Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian besar dari permukaan bumi kita tertutup oleh air, air yang ada
dipermukaan bumi kita ini memiliki kegunaan masing masing. Baik itu untuk
konsumsi maupun untuk budidaya. Untuk melaksanakan fungsinya sebagai
konsumsi maupun untuk budidaya, air harus memiliki ataupun memenuhi
syarat syarat tertentu yand disebut tingkat kualitas air. Kualitas air merupakan
aspek yang sangat penting diperhatikan dan dijaga agar dapat dimanfaatkan
dengan baik, oleh kita maupun oleh generasi kita kedepannya.

Salah satu parameter menentukan kualitas air adalah alkalinitas dan


asiditas. Asiditas adalah kapasitas air untuk menetralkan OH-. Alkalinitas
adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan nilai
pH larutan, atau dikenal dengan sebutan acid-neutralizing capacity (ANC)
atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hydrogen.

Berdasarkan pengertian tersebut, penting kiranya kita mengetahui


bagaimana kualitas air tersebut, agar kedepannya pengaruh ataupun dampak
yang ditimbulkan dapat dimimalisir
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah dalam
makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan asiditas dan alkalinitas?
2. Bagaimana cara menguji asiditas dan alkalinitas?
3. Mengapa harus dilakukan pengujian terhadap asiditas dan alkalinitas?
4. Apa dampak dan penyebab dari asiditas dan alkalinitas?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan asiditas dan alkalinitas.
2. Mengetahui cara menguji asiditas dan alkalinitas.
3. Mengetahui manfaat pengujian terhadap asiditas dan alkalinitas.
4. Mengetahui dampak dan penyebab dari asiditas dan alkalinitas.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

1
1Sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
analisis parameter kimia anorganik air terlebih khusus dalam hal asiditas
dan alkalinitas
2Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan
penelitian yang sama.

1.4.2 Manfaat Terhadap Masyarakat

Sebagai bahan acuan bagi masyarakat, untuk bisa lebih mengetahui salah
satu parameter kimia anorganik air yakni berkaitan dengan asiditas dan
alkalinitas.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DASAR TEORI
Asiditas – alkalinitas biasa dipakai sebagai metode dalam
penelitian air ( salah satu metode ). Asiditas – alkalinitas ini merupakan

2
kemampuan air dalam mempertahankan kaseimbangan pH air ( buffering
capacity ) pada penambahan basa kuat maupun asam kuat. Buffering capacity
terjadi karena adanya elektrolit lemah yang ada di dalam air. Sebagian besar
elektrolit lemah ini diturunkan dari CO2 dan membentuk ikatan CaCO3 . Air
dapat mengandung asiditas, alkalinitas, maupun keduanya.
2.2 ASIDITAS

2.2.1 Pengertian Asiditas

Asiditas adalah kapasitas air untuk menetralkan OH-. Pada


dasarnya, asiditas (keasaman) tidak sama dengan pH. Asiditas melibatkan
dua komponen, yaitu jumlah asam, baik asam kuat maupun asam lemah
(misalnya asam karbonat dan asam asetat), serta konsentrasi ion hidrogen.
Menurut APHA (1976)dalam Effendi (2003), pada dasarnya asiditas
menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk menetralkan basa sampai
pH tertentu, yang dikenal dengan base neutralizing capacity (BNC);
sedangkan Tebbut (1992) dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa pH
hanya menggambarkan konsentrasi ion hidrogen. Pada kebanyakan air
alami, air buangan domestik, dan air buangan industri bersifat buffer
karena sistem karbondioksida-bikarbonat.

