Mini project ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Surat Tanda Registrasi dalam Program Internsip Dokter Indonesia
Oleh:
dr. Andrew Pratama kurniawan
dr. Aulia Rizki
Pendamping:
dr. Farid Moses A. Yudisthira
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya sebagai penulis dapat
menyelesaikan mini project dengan judul ” Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku dari
Anak Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi pada Desa Mekong, Kab. Kep.
Meranti”. Dalam mini project ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
kasih yang tulus kepada:
1. dr. Farid Moses A. Yudisthira, selaku Kepala Puskesmas Alai dan juga
selaku dokter pendamping yang telah membantu, memberikan dorongan dan
masukan dalam penyusunan mini project ini
2. Staf Puskesmas Alai, serta semua pihak yang telah membantu kelancaran dan
penyelesaian mini project ini yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa mini project ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan untuk perbaikan program ini kedepannya. Semoga mini project ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui oleh:
Pendamping
ii
DAFTAR ISI
iii
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 33
4.2 Pembahasan ............................................................................................... 38
5.2 Saran.......................................................................................................... 41
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.5 Perilaku aktifitas seksual remaja yang sudah pernah melakukan
hubungan seksual sebelum nikah........................................................................ 7
Tabel 1.6 Perbedaan diantara tingkat pendidikan terhadap PSP isu kesehatan
reproduksi .......................................................................................................... 7
Tabel 1.7 Perbedaan diantara jenis kelamin terhadap PSP isu kesehatan reproduksi .... 8
Tabel 1.8 Perbedaan nilai pre-test dan post-test dalam pengetahuan dan sikap terhadap
isu reproduksi kesehatan ............................................................................ 8
v
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku dari Anak Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi
pada Desa Mekong, Indonesia
Andrew Pratama K
Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan populasi keempat terbesar di dunia, dengan total jumlah
penduduk mencapai 270,2 juta dan 27,94% diantaranya adalah remaja. Hal ini merupakan kabar
yang membahagiakan bagi pereekonomian Indonesia. 1 Remaja adalah masa-masa eksplorasi di
mana terkadang mereka melakukan tindakan atau kebiasaan yang cenderung ceroboh dan sangat
dipengaruhi oleh tekanan pertemanan dan sosial media. Sehingga dapat timbul masalah seperti
keamilan remaja, penyakit menular seksual (PMS), hingga aborsi akibat tindakan-tindakan
ceroboh mereka. Sebuah studi di Amerika menunjukan bahwa 55% pria dan wanita sudah
melakukan hubungan seksual sebelum mencapai usia 18 tahun, dan 80% remaja mengaku
memakai kontrasepsi dalam hubungan seksual pertama merka. Kontrasepsi yang paling sering
dipakai adalah kondom, teknik senggama putus, dan pil. 2,3 Pemakaian kontrasepsi dari studi
tersebut cukup tinggi, namun data dari WHO masih menunjukkan bahwa masih banyak yang
terdampak dari hubungan seksual yang berisiko, 3 juta dan 16 juta wanita berusia 15-19 tahun
menjalani aborsi illegal dan persalinan setiap tahunnya. 4 Di Indonesia, KPAI dan KEMENKES
mendapatkan bawah 62,7% remaja telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. 5
Indonesian Youth Reproductive Health Survey juga menyatakan bahwa 29,5% pria dan 6,2%
wanita remaja sudah pernah memegang atau menstimulasi pasangannya, 48,1% pria dan 29,3%
wanita sudah pernah berciuman bibir, serta 79,6% pria dan 71,6% wanita sudah pernah memegang
tangan pasangannya.6 Terpisah dari hal tersebut, studi lainnya juga mendapatkan 23,07% remaja
sudah menikah sebelum usianya mencapai 19 tahun, hal ini menghawatirkan karena dapat
menyebabkan kehamilan remaja yang menjadi faktor risiko komplikasi maternal dan fetal. 7
Semakin cepatnya remaja dalam melakukan hubungan seksual pertama kali dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti sosiodemografik (laki-laki dan usia), penggunaan rokok, alcohol, dan
obat-obatan terlarang, gejala depresi (sedih, kesepian, cemas). Sementara faktor protektif berupa
sikap yang positif serta supportif dari teman-temannya dan pengawasan orang tua baik. 8-11 Selain
itu edukasi seksual mengenai gender, seksualitas, dan isu kesehatan seksual yang disesuaikan
dengan konteks sosial dan budaya di Indonesia pada remaja di masa pubertas dapat mencegah
timbulnya masalah-masalah tersebut. Sayangnya, berbicara mengenai seksualitas adalah hal yang
tabu dan sensitive di berbagai area di Indonesia. Alhasil, orang tua akan bersifat konservatif ketika
menjelaskan topik seksualitas ke anak mereka. 12
Studi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP)
mengenai isu kesehatan reproduksi pada siswa remaja SMA di daerah pedesaan di Indonesia.
