Transprt
Transprt
--Syaiful Fatah--
LATAR BELAKANG
• Oksimeter nadi dengan probe jari dengan berbagai macam jenis serta
ukurannya.
4. Syringe / infusion pump (minimal 2 buah) dan tubing yang sesuai.
Agen Farmakologi
1. Obat-obatan susunan saraf pusat:
• Golongan narkotika dan non-narkotika analgetika.
• Ansiolitik / sedatif
• Trankuiliser mayor
• Antikonvulsan.
• Hipnotika intravena/ obat anestetik
• Antiemetik
• Anestetik lokal.
2. Obat-obatan jantung:
• Antiaritmia.
• Antikolinergik.
• Inotropik/ vasokonstriktor.
• Nitrat.
• Alfa dan Beta-bloker dan obat hipotensif.
3. Elektrolit dan obat-obatan Renal:
• Sodium bikarbonat.
• Kalsium klorida
• Magnesium
• Antibiotika
• Oksitosin
• Potasium
• Loop diuretika
• Osmotik diuretika
4. Obat-obatan metabolik dan endokrin:
• Glukose (konsentrat) dan glukagon
• Insulin
• Steroid
5. Obat-obatan lain:
• Blok neuromuskular : depolarisasi dan non depolarisasi.
• Antikolinesterase ( untuk reverse obat blok neuromuskular).
• Antagonis narkotik dan benzodiazepine.
• Bronkodilator.
• Antihistamin.
• Penghambat reseptor H2 dan penghambat pompa proton.
• Antikoagulan atau trombolitik.
• Vitamin K.
• Tokolitik.
6. Cairan: saline dan air steril.
Peralatan Tambahan
1. Pacu jantung dan transvenous temporary pacing kit.
2. Darah (biasanya golongan darah O rhesus negatif dan atau produk darah lain.
3. Infusion pump cadangan dan peralatan pemasangan kanulasi vena cadangan.
4. Peralatan untuk melahirkan.
5. Peralatan khusus pediatrik tambahan.
6. Anti bisa atau anti racun binatang/serangga.
7. Obat-obatan spesifik lain dan antagonisnya.
MONITORING HEMODINAMIK
1. Pulse oximetry
A. Pengertian
Pulse oximeter merupakan alat yang secara tidak langsung memonitor saturasi oksigen
dalam darah pasien. Perubahan volum darah di kulit menghasilkan
photoplethysmograph (SpO2). Pulse oximetry merupakan komponen penting dalam
memonitor respiratori.
B. Cara Kerja
Pulse oximetry menggunakan dua panjang gelombang cahaya yang berbeda pada
spektrum merah dan inframerah, yang diserap secara berbeda oleh oksihemoglobin dan
deoksihemoglobin. Pulse oximeter memisahkan komponen pulsatil dari absorpsi sinyal
dengan komponen nonpulsatil, yang diasumsikan bahwa komponen pulsatil
merepresentasikan darah arteri.
Pulse oximeter mengestimasi saturasi SaO2 dengan mengukur perubahan absorpsi
cahaya jaringan pada dua panjang gelombang yang spesifik, yaitu 660 nm (merah) dan
940 nm (inframerah)
C. Interpretasi
- Nilai normal SaO2: 95-100%.
- Apabila pasien mengalami hipotensi atau vasokonstriksi berat, maka pulse oximeter
mungkin tidak dapat mendeteksi sinyal dengan akurat.
- Pulse oximeter memancarkan cahaya melewati jaringan (biasanya jari, namun daun
telinga, hidung dan lainnya juga dapat digunakan) lalu menentukan seberapa besar
tiap panjang gelombang yang diserap, serta menghitung saturasi oksigen.
- Karena penyerapan spektrum karboksihemoglobin (COHb) dan oksihemoglobin
dengan panjang gelombang cahaya yang digunakan pada pulse oximetry ini sama,
maka oximeter akan memberikan hasil saturasi oksigen yang keliru dan terlalu tinggi
pada kondisi keracunan karbon monoksida. Methemoglobinemia juga akan
mengganggu keakuratan pulse oximetry.