2.2.2 Penyebab Asiditas

Pada umumnya terdapat beberapa jenis yang menyebabkan keasaman


dalam air adalah:
1. Karbon dioksida (CO2) ,
Umumnya terdapat dalam air permukaan dimana CO2 diserap d a r i
udara jika tekanan CO2 dalam air > dalam udara. CO2
juga terdapat dalam air karena proses dekomposisi
(oksidasi) zat organik oleh mikroorganisme. Umumnya juga
terdapat dalam air yang telah tercemar.
2. Asam mineral

3
Umumnya terdapat dalam air limbah
i n d u s t r i pengolahan logam atau pembuatan senyawa
kimia. Kadang-kadang juga terdapat dalam air alam.
3. Asam humus
Umumnya terdapat dalam air rawa atau danau karena adanya
rumput-rumputan atau tumbuh-tumbuhan yang hidup dalam air
tersebut melepaskan senyawa asam dan warna. (Dewi,2007)

2.2.3 Jenis-Jenis Asiditas

1. Asiditas Total (Asiditas Phenophtalein)


Asiditas total merupakan asiditas yang disebabkan adanya
CO2 dan asam mineral. Karbondioksida merupakan komponen
normal dalam air alami. Sumber CO 2 dalam air dapat berasal dari
adsorbsi atmosfer, proses oksidasi biologi materi organik, aktivitas
fotosintesis, dan perkolasi air dalam tanah. Karbondioksida dapat
masuk ke permukaan air dengan cara adsorbsi dari atmosfer, tetapi
hanya dapat terjadi jika konsentrasi CO2 dalam air < kesetimbangan
CO2 di atmosfer. Karbondioksida dapat diproduksi dalam air melalui
oksidasi biologi dari materi organik, terutama pada air tercemar.
Pada beberapa kasus, jika aktivitas fotosintesis dibatasi, konsentrasi
CO2 di dalam air dapat melebihi keseimbangan CO2 di atmosfer dan
CO2 akan keluar dari air. Air permukaan secara konstan
mengadsorpsi atau melepas CO2 untuk menjaga keseimbangan
dengan atmosfer.

Air tanah dan air dari lapisan hypolimnion di danau dan


reservoir biasanya mengandung CO2 dalam jumlah yang cukup
banyak. Konsentrasi ini dihasilkan dari oksidasi materi organik oleh
bakteri dimana materi organik ini mengalami kontak dengan air dan
pada kondisi ini CO2 tidak bebas untuk keluar ke atmosfer. CO 2
merupakan produk akhir dari oksidasi bakteri secara anaerobik dan

4
aerobik. Oleh karena itu konsentrasi CO2 tidak dibatasi oleh jumlah
oksigen terlarut ( Dewi, 2007 ).

2. Asiditas Mineral (Asiditas Metil Orange)

Asiditas mineral merupakan asiditas yang disebabkan oleh


asam mineral. Dapat juga disebut asiditas metil orange karena untuk
menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator metil orange untuk
mencapai pH 3,7. Asiditas mineral di dalam air dapat berasal dari
industri metalurgi, produksi materi organik sintetik, drainase
buangan tambang, dan hidrolisis garam-garam logam berat.

Asiditas mineral terdapat di limbah industri, terutama industri


metalurgi dan produksi materi organik sintetik. Beberapa air alami
juga mengandung asiditas mineral. Kebanyakan dari limbah industri
mengandung asam organik. Kehadirannya di alam dapat ditentukan
dengan titrasi elektrometrik dan gas chromatografi ( Dewi, 2007 )

2.2.4 Aplikasi dan Peran Asiditas

Penentuan asiditas dalam penerapannya penting untuk beberapa masalah,


yaitu :
1. Menentukan metode pengolahan dan fasilitas yang dibutuhkan
untuk suplai air bersih.
2. Mengatasi masalah korosi pada suplai air bawah tanah
3. Penentuan metode pengolahan dengan aerasi atau netralisasi
dengan soda atau sodium hidroksida
4. Penentuan ukuran peralatan. Kebutuhan zat kimia, tempat
penyimpanan, dan biaya pengolahan
5. Penentuan bahan kimia yang dibutuhkan pada pelunakan dengan
soda atau abusoda.
Penentuan karbon dioksia sangat penting dalam penyaluran air
publik, dan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam

5
metode pengolahan dan fasilitas yang dibutuhkan. Karbon dioksida dapat
menimbulkan perkaratan atau korosif. Oleh karena itu perlu diketahui
serta ditentukan berapa jumlah karbon dioksida yang ada, agar pengolahan
bisa disesuaikan dengan metode yang paling cocok. Ukuran peralatan,
persyaratan kimia, ruang penyimpanan dan biaya perlakuan semua
tergantung pada jumlah karbon dioksida yang ada. Penentuan karbon
dioksida merupakan hal yang penting juga dalam memperkirakan
kebutuhan kimia untuk pelunakan dengan abu-soda. Limbah industri yang
mengandung keasaman mineral harus dinetralisir atau diolah sebelum
dibuang ke sungai atau selokan (Sawyer et al,2003).