Dengan adanya studi ini, diharapkan dapat memberikan gambaran dasar informasi remaja di
daerah tersebut dan dapat menjadi panduan dalam pengembangan program. Pada akhirnya, semoga
dapat membawa manfaat untuk mengurangi perilako seksual berisiko di masyarakat.
Tujuan utama
Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) mengenai isu kesehatan reproduksi
pada siswa/i remaja SMA di desa Mekong di Indonesia
Tujuan Khusus
Menjadi landasan data untuk pengembangan program keremajaan bagi wilayah tersebut
Meningkatkan pengetahuan dan sikap Siswa/I remaja SMA
Metode
Penelitian ini bersifat kuantitatif, cross-sectional, dengan evaluasi pre- dan post- intervensi
untuk menentukan PSP terkait isu kesehatan reproduksi pada remaja SMA. Populasi dari studi ini
adalah seluruh siswa SMA Mekong 1, di desa Mekong, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi
Riau. Dalam mengkaji PSP siswa terhadap isu kesehatan reproduksi, kami mengadopsi dan
memodifikasi kuisoner dari Pasay-an E, et al.13 yang berjudul “Knowledge, attitudes, and practices
of adolescents regarding sexuality and reproductive issues in the Cordillera administrative region
of the Philippines”. Kuisoner dimodifikasi sesuai dengan kebudayaan di daerah tersebut dan di
translasikan bolak-balik dengan ahli.
Pemilhan lokasi wahana penelitian didasari oleh beberapa konsiderasi dan juga izin dari
pemerintah daerah, kepala puskesmas, dan kebersediaan sekolah dalam mengikuti proyek ini.
Beberapa kritera inklusi dari studi ini adalah, siswa yang mampu membaca, menulis, dan
memahami pertanyaan dan kebersediaan peserta untuk ikut serta. Kriteria eksklusi adalah
responden yang tidak mengisi kuisoner dengan lengkap.
Terdapat 2 bagian besar di kuisoner ini, bagian pertama adalah yang menanyakan mengenai
informasi demografik seperti jenis kelamin, usia, kelas, jumlah saudara, pekerjaan ayah dan ibu,
usia ayah dan ibu, status pernikahan orang tua, dan pendidikan terakhir orang tua. Bagian kedua
yang menanyakan pengetahuan, sikap, dan perilaku dari isu kesehatan reproduksi. Dalam
mengevaluasi pengetahuan terdapat delapan pertanyaan pilihan ganda, dengan satu poin setiap
jawaban yang benar. Skor akan di transmutasikan menggunakan skala 0-0,19 (sangat rendah),
0,20-0,39 (rendah), 0,40-0,59 (cukup), 0,60-0,79 (baik), 0,80 – 1,00 (sangat baik). Sikap dinilai
melalui 10 pertanyaan yang diukur berdasarkan skala Likert (1.00 – 1.74 sangat setuju; 1,75-2.49
setuju; 2,50-3,24 tidak setuju; dan 3,25-4,00 sangat tidak setuju). Sementara untuk praktik dibagi
menjadi 3 skala likert (1,00-1,66 Selalu, 1,67-2,33 Kadang/kadang, 2,34-3,00 selalu).
Studi uji-coba dilakukan pada 20 siswa SMA pada sekolah di kota di mana responden tidak
akan mengikuti penelitian sebenarnya. Analisis realibilitas dilakukan menggunakan nilai
Cronbach Alpha. Hasil realibilitas untuk bagian pengetahuan, sikap, dan perilaku secara berturut-
turut adalah 0,607, 0,619, 0,856. Setelah itu analisa deskriptif dilakukan menggunakan SPSS 23.0
versi windows. Uji normalitas menggunakan perhitungan Koglomorov-Smirnov untuk semua data
demografik. Analisa data disampaikan dalam bentuk frekuensi, persentase, median, nilai minimal
dan maksimal. Pengetahuan dan sikap didistribusikan dalam grup kelas dan jenis kelamin; Tetapi
praktik hanya dibagi berdasarkan jenis kelamin. Perhitungan Kruskal-Walis dan Mann-Whitney
dilakukan untuk menilai perbedaan pengetahuan pada tingkat pengetahuan dan sikap kelas dan
jenis kelamin secara berurutan. Terakhir dalam menilai nilai pre- dan post- seminar, kami
melakukan uji Wilcoxon. Nilai signfikansi p<0.05 dan ditulis mencapai 2 digit di belakang koma.
Studi ini sudah disetujui oleh kepala puskesmas Alai, sebagai pemegang wilayah kesehatan di desa
tersebut.
Hasil
Dari 144 siswa SMA Mekong 1, terdapat 121 responden yang mengisi dan mengembalikan
kusioner secara lengkap. Karakteristik demografik dari responden disajikan dalam table 1.
Proporsi wanita dan pria yang menjadi responden mirip. Kebanyakan dari mereka tinggal bersama
dengan orang tua (93,4%). Pekerjaan ayah terbanyak di sana adalah buruh (42,9%) dan Ibu rumah
tangga bagi ibu (89,3%).
PSP mengenai isu kesehatan reproduksi bagi remaja SMA disajikan dalam table 2,3, dan
4. Nilai median dari pengetahuan siswa adalah 3 yang berarti rendah. Setelah diberikan seminar
oleh dokter, terdapat peningkatan nilai pengetahun menjadi 5 (tabel 2). Sementara itu untuk sikap
mengenai kesehatan reproduksi adalah 2.09 (setuju) dan 1.90 (setuju) (tabel 3). Terakhir, nilai
mean praktik mengenai kesehatan reproduksi adalah 2.20 (tabel 4). Hanya 5 dari 121 (4,1%)
mengaku pernah melakukan hubungan seksual dan bagi siswa tersebut terdapat pertanyaan yang
lebih mendetail mengenai hubungan seksual.
Dalam menentukan perbedaan nilai antar kelas, kami menggunakan Krsukal-Wallis.
Ditemukan tidak ada perbedaan nilai PSP yang signifikan antar kelas baik pada pre- atau post-
intervensi (tabel 6). Selanjutnya Uji statistic Mann-Whitney dilakukan untuk melihat perbedaan
nilai pada grup jenis kelamin. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada nilai pengetahuan dan
sikap, namun terdapat perbedaan yang siginfikan (p=0,002) pada nilai praktik pria dan wanita
(tabel 7).
Untuk menilai perbedaan nilai pre- dan post- seminar dilakukan uji Wilcoxon. Hasil
menunjukan terdapat perubahan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap terkait isu
kesehatan reproduksi (p<0,05) (tabel 8).
