Anda di halaman 1dari 14

TATA LAKSANA

1. Budaya Lean ( Lean Culture )


Budaya Lean merupakan tatanan yang yang menanamkan kebiasanya kearah yang lebih baik
dengan selalu menerapkan
1) Selalu menyumbangkan ide kreatif dan active dalam pengembangan layanan
2) Semua karyawan mampu bekerja secara produktif dan efisien
3) Bersikap komunikatif terhadap atasan, sejawat dan bawahan
4) Selalu melakukan perbaikan yang berkesinambungan
2. Budaya Keselamatan (safety Culture)
Budaya keselamatan di RS adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena:
1) staf klinis memperlakukan satu sama lain secara hormat
2) memberdayakan pasien dan keluarga.
3) staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung proses
kolaborasi interprofesional
4) asuhan berfokus pada pasien.
3. Budaya Kekeluargaan ( FAMILY CULTURE )
Merupakan bentuk pencerminan dalam menciptakan lingkungan kekeluargaan
1) Fokus melayani pasien dengan Empaty menggunakan prinsip BPIS ( Bila Pasien Itu
Saya)
2) Memberikan Pelayanan secara jujur dan transparan cerminan akhlakul karimah
3) Bersikap ramah terhadap teman kerja dan pengunjung (Tamu, Dr Tamu, Pasien dan
Keluarga)
4) Peduli terhadap Penampilan dan kerapian diri , Lingkungan Kerja, Perangkat kerja, Aset
dan Barang barang milik RS

4.1 Nilai-nilai dan prilaku budaya Lean RS PKU Muhammadiyah Sekapuk


Budaya Lean merupakan metode yang dilakukan untuk bisa meningkatkan kualitas
produksi, meningkatkan value –nya serta mengurangi pemborosan.
Tujuan dari managemen lean adalah meningkatkan kualitas layanan, meningkatkan
kepuasan pelanggan dan menghemat biaya, dalam mewujudkanya dapat di jabarkan
sebagai berikut
1) Adanya ide creative dan active melakukan perubahan ( INOVATIF ) di layanan
dengan tetap memperhatikan kualitas dan mutu layanan. Baik tambahan layanan baru
maupun pengembangan layanan yang sudah ada.
2) PRODUKTIF dan Efisien dalam melakukan Penghematan biaya dan tenaga dengan
menerapkan 5S, dan mengurangi waste.
a. Penerapan ( 5S ) Tempat Kerja
Dalam bahasa Jepang disebut sebagai 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan
Shitsuke) atau disebut juga 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin). Inti dari
5R adalah Karyawan harus mengikuti semua aturan yang disepakati dan
ditetapkan pada tiap langkah 5R.
 Ringkas
adalah “Pemilahan”. Segala hal yang terlibat dalam proses pekerjaan mulai
dari benda, bahan, peralatan, perlengkapan, persediaan, catatan, laporan,
prosedur, program, dll harus dipilah-pilah sesuai fungsinya dan tingkat
kepentingannya agar menciptakan proses kerja yang efektif dan efisien.
(memilah dan memilih mana yang perlu dibuang, mana yang perlu
disisihkan, mana yang perlu disimpan, mana yang berguna, dan mana
yang tidak efektif)
 Rapi 
Adalah “Penataan/Penyusunan”. Apa yang sudah dipilah-pilah harus disusun
dan ditata sedemikian rupa untuk menghindari pemborosan waktu, tenaga,
energi, dan uang. Penataan dapat dilakukan berdasarkan alur kerja yang
efektif dan efisien.
 Resik 
Adalah “Bersih”. Bersih, resik, dan apik bukan saja memanjakan mata
melainkan juga memanjakan suasana hati karyawan dan pelanggan.
Berbagai penelitian mengungkap kenyataan bahwa tempat yang bersih
mendorong orang bersikap lebih positif dan menurunkan tensi emosional
sehingga secara tidak langsung meningkatkan produktivitas dan kualitas
layanan pelanggan.
 Rawat
Adalah “Standard”. Semua yang terkait dengan proses pekerjaan baik itu
yang terlihat secara visual maupun yang bersifat prosedural harus
distandarisasi.
Standard harus dibuat untuk dijalankan sebagai sebuah panduan, prosedur,
atau peraturan yang wajib ditaati dengan Reward dan Punishment yang jelas.
 Rajin
Adalah “Berkelanjutan”. Semua yang sudah diperbaiki harus dipertahankan
dan ditingkatkan secara konsisten.
Pihak manajemen harus berkomitmen menjadi motor penggerak dan teladan
bagi seluruh karyawan tanpa kecuali agar program perbaikan dan peningkatan
berlangsung secara berkesinambungan.
b. Mengurangi Waste
Kedelapan jenis pemborosan (waste) tersebut dirangkum sebagai berikut :
1. Transportation, pemborosan transportasi dapat dihilangkan dengan cara

mendekatkan proses yang satu dengan yang lainnya.

