Anda di halaman 1dari 4

MAHASISWA ISLAM

Disusun oleh :
Cici Mentari
(Calon Mahasiswi STAIPI Jurusan PIAUD)

A. PENGERTIAN MAHASISWA ISLAM


Rasulullah SAW adalah seorang yang dijadikan suri tauladan manusia, lebih
khusus nya kaum muda atau bisa disebut mahasiswa untuk berjuang menegakan
keadilan dengan jujur dan amanah, beliau juga seorang revolusioner sebagai
pembaharu agama Islam, yang membawa umat manusia dari zaman Jahiliyyah.
Oleh karena mahasiswa dan islam dua kata yang tidak akan bisa terpisahkan ketika
ingin mewujudkan perubahan yang berdasarkan quran dan hadits seperti yang
dilakukan Nabi Muhammad S.A.W ketika perjuangan saat melakukan perubahan,
tetapi kita harus mengertahui terlebih dahulu apa mahasiswa islam itu?
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Mahasiswa adalah
seseorang yang belajar di perguruan tinggi, di dalam struktur pendidikan di
Indonesia mahasiswa memegang status pendidikan tertinggi diantara yang lain.
Menurut Sarwono Mahasiswa adalah setiap orang yang secara terdaftar untuk
mengikuti pelajaran disebuah perguruan tinggi dengan batasan umur sekitar 18 –
30 tahun. Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang
memperolehstatusnya, karena adanya ikatan dengan suatu perguruan
tinggi.Menurut Knopfemacher Mahasiswa adalah seseorang calon sarjana yang
dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi yang didik dan diharapkan untuk
menjadi calon-calon yang intelektual.
Pengertian Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan
bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang
bermakna dasar “selamat”(Salama). Dari pengertian Islam secara bahasa ini,
dapat disimpulkan Islam adalah agama yang membawa keselamatan hidup di
dunia dan di akhirat (alam kehidupan setelah kematian). Islam juga agama yang
mengajarkan umatnya atau pemeluknya (kaum Muslim/umat Islam) untuk
menebarkan keselamatan dan kedamaian, antara lain tercermin dalam bacaan
shalat --sebagai ibadah utama-- yakni ucapan doa keselamatan "Assalamu'alaikum
warohmatullah" ( ‫َة هللا‬
‫ْم‬‫َح‬
‫َر‬‫ْ و‬
‫ْكم‬
‫لي‬ََ
‫ )السَّالَم ع‬--semoga
keselamatan dan kasih sayang Allah dilimpahkan kepadamu-- sebagai penutup
shalat. Jadi mahasiswa islam dapat di artikan seorang yang belajar di perguruan
tinggi berkecimpung di dunia kampus dengan nuansa akademis, yang melatih
prilaku dan pemikirannya berdasarkan qur’an dan hadits, menjadikan dirinya
seperti islam sebagai rahmatan lil ‘alamin memberi manfaat untuk agama, nusa
dan bangsa

