Anda di halaman 1dari 2

1

MATERI BAHTSUL MASAIL LBM NU LUMAJANG


Di Yayasan Hidayatul Mubtadiin Curahpetung Kedungjajang Lumajang 25,08.2019 M.

KONSEKUENSI PERNIKAHAN SIRRI

DESKRIPSI MASALAH:
Ada sepasang suami istri yang pada waktu akad nikah tidak melalui jalur resmi pemerintahan
(Kawin Sirri). Kemudian sang suami pergi mencari nafkah ke luar negeri (Malaysia) dalam
waktu yang sangat lama sekali (dalam hitungan tahun). Semenjak sang suami pergi, dia tidak
pernah mengirimkan nafaqoh, padahal sang istri sangat membutuhkannya baik lahir maupun
bathin. Setiap kali istri meminta cerai, sang suami tidak pernah menghiraukan dan selalu
mengacuhkannya. Sang isteri menjadi dilema; kemana dia harus menggugat cerai sang suami?
Mengingat dulu pernikahannya tidak melalui pencatatan di KUA.
Pertanyaan :
1. Bolehkah sang Istri tersebut mengangkat muhakkam (Kiyai misalnya) untuk fasakh
nikah ?
2. Seumpama lewat pengadilan tidak berhasil atau bahkan dimarahi, bagaimana jalan
keluarnya untuk fasakh nikah?
Penanya: MWC NU Sukodono

IKATAN BATIN UMAT TERHADAP MASJID.

DESKRIPSI MASALAH:
Selain sholat Jumat, perhatian, antusiasme dan kehadiran umat terhadap kegiatan-kegiatan yang
diadakan masjid, baik kegiatan sholat berjamaah, sholat sunnah rowatib maupun pengajian,
khataman al-Quran, dzikir dan sebagainya. Tidak seimbang dengan populasi umat yang begitu
cepat dan pesat. Boleh dikata yang mengikuti kegiatan tersebut tidak sampai 2 %.

Apalagi jika ada kegiatan lain di luar masjid yang bersamaan waktunya, maka yang hadir semakin
sedikit. Umat tidak menjadikan masjid sebagai prioritas utama, meskipun sudah tahu itu
“Rumah” Alloh. Dan banyak hadits yang mengecam berat bagi yang mengabaikan panggilan
Alloh.
Kondisi yang demikian mengindikasikan lemahnya ikatan batin umat terhadap masjid,
dibandingkan umat Kristen. Dari cerita-cerita yang saya dengar, kesetiaan, partisipasi dan
dedikasi umatnya terhadap kegiatan-kegiatan dan misi gereja begitu tinggi, bahkan rela
penghasilanya diserahkan 10% kepada gereja/pndeta, mengindikasikan begitu kuatnya ikatan
batin umat kristen kepada gereja.

Mengapa bisa demikian? Menurut hemat saya sebabnya terletak pada proses keber-agama-an
mereka. Setahu saya, seorang anak menjelang aqil-baligh (10 th), disahkan keberagamaannya
menjadi kristiani dengan proses 'Baptis' yang dilakukan di gereja. Di hadapan pastur/pendeta.
Secara psikhologis proses tersebut dapat memantapkan ikatan batin dan kesetiaan pada gereja.
Sedangkan di kalangan umat Islam tidak ada proses demikian. Menurut syekh Ali Jabir,
keberagamaan umat Islam di Indonesia ini karena keturunan. Juga saya pernah baca di Facebook
yang mempertanyakan keabsahan keberagamaan kita.
2
Baptis kalau di Islam kira-kira sama dengan bai'at. Sayangnya bai’at di kalangan kita hanya
digunakan untuk mensahkan keanggotaan jamaah suatu thoriqoh atau organisasi.
Pertanyaan :
1. Adakah dalil-dalil yang membolehkan atau memerintahkan ataupun melarang
dilakukannya bai’at atas keberagamaan seorang anak?
2. Kalau tidak ada dalil-dalil tersebut, maka mengingat manfaat dari bai’at tersebut, yaitu
untuk menanamkan dan memperkuat kecintaan dan kesetiaan umat kepada masjid serta
untuk meningkatkan kemakmuran masjid, maka bolehkah diberlakukan keharusan bai’at
bagi anak-anak umat Islam menjelang baligh?
3. Seandainya boleh, siapakah yang berwenang membaiat : ketua takmir, imam msjd, hakim
agama, kemenag, ataukah ketua MUI?
Penanya: Ketua Ta’mir Masjid Agung “Anas Mahfudz”

QURBAN DENGAN SISTEM ARISAN

DESKRIPSI MASALAH:
Didaerah kami kemenag kabupaten Lumajang mengadakan iuran 75.000 bagi setiap ASN dan
hasil iuran tersebut di buat beli qurban baik kambing ataupun sapi dengan sistem bergilir, artinya
seumpama hasil undian kena Si A dan Si B maka qurban tersebut milik mereka berdua.

Pertanyaan :
1. Bagaimanakah menurut pandangan islam “qurban” dengan sistem iuran tersebut?
2. Apakah sistem tersebut tidak masuk pada katagori Shodaqoh??
Penanya: Gus Dzunnajah (RMI)

KANDUNGAN YANG TIBA-TIBA MENGHILANG

DESKRIPSI MASALAH:
Pasutri (pasangan suami istri) Bagas dan Siska, yang belum lama menikah ini, sedang mengalami
kebahagiaanyang luar biasa. Pasalnya setelah cek kehamilan menggunakan USG pada dokter
kandungan yang terpercaya, Siska dinyatakan positif hamil dua bulan oleh dokter tersebut.
Namun hal yang tak di inginkan terjadi, Bagas meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan,
sehingga Siska (si calon ibu muda) harus melakukan Iddah selama proses ke hamilannya. Tidak
disangka keanehanpun terjadi saat usia kandungan Siska berusia tujuh bulan, ternyata janin yang
dikandungnya hilang begitu saja dari dalam rahimnya (di daerah Madura di kenal dengan dengan
istilah “ekakan samphileng”), sejenis mahluk halus.
Pertanyaan:
1. Bagaimana fiqh menanggapi proses perjalanan iddah Siska ini, dianggap selesaikah
iddahnya setelah diketahui bahwa janinnya positif hilang?
2. Kalau Siska masih harus menjalani iddah, iddah apakah yang harus dijalaninya?
3. Darah apakah yg keluar setelah hilangnya kandungan tersebut?
Penanya: Tim LBM NU

Anda mungkin juga menyukai