Contoh : Unit-unit pelayanan di rumah sakit seperti : poliklinik, farmasi,


laboratorium, radiologi, kasir ditempatkan di satu area yang terintegrasi dan
berdekatan, sehingga pasien tidak perlu berjalan kesana-kemari untuk
mendapatkan pelayanan
2. Inventory yaitu banyak persediaan disimpan, akan makin banyak pemborosan
terjadi. Pemborosan itu berupa : nilai persediaan yang diam (tidak produktif),
nilai ruang yang harus disediakan untuk menyimpan, beban administrasi
pengelolaan, beban kerja untuk proses penerimaan, penyimpanan, pengeluaran
kembali, barang yang rusak atau kadaluwarsa selama penyimpanan, dan lain-
lain.
Contoh : persediaan obat di gudang farmasi diminimalkan. Untuk tetap dapat
memenuhi kebutuhan operasional, diantisipasi dengan cara meningkatkan
frekuensi pemesanan obat dengan volume yang kecil tiap pemesanan
3. Motion yaitu Banyaknya kesibukan (gerakan) staf tidak selalu berbanding
lurus dengan produktifitas, jika gerakan yang mereka lakukan tidak memberi
nilai tambah bagi penyelesaian pekerjaan.
Contoh : tata letak ruang kerja yang tidak teratur menyebabkan urutan gerakan
kerja yang tidak teratur. Atau pengaturan penempatan barang yang tidak
sistematis menyebabkan banyaknya gerakan ekstra untuk menemukan dan
mencapai barang tersebut
4. Unused Creativiti Potensi sumberdaya manusia, kapasitas intelegensi,
kreativitas yang tidak digunakan secara optimal.
5. Waiting yaitu waktu tunggu misalnya staf tidak bekerja karena belum ada
pekerjaan, alat yang tidak difungsikan karena tidak ada sample atau adanya
kerusakaan
Contoh : radiografer yang menunggu pasien RO, petugas Farmasi menunggu
Resep, Perugas Lab menunggu sample,hal ini bisa diatasi dengan sistem
penjadwalan dengan baik dan memastikan mengerjakan hal administratif
lainya
6. Overprocessing yaitu Melakukan suatu proses melebihi dari apa yang

diperlukan.

Contoh : Dokter melakukan serangkaian pemeriksaan dan tes yang melebihi


kebutuhan untuk penegakan diagnosa. Hal ini dapat diatasi dengan penerapan
“Clinical Pathway”.
7. Over Production Produksi berlebihan merupakan pemborosan karena produk

tersebut tidak dapat diserap oleh konsumen.

Contoh : membuka ruang rawat baru sementara tidak ada permintaan untuk
itu. Akibatnya adalah terjadi pemborosan dari biaya listrik, kebersihan,
sterilisasi alat, dan lain-lain
8. Defects yaitu setiap aktivitas atau pekerjaan yang tidak dilakukan dengan

benar, menghasilkan produk cacat atau harus mengulang.