B. KARAKTERISTIK MAHASISWA ISLAM


Karakteristik mahasiswa islam ikut andil untuk melakukan gerakan
perubahan islam secara signifikan dan memiliki idealisme tinggi. Masih ingatkah
kata-kata Soekarno ketika sedang berorasi, “Berikan saya sepuluh pemuda maka
akan saya goncangkan dunia ini”. Begitu dahsyatnya kekuatan Mahasiswa. Oleh
sebab itu, mahasiswa adalah ujung tombak perubahan bangsa. Di pundak
pemudalah ditopangkan tanggung jawab yang besar akan masa depan bangsa
yang lebih baik. Untuk itu, pemuda memang harus memiliki idealisme yang tinggi
dan memunculkan idealisme itu membutuhkan karakteristik sebagai penunjang.
Agar kita memiliki karakter mahasiswa muslim yang ideal, kita harus dapat
menyeimbangkan urusan akhirat dan duniawi.
Dari Anas ra, bahwasannya Rasulullah Saw. telah bersabda,
"Bukanlah yang terbaik diantara kamu orang yang meninggalkan urusan
dunianya karena (mengejar) urusan akhiratnya, dan bukan pula (orang yang
terbaik) oarang yang menhinggalkan akhiratnya karena mengejar urusan
dunianya, sehingga ia memperoleh kedua-duanya, karena dunia itu adalah
(perantara) yang menyampaikan ke akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban
orang lain."
Hadist tersebut di atas menjelaskan tentang kehidupan manusia yang
seharusnya, yaitu kehidupan yang berimbang, kehidupan dunia harus diperhatikan
disamping kehidupan di akhirat. Islam tidak memandang baik terhadap orang yang
hanya mengutamakan urusan dunia saja, tapi urusan akhirat dilupakan. Sebaliknya
Islam juga tidak mengajarkan umat manusia untuk konsentrasi hanya pada urusan
akhirat saja sehingga melupakan kehidupan dunia. Dalam Q.S. Al-Qashash ayat
77 juga menegaskan dengan jelas mengenai prinsip keseimbangan meraih
kebahagian dunia dan akhirat :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan)
duniawi”.
Kehidupan dunia dan akhirat bagaikan mata rantai yang tak terpisahkan,
kehidupan dunia harus dinikmati sebagai rahmat Allah, dan dijadikan persiapan
untuk menuju kehidupan yang hakiki yang penuh kebahagiaan, yaitu akhirat. Jadi
jelaslah tawazun (prinsip keseimbangan antara kreativitas dalam dunia dan
aktivitas untuk akhirat) sangat dituntut dalam kehidupan ini.
Kita sebagai mahasiswa yang sedang menuntut ilmu juga dapat
menerapkan perintah agama untuk menyeimbangkan urusan dunia dan akhirat
dengan cara menyeimbangkan ilmu dan amal kita, sebab ilmu pengetahuan
teraktualisasi melalui kerja amal perbuatan. Amal adalah pembentukan kualitas
manusia. Segala kerja yang dilakukan setiap saat merupakan ukiran ke arah
terbentuknya kepribadian manusia. Malik bin Dinar mengatakan, ”Jika seseorang
mencari ilmu untuk diamalkan, maka ilmu tersebut akan membahagiakan dirinya.
Sedangkan jika dia mencari ilmu bukan untuk diamalkan, maka ilmu tersebut akan
membawanya pada kesombongan”.
Amal adalah pendorong untuk tetap menjaga dan memperkokoh ilmu dalam
sanubari para penuntut ilmu dan ketiadaan amal merupakan pendorong hilangnya
ilmu dan mewariskan kelupaan. Karena sebaik-bainya orang adalah yang
mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya. Agar ilmu kita barakah, dalam
menuntut ilmu kita juga diwajibkan untuk selalu ikhlas kepada Allah, ikhlas dalam
niat dan tujuan bahwa kita mencari ilmu hanya untuk Allah ta’ala. Karena
menuntut ilmu adalah ibadah, dan yang namanya ibadah tidak akan diterima
kecuali jika ditujukan hanya untuk Allah ta’ala. Kita juga harus bersungguh-
sungguh dalam menuntut ilmu, selalu meminta pertolongan hanya kepada Allah
ta’ala, selalu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia (jujur, lemah lembut,
tenang, santun dan sabar), mengamalkan dan mendakwahkan ilmu yang telah kita
pelajari.
C. PROBLEMATIKA MAHASISWA ISLAM