Table 1. Karakteristik Demografik Responden
Karakteristik N=121
Sex (laki-laki)a 58 (47.9%)
Usia (tahun)b 17 (15-20)
Jumlah saudara laki-laki/perempuanb 2 (0-11)
Status pernikahan orang tuaa
Menikah 104 (86.0%)
Bercerai 8 (6.6%)
Salah satu meninggal 9 (7.4%)
Tinggal bersama orang tuaa 113 (93.4%)
Pendidikan terakhir ayah (>SMP)a 23 (19%)
Pendidikan terakhir ibu (>SMP)a 30 (24,7%)
Pekerjaan ayaha
Buruh 52 (42.9%)
Wirausaha 26 (20.8%)
Petani 13 (10.4%)
Nelayan 12 (96.0%)
Pekerjaan ibua
Ibu rumah tangga 108 (89.3%)
Dan lainnya 13 (10.7%)
a: n(%); b: median (min-max)
Table 2. Pengetahuan remaja terhadap isu kesehatan repdroduksi
Area pengetahuan Pre-test Kategori Post-test Kategori
1. Definisi dari kesehatan reproduksi 0.30 Rendah 0.38 Rendah
2. Penyebab dari penyakit menular seksual (PMS) 0.54 Cukup 0.92 Sangat baik
3. Penyebaran penyakit menular seksual 0.30 Rendah 0.46 Cukup
4. Definisi dari kotrasepsi/keluarga berencana (KB) 0.22 Rendah 0.28 Rendah
5. Konsekuensi dari promiskuitas 0.27 Rendah 0.34 Rendah
6. Etiologi dari penyakit menular seksual di remaja 0.43 Cukup 0.45 Cukup
7. Kontrasepsi sebagai pencegahan PMS 0.12 Sangat 0.51 Cukup
rendah
8. Gejala saat hamil 0.33 Rendah 0.48 Cukup
Total score (Median) 3 5
Table 5. Perilaku aktivitas seksual remaja yang sudah pernah melakukan hubungan seksual
sebelum menikah
Pertanyaan N (%)
Pernah melakukan hubungan seksual sebelumnya 5 (100%)
Sex (laki-laki) 3 (60%)
Tidak pernah menggunakan kondom saat 2 (40%)
melakukan hubungan seksual
Pernah melakukan hubungan seksual secara anal 1 (20%)
Pernah melakukan hubungan seksual secara oral 1 (20%)
Pernah melakukan hubungan seksual dengan 1 (20%)
sesame jenis kelamin
Table 6. Perbedaan diantara tingkat pendidikan terhadap PSP isu kesehatan reproduksi
Pre-test Post-test
Pengetahuan Median Signifikansi Median Signifikansi
Kelas 10 2 0.249 4 0.285
Kelas 11 2 5
Kelas 12 4 5
Sikap Mean 0.153 Mean 0.703
Kelas 10 2.08 1.94
Kelas 11 2.23 1.97
Kelas 12 2.00 1.88
Perilaku Mean 0.71
Kelas 10 2.24
Kelas 11 2.33
Kelas 12 2.05
* Kruskal-Wallis test
Table 7. Perbedaan diantara jenis kelamin terhadap PSP isu kesehatan reproduksi
Pre-test Post-test
Pengetahuan Median Signifikansi Median Signifikansi
Laki-laki 2 0.83 3.5 0.12
Perempuan 4 5
Sikap Mean 0.161 Mean 0.136
Laki-laki 2.08 1.94
Perempuan 2.23 1.97
Perilaku Mean 0.002
Laki-laki 2.35
Perempuan 2.06
* Mann-Whitney test
Table 8. Perbedaan nilai pre-test dan post-test dalam pengetahuan dan sikap terhadap isu
reproduksi kesehatan
N Pre test Post test Signifikansi
Salah satu hasil yang cukup mencolok adalah bahwa siswa/i SMA di Mekong memiliki
pengetahuan yang rendah mengenai isu kesehatan reproduksi. Ketika penelitian ini dilakukan,
bahkan beberapa di antara mereka mengaku tiak pernah mendengar tentang penyakit menular
seksual atau kontrasepsi sebelumnya. Pasay E, et al. 13 dan Zakaria M, et al.14 dalam studinya juga
menemukan bahwa remaja cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang rendah mengenai
seksualitas dan ksehatan reproduksi. Sementara itu, Kibret M15 menemukan bahwa remaja di
Ethiopia memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi mengenai kesehatan reproduksi. Tetapi di
Indonesia sendiri khususnya di daerah pedesaan, topik mengenai seksualitas tetap tabu menurut
agama dan budaya yang di anut; oleh sebab itu, orang tua dan guru akan menutup diri ataupun
lebih konservatif dalam menjelaskan topik ini. 16,17 Hal ini menjadi sebuah tantangan bagi educator
dan pembuat kebijakan daerah untuk menyadarkan pentingnya kesehatan reproduksi pada remaja.
Meski demikian, tingkat pengetahuan yang rendah terhadap kesehatan reproduksi, tidak
mencerminkan hasil sikap mereka yang positif terhadap isu kesehatan reproduksi. Kebanyakan
dari mereka memiliki sikap positif mengenai pencegahan PMS, transmisi PMS, dan kehamilan
yang tidak diinginkan. Hal ini mungkin dapat dipengaruhi dari kepercayaan dan budaya di sini.
Hal ini ditunjukkan dengan pendapat mereka mengenai aborsi dan kehamilan di luar nikah, yang
direspon secara negatif. Responden juga mengakui bahwa kesehatan reproduksi adalah hal yang
esensial untuk diketahui. Hal ini dapat disambut secara positif, karena keterbukaan remaja dapat
memudahkan untuk mereka menerima informasi terhadap kesehatan reproduksi yang notabene nya
tabu.
Walaupun siswa menyadari bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi itu penting;
hanya segelintir dari mereka yang berusaha mencari informasi di internet/media sosual atau
berdiskusi dengan teman atau orang tua mereka. Padahal support sosial dari teman dan orangtua
sangat penting, karena dapat memicu hubungan yang berarti dan mencegah terjadinya hubungan
seksual pada umur yan muda.15 Selain itu orang tua juga dapat menjadi sumber informasi
kesehatan reproduksi utama.14,18 Namun, tekanan sosial dan media sosial berdampak buruk karena
memicu tindakan seks berisiko dan dini.19,20 Di balik itu, sosial media juga dapat bermanfaaat
untuk mempromosikan informasi mengenai kontrasepsi dan kesehatan reproduksi khususnya di
remaja.21,22 Namun pada akhirnya, masih butuh studi lebih lanjut untuk melihat dampak sosial
media ini terhadap perilaku remaja.22
Hal yang menarik ditemukan juga bahwa siswa tidak pernah berusaha untuk mencari
informasi mengenai kontrasepsi/KB. Hal ini juga sesuai bahwa pengetahuan mereka mengenai
kontrasepsi yang rendah dan sikap negative terhadap kontrasepsi. Sebuah studi dari KEMENKES
menunjukan bahwa pada wanita berusia 15-24 tahun yang sudah menikah dan tinggal di pedesaan
memiliki tingkat pengetahuan yang paling rendah terhadap metode kontrasepsi. Lalu hanya 63%
dan 65% pria yang sudah menikah mengetahui adanya kontrasepsi berupa implant dan IUD secara
berurutan. Tentunya hal ini berkaitan tentang eksposur informasi yang rendah mengenai
kontrasepsi dan kesehatan reproduksi. Bahkan 40% dari pria yang sudah menikah mengaku belum
pernah mendapatkan informasi mengenai kontrasepsi melalui media apapun. 14
Dari studi ini, didapatkan 5 siswa dari 121 (4,1%) yang mengaku pernah melakukan
hubungan seksual sebelumnya, 3 diantaranya adalah laki-laki dan satu mengaku pernah melakukan
hubungan seksual dengan sesama jenis. Hasil nya cukup mirip dengan studi yang pernah dilakukan
di Indonesia berkisar 3,8% hingga 13,1%.16,23,24 Studi lainnya di luar negeri mendapatkan hasil
sekitar 11,3% di Brunei Darussalam dan 26,4% di Timor Leste. 11,25 Dari 5 siswa yang sudah
melakukan hubungan seksual, ada 3 (60%) yang melakukan hubungan seksual berisiko tinggi yaitu
tidak pernah memakai kondom dan melakukan hubungan seksual dengan sesame jenis. Pada studi
yang dilakukan Peltzer K, et al. 25 menemukan bahwa 78% remaja di Indonesia melakukan
hubungan seksual berisiko. Masalah ini membutuhkan perhatian dar kita semua, untuk
mengelevasi kesadaran pentingnya pendidikan seksual yang komprehensif di Indonesia. Sehingga
dengan mengimplementasikan dan mengintegrasikan edukasi seksual yang komprehensif, edukasi
tentang kesehatan mental dan penggunaan obat terlarang pada kurikulum pendidikan kita dapat
menurunkan perilaku seksual berisiko dari remaja. 11,25
Selanjutnya tidak ditemukan perbedaan antara kelas dan jenis kelamin yang signifikan dari
tingkat PSP. Hal ini bertentangan dengan hasil studi oleh Pasay E, et al. 13 di Filipina, di mana
ditemukan bahwa semakin tinggi kelas akan semakin tinggi tingkat pengetahuannya. Hal ini dapat
terjadi karena tidak ada satupun diskusi atau materi edukasi seksual formal yang pernah diberikan
sebelumnya dan bahwa kuatnya persepsi masyarakat mengenai hal-hal berkaitan seksual bersifat
tabu bagi yang belum menikah. Alhasil sulit bagi siswa untuk menerima informasi yang benar
mengenai kesehatan reproduksi. Pada sisi lainnya, ditemukan perbedaan perilaku yang signifikan
antara siswa pria dan wanita, di mana siswi lebih cenderung untuk melakukan diskusi tentang topik
kesehatan reproduksi dibanding pria.
Setelah seminar, terdapat perubahan pengetahuan dan sikap secara signfikan. Seminar yang
dilakukan cukup sukses dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap. Hal ini bisa dijadikan
rekomendasi bagi pembuat keputusan di daerah untuk mengadakan seminar mengenai edukasi
seksual lebih sering dan regular untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap mereka.
Limitasi dari studi ini adalah, hasil tidak bisa merepresentatikan semua remaja di desa
Mekong, Kecamatan Alai. Karena ada beberapa remaja yang tidak sekolah atau pun dropout
sebelumnya. Namun, studi ini adalah studi pertamya yang mengevaluasi pengetahuan kesehatan
reproduksi remaja di daerah pedesaan. Di masa depan penelitian dapat dilakukan lebih besar
dengan mengambil sampel di seluruh kecamatan Alai. Selain itu, dapat juga di teliti tipe-tipe
intervensi seperti seminar, Focus group discussion, atau belajar mandiri yang lebih efektif untuk
meningkatkan pengetahuan ke anak-anak SMA.
Kesimpulan
Siswa SMA di Desa Mekong memiliki pengetahuan yang rendah, sikap yang positif, dan perilaku
yang baik terhadap kesehatan reproduksi. Terdapat 5 dari 121 murid yang mengaku pernah
melakukan hubungan seksual sebelumnya. Seminar yang dilaksanakan meningkatkan
pengetahuan dan sikap para siswa secara signifikan.
References
1. Badan Pusat Statistik. Hasil Sensus Penduduk 2020 [Internet]. 2021 [cited 2021 Mar 31].
Available from: https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil-sensus-
penduduk-2020.html
2. CDC. Over Half of U.S. Teens Have Had Sexual Intercourse by Age 18, New Report
Shows [Internet]. 2019 [cited 2021 Mar 31]. Available from:
https://www.cdc.gov/nchs/pressroom/nchs_press_releases/2017/201706_NSFG.htm
3. Epstein M, Madeline Furlong, Kosterman R, Bailey JA, King KM, Vasilenko SA, et al.
Adolescent Age of Sexual Initiation and Subsequent Adult Health Outcomes. Am J Public
Health. 2018 Jun;108(6):822–8.
4. Wong LP. Qualitative inquiry into premarital sexual behaviours and contraceptive use
among multiethnic young women: implications for education and future research. PloS
One. 2012;7(12):e51745.
6. Patroni R, Ismiati. The effect of sex education on youth knowledge about sexual behavior
in storage in sma negeri 2 kaur. In Atlantis Press; 2019 [cited 2021 Mar 31]. p. 18–21.
Available from: https://www.atlantis-press.com/proceedings/icihc-18/55916756
7. Badan Pusat Statistik. Statistik Pemuda Indonesia 2019 [Internet]. 2018 [cited 2021 Mar
31]. Available from:
https://www.bps.go.id/publication/2019/12/20/8250138f59ccebff3fed326a/statistik-
pemuda-indonesia-2019.html
8. Peltzer K, Pengpid S. Risk and Protective Factors Affecting Sexual Risk Behavior Among
School-Aged Adolescents in Fiji, Kiribati, Samoa, and Vanuatu. Asia Pac J Public Health.
2016 Jul;28(5):404–15.
9. Peltzer K, Pengpid S. Early Sexual Debut and Associated Factors among In-school
Adolescents in Six Caribbean Countries. West Indian Med J. 2015 Sep;64(4):351–6.
