Anda di halaman 1dari 17

1

TRAUMA TERMAL

1. PENDAHULUAN

Prinsip-prinsip dasar resusitasi pada trauma terrmal meliputi kewaspadaan akan


terjadinya gangguan jalan nafas pada penderita yang mengalami trauma inhalasi,
mempertahankan hemodinamik dalam batas normal dengan resusitasi cairan,
mengetahui dan mengobati penyulit-penyulit yang mungkin terjadi akibat trauma
listrik (ex : rabdomiolisis dan disritmia jantung), mengendalikan suhu tubuh dan
menjauhkan/mengeluarkan penderita dari lingkungan trauma panas.

Created by dr. Doni Kurniawan


2

II. TINDAKAN SEGERA (LIFE-SAVING) PADA LUKA BAKAR


A. Airway

Tanda klinis dari trauma inhalasi :


1. Luka bakar pada wajah
2. Hangusnya alis mata dan bulu hidung
3. Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di dalam
orofaring
4. Sputum yang mengandung arang/karbon
5. Adanya riwayat terkurung dalam kepungan api.
6. Ledakan yang menyebabkan trauma bakar pada kepala dan badan
7. Kadar karboksi hemoglobin lebih dari 10% setelah berada dalam
lingkungan api.

Terdengarnya stridor, merupakan indikasi untuk segera melakukan intubasi


endotrakeal.

B. Menghentikan Proses Trauma Bakar

Semua pakaian yang dipakai harus segera dilepaskan (pakaian yang terbuat
dari bahan sintetis yang terbakar meninggalkan residu sehingga proses trauma
bakar pada tubuh tetap berlangsung).

C. Pemberian Cairan Infus

Setiap penderita dengan luka bakar berat > 20 % sudah perlu diberikan cairan
infus (RL). Carilah vena-vena yang dapat digunakan untuk infus
menggunakan jarum F.16 (diupayakan agar pemasangan infus tidak pada
daerah luka bakar, tetapi bila tidak memungkinkan, maka dapat digunakan
vena-vena di daerah yang mengalami luka bakar).

Created by dr. Doni Kurniawan


3

III. PENILAIAN PENDERITA LUKA BAKAR

A. Anamnesis

Anamnesis dari penderita atau keluarga, hendaknya juga mencakup riwayat


penyakit-penyakit yang sedang diderita penderita (ex : diabetes, hipertensi,
jantung, paru-paru, atau ginjal atau riwayat penggunaan obat menahun untuk
mengobati penyakit tertentu, riwayat allergi terhadap obat tertentu, serta
riwayat imunisasi tetanus).

B. Luas Luka Bakar

“Rule of 9 " merupakan cara untuk menentukan luas luka bakar (permukaan
tubuh orang dewasa secara anatomi, dibagi dalam daerah-daerah 9% atau
kelipatannya.)

Hal ini berbeda dengan penderita anak-anak (daerah kepala pada bayi dan
anak-anak merupakan bagian terbesar dari tubuh sedangkan daerah
ekstremitas bawah merupakan bagian terkecil). Prosentase luas permukaan
daerah kepala pada anak adalah 2x luas permukaan daerah kepala pada orang
dewasa.

Perlu diingat bahwa telapak tangan (tidak termasuk jari-jari) merupakan 1%


dari luas permukaan tubuh.

C. Kedalaman Luka Bakar

Luka bakar derajat I : eritema, nyeri, tidak ada vesikula (luka bakar derajat I
tidak berbahaya, tidak memerlukan pemberian cairan IV).

Luka bakar derajat II : vesikula/bula disertai pembengkakan disekitarnya


(permukaannya tampak seperti borok dan nyeri walaupun hanya terhembus
udara).

Luka bakar derajat III : kulit tampak kehitaman, kaku, putih seperti film,
permukaannya mungkin kemerahan, hilangnya perasaan nyeri, dan umumnya
kering.

Created by dr. Doni Kurniawan


4

gambar 1
RULE OF NINES

Created by dr. Doni Kurniawan


5

Created by dr. Doni Kurniawan


6

IV. STABILISASI PENDERITA LUKA BAKAR

A. Airway

Trauma bakar faring menyebabkan edema hebat nafas atas, dan harus segera
dilakukan intubasi.

Manifestasi klinis dari trauma inhalasi mungkin tidak jelas dan sering tidak
terlihat dalam waktu 24 jam pertama.

B. Breathing
Pengobatan inisial dari trauma bakar didasarkan atas tanda dan gejala yang
timbul sebagai akibat dari kemungkinan sebagai berikut :

1. Trauma bakar langsung menyebabkan edema/obstniksi saluran nafas atas.

2. Inhalasi dari hasil-hasil pembakaran yang tidak sempurna (partikel


karbon) dan asap beracun, menyebabkan tracheo- bronchitis kimiawi ,
edema dan pneumonia.

3. Keracunan monoksida.

Kadar CO yang lebih tinggi dari 20% akan menyebabkan :

(1) sakit kepala, rasa, mual (CO 20% - 30%), (2) kebingungan (CO 30% -
40% ), (3) koma ( 40% - 60% ). ( 4 ) kematian ( > 60% ). Gambaran kulit
yang berwarna merah anggur jarang ditemukan. Tingginya affinitas CO
dengan hemoglobin (240 x Oksigen) menyebabkan tergesernya 02 dari
molekul tersebut (mengakibatkan bergesernya disosiasi Kurva
Oxyhaemoglobiii ke kiri). Disosiasi CO sangat lambat dan waktu paruhnya
ialah 250 menit atau 4 jam dalam ruang biasa dibandingkan 40 menit bila
diberikan oksigen 100%. Oleh karena itu penderita yang dicurigai keracunan
CO, harus diberikan oksigen tinggi, menggunakan cungkup nafas berkatup
(Nonrebreathing mask).

Pengobatan awal dari trauma inhalasi ialah intubasi endotrakeal disertai


ventilasi mekanis. (selanjutnya dilakukan analisa gas darah arteri untuk
mengetahui status paru-paru).

Perlu diketahui bahwa pengukuran tekanan Pao2 tidak dapat dipercaya untuk
mengetahui adanya keracunan CO (sebab tekanan CO 1 mmHg berarti kadar
HbCO sudah mencapai 40 % atau lebih). Oleh karena itu pemeriksaan kadar
HbCO lebih penting dilakukan dan bila ternyata terjadi keracunan CO,
berikan oksigen 100 %.

Created by dr. Doni Kurniawan


7

C. Volume Sirkulasi

Untuk mengetahui status sirkulasi dilakukan pengukuran produksi urine/jam


dengan catatan tidak ada osmotic diuresis (ex : adanya glukosuria). Oleh
karena itu pada penderita luka bakar berat harus dipasang kateter.

Sebagai patokan mengetahui sirkulasi yang akurat ialah bila penderita diberi
infus cairan dalam jumlah yang menghasilkan produksi urine 1 cc/KgBB/jam
( untuk anak dengan BB ≤ 30 kg ) dan 30 - 50 cc/kgBB/jam (dewasa).

Pada 24 jam pertama penderita luka bakar berat derajat II dan III memerlukan
2 - 4 cc cairan RL/kgBB/% luas luka bakar (untuk mempertahankan volume
sirkulasi dan fungsi ginjal yang adekuat).

Pemberian cairan dilakukan sebagai berikut :


1
/2 dari volume terhitung diberikan 8 jam pertama setelah trauma, 1/2 dari
sisanya diberikan 16 jam berikutnya (untuk mempertahankan produksi urine 1
cc/ks BB/jam pada anak-anak dan BB ≤ 30 kg, perlu dihitung dengan cermat
dan perlu ditambahkan cairan glukosa untuk maintenance).

Pemberian cairan disesuaikan dengan respon individual penderita (ex : dinilai


produksi urinenya, tanda-tanda vital dan keadaan umum).

D. Pemeriksaan Fisik

1. Tentukan luas dan dalamnya luka bakar

2. Periksa apakah ada cedera ikutan selain luka bakar.

3. Tentukan berat badan penderita .

E. Catatan Urutan Penanganan (Flow Sheet)

Dibuat Flow sheet mulai dari pertama kali penderita datang, termasuk
mengenai penanganannya (flow sheet ini harus disertakan apabila penderita
dirujuk ke Pusat Pelayanan Luka Bakar).

Created by dr. Doni Kurniawan


8

F. Pemeriksaan Lain Yang Diperlukan

1. Darah
- Darah lengkap
- Golongan darah beserta pemeriksaan lainnya (cross-match)
- Kadar HB CO
- Gula darah
- Elektrolit
- Tes kehamilan pada penderita wanita usia subur
- Analisis gas darah/Astrup

2. Pemeriksaan radiologi
- Foto toraks, dan dapat diulangi bila diperlukan (pada trauma bakar
inhalasi)
- Foto toraks hendaknya juga dilakukan setelah selesai pemasangan
endotrakeal atau CVP
- Pemeriksaan radiologi lainnya dapat dilakukan bila dicurigai terjadi
cedera ikutan yang memerlukan pemeriksaan radiologi untuk
menunjang diagnosanya.

G. Luka Bakar Melingkar (Circumferential) Pada Ekstremitas (Upaya


Menjamin Sirkulasi Perifer)
1. Lepaskan seluruh perhiasan yang dipakai

2. Nilai keadaan sirkulasi distal

Periksa apakah terjadi sianosis, gangguan pengisian kapiler, gangguan


neurologis yang progressiv, (misalnya parestesia, nyeri bagian dalam).
Penilaian denyut pembuluh darah tepi dilakukan lebih akurat bila
dilakukan dengan USG Dopler

3. Ganguan sirkulasi pada luka bakar tungkai/ekstremitas dapat


dihilangkan dengan cara eskharotomi dan dilaksanakan setelah
konsultasi dengan ahli bedah (eskharotomi belum perlu dilakukan dalam
6 jam pertama setelah luka bakar).

4. Fasiotomi

Kadang diperlukan pada luka bakar disertai fraktur, trauma tekan


(Crush injuy), trauma listrik tegangan tinggi atau trauma bakar yang
melukai jaringan bawah fasia.

Created by dr. Doni Kurniawan


9

H. Pemasangan Pipa Lambung

Bila penderita muntah-muntah, kembung, luka bakar melebihi 20%, harus


dipasang pipa lambung yang dihubungkan dengan alat penghisap (pada
penderita yang memerlukan transfer ke pusat luka bakar, harus dipasang
NGT).

I. Obat-obatan Narkotika, Analgesik dan Sedativa

Penderita luka bakar berat sering gelisah yang disebabkan hipoksemia dan
hipovolemia daripada disebabkan rasa nyeri (penderita akan membaik
setelah pemberian oksigen atau cairan infus daripada diberikan obat-obatan
narkotika, analgesik atau sedativa). Bila obat-obatan tersebut memang
diperlukan, berikanlah dalam dosis kecil, bisa diberikan berulang-ulang dan
berikan secara IV.

J. Perawatan Luka

Luka bakar derajat II sangat nyeri, terutama bila terhembus angin.


Penutupan luka dengan kain bersih, akan menghilangkan rasa nyeri tersebut.
Jangan pecahkan vesikel atau bulla dan jangan diberikan zat-zat antibiotik
topikal. Semua obat-obatan yang telah diberikan secara topikal hendaknya
dibersihkan terlebih dahulu sebelum diberikan obat/topikal yang tepat.
Jangan dilakukan kompres air dingin pada luka bakar yang luas, karena
dapat menyebabkan hipotermia.

K. Antibiotika

Pemberian antibiotika profilaksis tidak dianjurkan pada saat-saat pertama


luka bakar baru terjadi (diberikan hanya bila terjadi infeksi).

Created by dr. Doni Kurniawan


10

V. LUKA BAKAR KHUSUS

A. Luka Bakar Karena Bahan Kimia/Kimiawi

Disebabkan oleh asam, alkali, dan hasil-hasil pengolahan minyak. Luka bakar
alkali lebih berbahaya dari asam (sebab alkali lebih dalam merusak jaringan).

Kerusakan jaringan akibat luka bakar bahan kimia dipengaruhi oleh lamanya
kontak, konsentrasi bahan kimia dan jumlahnya. Segera lakukan irigasi
dengan air sebanyak-banyaknya (lakukan dalam waktu 20 -30 menit). Untuk
luka bakar alkali, diperlukan waktu yang lebih lama. Bila bahan kimia
merupakan bubuk, sikatlah terlebih dahulu sebelum irigasi.

Jangan memberikan bahan-bahan penetral ( neutralizing agent ) sebab reaksi


kimiawi yang terjadi akibat pemberian bahan penetral dapat menimbulkan
panas dan akan memperberat kerusakan yang terjadi. Untuk luka bakar pada
mata, memerlukan irigasi terus menerus selama 8 jam pertama setelah luka
bakar (digunakan kanula kecil yang dipasang pada sulkus palpebra).

B. Luka Bakar Listrik

Sering menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih berat dari pada luka bakar
yang terlihat pada permukaannya. Tubuh merupakan penghantar tenaga
listrik, dan panas yang ditimbulkannya menyebabkan luka bakar pada tubuh.
Perbedaan kecepatan hilangnya panas dari jaringan tubuh superfisial dengan
jaringan tubuh yang lebih dalam menghasilkan keadaan dimana jaringan yang
lebih dalam akan bisa mengalami nekrosis, sedangkan kulit diatasnya relatif
tampak normal.

Rabdomiolisis menghasilkan pelepasan mioglobin yang dapat menyebabkan


kegagalan ginjal.

Penanganan harus segera dilakukan pada penderita dengan luka bakar listrik
meliputi perhatian terhadap jalan nafas, pernafasan, pemasangan infus, ECG,
dan pemasangan kateter. Apabila urine berwarna gelap, mungkin urine
mengandung hemokhromogens (janganlah menunggu konfirmasi
laboratorium untuk melakukan terapi terhadap mioglobinuria). Pemberian
cairan harus ditingkatkan sedemikian rupa sehingga tercapai produksi urine
sekurang-kurangnya 100 cc/jam (pada penderita dewasa). Bila urine belum
tampak jernih, berikan segera 25 gr manitol dan tambahkan 12,5 gr manitol
pada tiap penambahan 1 liter cairan untuk mempertahankan diuresis sejumlah
tersebut diatas. Bila terjadi asidosis metabolik, pertahankan perfusi sebaik
mungkin dan berikan Natrium Bikarbonat untuk membuat urine menjadi
alkalis dan meningkatkan kelarutan mioglobin dalam urine.

Created by dr. Doni Kurniawan


11

VI. KRITERIA UNTUK MERUJUK

A. Jenis Luka Bakar

American Burn Association telah menentukan jenis-jenis luka bakar yang


biasanya memerlukan rujukan ke Pusat Luka Bakar.

1. Partial thickness dan full thickness lebih dari 10% pada penderita di
bawah usia 10 tahun atau di atas 50 tahun
2. Partial thickness dan full thickness lebih dari 20% pada usia di luar usia
tersebut di atas.
3. Partial thickness dan full thickness yang mengenai wajah, mata, telinga,
tangan, kaki, genitalia, perineum atau kulit yang menutup persendian
utama.
4. Full thickness lebih dari 5% pada semua umur.
5. Luka bakar listrik termasuk luka bakar terkena petir ( luka bakar yang
menyebabkan kerusakan jaringan bawah kulit sedemikian rupa sehingga
menyebabkan gagal ginjal akut atau penyulit lainnya )
6. Luka bakar bahan kimia
7. Trauma inhalasi
8. Luka bakar pada penderita-penderita yang mempunyai penyakit-
penyakit yang dapat mempersulit penanganannya, atau memperpanjang
waktu penyembuhannya atau dapat menimbulkan kematian
9. Pada luka bakar berat disertai trauma ikutan dimana trauma ikutan
mempunyai resiko untuk menyebabkan terjadinya morbiditas atau
mortalitas, harus diobati terlebih dahulu di Pusat Pelayanan setempat
sampai dalam keadaan stabil selanjutnya baru dirujuk ke Pusat
Penanganan Luka Bakar.
10. Penderita anak-anak dengan luka bakar yang dirawat disatu Rumah
Sakit setempat tanpa petugas atau peralatan yang memadai, hendaknya
dirujuk ke Pusat Penanganan Luka Bakar.
11. Penderita luka bakar yang memerlukan rehabilitasi sosial khusus /
rehabilitasi mental dalam jangka waktu yang lama, termasuk penderita-
penderita anak akibat siksaan atau ditelantarkan.

B. Prosedur Rujukan

1. Bila hendak merujuk penderita luka bakar sebaiknya dikoordinasikan.


terlebih dahulu dengan dokter di pusat luka bakar.

2. Semua keterangan mengenai hasil-hasil pemeriksaan, informasi mengenai :


suhu, nadi, cairan yang diberikan dan produksi urine, hendaknya dicatat
dalam status penderita dan dikirim bersama penderita sewaktu merujuk.

Created by dr. Doni Kurniawan


12

VII. TRAUMA DINGIN (JARINGAN LOKAL)

A. Jenis-jenis Trauma Dingin

1. Frostnip ditandai adanya rasa nyeri, tampak pucat, anastesi di daerah


yang terkena.

Keadaan di atas reversibel akan pulih setelah tindakan pemansaan dan


tidak terdapat kehilangan jaringan, kecuali bila keadaan ini berulang
dalam beberapa tahun (akan menyebabkan kehilangan bantalan lemak
atau terjadi atroti).

2. Frostbite ditandai adanya pembekuan jaringan yang terjadi karena


pembentukan kristal intraselluler dan oklusi mikrovaskuler sehingga
terjadi anoksia jaringan.

Beberapa dari kerusakan jaringan terjadi akibat reperfusion Injury


setelah upaya penghangatan tubuh.

a. Derajat I : Hiperemia dan edema tanpa rekrosis kulit


b. Derajat II : Pembentukan vesikel dan bulla serta hiperemia dan
edema dengan nekrosis sebagian lapisan kulit
c. Derajat III : Terjadi nekrosis seluruh lapisan kulit dan jaringan
subkutan, biasanya disertai pembentukan vesikel
hemoragik
d. Derajat IV : Nekrosis seluruh lapisan kulit termasuk ganggren dari
otot dan tulang

Klasifikasi : frostbite superfisial dan frostbite profunda.

3. Trauma dingin tidak membekukan (Non Freezing Injury)

Terjadi karena kerusakan endotel mikrovaskuler, stasis dan oklusi


vaskuler "Trench frost "(kaki parit) atau kaki dan tangan tercelup
(Immersion foot or hand ) menjelaskan satu keadaan nonfreezing injury
dari tangan atau kaki, khususnya sering terjadi pada tentara, pelaut dan
para nelayan, sebagai akibat kontak menahun dengan "keadaan basah",
suhu dingin diatas titik beku, misalnya pada suhu 1,6 °C - 10 °C (35 °F
- 50 °F ).Meskipun kaki tampak hitam, tetapi tidak terjadi kerusakan
jaringan dalam.

Terjadi keadaan-keadaan vasospasme dan vasodilatasi pembuluh darah


dengan akibat bahwa jaringan yang terkena mula-mula dingin dan
anestetik berlanjut menjadi hiperemia dalam waktu 24 hingga 48 jam.

Created by dr. Doni Kurniawan


13

Dengan keadaan hiperemia, terjadi rasa nyeri hebat seperti terbakar dan
"disestesi", disertai timbulnya gambaran perusakan jaringan (ex :
edema, timbulnya vesikel/ bulla, kemerahan, ekhimosis dan ulserasi).
Dapat terjadi penyakit infeksi berupa sellulitis, limfangitis atau gangren.

Perasaan gatal pada tangan dan kaki (Chilblain atau Pernio) merupakan
manifestasi kulit sebagai akibat kontak berulang dengan keadaan atau
suasana lembab dan dingin seperti terjadi pada para nelayan, atau
kontak dengan keadaan dingin dan kering pada pendaki gunung.
Keadaan ini terutama terjadi pada daerah muka, tibia anterior, bagian
daerah dari tangan dan kaki, pada daerah-daerah. tubuh yang tidak
terlindung dengan baik. "Chilblain atau pernio " di tandai dengan
adanya perasaan gatal, timbul makula-makula, "plakat" atau dungkul
berwarna merah keunguan.
Apabila keadaan berlanjut, akan terjadi ulserasi atau pendarahan dan
dapat terjadi parut, fibrosis atau atrofi disertai rasa gatal bergantian
dengan rasa nyeri.