Problem-problem sosial lahir dari proses-proses sosial itu. Terkait dengan


hal di atas pertanyaan yang perlu dijawab adalah, bagaimana mahasiswa muslim
seharusnya dalam menghadapi problem sosial itu. Mahasiswa yang dipandang
belum memiliki kepentingan pribadi sehingga dipandang lebih obyektif, diharapkan
mampu melakukan Social Control terhadap proses-proses sosial itu. Hanya dalam
melakukan peran-perannya itu mahasiswa muslim dituntut lebih santun, obyektif,
berpihak kepada kebenaran, dan bukan pada kepentingan pribadi sesaat.
Berbekalkan kelebihannya itu, mahasiswa harus menjadi kekuatan
penggerak dan bukan sebatas sebagai alat yang digerakkan. Sebagai generasi
yang kaya ide, kreatif objektif, rasional dan inovatif, tidak sebayaknya mereka
sebatas menjadi alat orang lain. Semua langkah-langkahnya harus bersumber dari
kepentingan dan kekuatan nalar dan nuraninya. Atas dasar tuntutan seperti itu,
mahasiswa muslim tidak boleh tertinggal oleh informasi. Ia harus menempatkan
diri seperti sebuah parabola. Setiap saat ia harus memasang seluruh inderanya
untuk menangkap berbagai informasi yang berkembang. Media massa, baik
berupa elektronik maupun cetak sebisa-bisa diikuti. Tidak selayaknya, seorang
mahasiswa, apalagi mahasiswa muslim beridentitas kuper, gatek dan telmi yang
diakibatkan oleh keterbatasan informasi. Jika informasi dapat diikuti secara baik,
dan ditambah dengan kegiatan dialog, diskusi, atau kegiatan ilmiah lainnya dapat
dilakukan, maka mahasiswa akan mampu melakukan peran-peran sosialnya itu.
Selain daripada itu banyak masalah–masalah yang berpengaruh dalam
peranan mahasiswa muslim dalam mewujudkan kehidupan yang madani, yang
diantaranya:
1. Hilangnya kesadaran dan lupa akan identitas diri (personality).
Banyak dari mahasiswa – mahasiswa islam yang sekarang ini yang sudah
menyimpang dari amanah yang di emban dan tujuan utama yang hendak dicapai.
Dan juga banyak mahasiswa yang lupa identitasnya sebagai seorang mahasiswa
dan juga sebagai golongan orang islam. Selain itu yang lebih penting dan
berbahaya lagi adalah kehilangan dari jalannya.
Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat ke 59, Al Hasyr ayat 19,
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang
fasik. (Q.S. Al Hasyr(59) : 19)
2. Kemampuan yang tidak berfungsi.
Mahasiswa tidak menggunakan seluruh kemampuan yang dimilikinya untuk
menebus masa-masa keterlenaan dan kelalaiannya, serta mengejarnya dengan
mengendarai kemajuan international. Dengan cara inilah yang dapat memotivasi
untuk segera menggandakan upaya dan meningkatkan sumbangsih. Akan tetapi
pada kenyataannya, banyak para mahasiswa yang belum menggunakan separuh
dari kemampuan yang dimilikinya untuk bekerja. Dengan demikian dapat
dikatakan, bahwa:
1) sesuatu yang dihargai paling murah adalah waktu
2) sesuatu yang dianggap paling berat adalah bekerja, dan
3) kekayaan yang nilainya paling rendah adalah manusia.
3. Akal yang tidak berfungsi
Pada dasarnya kemampuan akal kita tidak berfungsi dengan sempurna,
karena kita cuma cenderung mentaklid tidak pernah berijtihad. Kita hanya
mengikuti dan tidak memelopori. Kita hanya menukil tidak pernah berkreasi. Kita
hanya menghafal tidak pernah berfikir. Kita hanya cenderung menggunakan
pemikiran orang lain dan tidak pernah berfikir sendiri.
Musya Dayyan, suatu hari berkata kepada kaumnya dari kalangan kaum
Yahudi, yang sebelumnya pernah dikecam lantaran sebagian pernyataannya
dianggap membeberkan berbagai ketamakan dan rencana-rencana mereka.
Mereka sangat khawatir kalau bangsa Arab sempat membacanya dan mengetahui
langkah-langkah yang mereka susun. “harap kalian tenang saja, sesungguhnya
bangsa Arab tidak senang membaca,” ujarnya mantap.
Kita tahu, dan semua orang islam pasti tahu, bahwa ayat yang pertama kali
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah idiom ‘ Iqro’ (bacalah), namun ia
tidak bisa mebacanya dengan baik. Kalupun sempat membaca, ia tidak dapat
memahami, ia tidak dapat mengimplementasikannya dalam bentuk alamiah.
Kalaupun dapat mengamalkannya, ia tidak dapat melanjutkannya secara
berkesinambungan.
4. Kemapuan ilmiyah yang tidak berfungsi
Bekerja dalam islam merupakan suatu ibadah dan jihad, baik pekerjaan itu
untuk agama maupun untuk dunia. Tentunya jika niatnya benar dan senantiasa
mengikuti batasan-batasan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Akan tetapi
sangat disayangkan, kebanyakan dari kita sedikit bekerja dan berderma, serta
banyak bicara dan berselisih. Kita cenderung banyak bicara dan sedikit kerja.
Kita terlalu banyak melakukan pekerjaan yang tidak penting dan
meninggalkan pekerjaan yang justru sangat penting. Bahkan kadang-kadang kita
melakukan pekerjaan yang kurang bermanfaat dan meninggalkan yang
bermanfaat. Allah SWT telah berfirman dalam Al Qur’an Surat Ash Shaff, 61 ayat
2 dan 3, sebagai berikut:
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Q.S. Ash Shaff (61) : 2-3)
5. Kemampuan spiritual yang tidak berfungsi
Manhaj pengajaran dan pendidikan yang ada di dalam sekolah, perguruan
tinggi dan masyarakat kita tidak dapat membantu dalam pembentukan Konsep
Robbani (al Ma’aanii ar Rabbani) di dalam diri kita.
” Bahwa Sistem Pendidikan Sekolah Modern terkadang telah membuka mata
para generasi muda pada berbagai hakikat dan makrifat. Akan teapi sitem itu
tidak pernah mengajarkan bagaimana mata ini menangis dan hatinya khusu.
Masalah – masalah lain yang timbul adalah dari pada diri setiap mahasiswa itu
sendiri, yang diantaranya karena kurangnya pengetahuan yang tentang islam
dan lemahnya akidah dalam diri setiap individu yang mengakibatkan: mudah
terpengaruh budaya hidup Non-Islam, kurangnya kebanggaan terhadap islam,
dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai