Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini bidang perindustrian meningkat semakin pesat, tidak hanya
industri dengan skala besar, namun banyak juga industri – industri dengan skala
kecil dan menengah atau biasa disebut dengan IKM (Industri Kecil Menengah).
Dengan meningkatnya jumlah IKM pada saat ini, membuat persaingan antar
IKM juga ikut meningkat. Salah satu IKM yang baru berdiri yaitu Konveksi Eco
Frog, untuk dapat bersaing dengan konveksi pendahulunya, Konveksi Eco Frog
harus memiliki cara-cara yang dapat menghasilkan suatu produk atau layanan
dengan harga yang murah tetapi kualitas produk atau layanan tersebut baik
sehingga dapat dipercaya konsumen dan dapat memenangkan persaingan.
Banyak hal – hal yang harus diperhatikan untuk dapat membuat suatu
produk atau layanan dengan harga dan kualitas yang seimbang. Mulai dari
proses produksi yang harus efektif dan efisien, efisien dalam menggunakan
sumber daya energi dan manusia, efisien dalam menggunakan waktu dan
pengolahan sampah yang sudah tidak terpakai. Untuk dapat mengefisiensikan
sumber daya dan waktu, maka lingkungan saat bekerja harus rapi dan nyaman
agar pekerja dapat dengan mudah mengerjakan suatu pekerjan.
Ada beberapa konsep yang dapat diterapkan untuk dapat menghilangkan
waste yang ada pada suatu proses produksi, salah satunya yaitu menata ruang
kerja dengan rapi dan nyaman menggunakan konsep 5S. 5S yaitu : Seiri
(ringkas), Seiton (rapi), Seiso (resik), Seiketsu (rawat), dan Shitsuke (rajin).
Konsep ini sangat berpengaruh terhadap industri manufaktur dan bila
dilaksanakan dengan baik maka pekerjaan akan berjalan dengan lancar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah konsep 5S sudah diterapkan pada proses produksi konveksi Eco
Frog?
2. Apakah penempatan bahan baku dan tools sudah sesuai tertata dengan
rapih?
3. Apakah prosedur kebersihan yang sudah diterapkan?
4. Adakah proses produksi yang menghasilkan waste yang ditinggi?

1.3 Batasan Masalah


Pada penelitian kali ini diberi batasan sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di konveksi Eco Frog Clothing
2. Penelitian hanya dilakukan pada proses produksi kaos oblong.
3. Penelitan ini hanya berfokus pada penataan alat – alat pada saat proses
produksi.

1.4 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membantu konveksi mengidentifikasi dan
mengurangi waste yang ada pada saat proses produksi dengan menggunakan
konsep 5S.

1.5 Manfaat
Dengan dilakukannya penelitian ini, kami berharap dapat membantu konveksi
Eco Frog Clothing dalam mengetahui waste apa saja yang ada dalam proses
produksi dan bagaimana cara meminimalkannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lean Manufacturing
Menurut (Gasperz, 2011), Lean manufacture adalah suatu upaya terus
menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) yang terjadi disuatu
perusahaan industri dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk
(barang dan/atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer
value). Tujuan lean adalah meningkatkan terus-menerus customer value melalui
peningkatan terus-menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value to
waste ratio).
Waste dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak
memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output
sepanjang value stream. Menurut Gaspersz (2007) terdapat lima prinsip dasar
lean yaitu :
1. Mengidentifikasi nilai produk (barang dan/jasa) berdasarkan prespektif
pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk (barang/jasa)
berkualitas superior, dengan harga yang kompetitif pada pelayanan yang
tepat waktu.
2. Mengidentifikasi value stream process mapping (pemetaan proses pada
value stream) untuk setiap produk (barang/jasa).
3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua
aktivitas sepanjang value stream.
4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir
secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan
sistem tarik (pull system).
5. Mencari terus menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan untuk
mencapai keunggulan dan peningkatan terus menerus.

2.2 Konsep 5S

5S adalah suatu Sistem Manajemen Tata Graha / Manajemen Ketata Rumah


Tanggaan / Management Good House Keeping, yang dilakukan dalam rangka
mengelola tempat kerja, dimana tempat yang dimaksud dalam hal ini adalah
tempat / lingkungan dimana kita bekerja baik itu di area kerja perkantoran
maupun di area kerja gudang, area kerja bengkel, area kerja laboratorium,
area kerja produksi, dan area pendukung lainnya seperti fasilitas publik dll.
Kepanjangan dari 5S adalah Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke. Sistem ini
lahir di Negara Jepang.

a) Seiri – Ringkas (Memilah)


Adalah kegiatan memisahkan segala sesuatu barang yang benar benar
diperlukan dan tidak diperlukan, kemudian menyingkirkan barang barang
yang tidak diperlukan dari tempat kerja. Dengan tujuan sebagai berikut :

 Ruang/area kerja menjadi longgar, aman, nyaman


 Menghilangkan waktu untuk mencari barang
 Menghilangkan stress

b) Seiton – Rapi (Penataan)


Adalah kegiatan menata tata letak barang, ruangan, peralatan dan
perlengkapan kerja dengan rapi sehingga memudahkan untuk mencari,
mudah untuk menemukan dan mudah untuk mengembalikan dan segalanya
selalu siap pada saat diperlukan. Dengan tujuan :

 Menghilangkan waktu untuk mencari barang


 Meningkatkan disiplin penggunaan barang

c) Seiso – Resik (Pembersihan)


Adalah kegiatan mebersihkan tempat kerja, mesin dan perlengkapan/
peralatan kerja dari debu dan kotoran yang melekat secara teratur agar
kondisi tempat kerja, mesin dan peralatan/ perlengkapan kerja selalu dalam
keadaan bersih dan terhindar dari kerusakan, degradasi dan abnormality.
Dengan tujuan :

 Menjaga kebersihan ruang, alat, dll


 Meningkatkan kualitas kinerja alat/ mesin
 Peduli lingkungan tempat kerja

d) Seiketsu – Rawat (Pemantapan)


Adalah kegiatan merawat/ memelihara tempat kerja, fasilitas kerja dll agar
ditempat kerja selalu terjaga kebersihan, kerapian dan keteraturan secara
konsisten. Dengan tujuan :

 Personil bekerja sesuai standar tempat kerja


 Mempertahankan kondisi optimum tempat kerja
 Mewujudkan tempat kerja yang bebas kesalahan
 Visual control sistem

e) Shitsuke – Rajin (Pembiasaan)


Adalah melakukan sesuatu yang “BENAR DAN POSITIF” secara berulang
ulang, terus menerus dan berkesinambungan yang dicerminkan melalui pola
pikir, pola sikap, pola prilaku, pola kerja dan pola belajar. Dengan tujuan:

 Senantiasa bekerja sesuai sistem dan prosedur


 Munculnya budaya produktif, efektif dan efisien di lingkungan tempat
kerja
 Meningkatkan jiwa korsa
 Meningkatkan motivasi, disiplin dan ethos kerja

Di jepang kepengurusan rumah tangga yang baik (good housekeeping) sudah


menjadi kebiasaan umum, baik di rumah maupun disekolah, sekalipun belum
terorganisir secara sistematis. Tiga orang konsultan dari jpc, masing – masing
yasushi fukuda, khazuo tsuchya dan hajime suzuki pada tahun 1980-an, teknik
pengurusan rumah tangga yang baik ini diorganisir sedemikian rupa, yang
mereka istilahkan dengan 5s, sebagai fondasi peningkatan produktivitas di
perusahaan. Dengan dipublikasikannya buku pertama mereka tentang 5s yang
berjudul “surprising 5s technique” pada bulan oktober 1985, secara tidak terduga
menjadi buku terlaris yang membuat 5s menjadi populer.
Di Singapura, teknik 5s ini telah dipopulerkan oleh tiga konsultan tersebut
pada akhir tahun 1985 di beberapa perusahaan model, dalam rangka tes
(technical expertise service) apo, dan di Indonesia, 5s mulai diperkenalkan pada
bulan mei 1991 dengan diundangnya mr. Yasushi fukuda oleh pusat
produktivitas nasional pada “workshop ipi” yang diikuti oleh peserta dari
beberapa perusahaan. Sedangkan pelaksanaan di lapangan baru pada bulan
oktober 1991, di tiga perusahaan model oleh pusat produktivitas nasional di
bawah bimbingan mr. Hajime suzuki.

Secara teori sangat mudah menjalankan 5S, namun 5S ini adalah masalah
budaya. Mengubah budaya kerja tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Butuh komitmen, ketelatenan, dan semangat.

 Segalanya harus dimulai dari atas. Untuk mendukung pelaksanaan 5S, pihak
owner dan top management harus giat untuk menggalakkan budaya ini.
Tanpa dukungan dari yang diatas, hal ini akan sulit dilakukan
 Melakukan kampanye 5S dengan memasang slogan dan poster terkait 5S
 Breakdown tiap bagian / tim dalam perusahaan untuk membuat pola kerja
terkait 5S
 Memantau pelaksanaan program kerja masing-masing bagian yang telah
dibuat
 Jika perlu, adakan kompetisi 5S antar bagian dalam perusahaan dengan
sedikit rangsangan berupa bonus atau hadiah
 Sesuai dengan prinsipnya, 5S merupakan budaya kerja. Alangkah jauh lebih
baik jika suatu budaya itu muncul dari dalam diri masing-masing individu,
tanpa ada paksaan atau iming-iming hadiah
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Konveksi Eco Frog Clothing


Konveksi Eco Frog Clothing ini merupakan salah satu konveksi baru yang
berdiri pada tahun 2017, yang beralamat di Jl. Arsadipati, Dusun 2, Sidakangen,
Kalimanah, Kabupaten Purbalingga. Konveksi ini memproduksi berbagai macam
pesanan baju, seperti kaos, kemeja, PDH, jaket, gamis dan lainnya. Baju yang
sering diproduksi oleh konveksi ini adalah kaos-kaos distro, urutan proses untuk
memproduksi kaos dimulai dari membuat pola, memotong pola, menjahit menjadi
satu baju, kemudian proses obras, proses jahit rantai untuk membuat pola rantai
seperti umumnya pada kaos-kaos distro, kemudian selanjutnya proses overdeck dan
proses akhir yaitu memotong sisa benang sekaligus proses packing.

3.2 Hasil Pengamatan


Setelah kami mengunjungi dan melihat lantai produksi konveksi “Eco Frog
Clothing” didapat hasil bahwa layout yang ada pada lantai produksi masih kurang
baik. Terdapat dua ruangan kerja yang ada pada konveksi ini, yang pertama kami
bahan adalah ruang cutting dan ruang penjahitan. Dimulai pada proses
penyimpanan, bahan baku yang sudah dibeli namun belum dapat diproduksi
disimpan diruang cutting dengan berserakan, seperti pada gambar 3.1 dimana bahan
baku disimpan dilantai dibawah meja cutting pola.
Gambar 3. 1 Tempat penyimpanan bahan baku

Dengan menumpuknya bahan baku seperti pada gambar 3.1 dapat mengganggu
pekerja pada saat proses cutting, dimana pekerja yang akan memotong pola harus
mengangkat atau memindahkan bahan baku tersebut ketempat yang sekiranya
masih tersedia. Selain itu bahan baku yang berada dikolong meja akan susah dicari
ketika bahan tersebut ingin digunakan.

Pada ruangan cutting terdapat meja untuk memotong dan lemari untuk
penyimpanan benang, stock barang jadi dan bahan tambahan lainnya, dan
gantungan pada dinding yang berfungsi untuk menyimpan berbagai pola yang
digunakan untuk proses membuat pola yang dilakukan diruangan ini. Untuk
penyimpanan pola, IKM ini sudah mengelompokannya sesuai dengan model dan
ukurannya seperti pada gambar 3.2 berikut.
Gambar 3. 2 Pola dari beberapa model baju

Dengan mengelompokan berbagai ukuran sesuai model dapat membantu pekerja


dalam mencari pola yang ingin digunakan, sehingga tidak memerlukan waktu yang
lama untuk mencarinya.

IKM ini telah mempunyai tempat penyimpanan benang seperti pada gambar 3.3
dan tempat penyimpanan stock barang jadi seperti pada gambar 3.4, tempat
penyimpanan benang ini sudah cukup membantu pekerja dalam mencari benang
pada saat dibutuhkan, sehingga pekerja tidak memerlukan waktu yang lama dalam
mencari benang. Tempat penyimpanan stock barang jadi sebenarnya sangat berguna
pada beberapa waktu yang lalu, karena tempat penyimpana digunakan untuk
menyimpan produk jadi (sebelum proses sablon), tetapi untuk saat ini lemari
penyimpanan digunakan untuk menyimpan berbagai macam barang yang masih
digunakan ataupun sudah tidak digunakan sehingga terlihat tidak rapi.
Gambar 3. 3 Lemari Penyimpanan Benang

Gambar 3. 4 Lemari penyimpanan produk jadi

Dalam ruanga cutting ini juga terdapat satu mesin jahit yang digunakan untuk
menjahit pola rantai pada kaos. Jarak mesin jahit ke meja pemotong sangatlah
sempit hanya sekitar 70 cm, dengan jarak yang sempit membuat pekerja susah
bergerak apabila proses pemotongan pola dan proses menjahit rantai dilakukan
secara bersamaan. Pada meja mesin jahit juga sering dijadikan tempat untuk
menaruh peralatan makan pada saat jam makan siang dan tidak dibersihkan kembali
seperti pada gambar 3.5 berikut ini.

Gambar 3. 5 Mesin jahit rantai


Pada ruang penjahitan, yang kami lihat banyak baju-baju proses setengah jadi
yang ditumpuk dibawah meja mesin jahit secara tidak rapih seperti pada gambar
3.6, dengan kondisi baju-baju yang seperti itu maka ada resiko yang dapat terjadi
seperti tercampurnya baju setengah jadi dengan baju yang masih harus diproses.

Gambar 3. 6 Ruang penjahitan


Pada stasiun kerja yaitu meja mesin jahit, tools seperti gunting dan silet yang
diperlukan oleh pekerja juga tidak tertata dengan rapih, namun karena kebiasaan
dari masing-masing pekerja dalam menyimpan gunting ataupun silet sehingga
pekerja tidak lagi merasa kesulitan dalam mencari tools tersebut. Namun terkadang
pekerja yang lupa menyimpan gunting miliknya akan meminjam gunting milik
pekerja lain sehingga dapat mengganggu pekerjaan pekerja lain.
Untuk jadwal kebersihan, konveksi ini telah menetapkan setiap hari jam 5 sore
setelah proses pekerjaan selesai pekerja wajib membersihkan ruangan kerja,
kemudian kain perca sisa-sisa yang sudah tidak terpakai dikumpulkan didalam
karung yang selanjutkan diberikan kepada salah satu penampung kain perca di
daerah Sidakangen. Dan untuk jadwal membersihkan mesin jahit dilakukan
seminggu sekali yaitu setiap hari sabtu.

3.3 Penerapan Konsep 5S


3.3.1 Perancangan Seiri / Ringkas
Seiri ini merupakan tahapan pertama pada penerapan konsep 5S ini,
dimana kegiatan memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak
diperlukan termasuk bahan baku, tools, dan peralatan lainnya.
Berdasarkan kondisi pada gambar 3.5, posisi Magic com dan peralatan
makan lainnya yang tidak digunakan saat bekerja masih berada di atas
meja mesin jahit, dimana hal ini akan mengganggu para pekerja dalam
melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu, kami menyarankan untuk
menyingkirkan Magic com dan peralatan makan serta barang yang tidak
diperlukan lainnya ke tempat lain. Selain itu, berdasarkan gambar 3.4,
pada lemari penyimpanan produk jadi, di atas lemari terdapat kain – kain
yang masih bisa digunakan namun tercampur dengan kain – kain yang
tidak digunakan, kami memberikan saran untuk memisahkan kain - kain
yang masih digunakan dan membuang kain yang sudah tidak digunakan.
3.3.2 Perancangan Seiton / Rapi
Pada tahap kedua yaitu seiton, yaitu menempatkan segala sesuatu
pada tempat yang pasti sehingga memudahkan pencarian. Dapat kita
lihat pada Gambar 3.6, produk setengah jadi antara satu pekerja dengan
pekerja lainnya masih berserakan sehingga memungkinkan untuk
tercampur. Kami memberikan saran untuk memberikan wadah kepada
setiap pekerja untuk menyimpan produk setengah jadi yang sudah
mereka kerjakan. Sedangkan pada Gambar 3.1, penempatan bahan baku
yang disimpan tidak tertata rapi sehingga mengganggu akses pekerja
pada saat membuat pola. Kami memberikan saran untuk menyediakan
tempat untuk menyimpan bahan baku tersendiri agar akses pekerja saat
membuat pola menjadi lancar dan tidak mengganggu pekerjaan lainnya.
3.3.3 Perancangan Seiso / Resik
Pada tahap ketiga yaitu Seiso, yaitu membersihkan area kerja.
Seperti yang sudah dibahas pada bagian 3.2 bahwa pihak konveksi sudah
menerapkan kegiatan bersih – bersih yang terjadwal setiap harinya dan
pihak konveksi juga menerapkan jadwal untuk membersihkan mesin
secara berkala setiap seminggu sekali. Hal tersebut sudah cukup baik,
hanya saja pekerja harus tetap memperhatikan kebersihan lingkungan
kerja di ruang mana pun dengan tidak membuang sampah sembarangan
sehingga tidak ada lagi sampah yang berserakan seperti pada gambar 3.7.

Gambar 3. 7 Kondisi Lantai Ruang Pemotongan


3.3.4 Perancangan Seiketsu / Rawat
Pada tahap keempat yaitu seiketsu, merupakan kegiatan membuat
jadwal dan metode untuk membersihkan dan memilah dengan membuat
visual yang dapat dilihat. Pada Konveksi Eco frog belum terdapat
standarisasi kebersihan, oleh karena itu kami memberikan saran untuk
membuat standarisasi kebersihan berupa poster seperti gambar 3.8

Gambar 3. 8 Contoh poster

3.3.5 Perancangan Shitsuke / Rajin


Pada tahap kelima yaitu Shitsuke, merupakan disiplin dalam
menerapkan 4S sebelumnya. Saran dari kamu adalah melakukan semua
aturan (S1-S4) secara konsisten dan berkelanjutan, serta diiperlukan
pengawasan untuk memastikan aturan tersebut sudah dilaksanakan oleh
pekerja atau belum.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada pembahasan diatas maka kami data
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Lean Manufacturing merupakan adalah suatu upaya terus menerus untuk
menghilangkan pemborosan (waste) yang terjadi disuatu perusahaan
industri dan meningkatkan nilai tambah (value added) pada produk.
2. Lean Manufacturing dapat diterapkan dengan beberapa konsep salah
satunya dengan konsep 5S.
3. Setelah melakukan peninjauan ke konveksi Eco Frog Clothing di
Sidakangen, dapat kita simpulkan bahwa konveksi ini belum
menggunakan aturan 5S dengan optimal.

4.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan adalah pihak konveksi harus menerapkan
konsep 5S pada proses produksinya. Sehingga dapat meningkatkan produktifitas
dan mengurangi pemborosan.

Anda mungkin juga menyukai