Upaya pencegahannya adalah menciptakan sistim dimana cacat produk dapat
terdeteksi sejak awal sehingga dapat dikoreksi sebelum produk itu jadi dan
sampai ke konsumen
3) Selalu KOMUNIKATIF dalam melaksanan tugas masing masing, baik secara
Vertikal, (menyampaikan dan memastikan hasil keputusan rapat sampai pada
pelaksana, menyampaikan aspirasi dari pelaksana dan membawa ke dalam rapat
koordinasi ) dan Horisontal ( penyampaian pesan maupun edukasi yang
berkesinambungan antara satu petugas kepada petugas yang lain atau tranfer informasi
) memberikan informasi secara tegas,jelas, dan transparan
4) Melakukan perbaikan berkesinambungan / KAIZEN
Menerapkan prilaku yang bisa melakukan perubahan perubahan kecil yang dilakukan
terus menerus di segala bidang untuk mencapai keadaan yang lebih baik dari kondisi
sebelumnya, hal ini bisa dilakukan dengan Konsep PDCA dari hasil evaluasi
Siklus PDCA terdiri dari empat tahapan, yaitu:
1). Perencanaan (Plan)
Plan adalah tahap perencanaan yang dimulai dengan identifikasi masalah
menggunakan teknik 5W, yaitu what (apa), who (siapa), when (kapan), where (di
mana), dan why (mengapa) dengan teknik root cause analysis.
2). Pelaksanaan ( Do )
Rencana yang telah disusun diimplementasikan secara bertahap.
mulai dari pembagian tugas secara merata sesuai dengan kapasitas dan kemampuan
dari setiap personil.
Selama melaksanakan rencana harus dilakukan pengendalian, yaitu mengupayakan
agar seluruh rencana dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar sasaran dapat tercapai.
3). Pemeriksaan (Check)
 Memeriksa atau meneliti serta merujuk kembali, sesuai dengan rencana.
 Memantau kemajuan perbaikan yang direncanakan.
 Membandingkan kualitas hasil produksi dengan standar yang telah ditetapkan,
apabila ditemukan data kegagalan dan maka ditelaah penyebab kegagalannya.
4). Perbaikan (Action)
 Melakukan tindakan penyesuaian bila diperlukan perbaikan (Action) bisa
dengan metode
- Elemination ( Mengeleminasi )
- Reduction ( Mengubah )
- Change ( Pengurangan )
 Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil analisis di
atas.
 Penyesuaian berkaitan dengan standarisasi prosedur baru guna menghindari
timbulnya kembali masalah yang sama.
Menetapkan sasaran baru bagi perbaikan berikutnya.
4.2 Nilai-nilai dan Perilaku Budaya RS PKU Muhammadiyah Sekapuk
Nilai-nilai dan perilaku karyawan RS PKU Muhammadiyah Sekapuk sebagai implentasi dari
budaya kerja adalah sebagai berikut :

RESPONSIBILITY
perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya merupakan tanggung jawabnya.

DISIPLIN
menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima
sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.
Disiplin yang harus ditekankan di RS PKU Muhammadiyah Sekapuk:
1. Disiplin waktu
2. Disiplin mejalankan aturan
3. Disiplin beribadah
4. Disiplin berorganisasi

TERAMPIL
mengerjakan sesuatu karena pemahaman keilmuannya serta kemahirannya (skill) terkait bidang
pekerjaan yang menjadi tugasnya (uraian tugas). tenaga terampil mendapatkan keterampilannya
dari sebuah pelatihan. Mengapa pelatihan? Karena dalam sebuah pelatihan kita dituntut untuk
mengembangkan sumber daya tenaga kerja, terutama untuk peningkatan profesionalisme
kerjanya.

KOMPETEN
cakap dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan wewenang dan kompetrensinya (keilmuannya).
disertakan dengan keberadaan bukti kepemilikan sertifikasi atas keahliannya, yang didukung
dengan beberapa referensi terkait keahlian/kemampuannya tersebut, melalui lembaga-lembaga
yang terakreditasi keberadaannya

BELAJAR dan MENGAJAR


 Reporting Melaporkan setiap ada IKp maupun permasalahan lainnya staf harus terbuka
tentang insiden yang melibatkan mereka;- staf dan RS harus akuntabel terhadap tindakan
mereka;- staf merasa mampu berbicara kepada kolega dan atasannya tentang insiden yang
terjadi; - RS terbuka dg pasien,masyarakat dan staf ;- staf diperlakukan adil dan didukung
bila terjadi insiden.
 No blaming *tidak menyalahkan obyeknya" tapi mencari penyelesaian dengan
pendekatan sistem (system approach)
 Just culture adalah budaya yang melihat kesalahan sebagai akibat kegagalan sistem
ketimbang kesalahan individu, dan pada saat bersamaan si pelaku perlu diminta
pertanggungan jawabannya tanpa menghukum.
Budaya keselamatan pasien yang tradisional adalah budaya menghukum sebab pemikiran
yang berlaku adalah bahwa pemberi layanan mempunyai kebebasan dan juga tanggung
jawab penuh dalam menentukan tindakan pelayanan. Karenanya, kesalahan yang
dilakukannya harus dipertanggung jawabkan dan dihukum. Tiga jenis kesalahan yang
dikenal pada saat itu adalah kesalahan ringan, kesalahan yang dapat mengakibatkan risiko
dan kesalahan besar yang mana akibatnya tidak dapat diperbaiki. Apakah kesalahan ini
akan berulang? Ya, terlebih apabila pelayanan pasien dilakukan dalam suasana yang
kaotik, penuh gangguan konsentrasi atau ditengah malam ketika konsentrasi dalam batas
ambang terendah.
Mengacu pada budaya keselamatan tradisional di atas, maka organisasi yang bernama
Outcome Eengineering mengembangkan model budaya keselamatan pasien yang diberi
nama the Just culture model. Menurut model ini, apabila terjadi kesalahan, maka bukan
pelakunya yang harus dihukum, melainkan sistemnya juga yang harus ditinjau ulang.
Model Just Culture memberikan pedoman merubah budaya keselamatan pasien yang
konvensional ke budaya keselamatan pasien yang baru. Karakteristik dari Just culture
adalah saling percaya, tidak menghukum bila berbuat kesalahan dan tidak menciptakan
suasana menyalahkan bila seseorang melaporkan kesalahan yang dibuatnya.
Ada saat - saat individu seharusnya tidak disalahkan atas suatu kekeliruan; sebagai
contoh, ketika ada komunikasi yang buruk antara pasien dan staf, ketika perlu
pengambilan keputusan secara cepat, dan ketika ada kekurangan faktor manusia dalam
pola proses pelayanan. Namun, terdapat juga kesalahan tertentu yang merupakan hasil
dari perilaku yg sembrono dan hal ini membutuhkan pertanggungjawaban. Contoh dari
perilaku sembrono mencakup kegagalan dalam mengikuti pedoman kebersihan tangan,
tidak melakukan time-out sebelum mulainya operasi, atau tidak memberi tanda pada
lokasi pembedahan. Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menujukan masalah
yang terkait dengan sistem yang mengarah pada perilaku yang tidak aman. Pada saat
yang sama, RS harus memelihara pertanggungjawaban dengan tidak mentoleransi
perilaku sembrono. Pertanggungjawaban membedakan kesalahan unsur manusia (seperti
kekeliruan), perilaku yang berisiko (contohnya mengambil jalan pintas), dan perilaku
sembrono (seperti mengabaikan langkah – langkah keselamatan yang sudah ditetapkan).
EMPATY
Merupakan perasaan ikut merasakan keadaan yang sama yang dialami pasien atau orang lain
dalam situasi yang sama, Fokus dalam pelayanan pasien dengan meperlakukan prinsip Bila
Pasien Itu Saya ( BPIS )

JUJUR DAN TRANSPARAN


Selalu berkata yang sebenarnya, tidak berlaku curang dalam bekerja, meluruskan hati, ikhlas
yang merupakan terjemahan dari sifat Siddiq yang artinya benar dan dapat dipercaya, kesesuaian
dan kebenaran dari perkataan dan perbuatan

RAMAH
Selalu bersikap ramah baik terhadap rekan kerja, maupun pengunjung ( dr. tamu, tamu, pasien
dan keluarga) menerapkan Senyum Salam Sapa dan Santun, disetiap pertemuan dan percakapan
baik lisan maupun langsung

PEDULI
Memiliki rasa peduli yang tinggi terhadap diri sendiri, rekan kerja, lingkungan kerja, perangkat
kerja, aset dan barang- barang milik rumah sakit
Peduli diri sendiri, mulai dari bahasa tubuh / Gestur tubuh, penampilan dan kerapihan berpakaian
Peduli terhadap lingkungan kerja mulai dari kebersihan dan kerapian tempat kerja
Peduli terhadap perangkat kerja, merasa memiliki sehingga selalu merawat dan menjaga barang-
barang yang telah di amanahkan ditempat kerjanya masing masing
Peduli terhadap aset dan barang-barang milik RS, ikut menjaga, merawat dan mengawasi jika
ada penyalahgunaan, perusakan, pencurianpencurian dll

BAB V MONITORING DAN EVALUASI


Indikator budaya kerja adalah sebagai berikut :
BUDAYA Indikator Standart PJ
Pencapaian
Lean Culture Adanya ide creative Pengembagan layanan Kepala
dan active masuk dalam program Bagian/bidang
melakukan kerja unit Kepala Unit
perubahan Implentasi Kerja
( INOVATIF ) di pengembangan
layanan dengan layanan, perbaikan
tetap layanan dan
memperhatikan perubahan positif baik
kualitas dan mutu di unit maupun bidang
layanan. Baik
tambahan layanan
baru maupun
pengembangan
layanan yang sudah
ada
Setiap hasil rapat Setiap program yang Kabag/kabid
tersampaikan telah di sepakati Kepala unit kerja
kepada pelaksana semua pelaksana Seluruh
layanan paham dan mengerti karyawan
Semua yang ada di tujuannya
layanan Ada laporan
tersampaikan bulanan,triwulan
kepada atasan baik semester dan akhir
dalam bentuk tahun
laporan maupun Ada penilain kinerja
rapat koordinasi karyawan
Ada rapat rutin
maupun insidentil
Tidak ada Mis
Komunikasi dalam
Transfer pesan
maupun operan
Berkurangnya - Semua Unit kerja Kepala
pemborosan dan menerapkan 5S Bagian/Bidang
membudayanya 80% Kepala Unit
lean managemen - Semua unit kerja Kerja
melakukan Tim Budaya
perbaikan Kerja
manajemen dalam
mengurangi waste di
unit kerjanya dengan
berbagai metode
yang ada 80%
Selalu melakukan Ada hasil evaluasi dan Kabag /Kabid
Monitoring dan pelaksanaan PDCA Kepala unit kerja
Evaluasi terhadap pada tiap program
setiap program/ yang telah berjalan
layanan yang telah
di laksanakan
Safety Pelaporan IKP Meningkat > 50% Komite Mutu RS
Culture meningkat
Feedback laporan 100% Feed back Kepala
dari atasan laporan diterima unit Bidang/bagian,
terlaksana kepala Unit dan
komite Mutu RS
Indikator Nasional 100% terlaporkan Kepala bidang /
Mutu dan prioritas tepat waktu dan data bagian
RS dilaporkan dan diolah sesuai dengan Kepala unit
dipublikasikan panduan pengolahan PJ data unit
data
Indikator kepatuhan 100% indikator Kepala
terhadap SPO kepatuhan memenuhi bidang/bagian
memenuhi standart standart Kepala unit
Family Tercapai kepuasan 80% pelanggan puas Kepala Unit
Culture Pelanggan dan dengan layan RS PKU Kerja
karyawan Muhammadiyah Humas dan
Sekapuk Pemasaran
100% karyawan puas Case Manager
SDI
Inventarisasi Semua Peralatan Baik Kepala Unit
Peralatan diruangan Medis Maupun Non Kepala Logistik
Medis Terinventaris Umum
di Ruangan
Maitenance dan 100% peralatan Kepala Unit
Kalibrasi Alat Baik dilakukan Maintenace Kerja
Medis maupun Non dan kalibrasi Instalasi
Medis di setiap unit terlaksana sesuai Perbaikan
Kerja tanggal Sarana (IPS)
Keselamatan dan Zero Accident Kepala unit kerja
Kesehatan Kerja diseluruh ruang Kepala
Terlaksana lingkup rumah sakit Bagian/bidang
Komite PPI
Komite Mutu
K3 Kesling
Memcerminkan Tidak ada Kepala unit kerja
sikap Akhlakul pelanggaran dalam Kepala
Karimah dalam tata tertib kerja dan Bagian/bidang
berpenampilan dan berseragam. Tim Budaya
berprilaku kerja
SDI

JUKNIS PENERAPAN 5S
RINGKAS / SORT /SEIRI
Tujuan dari kegiatan Sort/Ringkas adalah menyingkirkan barang yang tidak berguna dari area
kerja dengan mempertimbangkan :
- Donasi ( apakah barang tersebut bisa di donasikan atau di lelang )
- Memindahkan ke unit lain yang membutuhkan
- Disimpan di gudang untuk penggunaan di masa yang akan dating
- Pemusnahan
Jika mulai melakukan abadikan foto before dan after
 Identifikasi dan pemberian label untuk barang yang tidak diperlukan sebelum disingkirkan.
 Meminta setiap orang untuk menyetujui pemindahan, pemusnahan, dan pengelompokan
barang.
 Informasi meliputi: nama unit, tanggal, nama petugas, nomor inventaris, serial number (for
accounting purposes).
 Membedakan barang yang tidak dibutuhkan dan yang masih dibutuhkan, menghapus item
yang tidak diperlukan, membedakan antara sampah, barang yang bisa di donasikan,
dipindahkan ke tempat lain di RS atau harus ke Gudang
Contoh donasi Rak / Sofa yang tidak terpakai di lelang kepada karyawan
Contoh Relokasi : keranjang yang tidak terpakai di pendaftaran bisa di pindahkan di ruang
farmasi
Contoh Eleminasi barang barang yang sudah tidak terpakai, pemusnahan barang barang
yang kadaluwarsa Pengurangan jumlah barang overstock di gudang

RAPI / SET IN ORDER / SEITON


Tempat untuk segala sesuatu dan segala sesuatu ditempatnya bisa dengan menggunakan alat
bantu visual dengan :
Menggunakan sign/tanda Contoh memberi tanda pada pintu darurat, tangga,

Menggunakan Line / Garis,


Memberikan Label pada barang barang yang ada di unit kerja

Before After

Memberikan Kode warna

Memberi bayangan untuk memastikan tempat barang barang yang seharusnya ditempatnya
RESIK/ SHINE/ SEISO
Jika melakukan pembersihan bisa di abadikan melailui foto sebelum dan sesudah

Before After

Before After

RAWAT / STANDARDIZE / SEIKETSU


Buat Standart aturan dan ikuti aturan tersebut
Bisa menjadikan foto ter rapi itu sebagai Standart jadi setiap mau pulang kerja/ setelah
menggunakan peralatan harus kembali seperti dalam foto
Misalnya foto di dibawah ini sebagai setandart dari ruangan kerja tersebut

RAJIN / SUSTAIN / SHITSUKE


Yang artinya melakukan kegiatan diatas secara terus menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan
setiap harinya bisa di stimulasi dengan Rewad
JUKNIS DALAM MENGHILANGKAN WASTE
Cycle Time
Adalah waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu barang atau jasa
 Waktu yang dibutuhkan dokter untuk melayani pasien
 Waktu yang dibutuhkan petugas farmasi untuk memproses satu lembar resep
 Waktu yang dibutuhkan aoleh analis lab untuk memproses satu spesimen laboratoeium
Cycle Time ini jika dilakukan dengan baik relatif tidak akan berubah
Sangat bermanfaat untuk standarisasi waktu produksi / penyediaan jasa.
Jika cycle time terstandart, maka waktu produksi / penyediaan jasa akan terstandar

Takt Time
 Waktu yang tersedia untuk memproduksi suatu barang atau jasa di bagi dengan jumlah
barang atau jasa yang di minta pelanggan dalam kurun waktu tersebut
 Waktu yang diminta oleh pelanggan / pasien untuk menghasilkan satu produk / jasa
 Karena di minta pelanggan, maka waktinya pun tidak tetap, takt time akan bertambah
singkat jika jumlah pelanggan makin banyak dan sebaliknya bertambah lambat jika
pelanggan semakin sedikit
Contoh
Seorang dokter praktek jam 08,00 – 10.00, selama 2 jam tersebut dia menerima 10 pasien maka
takt timenya adalah 2 jam (120 Menit ) / 10 = 12 menit per pasien
Pada hari lain, dokter tersebut menerima 15 pasien dalam 2 jam, maka takt time adalah 2 jam
(120 menit ) / 15 = 18 menit per pasien
• Jika kita tidak dapat memenuhi takt time, maka akan terjadi masalah antrian, keterlambatan,
kemacetan, atau lebih parah lagi tidak semua pelanggan dapat dilayani
• Cycle time yang kita miliki jangan sampai lebih lambat dari takt time. Kita dikatakan tidak
dapat memenuhi permintaan pelanggan jika cycle time yang kita miliki lebih lambat dari
takt time.
• Perhitungan takt time dapat dipakai untuk merencanakan penyediaan produk / jasa secara
berkesinambungan, lancar, tanpa hambatan. Contoh penerapan: seorang dokter mempunyai
cycle time 10 menit untuk memeriksa satu pasien. Jika takt time pasien adalah 12 menit,
maka dokter itu dapat melayani setiap pasiennya dengan lancar. Tapi, ketika takt time pasien
berubah menjadi 8 menit, maka dokter itu akan mendapat masalah dalam hal waktu
pelayanan
• Takt time dapat menghindarkan kita dari pemborosan akibat produksi yang berlebihan,
dengan cara memproduksi barang / jasa sesuai dengan permintaan pelanggan.
• Takt time ini sangat berguna untuk menentukan secara tepat apakah kita telah memproduksi
barang / jasa sesuai permintaan pelanggan. Caranya dengan membandingkan antara takt time
dengan cycle time
• Jika takt timenya lebih cepat dibandingkan cycle time, maka sudah waktunya kita
menambah sumber daya.
• Tapi jika takt timenya masih lebih lambat dari cycle time, tidak ada alasan bagi kita untuk
menambah sumber daya.
• Bahkan, jika takt timenya jauh lebih lama dibandingkan cycle time, perlu dilakukan evaluasi
untuk mengurangi sumber daya yang ada.
• Memudahkan kita menetapkan berbagai kemungkinan skenario produksi yang berubah-ubah
sesuai permintaan pelanggan. 
• Memungkinkan kita menetapkan target waktu yang tepat untuk produksi.
• Takt time mendorong kita membangun sistim dan cara bekerja yang terstandar, sehingga
meningkatkan mutu dan efisiensi
Heijunka
 Heijunka adalah kata dalam bahasa Jepang yang berarti “leveling” atau “meratakan”.
 Maksudnya adalah mengupayakan seluruh proses pekerjaan berlangsung pada level tertentu
yang sama dan rata pada semua kondisi. 
 Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya fluktuasi.  Karena fluktuasi berarti sesuatu
yang tidak terencana.
 Sesuatu yang tidak terencana berarti sesuatu yang sulit untuk diantisipasi. Dan kita sering
melakukan upaya lebih untuk menghadapi sesuatu yang sulit untuk diantisipasi ini.
 Dan melakukan upaya lebih dari yang diperlukan berarti pemborosan.