C. Interpretasi
- Pengukuran NIBP ototmatis dan pengukuran tekanan darah secara manual
berhubungan erat (standar mengharuskan eror kurang dari 5±8 mmHg sehubungan
dengan standar referensi).
- Pada pasien yang hipotensi berat tidak mungkin dapat dilakukan pengukuran tekanan
darah dengan NIBP.
- Pengukuran NIBP akan kurang akurat apabila ukuran cuff tidak sesuasi (sama halnya
dengan pengukuran tekanan darah manual.
D. Komplikasi
- Nyeri
- Muncul peteki dan ekimosis
- Memar
- Edem ekstremitas
- Neuropati perifer (apabila cuff menekan saraf)
- Stasis vena dan tromboflebitis
- Sindrom kompartemen.
3. Elektrokardiogram
A. Pengertian
Ketika otot jantung mengalami depolarisasi, arus listrik ekstraseluler antara sel yang
terdepolarisasi dan sel yang istirahat menyebabkan suatu potensial yang dapat diukur
pada permukaan tubuh sebagai elektrokardiogram (EKG).
B. Cara Kerja
EKG menggunakan konsep Einthoven’s equilateral triangle dengan jantung sebagai
sumber arus listrik pada tengahnya. Sudut segitiga mendekati lead ekstremitas yang
terhubung dengan lengan kanan, lengan kiri, dan kaki kiri. Perbedaan potensial antara
kedua lead tergantung pada amplitudo (massa otot) dan arah arus listrik, yang
menentukan vektor. Dengan ketentuan bahwa voltase positif direkam sebagai defleksi
ke atas.
Lead ekstremitas menggunakan single limb lead sebagai suatu sensing elektrode
(lengan kanan aVR; lengan kiri aVL; kaki kiri aVF) dengan dua lead ekstremitas lainnya
dihubungkan untuk mengestimasi potensial nol. Keenam lead ekstremitas
memperlihatkan aktivitas listrik tiap 30o.
Menilai mean frontal QRS axis.
Gunakan lead I, II, dan III (triaxial reference system). Tentukan
mana yang memiliki defleksi paling besar (positif atau negatif).
Aksis QRS merupakan yang paling dekat dengan lead tersebut.
Apabila defleksi pada 2 lead sama besarnya, maka aksis QRS
berada di pertengahan antara kedua lead tersebut.
Contoh:
EKG memiliki 3 komponen utama yang berhubungan dengan amplitudo dan arah (vektor)
gelombang depolarisasi. Segmen PR dan ST yang normal adalah isoelektrik dimana tidak
terdapat arus listrik yang mengalir (perbedaan potensial nol) karena semua jaringan
istirahat atau semuanya terdepolarisasi.
- Gelombang P: gelombang paling awal, berupa defleksi positif kecil karena depolarisasi
atrium.
- Kompleks QRS: menggambarkan depolarisasi ventrikel.
Memiliki amplitudo terbesar karena massa ventrikel yang besar dengan
durasi ̴0,08 detik.
Pada lead II, gelombang Q defleksi negatif dan kecil karena depolarisasi
dari kiri ke kanan pada septum interventrikuler.
Gelombang R tampak sebagai defleksi positif yang kuat karena
depolarisasi massa utama ventrikel.
Gelombang S tampak sebagai defleksi negatif dan kecil karena
depolarisasi pada basis ventrikel.
Komponen Q, R, dan S bervariasi pada setiap lead tergantung dari
orientasi jantung.
- Gelombang T: menggambarkan repolarisasi ventrikel.
Defleksi negatif (yaitu repolarisasi kompleks QRS positif) mungkin
diharapkan akan muncul pada lead II, namun bentuk gelombangnya di
sana yang muncul adalah gelombang positif karena potensial aksi
jantung lebih singkat pada basis jantung dan epikardium sehingga area
tersebut akan terlebih dahulu mengalami repolarisasi. Oleh karenanya,
gelombang repolarisasi normalnya bergerak menuju apeks jantung dan
menimbulkan defleksi positif.
Selama kondisi iskemia atau adanya penyakit jantung yang
memperpanjang potensial aksi jantung atau melambatkan konduksi,
repolarisasi pada basis dapat terlambat hingga seetelah apeks dan
dalam keadaan ini gelomban T mmengalami inversi.
- Interval PR: menggambarkan penundaan antara depolarisasi atrium dan
ventrikel karena konduksi yang lambat melewati nodus atrioventrikuler.
Durasinya antara 0,12-0,2 detik dan akan memendek seiring dengan
meningkatnya denyut jantung.
Normalnya, nodus atrioventrikuler merupakan satu-satunya penghubung
aliran listrik antara atrium dan ventrikel, karena anulus fibrosus
diantaranya tidak mengkonduksikan listrik dan mencegah aliran listrik pada
tempat lain.
- Segmen ST: menggambarkan potensial aksi ventrikel yang plateau dan berlangsung
selama 0,25 detik.
Selama iskemia atau cardiac injury, depolarisasi parsial baseline dari
beberapa sel menciptakan arus listrik yang mencederai dengan jaringan
yang tidak rusak menyebabkan elevasi atau depresi baseline EKG.
Namun, selama segmen ST, seluruh sel terdepolarisasi komplit dimana
akan menimbulkan elevasi/depresi nyata pada segmen ST, walaupun
sebenarnya baseline-nya lah yang berubah.
C. Interpretasi
EKG direkam pada kertas standar dan defleksi 10 mm mewakili 1 mV. Kecepatan
perekamannya adalah 25 mm/detik (kotak 1 mm = 0,04 detik, kotak 5 mm = 0,2 detik).
Berikut pendekatan sistematik dalam menginterpretasikan EKG:
• Rate: denyut jantung normal saat istirahat adalah 60-100/menit.
• Ritme: menentukan regularitas dan denyut tambahan.
• Aksis elektrik: sudut vektor EKG pada amplitudo maksimum (yaitu arus listrik).
Frontal plane axis dapat dihitung dari ketiga lead bipolar dan normalnya berada dekat
dengan lead II (antara -30o dan +90o). Kompleks QRS harus besar dan positif pada lead
I dan II.
- Deviasi aksis ke kiri (left axis deviation/LAD) terjadi ketika aksis lebih negatif dari -
30o (contohnya pada infark miokard inferior, left anterior hemiblock, hipertrofi
ventrikel kiri (LVH)).
- Deviasi aksis ke kanan (right axis deviation) terjadi ketika aksis lebih positif dari +90o
(contohnya pada hipertrofi ventrikel kanan, emboli pulmo, cor pulmonale, left
posterior hemiblock, infark miokard lateral).
• Gelombang P normalnya ke arah atas pada lead II dan V4-6 dan dapat bifasik pada V1.
Gelombang P tinggi menggambarkan hipertrofi atrium kanan.
Gelombang P yang lebar dan bifid menggambarkan hipertrofi atrium kiri.
Gelombang P akan menghilang pada kondisi fibrilasi atrium.
• Interval PR: merupakan interval pendek yang menggambarkan konduksi yang cepat
antara atrium dan ventrikel serta menunjukkan adanya jalur tambahan (misalnya
pada Wolff-Parkinson-White [WPW] syndrome).
- Pemanjangan interval PR terjadi pada AV blok derajat I.
- Pada AV blok derajat II hanya beberapa gelombang P yang diikuti oleh kompleks
QRS.
- Pada AV blok total tidak ada hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS.
• Gelombang Q dapat normal pada lead III, aVR dan V1.
Gelombang Q pada lead I, II, aVF, dan aVL abnormal apabila tingginya >50% dari tinggi
gelombang R yang mengikutinya (memberi kesan adanya iskemia).
• Lebar dan amplitudo kompleks QRS: apabila lebar maka menandakan adanya
konduksi intraventrikuler yang terlambat dan dapat dikarenakan oleh adanya RBBB
(RsR’ pada V1), LBBB (QS pada V1, RsR’ pada V6), overdosis tricyclic antidepresant, atau
takiaritmia ventrikel.
Voltase QRS total dapat menunjukkan LVH (contohnya S pada V2 + R pada V5 = >35
mm).
• Segmen ST
- Elevasi segmen ST terjadi pada infakr miokard akut (bentuk cekung ke bawah),
perikarditis (bentuk cekung ke atas), aneurisma ventrikel, LVH, dan hypertrophic
cardiomyopathy.
- Depresi segmen ST terjadi pada myocardial ischaemia, digoksin dan LVH strain.
• Interval QT: harus dikoreksi untuk denyut jantung (QTc = QT/√R-R = ̴0,39 detik). Pada
denyut jantung 60-100/menit, QT harus <50% dari interval R-R.
- Interval QT yang memanjang merupakan predisposisi ‘torsades de pointes’ dan
terjadi selama hipotermi, hipokalemi, infark miokard akut, tidur, dan karena obat
(seperti quinidine, tricyclic antidepressant).
- Interval QT yang pendek dapat disebabkan oleh kondisi hiperkalsemia atau digoksin.
• Gelombang T: abnormal apabila mengalami inversi pada V4-6.
- Gelombang T yang tinggi memuncak, terjadi pada infark miokard akut dan
hiperkalemi.
- Gelombang T yang datar (terkadang dengan gelombang U yang prominen) terjadi
pada hipokalemia.
4. Capnography
A. Pengertian
Capnography merupakan tampilan grafik konsentrasi CO2 sesaat versus waktu (time
capnogram) atau volum ekspirasi (volume capnogram) selama siklus respirasi.
Capnography dapat digunakan untuk memeriksa posisi ET, ventilasi, dan status perfusi
paru-paru.
B. Cara Kerja
- Prinsip capnography yaitu intensitas radiasi inframerah yang dipancarkan melalui
campuran gas yang mengandung Co2 akan berkurang dengan absorpsi. Lalu udara
ekspirasi dapat dianalisis sebagai inline device (mainstream) atau sampled outside
(sidestream).
- Udara yang dihirup sebenarnya tidak mengandung CO2. Pada akhir ekspirasi,
konsentrasi end-tidal CO2 mencerminkan PaCO2 arteri dan merefleksikan ventilasi
alveolar apabila distribusi ventilasi seragam/uniform.
- Pada inspirasi komplit, tidak akan terdapat CO2 pada jalan napas besar ketika akhir
inspirasi. Ketika pasien mulai ekspirasi, awalnya sensor CO2 tidak akan mendeteksi
CO2 sama sekali karena ekshalasi berasal dari dead space.
- Ketika ekshalasi berlanjut, CO2 akan meningkat dan mencapai puncaknya sehingga
dapat dideteksi oleh sensor. Setelah ekshalasi, saat pasien mulai inspirasi, CO2 akan
turun kembali ke baseline 0 karena udara yang dihirup bebas dari CO2. Hal ini akan
menimbulkan gelombang khas yang disebut dengan capnogram.
Capnogram normal.
Fase I : Pada saat mulai ekshalasi, udara dead space anatois dan fisiologis
diekspirasi, sehingga tidak terdapat CO2.
Fase II : Ekshalasi berlanjut, sehingga CO2 akan meningkat.
Fase III : CO2 plateau.
Fase IV : Inspirasi.
C. Interpretasi
- Fase ekspirasi yang miring dan memanjang menunjukkan adanya obstruksi
pada jalur respirasi, baik obstruksi pada ET atau penyakit paru obstruktif.
- Jenis capnogram berikut dapat diamati pada saat pelepasan CO2 yang
mendadak setelah melepas klem pembuluh darah besar atau saat melepas
tourniquet.