2.2.5 Cara Pengujian Asiditas


Penetapan asiditas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Metode titrasi
Untuk menimalkan kontak dengan udara, ini adalah metode
yang bagus mengumpulkan dan mentitrasi sampel dalam tabung
perbandingan warna. Titrasi kemungkinan tidak akan menunjukkan
kehilangan karbon dioksida.
b. Metode perhitungan dari data pH dan alkalinitas
Kemungkinan untuk menghitung jumlah karbon dioksida
dalam sampel air dari persamaan ionisasi untuk asam karbonat.
Ketika ph kurang dari 8,5, ionisasi primer konstan untuk asam
karbonat dapat digunakan jika konsentrasi ion hidrogen dan ion
bikarbonat, sehingga nilai K dapat diketahui dengan :

[ H+ ] [ HCO3- ]
K=
[ H2CO3 ]
( Sawyer et al,2003 )

6
2.3 ALKALINITAS
2.3.1 Pengertian
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam
tanpa penurunan nilai pH larutan, atau dikenal dengan sebutan acid-
neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat
menetralkan kation hydrogen. Sama halnya dengan larutan buffer,
alkalinitas merupakan pertahanan air terhadap pengasaman. Satuan
alkalinitas dinyatakan dengan mg/liter kalsium karbonat (CaCO 3) atau
mili-ekuivalen/liter (Effendi, 2003).

2.3.2 Penyebab Alkalinitas


Alkalinitas dalam air disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
algae yang tumbuh subur pada air khususnya air permukaan yang bisa
menghilangkan kandungan CO2 bebas maupun CO2 terkombinasi sehingga
pH airnya dapat mencapai 9 – 10, air yang berasal dari boiler yang selalu
mengandung alkalinitas karbonat dan hidroksida, dan air hasil olahan
secara kimia (air yang berasal dari proses pelunakan).Selain faktor tersebut
, juga disebabkan adanya karbonat (CO32-), hidroksida (OH-), bikarbonat
(HCO3),)borat (BO33-), fosfat (PO43-), silikat (SiO44-), sulfide (HS-),
ammonia (NH3), dan senyawa lainnya. Namun pembentuk alkalinitas yang
utama adalah bikarbonat, karbonat dan hidroksida. Diantara ketiga ion
tersebut, bikarbonat paling banyak terdapat pada perairan alami (Effendi,
2003).
Kation utama yang mendominasi perairan tawar adalah kalsium
dan magnesium, sedangkan pada perairan laut adalah sodium dan
magnesium. Anion utama pada perairan tawar adalah bikarbonat dan
karbonat, sedangkan pada perairan laut adalah klorida (Barnes, 1989).
Presentase ion-ion utama yang terdapat dalam perairan tawar dan
laut ditunjukkan dalam tabel dibawah ini.
Ion-ion Utama Presentase (%)

7
Air Tawar Air Laut
Kation
1. Kalsium (Ca2+) 60,9 3,2
2. Magnesium (Mg2+) 19,0 10,1
3. Sodium/Natrium(Na+) 16,6 83,7
4. Kalium (K+) 3,5 3,0
Anion
1. Bikarbonat (HCO3 ) dan Karbonat (CO32-)
-
72,4 0,6
2. Sulfat (SO42-) 16,1 12,2
3. Klorida (Cl-) 11,5 87,2
Sumber: Modifikasi Cole, 1983
,