10. Seidu A-A, Ahinkorah BO, Ameyaw EK, Darteh EKM, Budu E, Iddrisu H, et al. Risky
sexual behaviours among school-aged adolescents in Namibia: secondary data analyses of
the 2013 Global school-based health survey. J Public Health. 2021 Apr 1;29(2):451–61.
11. Pengpid S, Peltzer K. Sexual behaviour and its correlates among adolescents in Brunei
Darussalam. Int J Adolesc Med Health. 2018 Oct 20;33(1).
12. Situmorang A. PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI
PUSKESMAS: ISU DAN TANTANGAN. J Kependud Indones. 2016 Aug 26;6(2):21–32.
13. Pasay-an E, Magwilang JOG, Pangket PP. Knowledge, attitudes, and practices of
adolescents regarding sexuality and reproductive issues in the Cordillera administrative
region of the Philippines. Makara J Health Res [Internet]. 2020 [cited 2021 Mar 31];
Available from: https://scholarhub.ui.ac.id/mjhr/vol24/iss3/3/
14. Zakaria M, Karim F, Mazumder S, Cheng F, Xu J. Knowledge on, Attitude towards, and
Practice of Sexual and Reproductive Health among Older Adolescent Girls in Bangladesh:
An Institution-Based Cross-Sectional Study. Int J Environ Res Public Health [Internet].
2020 Nov [cited 2021 Apr 14];17(21). Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7672593/
15. Puberty, Sexuality and the Self: Girls and Boys at Adolescence [Internet]. Routledge &
CRC Press. [cited 2021 Apr 14]. Available from: https://www.routledge.com/Puberty-
Sexuality-and-the-Self-Girls-and-Boys-at-Adolescence/Martin/p/book/9780415914253
16. Rizkianti A, Maisya IB, Kusumawardani N, Linhart C, Pardosi JF. Sexual Intercourse and
Its Correlates Among School-aged Adolescents in Indonesia: Analysis of the 2015 Global
School-based Health Survey. J Prev Med Pub Health. 2020 Sep;53(5):323–31.
17. Tsuda S, Hartini S, Hapsari ED, Takada S. Sex Education in Children and Adolescents
With Disabilities in Yogyakarta, Indonesia From a Teachers’ Gender Perspective. Asia Pac
J Public Health. 2017 May 1;29(4):328–38.
18. Gothankar JS, Patil RS, Plkar SH. Knowledge and practices related to reproductive health
amongst adolescent girls. Med J Dr Patil Univ. 2015 Nov 1;8(6):719.
19. Bingenheimer JB, Asante E, Ahiadeke C. Peer Influences on Sexual Activity among
Adolescents in Ghana. Stud Fam Plann. 2015 Mar;46(1):1–19.
20. Facets of peer relationships and their associations with adolescent risk-taking behavior
[Internet]. https://www.apa.org. [cited 2021 Apr 14]. Available from:
https://www.apa.org/pi/families/resources/newsletter/2015/12/adolescent-risk-taking
22. Jones K, Eathington P, Baldwin K, Sipsma H. The impact of health education transmitted
via social media or text messaging on adolescent and young adult risky sexual behavior: a
systematic review of the literature. Sex Transm Dis. 2014 Jul;41(7):413–9.
23. Wijaya MK, Giri MKW, Wahyuni NPDS, Setiawan KH. Premarital Sex Behaviors of
Teenagers: a Case in Bali, Indonesia. Int J Health Sci. 2018 Dec;2(3):11–21.
24. Leerlooijer JN, Ruiter RAC, Damayanti R, Rijsdijk LE, Eiling E, Bos AER, et al.
Psychosocial correlates of the motivation to abstain from sexual intercourse among
Indonesian adolescents. Trop Med Int Health TM IH. 2014 Jan;19(1):74–82.
25. Peltzer K, Pengpid S. Sexual risk behaviour and its correlates among adolescents in
Indonesia, Laos, Thailand and Timor-Leste: results from national school surveys in 2015.
