STEMI INFERIOR
Disusun Oleh:
Amirtha Mustikasari : 1102013022
Fadilla Permatasari : 1102014088
Yolanda Syafitri : 1102011296
Pembimbing:
dr. ElfridaSp.JP
1
BAB I
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS
Nama : Ny. H
Umur : 71 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Bambu apus
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 27-09-2018
1. Keluhan Utama:
Nyeri dada sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri sampai ke
punggung
2. Keluhan Tambahan:
Pasien mengeluh mual, muntah, dan keluar keringat dingin
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RS MRM pada tanggal 27-09-2018 pada pukul 14.00
wib. Pasien datang keluhan nyeri dada sejak 2 jam sebelum masuk rumah
sakit, nyeri menembus kepunggung. Pasien mengeluh mual, muntah dan
keluar keringat dingin,
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Diabetes Mellitus (+)
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
Disangkal
2
A. Pemeriksaan Umum:
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Komposmentis
3. Tanda Vital :
3
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler , murmur (-), gallop (-)
b. Paru
Palpasi Tidak teraba massa dan tidak Tidak teraba massa dan tidak
ada nyeri tekan ada nyeri tekan
10. Abdomen:
Inspeksi : dinding abdomen simetris, tampak datar
Auskultasi : suara bising usus positif
Perkusi : suara timpani pada ke empat kuadran
4
Palpasi : NTE (+)
11. Ekstremitas:
TUNGKAI LENGAN
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Baik Baik Baik Baik
Tonus Baik Baik Baik Baik
Kekuatan Baik Baik Baik Baik
Klonus Negatif Negatif Negatif Negatif
5
Kimia Darah
(29/09/2018)
SGOT/ASAT : 94* U/L
SGPT/ALAT : 23
Ureum : 34 mg/dL
Creatinin : 0.69mg/dL
Uruc Acid : 6.8 mg/dL
Triglyserida : 462* mg/dL
Total Cholesterol : 204* mg/dL
HDL Cholesterol : 41 mg/dL
LDL Cholesterol : 149 mg/dL
HbA1c : 6.7*%
V. RESUME
Pasien datang ke RS MRM pada tanggal 27-09-2018 pada pukul 14.00
wib. Pasien datang keluhan nyeri dada sejak 2 jam sebelum masuk rumah
sakit, nyeri nyeri sampai kepunggung. Pasien mengeluh munal, muntah
dan keluar keringat dingin, Keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 140/70 mmHg, nadi 74 x/menit,
suhu 36 C,dan pernafasan 20 x/menit.
6
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Utama : STEMI Inferior
Diagnosis Sekunder : DM Tipe II
VII. PENATALAKSANAAN
- O2 2-4
- IVFD RL 10 tpm
- Loading aspilet 160 mg
- CPG 1x75mg
- Simvastatin 1x20mg
- ISDN 3x5mg
- Arixtra 2.5mg/24jam
- Inj Morfin 2mg
- Laxadin 1xCI
- Inj ranitidine 1amp/12jam
VIII. PROGNOSI
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
7
Follow up
8
29/09/2018 S : Pusing (+), Nyeri dada (+)
13.40 wib P:
O: IVFD RL 10gtt
Kes : CM Inj.arixtra
Vital sign : 2.5mg/24jam
o RR : 20 x/menit ISDN 3x10mg
o
o Suhu : 36 C (suhu aksila) Aspilet 1x80mg
o HR : 82 x/menit CPG 1x75mg
o TD :140/70 mmHg Simvastatin 1x20mg
Kepala : Normochepal Inj ranitidin
Mata : CA (-/-), SI (-/-) 1amp/12jam
Hidung : NCH (-) Sucralfat 3xCI
Mulut : Sianosis (-),bibir lembab, Laxadin 1xCI
Thorax : Retraksi (-) Alprazolam 1x0.5mg
Cor : S1S2 (N), murmur (-), Concor 1x2.5mg
gallop (-)
Pulmo : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-
).
Abdomen :BU(+), turgor baik,
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-),
Sianosis (-).
A : STEMI Inferior
Dyspepsia
DM Tipe 2
9
30/09/2018 S: Nyeri dada (-), sesak (-) Planning
08.50 WIB IVFD RL 10gtt
O: Inj.arixtra
Kes : CM 2.5mg/24jam
Vital sign : ISDN 3x10mg
o RR : 20 x/menit Aspilet 1x80mg
o
o Suhu : 37 C (suhu aksila) CPG 1x75mg
o HR : 74 x/menit Simvastatin 1x20mg
o TD :120/90 mmHg Inj ranitidin
Kepala : Normochepal 1amp/12jam
Mata : CA (-/-), SI (-/-) Sucralfat 3xCI
Hidung : NCH (-) Laxadin 1xCI
Mulut : Sianosis (-),bibir lembab, Alprazolam 1x0.5mg
Thorax : Retraksi (-) Concor 1x2.5mg
Cor : S1S2 (N), murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-
).
Abdomen : datar, BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-),
Sianosis (-).
EKG: SR + ST elevasi II-III-avf
A: STEMI Inferior
DM Tipe II
10
01/10/2018 S : Nafas tidak lepas
13.40 wib P:
O: IVFD RL 10gtt
Kes : CM Inj.arixtra
Vital sign : 2.5mg/24jam
o RR : 20 x/menit ISDN 3x10mg
o
o Suhu : 37 C (suhu aksila) Aspilet 1x80mg
o HR : 80 x/menit CPG 1x75mg
o TD :120/80 mmHg Simvastatin 1x20mg
Kepala : Normochepal Inj ranitidin
Mata : CA (-/-), SI (-/-) 1amp/12jam
Hidung : NCH (-) Sucralfat 3xCI
Mulut : Sianosis (-),bibir lembab, Laxadin 1xCI
Thorax : Retraksi (-) Alprazolam 1x0.5mg
Cor : S1S2 (N), murmur (-), Concor 1x2.5mg
gallop (-)
Pulmo : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-
).
Abdomen :BU(+), turgor baik,
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-),
Sianosis (-).
A : STEMI Inferior
Dyspepsia
DM Tipe 2
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
kejadian PJK muncul di dekade ke-5 pada laki-laki dan dekade ke-6 pada
perempuan, namun proses aterosklerosis telah dimulai dari awal kehidupan,
bahkan dari masa perkembangan janin .
13
dan tars (efek kronis). Efek nikotin pada system kardiovaskuler adalah efek
simpatomimetik, seperti menyebabkan takikardi, kontraksi ventrikuler di luar
sistol, meningkatkan noradrenalin dalam plasma, tekanan darah, cardiac output,
dan konsumsi oksigen sehingga menyebabkan penyempitan aterosklerotik,
penempelan platelet, dan menurunkan HDL. LDL menjadi lebih mudah
memasuki dinding arteri yang berperan dalam patogenesis PJK. Merokok juga
meningkatkan oksidasi dari LDL dan meningkatkan berbagai faktor risiko lain,
yaitu dislipidemia, hipertensi, dan diabetes melitus.
1. Dislipidemia.
Salah satu komponen lemak tubuh adalah kolesterol. Kolesterol sangat penting
bagi sel yang sehat, tetapi bila tubuh mengakumulasikannya dalam jumlah
banyak, kolesterol akan berdeposit ke dinding pembuluh darah yang akan
menyebabkan kerusakan dan bisa menghambat aliran darah. Jika ini terjadi,
risiko serangan jantung akan meningkat. Kolesterol terdiri dari 2 bentuk utama,
yaitu HDL yang berperan dalam membawa kadar lemak yang tinggi dalam
jaringan ke hati untuk dimetabolisme dan dikeluarkan dari tubuh dan LDL yang
berperan membawa kolesterol ke jaringan, termasuk arteri koroner. Nilai LDL
yang tinggi dan HDL yang rendah berperan dalam peningkatan risiko penyakit
jantung, terutama PJK .
3. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan dinding jantung
menjadi tebal dan kaku yang menyebabkan jantung tidak berkerja dengan baik.