2.3.3 Peran Alkalinitas


Alkalinitas berperan dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Sistem penyangga (buffer)
Bikarbonat yang terdapat pada perairan dengan nilai alkalinitas total
tingi berperan sebagai penyangga perairan tehadap perubahan pH yang
drastic. Jika basa kuat ditambahkan ke dalam perairan maka basa
tersebut akan bereaksi dengan asam karbonat membentuk garam
bikarbonat dan akhirnya menjadi karbonat. Jika asam ditambahkan ke
dalam perairan maka asam tersebut akan digunakan untuk
mengonversi karbonat menjadi bikarbonat dan bikarbonat menjadi
asam karbonat. Fenomena inilah yang menjadikan perairan dengan
nilai alkalinitas total tinggi tidak mengalami perubahan pH secara
drastic. Jika ion H+ meningkat maka ion ini akan bereaksi dengan
HCO3- membentuk CO2 dan H2O sehingga perubahan pH hanya
sedikit. Peningkatan ion OH- hanya menyebabkan sedikit penurunan
H+.. Jika ion OH- meningkat, CO2 bereaksi dengan H2O membentuk
lebih banyak ion H+ sehingga perubahan pH hanya sedikit (Cole,
1983).
2. Koagulasi kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam proses koagulasi air atau air
limbah bereaksi dengan air membentuk presipitasi hidroksida yang
tidak larut. Ion hydrogen yang dilepaskan bereaksi dengan ion-ion

8
penyusun alkalinitas, sehingga alkalinitas berperan sebagai penyangga
untuk mengetahui kisaran pH yang optimum bagi penggunaan
koagulan. Dalam hal ini nilai alkalinitas sebaiknya berada pada kisaran
optimum untuk mengikat ion hydrogen yang dilepaskan pada proses
koagulasi (Effendi, 2003).
3. Pelunakan air ( water softening)
Alkalinitas adalah parameter kualitas air yang harus dipertimbangkan
dalam menentukan jumlah soda abu dan kapur yang diperlukan dalam
proses pelunakan (softening) dengan metode presipitasi. Pelunakan air
bertujuan untuk menurunkan kesadahan (Effendi, 2003).

Alkalinitas juga berperan dalam menentukan kemampuan air untuk


mendukung pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini
dikarenakan :

1. Pengaruh sistem buffer dari alkalinitas


2. Alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organik. Sehingga
alkalinitas diukur sebagai faktor kesuburan air

Pada saat terjadi pertumbuhan algae secara pesat (blooming), pH


perairan dapat mencapai 10. Pada perairan yang banyak mengandung
kalsium karbonat, kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
kesetimbangan seperti yang ditunjukkan dalam persamaan reaksi berikut :

Ca(HCO3)2 ↔ CaCO3 + H2O +CO2

Untuk melakukan proses fotosintesis, algae membutuhkan


karbondioksida yang merupakan gas yang bersifat asam (acidic gas). Hal
ini mengakibatkan kesetimbangan reaksi bergeser ke kanan, diikuti dengan
meningkatnya pH karena munculnya ion hidroksida akibat proses
hidrolisis bikarbonat dan karbonat, seperti yang ditunjukkan dalam
persamaan reaksi berikut

9
HCO3- + H2O ↔ H2CO3 + OH-

CO32- + H2O ↔ HCO3- + OH-

Pertumbuhan algae secara pesat dapat mengurangi keberadaan


karbondioksida hingga lebih kecil dari konsentrasi kesetimbangan
karbondioksida di dalam air dan di udara, sehingga nilai pH meningkat.
Kondisi serupa dapat terjadi jika perairan mendapat aerasi secara kontinu
sehingga keberadaan karbondioksida digantikan oleh oksigen. Nilai pH
perairan yang mendapat aerasi ini dapat mencapai 8-9.

Peningkatan nilai pH menyebabkan ion penyusun alkalinitas juga


mengalami perubahan. Pada kondisi ini, algae dapat memanfaatkan
bikarbonat dan karbonat sebagai sumber karbon, seperti yang ditunjukkan
dalam persamaan berikut:

2HCO3- ↔ CO 2- +H O + CO
3 2 2

CO32- + H2O ↔ 2OH- + CO2

Penggunaan karbondioksida oleh algae mengakibatkan


kesetimbangan reaksi diatas bergeser dari bikarbonat ke karbonat dan dari
karbonat ke hidroksida. Selama perubahan ini, nilai alkalinitas total tetap.
Algae akan terus memanfaatkan karbondioksida hingga batas pH yang
tidak memungkinkan lagi bagi algae untuk menggunakan karbondioksida
(sekitar 10-11), karena pada nilai pH ini karbondioksida bebas sudah tidak
dapat ditemukan.

