
disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Pada
hipertermi, pendinginan permukaan kulit (surface- cooling) dapat
membantu.

Tindakan simtomatik yang lain ialah dengan pemberian obat


demam. Cara kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-point di
otak dan membuat pembuluh darah kulit melebar sehingga pengeluaran
panas ditingkatkan. Obat yang sederhana adalah asam salisilat dan
derivatnya. Rentang daya kerja obat ini cukup panjang, aman untuk
dikonsumsi umum. Beberapa golongan antipiretik murni, dapat menurun-
kan suhu bila anak demam namun tidak menyebabkan hipotermi bila tidak
ada demam, seperti: asetaminofen, asetosal, ibuprofen. Obat lain adalah
obat yang bersifat antipiretik pada dosis rendah dan menimbulkan hipotermi
pada dosis tinggi seperti metamizol dan obat yang dapat menekan pusat
suhu secara langsung (chlorpromazine), mengurangi menggigil namun
dapat menyebabkan hipotermi dan hipotensi.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan laporan tutorial diatas yang membahas tentang demam ini
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Demam merupakan suatu respons tubuh terhadap jangkitan penyakit yang
menyerang tubuh.
2. Demam ini akan membantu tubuh dalam pengaktifan sistem imun tubuh.
3. Demam selain dibedakan sesuai dengan tingkat batasan suhu juga
dibedakan berdasar asal mula penyebabnya seperti misalnya disebabkan
oleh virus maupun demam yang disebabkan oleh bakteri.
4. Demam yang disebabkan oleh virus bersifat self limited disease atau dapat
sembuh dengan sendirinya oleh sistem imun tubuh.
5. Sebagai cara penanganan selain farmakologi dengan pemberian
parasetamol, dapat dengan terapi kompres dengan air hangat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Declan, T. Wash, 1997. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta : EGC

Guyton, C. Arthur; Hall, E. John., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11.
Jakarta : EGC

Price, A. Sylvia; Wilson, M. Lorraine., 2005. Patofiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC

Robbins, L. Stanley; Cotran, S. Ramzi; Kumar, V., 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins, Edisi 7 Volume 1. Jakarta : EGC

Sudoyo et al, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Shulman, S. T; Phair, J. P; Sommers, H. M., 1994. Dasar Biologis & Klinis Penyakit
Infeksi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Sari Pediatri, Demam Pada Anak, Vol. 2, No. 2, Agustus 2000: 103 - 108

15

Anda mungkin juga menyukai