Ini meningkatkan risiko kejadian stroke, serangan jantung, gagal ginjal, dan
penyakit jantung kongestif. Ketika tekanan darah tinggi ini bergabung dengan
faktor risiko yang lain, akan meningkatkan risiko penyakit jantung. Patofisiologi
dari hipertensi menyebabkan PJK melalui 2 cara. Pertama, hipertensi
menyebabkan kerusakan pada endotel yang akan menyebabkan senyawa
vasodilator tidak dapat keluar dan membuat penumpukan okigen reaktif serta
penumpukan faktor-faktor inflamasi yang mendukung perkembangan dari
aterosklerosis, trombosis, dan penyumbatan pembuluh darah. Kedua, hipertensi
menyebabkan peningkatan afterload yang menyebabkan hipertrofi dari ventrikel
kiri. Itu menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokardium dan
14
menurunnya aliran darah koroner. Semua hal di atas mendukung terjadinya
penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, dan kematian jantung tiba-tiba.
4. Diabetes melitus
Kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan peningkatan pembentukan plak
ateromatous pada arteri. Hiperglikemi pada orang diabetes menyebabkan banyak
perubahan pada biomolekuler tubuh, yaitu peningkatan reduksi nicotinamide
adenine dinucleotide (NAD+) menjadi NADH yang belum terbukti sebagai
stresor oksidatif seluler, peningkatan produksi uridine diphosphate (UDP) N-
acetyl glucosamine yang diperkirakan mengubah fungsi enzimatik seluler, dan
pembentukan advanced glycation end product (AGE) yang secara langsung
menganggu fungsi sel endotel dan mempercepat aterosklerosis, serta
peningkatan reactive oxygen species (ROS) yang menganggu produksi nitrit
oksida endotel dan menipiskan plak aterosklerosis sehingga mudah ruptur.
15
T dan monosit akan teraktivasi dan masuk ke permukaan endotel lalu berpindah
ke subendotel sebagai respon inflamasi. Monosit berproliferasi menjadi
makrofag dan mengikat LDL teroksidasi sehingga makrofag membentuk sel
busa. Akibat kerusakan endotel menyebabkan respon protektif dan terbentuk lesi
fibrous, plak aterosklerotik yang dipicu oleh inflamasi. Respon tersebut
mengaktifkan factor Va dan VIIIa yang akan membentuk klot pada pembuluh
darah. Teraktivasinya kedua faktor tersebut dapat dipicu karena tidak
terbentuknya protein C oleh liver sehingga thrombin mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin sehingga terbentuk klot.
Aterosklerosis berkontribusi dalam pembentukan trombus. Hal ini
disebabkan teraktivasinya faktor VII dan X yang mengakibatkan terpaparnya
sirkulasi darah oleh zat-zat trombogenik yang akan menyebakan rupturnya plak
dan hilangnya respon protektif seperti antitrombin dan vasodilator pada
pembuluh darah. Penyebab gangguan plak ini disebabkan faktor kimiawi yang
tidak stabil pada lesi aterosklerosis dan faktor stres fisik penderita. Disebakan
adanya perkembangan klot pada pembuluh darah dan tidak terstimulusnya
produksi NO dan prostasiklin pada lapisan endotel sebagai vasodilator sehingga
terjadi disfungsi endotel. Dengan adanya ruptur plak dan disfungsi endotel,
teraktivasinya kaskade koagulasi oleh pajanan faktor jaringan dan terjadi
agregasi platelet yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah sehingga
terjadi trombosis koroner.
STEMI terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak. Kematian sel-sel miokard yang disebakan
infark miokard dapat mengakibatkan kekurangan oksigen. Sel-sel miokard mulai
mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Akibat trombus
tersebut, kebutuhan ATP pembuluh darah untuk berkontraksi berkurang, hal ini
disebabkan kurangnya suplai oksigen sehingga pembentukan ATP berkurang.
Keadaan ini berdampak pada metabolisme mitokondria sehingga terjadi
perubahan proses pembentukan ATP menjadi anaerob glikolisis. Berkurangnya
ATP menghambat proses, Na+ K+-ATPase, peningkatan Na+ dan Cl-
intraselular, menyebakan sel menjadi bengkak dan mati.