Pada malam hari, algae justru memproduksi karbondioksida pada


proses respirasi, karena fotosintesis tidak berlangsung. Karbondioksida
yang dihasilkan oleh respirasi ini kembali menurunkan nilai pH air,
sehingga perubahan diurnal pH harian adalah suatu fenomena yang biasa
terjadi di perairan. Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi memiliki sistem

10
penyangga yang lebih baik terhadap perubahan pH. Walaupun fotosintesis
berlangsung intensif, namun perubahan pH tidak terlalu besar (Effendi,
2003).

2.3.4 Dampak Alkalinitas

Nilai alkalinitas perairan alami hampir tidak pernah melebihi


500mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi
tidak terlalu disukai oleh organism akuatik karena biasanya diikuti dengan
nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi.

Nilai alkalinitas berkaitan erat dengan korosivitas logam dan


dapat menimbulkan permasalahan kesehatan pada manusia, terutama yang
berhubungan dengan iritasi pada sistem pencernaan. Air leading
memerlukan ion-ion alkalinitas dalam konsentrasi tertentu: kalau kadar
alkalinity terlalu tinggi (dibandingkan dengan kadar Ca2+ dan Mg2+ yaitu
kadar kesadahan) air menjadi agresif dan menyebabkan karat pada pipa;
sebaliknya alkalinity yang rendah dan tidak seimbang dengan kesadahan
dapat menyebabkan kerak CaCO3 pada dinding pipa yang dapat
memperkecil penampang basah pipa. Jika didihkan dengan waktu yang
lama, perairan dengan nilai alkalinitas yang tinggi akan menghasilkan
deposit dan menimbulkan bau yang kurang sedap.

Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500mg/liter CaCO 3.


Nilai alkalinitas di perairan berkisar antara 5 hingga ratusan mg/liter
CaCO3. Nilai alkalinitas pada perairan alami adalah 40mg/liter CaCO3.
Perairan dengan nilai alkalinitas >40mg/liter CaCO 3 disebut perairan sadah
(hard water), sedangkan perairan dengan nilai alkalinitas < 40 mg/liter
disebut perairan lunak (soft water). Untuk kepentingan pengolahan air,
sebaiknya nilai alkalinitas tidak terlalu bervariasi.

Alkalinitas perairan berkaitan dengan gambaran kandungan


karbonat dari batuan dan tanah yang dilewati oleh air serta sedimen dasar

11
perairan. Nilai alkalinitas tinggi biasanya juga ditemukan di wilayah
kering di mana terjadi evaporasi secara intensif.

Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi lebih produktif daripada


perairan dengan nilai alkalinitas rendah. Tingkat produktivitas perairan ini
sebenarnya tidak berkaitan secara langsung denga nilai alkalinitas, tetapi
berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen esensial lain yang
kadarnya meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas (Effendi,
2003).

Perubahan pH dan alkalinitas


Fluktuasi harian perubahan pH pada nilai alkalinitas yang berbeda
ditunjukkan dalam gambar dibawah ini. Pada gambar tersebut terlihat
bahwa perubahan pH yang terjadi pada perairan yang memiliki nilai
alkalinitas rendah cukup besar, sedangkan perubahan pH yang terjadi
pada perairan yang memiliki nilai alkalinitas sedang relatif rendah. Hal
ini menunjukkan bahwa alkalinitas yang lebih tinggi memiliki sistem
penyangga yang lebih baik.

12
Gambar diatas menunjukkan perubahan pH harian pada kolam dengan nilai alkalinitas yang
berbeda (Boyd, 1988)

Tabel Kualitas Air Berdasarkan Alkalinitas (Swingle, 1968)


Alkalinitas (mg/l) Kondisi Perairan
0 – 10 Tidak dapat dimanfaatkan
10 – 50 Alkalinitas rendah, kematian mungkin terjadi, CO2
rendah, pH bervariasi, dan perairan kurang produktif
50 – 200 Alkalinitas sedang, pH bervariasi, CO2 sedang,
produktivitas sedang
>500 Stabil, produktivitas rendah, ikan terancam

2.3.5 Cara Pengujian Alkalinitas

Metode yang dipakai pada penetapan alkalinitas dilakukan dengan


cara :
a. Metode titrasi, yaitu alkalinitas yang ada di dalam air di
netralisasi dengan asam HCl menggunakan indikator
phenolphtalein dan metil orange.
b. Perhitungan data pH dan alkalinitas
Penentuan kandungan penyebab asiditas :
Bila : p = m : terdapat CO2
p > m : terdapat H+ dan CO2
p < m : terdapat CO3- dan HCO3-
Keterangan : p = phenolphtalein
m = metil orange
Penentuan kandungan penyebab alkalinitas :
Bila : p = m : terdapat CO3-
p > m : terdapat CO3- dan OH-
p < m : terdapat CO3- dan HCO3-

13
Contoh perhitungan penentuan alkalinitas total dan kadar ion penyusun
alkalinitas (Peavy et al., 1985) adalah sebagai berikut:

1. Sebanyak 200 mL air sampel memiliki pH awal 10. Sejumlah 30 mL 0,02


N H2SO4 (titran) dibutuhkan untuk menitrasi larutan tersebut hingga
mencapai pH 4,5. Tentukan nilai alkalinitas total!
Penyelesaian:
Setiap mL titran akan menetralisasi 1 mg alkalinitas, maka alkalinitas total
adalah:
30 mg 1.000 mL
200 mL x 1 liter = 150mg/liter

Contoh Laporan Praktikum Teknik Lingkungan Tahun 2008 Penentuan Kadar


Alkalinitas dan Asiditas

ALAT DAN BAHAN


ALAT
 Labu erlenmeyer
 Buret dan statip
 Pipet tetes

BAHAN
 Sampel air
 Indikator phenolphtalein 0.035%
 Larutan HCl 0.1 N
 Indikator metil orange 0.1%
 Larutan NaOH 0.1 N

CARA KERJA
1. Memasukkan 10 mL sampel air ke dalam labu Erlenmeyer
2. Menambahkan 4 tetes indicator fenolftalein 0,035%
3. Mengamati perubahan warna, bila :

14
a. Jika tidak terjadi perubahan warna merah muda, lakukan cara
kerja untuk asiditas
b. Jika cairan berwarna merah m\uda lakukan cara kerja untuk
alkalinitas
ASIDITAS
 Larutan tadi dititrasi dengan larutan NaOH 0.1N sampai cairan berwarna
merah muda
 Di catat banyaknya volume NaOH yang di gunakan untuk menitrasi NaOH (p
mL)
 Ditambahkan 2-5 tetes indikator metilorange 0.1%
 Dititrasi dengan larutan HCl 0.1N sampai terbentuk warna orange
 Dicatat volume HCl yang dipakai untuk titrasi (m mL)
ALKALINITAS
 Larutan tadi dititrasi dengan larutan HCl 0.1N sampai cairan berubah warna
menjadi tidak berwarna ( jernih/bening)
 Dicatat banyaknya larutan HCl 0.1N yang digunakan untuk titrasi (p mL)
 Ditambahkan 3-5 tetes indikator metil orange 0.1% dan lakukan titrasi dengan
larutan HCl 0.1N sampai berubah warna menjadi orange
 Dicatat banyaknya volume larutan HCl 0.1N yang digunakan (m mL)

HASIL PENGAMATAN
Sampel air yang dianalisa + indicator fenolftalein berubah warna dari tidak
berwarna menjadi pink sehingga dilakukan cara kerja untuk alkalinitas.
Volume NaOH (p mL) = 5mL ; Volume HCl (m mL) = 2,8 mL
Perhitungan
Alkalinitas p>m, maka dalam air terdapat OH - dan CO32-, cara penghitungan
kadarnya:
1000
OH = 50 x (p-m)mL x N HCl x 17 = …. mg/l

15
1000 60
2-
CO3 = 50 x m mL x N HCl x 2 = .... mg/l

Melalui praktikum didapatkan hasil:


1000
OH = 50 x (5-2,8)mL x 0,1 x 17 = 74,8 mg/l

1000 60
2-
CO3 = 50 x 2,8 mL x 0,1 HCl x 2 = 168 mg/l

2.3.6 Manfaat Pengujian Alkalinitas


Penentuan alkalinitas dalam air berguna untuk :
1. Mempertahankan pH pada proses koagulasi
2. Menghitung jumlah soda dan kapur yang dibutuhkan untuk pelinakan
air
3. Mengontrol korosi
4. Mengevaluasi kapasitas buffer air buangan dan lumpur
5. Penentuan pengolahan biologis

BAB III
PENUTUP

16
3.1 Kesimpulan
Asiditas adalah kapasitas air untuk menetralkan OH-. Pada
dasarnya asiditas menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk
menetralkan basa sampai pH tertentu, yang dikenal dengan base
neutralizing capacity (BNC).

Asiditas disebabkan oleh beberapa hal seperti Karbon dioksida


(CO2) , Asam mineral, Asam humus. Asiditas berperan salah satunya
untuk menentukan metode pengolahan dan fasilitas yang dibutuhkan
untuk suplai air bersih. Asiditas dapat diuji dengan metode titrasi
dan metode perhitungan dari data pH alkalinitas yang berdasarkan
persamaan ionisasi asam karbonat yaitu:

[ H+ ] [ HCO3- ]
K=
[ H2CO3 ]
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam
tanpa penurunan nilai pH larutan, atau dikenal dengan sebutan acid-
neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang
dapat menetralkan kation hydrogen.

Alkalinitas pada air disebabkan oleh karbonat (CO32-), hidroksida


(OH-), bikarbonat (HCO3-), borat (BO33-), fosfat (PO43-), silikat
(SiO44-), sulfide (HS-), ammonia (NH3), dan senyawa lainnya.

Alkalinitas berperan dalam hal-hal seperti sistem penyangga


(buffer), koagulasi kimia, pelunakan air ( water softening). Metode
pengujian alkalinitas adalah dengan Perhitungan data pH dan
alkalinitas, serta metode titrasi. Pengujian alkalinitas berguna untuk
beberapa hal seperti mengevaluasi kapasitas buffer air buangan dan
lumpur, dan mengontrol korosi.

17
3.2 Saran
Penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca guna
perbaikan dimasa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

18
APHA.1976. Standart Methods for the Examination of water and
Wastewater.4th edition. Amirican Public Health Association, Washington DC.
1193
Barnes, B. 1989. Coast and Shore. The Crowood Press, Spain. 128 p.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth
Printing. Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA.
395 p.
Clair N. Sawyer, Perry L.Mc Carty, dan Gene F.Parkin.2003. Chemistry
for Enviromental Engineering Fifth Edition. New York : Mc Graw Hill.
Cole, G.A. 1983. Textbook of Limnology. Third Edition. Waveland Press,
Inc., Illinois, USA. 401 p.
Dewi,A.2007. Pencemaran pada Badan Air dan Penelitian Alkalinitas,
diakses dari http://www.scribd.com/doc/14144746/Pencemaran -air, diakses
pada tanggal 23 Oktober 2012.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan, Cetakan Kelima. Yogyakarta : Kanisius
Peavy, H.S., Rowe, D.R., and Tchobanoglous. 1985. Environmental
Engineering. Singapore . McGraw-Hill International Editions.
Sawyer, C. N., Perry L.,dan Gene F.P. 2003. Chemistry for Environmental
Engineering. 5 th Ed. New York: Mc Graw Hill. Companies Ink.
Swingle, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and
Pond Muds. F.A.O. Fish, Rep. 44, 4 , 379-406 pp.
Tebbut, T.H.Y. 1992. Principle of Water Quality Control. Fourth edition.
Pergamon Press, Oxford.

SOAL KUIS :
1. Apa penyebab asiditas?

19
2. Sebutkan 3 peran asiditas!
3. Sebtukan 3 manfaat alkalinitas!
4. Apa dampak alkalinitas?
5. Apa saja metode uji alkalinitas?

20

Anda mungkin juga menyukai