Penanggulangannya ialah dengan memberikan perlindungan tubuh dari


keadaan dingin serta pemberian obat-obatan anti adrenergik atau
"calcium channel blockers " (sering dapat mencegah penyakit-penyakit
tersebut di atas).

B. Penanganan Frostbite Dan Trauma Dingin Non Beku (Non Freezing


Cold Injury)

Penanganan harus sesegera mungkin dilakukan untuk mengurangi waktu


pembekuan jaringan. Upaya pemanasan hendaknya tidak dilakukan bila
penderita berisiko untuk mengalami pembekuan ulang.

Baju-baju yang sempit dan lembab harus dilepaskan dan diganti dengan
selimut hangat. Apabila penderita bisa minum, berikan minuman hangat.
Rendam bagian tubuh yang kedinginan dengan air hangat bersuhu 40°C (
kalau mungkin air tersebut berputar) hingga warna kulit dan perfusi
kembali normal (lazimnya memerlukan waktu 20 - 30 menit). Hindari
pemanasan kering dan jangan melakukan tindakan mengurut.

Tindakan penghangatan dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat


sehingga memerlukan pemberian obat-obatan analgesik. Dianjurkan untuk
melakukan monitoring jantung sewaktu tindakan penghangatan tubuh.

Created by dr. Doni Kurniawan


14

C. Perawatan Luka Frostbite

Tujuan penanganan luka frostbite ialah mencegah terjadinya infeksi, tidak


memecahkan vesikula (yang tidak terinfeksi) dan elevasi luka. Luka
hendaknya dilindungi menggunakan cungkup tenda dan jangan dipasang
verban tekan.

Pada frostbite, jarang terjadi kehilangan cairan yang memerlukan resusitasi


cairan (meskipun penderita mengalami dehidrasi). Pemberian ATS
profilaksis terhadap tetanus, tergantung pada status immunisasinya.
Antibiotik diberikan bila terjadi infeksi . Luka hendaknya dijaga tetap
bersih dan bulla/vesikula yang tidak mengalami infeksi dibiarkan selama 7
- 10 hari (akan berguna sebagai pembalut biologis yang steril). Penderita
dilarang untuk merokok dan jangan diberi obat-obatan vasokonstriktor.
Dilarang berjalan sampai edemanya hilang.

Created by dr. Doni Kurniawan


15

VIII. TRAUMA DINGIN (HIPOTERMIA SISTEMIK)

Hipotermia adalah suhu tubuh di bawah 35°C (95°F).

Klasifikasi (tanpa disertai trauma lain) : ringan (35°C - 32°C), sedang (32°C -
30°C), berat (di bawah 30°C).

Pengukuran suhu tubuh inti (core) yang sebaiknya dilakukan di daerah


esofagus penting untuk diagnosis hipotermia maka diperlukan termometer
khusus yang dapat mencatat penurunan suhu tubuh penderita.

Pada penderita trauma hipotermia diartikan bila suhu tubuh inti (core) di
bawah 36°C dan hipotermia berat bila suhu tubuh inti di bawah 32°C.

A. Gejala-Gejala Hipotermia
Penurunan suhu tubuh inti (core), penurunan kesadaran.

Penderita teraba dingin dan tampak kelabu dan sianotik (tanda-tanda vital :
frekwensi denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah bervariasi nilainya). Bila
terjadi pada penderita yang sudah pulih dari hipotermia, pernafasan dan kerja
jantungnya belum pulih.

B. Penanganan Hipotermia

Perhatian segera ditujukan pada evaluasi ABCDE-nya, termasuk resusitasi


kardio-pulmoner dan pemasangan infus bila terjadi henti jantung
(cardiopulmonary arrest).

Perhatikan apakah kerja jantung penderita diatur oleh alat pacu jantung atau
tidak., Apabila kerja jantung diatur oleh alat pacu jantung, maka bila terjadi
penurunan metabolisme tubuh, sirkulasi masih mungkin berlangsung normal,
tetapi massase dada dapat menyebabkan irama jantung tersebut mengalami
fibrilasi.

Berikan oksigen melalui cungkup (harus dirawat di ruang gawat darurat/ICU


dan jantungnya perlu dimonitor terus).

Penentuan mati pada penderita hipotermia sulit dilakukan. Penderita yang


tampak mengalami candiac arrest (henti jantung) atau tampak mati sebagai
akibat hipotermia, jangan dinyatakan mati sebelum dilakukan rewarming
(pemanasan tubuh). Kekecualian dari pernyataan ini ialah apabila penderita
hipoterrnia yang sebelumnya telah mengalami anoksia semasa penderita
tersebut masih dalam keadaan normotermia, pada pemeriksaan menunjukkan,
nadi tidak teraba atau tidak bernafas dan mempunyai kalium darah lebih besar
dari 10 mol/L.

Created by dr. Doni Kurniawan


16

Curah jantung (cardiac out put) menurun sesuai derajat hipotermia dan
gangguan fungsi jantung mulai terjadi bila suhu tubuh sudah mencapai 33°C.
Fibrilasi ventrikuler makin nyata apabila suhu tubuh turun di bawah 28°C dan
pada suhu di bawah 25°C jantung mengalami asistole.

Obat-obatan penolong jantung (Bretilium tosilat) dan tindakan defibrilasi


bisanya tidak efektif bila sudah terjadi asidosis, hipoksia, hipotermia.
Dopamine adalah satu-satunya obat inotropik yang mempunyai khasiat untuk
mengobati penderita hipotermia.

Berilah oksigen 100 % sewaktu penderita dilakukan penghangatan. Bila


dilakukan analisa gas darah sebaiknya dinterpretasikan sebagai "uncorrected "
(contoh darah dihangatkan sampai suhu 37°C dan nilai analisanya digunakan
sebagai acuan untuk pemberian natrium bikarbonat dan perhitungan ventilasi
sewaktu penghangatan dan resusitasi)

Created by dr. Doni Kurniawan


17

IX. RINGKASAN
A. Trauma Bakar (Termal, Kimiawi, Listrik)
Cara menyelamatkan jiwa dengan segera pada penderita trauma bakar ialah
mengenali adanya trauma inhalasi kemudian dibantu dengan tindakan intubasi
endotrakeal, dan pemberian cairan infus, baju yang dipakai dilepaskan.

Penanganan selanjutnya :

1. Menentukan luas dan dalamnya luka bakar


2. Menghitung jumlah cairan yang akan diberikan sesuai dengan berat badan
penderita.
3. Catat segala sesuatunya dalam flow sheet penderita
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi (sesuai indikasi)
5. Bila perlu lakukan upaya memperbaiki sirkulasi perifer pada luka bakar
lingkar dengan melakukan eskharotomi
6. Tentukan penderita luka bakar yang perlu dirujuk ke rumag sakit rujukan
luka bakar .

B. Trauma Dingin

Diagnosa dan beratnya trauma dingin melalui anamnesis, pemeriksaan fisik


serta pengukuran suhu tubuh inti (core) menggunakan termometer khusus
untuk suhu rendah (bila mungkin yang dapat mengukur suhu esofagus)

Lakukan pemanasan/penghangatan tubuh sesegera mungkin.

Penderita hipotermia tidak boleh dinyatakan mati sebelum dilakukan upaya


pemanasan tubuh.

Penanganan dini penderita dengan trauma dingin :

1. Menerapkan ABCDE dari resusitasi.


2. Menentukan jenis dan luasnya trauma dingin
3. Pengukuran suhu tubuh inti (core )
4. Pencatatan segala sesuatunya dalam flow sheet
5. Segera lakukan pemanasan/penghangatan tubuh
6. Menentukan status penderita hidup atau mati, setelah pemanasan

Created by dr. Doni Kurniawan

Anda mungkin juga menyukai