Menurut Ohno, kura-kura yang lambat tetapi konsisten lebih baik dari kelinci yang berlari cepat
tetapi ada kalanya berhenti untuk istirahat.  Bahkan, beliau bilang Toyota Production
System dapat terlaksana hanya jika seluruh pekerja menjadi kura-kura.

Sekarang kita bayangkan, betapa menyenangkannya suasana di rumah sakit kita jika setiap saat
pasien datang dalam jumlah yang dapat kita tentukan.  Kemudian pasien-pasien itu dapat segera
dilayani oleh seluruh staf rumah sakit dan dokter dengan jumlah yang dapat kita tentukan sesuai
jumlah pasien yang datang.  Tidak ada fluktuasi jumlah pasien, tidak ada overload beban kerja
staf, semuanya mengalir dengan mulus dan lancar.  Jika itu bisa terjadi, tentu saja semua pihak
baik pasien maupun staf rumah sakit akan senang.

JUKNIS CREATIVE DAN ACTIVE (INOVATIF ) DALAM PENGEMBANGAN LAYANAN


Ada pengembangan layanan, perbaikan layanan dan perubahan positif baik di unit maupun
bidang
- Dalam 1 tahun minimal ada 1 pengembagan layanan dan sudah masuk dalam program kerja
unit
- Pengembangan layanan bentuknya fleksible menyesuaikan unit kerja masing-masing
misalnya di bagian Scurity mengubah sistem kerja dari yang mengamankan menjadi
melayani, di bagian gizi penyediaan menu untuk keluarga pasien dan karyawan dll

JUKNIS KOMUNIKATIF
Kepala bidang/bagian, kepala unit, koordinator , pelaksanan melaksanan tugas masing masing,
dan mengkomunikasikan baik secara Vertikal, (menyampaikan dan memastikan hasil keputusan
rapat sampai pada pelaksana, menyampaikan aspirasi dari pelaksana dan membawa ke dalam
rapat koordinasi ) dan Horisontal ( penyampaian pesan maupun edukasi yang berkesinambungan
antara satu petugas kepada petugas yang lain atau tranfer informasi ) memberikan informasi
secara tegas,jelas, dan transparan
- Setiap program yang telah di sepakati semua pelaksana paham dan mengerti tujuannya
- Ada laporan bulanan,triwulan semester dan akhir tahun
- Ada penilain kinerja karyawan
- Ada rapat rutin maupun insidentil
- Tidak ada Mis Komunikasi dalam Transfer pesan maupun operan

Anda mungkin juga menyukai