16
2.6 Manifestasi Klinis STEMI
Keluhan pasien dengan iskemi miokard berupa nyeri dada typical (angina
typical) atau atypical (angina equivalen). Keluhan angina typical berupa rasa
tertekan atau berat daerah retrosternal, menjalar kelrngan kiri, leher, rahang, area
intraskapular, bahu atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermitten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina typical
sering disertai keluhan penyerta seperti mual, muntah,nyeri abdominal, dan
sinkop.
Gejala-gejala umum iskemia dan infark miokard adalah nyeri
retrosternal. Yang perlu diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada iskemik
SKA adalah:
1. Lokasi nyeri; di daerah retrosternal dan pasien sulit melokalisasi rasa
nyeri.
2. Onset nyeri: sejak kapan nyeri dada sudah dirasakan.
3. Karakteristik nyeri; pasien mengeluh rasa berat seperti dihimpit,
ditekan, diremas, panas atau dada terasa penuh. Keluhan tersebut
lebih dominan dibandingkan rasa nyeri yang sifatnya tajam. Perlu
diwaspadai juga bila pasien mengeluh nyeri epigastrik, sinkope atau
sesak napas (equivalent angina)
4. Penjalaran nyeri; penjalaran ke lengan kiri, bahu punggung,
epigastrium, leher rasa tercekik atau rasa ngilu pada rahang bawah
dan penjalaran ke lengan kanan atau kedua lengan
5. Lama nyeri; nyeri pada SKA berlangsung lama lebih dari 20 menit.
6. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
7. Gejala sistemik; disertai keluhan seperti mual, muntah atau keringat
dingin.
17
pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari,
jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak
berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah,
pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20%
sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien
berusia lanjut.
Namun harus dibedakan dengan nyeri dengan gambaran di bawah ini
yang bukan karakteristik iskemia miokard (nyeri dada nonkardiak):
1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau
batuk)
2. Nyeri abdomen tengah atau bawah
3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah
apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
2.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin dilakukan pada semua
pasien yang memiliki keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
kepada iskemia. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9
sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah
kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus
direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik.
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2
sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis
STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV.
Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB
(komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat
terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk
18
STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka
jantung tersedia.
b. Marka jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar
troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut,
emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada
dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,
pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan
SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang
6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat
dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan
19
spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat
waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi
infark (infark berulang) maupun infark periprosedural.
Pemeriksaan troponin I/T adalah biomarker paling sensitif dan spesifik
sehingga menjadi standar baku emas dalam diagnosis NSTEMI/STEMI, di mana
peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4
jam setelah onset. Peningkatan kadar troponin biasanya menetap dalam 2 hingga
3 hari, namun bisa tetap meningkat hingga 2 minggu bila terjadi nekrosis luas.
Kadar troponin bisa saja belum meningkat dalam 6 jam setelah onset gejala,
sehingga jika didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan pertama, perlu
dilakukan pemeriksaan ulang dalam 8 hingga 12 jam setelah onset gejala.
Jika pemeriksaan troponin tidak dapat dilakukan, maka dapat digunakan
penilaian Musscle and Brain fraction of Creatinin Kinase (CK-MB) yang akan
meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan
menetap hingga 2 hari.
c. Pemeriksaan Noninvasif
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan
gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan
diagnosis banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, atau diseksi.
20
Multislice CardiacCT (MSCT) dapat digunakan untuk menyingkirkan PJK
sebagai penyebab nyeri pada pasien dengan kemungkinan PJK rendah hingga
menengah dan jika pemeriksaan troponin dan EKG tidak meyakinkan.
d. Pemeriksaan Invasif (Angiografi Koroner)
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan
tingkat keparahan Penyakit Jantung Koroner, sehingga sebaiknya segera
dilakukan untuk tujuan diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan
diagnosis banding yang tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya
pada arteri sirkumfleksa, sangat penting pada pasien yang sedang mengalami
gejala atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan perubahan EKG
diagnostik.
Pada pasien dengan penyakit pembuluh multipel dan mereka dengan
stenosis arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian
kardiovaskular yang serius, angiografi koroner disertai perekaman EKG dengan
abnormalitas gerakan dinding regional seringkali memungkinkan identifikasi lesi
yang menjadi penyebab. Penemuan angiografi yang khas antara lain
eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi, penampakkan yang kabur, dan filling
defect yang mengesankan adanya trombus intrakoroner.
e. Pemeriksaan Laboratorium
Selain pemeriksaan marka jantung, yang harus dikumpulkan di ruang
gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid.
f. Pemeriksaan Foto Polos Dada
Tujuan dilakukan pemeriksaan ini adalah untuk membuat diagnose
banding, identifikasi komplikasi, dan penyakit penyerta.
21
dua sadapan V2-V3 dan atau ≥ 1 mm pada sandapan dada yang lain atau sadapan
ekstremitas.
Jejas pada miokard dapat dideteksi dari biomarker spesifik jantung
berupapeningkatan kadar Cardiac Specific Troponin (cTn) dan Creatine Kinase
MB (CKMB) dalam darah. cTn memiliki sensitifitas yang tinggi serta cukup
spesifik. Terdapat dua jenis troponin, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini
meningkat setelah dua jam bila terjadi infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam. cTn T masih dapat dideteksi dalam kurun waktu 5-14 hari
pasca infark, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Apabila pemeriksaan cTn tidak
tersedia, alternatif terbaik lainnya adalah pemeriksaan CKMB. CKMB
meningkat setelah tiga jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
waktu 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
22
Gambar. 2.3 Alur Diagnosis dan Tatalaksana STEMI
sedini mungkin. Pasien dengan STEMI harus dilakukan terapi reperfusi dalam
12 jam awal. Terapi fibrinolitik diindikasikan sebagai terapi reperfusi awal yang
23
1. Pemberian Oksigen
Suplementasi oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
< 94%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
2. Nitrogliserin
Pasien dengan nyeri iskemik di dada harus diberikan nitrogliserin sublingual 0,4
3. Analgesik
Morfin sulfat (2-4 mg intravena dan dapat diulang dengan kenaikan dosis 2 – 8
4. Aspirin
Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum pernah mendapatkan
aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal yang diberikan 162 mg sampai 325 mg.
5. Beta Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa digunakan adalah metoprolol
6. Klopidogrel
rumatan sebesar 75 mg per hari. Obat-obat seperti penghambat reseptor beta dan
ACE inhibitor harus segera diberikan kecuali terdapat kontraindikasi dan pasien
24
harus dalam keadaan hemodinamik stabil. Statin dilaporkan memberikan hasil
yang baik. Suatu registri di Israel melaporkan pasien yang menjalani IKP dan
Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door to needle atau
medical contact to balloon time untuk IKP dapat dicapai dalam 90 menit7.
kurang dari 12 jam sejak onset nyeri dada untuk semua pasien infark miokard
ST elevasi > 0,1mV pada >2 ujung sensor EKG di dada yang berturutan,
tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada,
langsung pilih terapi fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat
kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang
atau lebih dari 2 jam. Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi
25
2.9.1.1 Terapi Fibrinolitik
tempat-tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam
jam sejak awitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP
primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak
kontak medis pertama. Pada pasien-pasien yang datang segera (<2 jam sejak
awitan gejala) dengan infark yang besar dan risiko perdarahan rendah,
dengan inflasi balon lebih dari 90 menit. Fibrinolisis harus dimulai pada ruang
gawat darurat.
Streptokinase
Alteptase
100mg
26
2.9.1.2 Pemberian Antikoagulan
terapi antikoagulan selama minimum 48 jam dan lebih baik selama rawat inap,
hingga maksimum 8 hari. Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi,
dapat diberikan terapi antikoagulan selama rawat inap, hingga maksimum 8 hari
pemberian. Strategi lain yang digunakan adalah meliputi Low Molecular Weight
Heparin (LMWH) atau fondaparinuks dengan regimen dosis sama dengan pasien
Warfarin
kedua dengan pengaturan dosis pada hari ketiga sekitar 3-7,5 mg.
Heparin
syok.
27
Enoxaparin (Lovenox)
2 hari.
pengobatan.
2.10 Prognosis
perubahan EKG. Infark inferior memilki mortalitas 30 hari sebesar 4,5 % dan
miokard adalah usia, tekanan darah sistolik, denyut jantung, lokasi infark, dan
kelas Killip.
28