Int J Adolesc Med Health. 2020 Jun 9;
Kuesioner Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku terkait Kesehatan Seksual
Nama saya dr. Andrew Pratama K sedang menjalankan program Dokter Internship di kabupaten Meranti,
Provinsi Riau ingin mengadakan survei mengenai “Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Kesehatan Reproduksi
di Kalangan Siswa-Siswi SMA”. Dengan ini kami mohon saudara/i untuk menjadi responden dalam survey
ini. Semua informasi yang saudara/i berikan akan terjamin kerahasiaanya. Waktu pengisian kuesioner ini
berkisar antara 5-10 menit. Saya berterima kasih atas partisipasi saudara/i.
Setelah Saudara membaca maksud dan kegiatan survei di atas, maka saya mohon untuk mengisi tanda tangan
di bawah ini sebagai tanda persetujuan partisipasi. Terima kasih.
Nama :
Tanda tangan :
Inisial nama
Jenis kelamin Laki-laki/Perempuan
Usia _______ tahun
Kelas o Kelas 1 SMA
o Kelas 2 SMA
o Kelas 3 SMA
Jumlah Kakak ____ Laki-laki
____ Perempuan
Jumlah Adik ____ Laki-laki
____ Perempuan
Pekerjaan Ayah ________________
Pekerjaan Ibu ________________
Usia Ayah _______ tahun
Usia Ibu _______ tahun
Status pernikahan Orang tua o Kawin
o Cerai
o Salah satu meninggal
Tempat Tinggal o Bersama orang tua
o Tidak bersama orang tua
Pendidikan terakhir Ibu o Tidak tamat SD
o Tamat SD/Sederajat
o Tamat SMP/Sederajat
o Tamat SMA/Sederajat
o Tamat Diploma/ S-1/ lebih tinggi
Penididikan terakhir ayah o Tidak tamat SD
o Tamat SD/Sederajat
o Tamat SMP/Sederajat
o Tamat SMA/Sederajat
o Tamat Diploma/ S-1/ lebih tinggi
BAGIAN II. PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU REMAJA TERHADAP KESEHATAN
SEKSUAL
A. Pengetahuan
Instruksi: Di bawah terdapat pertanyaan dengan pilihan-pilihan jawaban. Mohon lingkari pilihan jawaban yang
menurut Anda paling tepat.
2. Seks tanpa kondom akan menyebabkan penyakit 7. Apa masalah yang dapat timbul dari kehamilan remaja?
menular seksual (PMS) dan HIV; Pernyataan ini adalah a. Berat badan ibu sulit bertambah
a. Benar b. Kurang darah (Anemia)
b. Salah c. Kematian ibu
c. Saya tidak menyadari d. Semua di atas
d. Saya tidak tahu e. Saya tidak tahu
3. Penyakit menular seksual (PMS) dapat menular melalui 8. Manakah metode kontrasepsi/ keluarga berencana (KB)
a. Hubungan seksual tanpa kondom dengan pasangan di bawah ini yang dapat mencegah penyakit menular
yang terinfeksi seksual (PMS)?
b. Memegang alat kelamin pasangan a. KB suntik
b. Pil KB
c. Berciuman bibir atau kontak bibir
c. Kondom
d. Seks oral d. Semua di atas
e. Semua di atas e. Saya tidak tahu
4. Manakah di bawah ini pernyataan yang benar mengenai 9. Metode yang paling efektif untuk mencegah kehamilan
keluarga berencana (KB)? adalah
a. Memberi jarak kehamilan a. Pil KB
b. Menunda kehamilan pada wanita muda b. Kondom
c. Menurunkan risiko masalah kesehatan pada c. Tidak melakukan hubungan seksual
umumnya d. Semua yang di atas
d. Semua di atas e. Saya tidak tahu
e. Saya tidak tahu
10. Manakah di bawah ini yang BUKAN merupakan tanda
5. Apa akibat dari perilaku berganti-ganti pasangan dari kehamilan?
seksual? a. Mual dan muntah
a. Penyakit menular seksual (PMS) b. Nyeri buang air kecil
b. Kehamilan c. Perut membesar
c. HIV d. Tidak menstruasi
d. Semua yang di atas e. Saya tidak tahu
e. Saya tidak tahu
B. Sikap
Instruksi: Silakan pilih salah satu yang paling sesuai dengan Anda
Jika Saudara/i menjawab tidak pernah pada pertanyaan nomor 4, Saudara/i tidak perlu melanjutkan ke
pertanyaan berikutnya