Anda di halaman 1dari 121

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN

KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS


DI WILAYAH CIPUTAT TAHUN 2014

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Oleh:

DESY FITRI MAULIDIA


1110104000030

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN


KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA
TUBERKULOSIS DI WILAYAH CIPUTAT TAHUN 2014

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi


Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh:
Desy Fitri Maulidia
NIM: 1110104000030

Pembimbing I Pembimbing II

Nia Damiati, S.Kp., MSN Karyadi, PhD


NIP: 19790114 200501 2 007 NIP: 19710903 200501 1 007

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN


KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA
TUBERKULOSIS DI WILAYAH CIPUTAT TAHUN 2014
Telah disusun dan dipertahankan dihadapan tim penguji

Desy Fitri Maulidia


NIM: 1110104000030

Pembimbing I Pembimbing II

Nia Damiati, S.Kp., MSN Karyadi, PhD


NIP: 19790114 200501 2 007 NIP: 19710903 200501 1 007

Penguji I Penguji II

Ernawati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB Karyadi, Ph.D


NIP:19731106 200501 2 003 NIP: 19710903 200501 1 007

Penguji III

Nia Damiati, S.Kp., MSN


NIP: 19790114 200501 2 007
LEMBAR PENGESAHAN
SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Ns. Waras Budi Utomo, SKp. MKM


NIP: 19790520 200901 1 012

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc) dr. M. Kamil Tajudin, Sp. And


LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Juli 2014

materai

Desy Fitri Maulidia


RIWAYAT HIDUP

Nama : Desy Fitri Maulidia

Tempat/Tanggal Lahir : Pontianak, 21 Agustus 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Parit Bunga Baru Desa Madusari RT 002/RW 001

Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat


Telepon : 085772475953

Email : nenglidya@gmail.com

nenglidya@rocketmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. 1998-2004 : MI Miftahul Huda


2. 2004-2007 : MTs Miftahul Huda
3. 2007-2010 : SMA Darul „Ulum 2 BPPT Jombang
4. 2010-2014 : S-1 Ilmu Keperawatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Halaman Persembahan

Bagai sebuah gelas kosong, aku datang ke dunia baru ini,

Bagai bayi yang baru lahir aku hadir ditengah-tengah orang hebat,

Kurang dari sedikit bekal aku bawa, sebagai bekal modal awal aku
meminta ilmu yang lebih pada guruku.

Kini aku tau apa yang tak aku tau

Aku mengerti apa yang tak ku mengerti

Dan aku memahami apa yang aku tidak pahami

Karena tanpamu apa jadinya aku

Satu keyakinanku, guruku takkan membiarkanku sama seperti aku


dulu.

Satu keyakinanku, ridho’ doa orang tuaku takkan putus kepadaku.


FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING OF
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduated Thesis, July 2014

Desy Fitri Maulidia, NIM: 1110104000030

Relationship between Family Support and Medication Adherence in


Tuberculosis Sufferers in Ciputat Area Year 2014

xvii + 80 pages + 9 Tables + 4 Charts + 1 image + 6 Attachments

ABSTRACT

Introduction: High number of tuberculosis (TB) cases and low number of


medication achievement which one of cause is drop out makes the treatment
longer. Besides, the number of Multi Drug Resistance (MDR) and complication of
TB will high. Methods: This quantitative cross sectional study was taken from 69
respondent by total sampling at two health centers under the Department of Health
South Tangerang in June 2014. The data was collected through two
questionnaires, they are Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS) and
family support questionnaire. Analyze: Analyze was used univariate and Chi
Square test for bivariate. Result: Persentage of respondents with good family
support are 60.9%, respondents with bad family support are 39.1%. Persentage of
respondents with good medication adherence are 73.9%, and bad medication
adherence are 26.1%. The data result obtained p value = 0.00 which is less than
0.05. Discussion: there is significant relationship between the variables of family
support to variable medication adherence. However, involving the family within
the treatment is best recommend on medication treatment.

Keyword: Family Support, Medication Adherence, Tuberculosis


Reference: 72 (year 2003-2013)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2014

Desy Fitri Maulidia, NIM: 1110104000030

Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada


Penderita Tuberkulosis di Wilayah Ciputat Tahun 2014

xii + 80 halaman + 9 Tabel + 4 bagan + 1 gambar + 6 lampiran

ABSTRAK

Latar Belakang: Tingginya kasus tuberkulosis (TB) dan rendahnya angka


capaian pengobatan yang salah satunya diakibatkan putus obat menyebabkan
pengobatan memakan waktu yang lebih lama. Selain itu, dapat menyebabkan
tingginya kasus Multi Drug Resistance (MDR) dan komplikasi lebih lanjut.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif cross sectional pada 69
responden dengan teknik total sampling di dua Puskesmas dibawah Dinas
Kesehatan Tangerang Selatan pada bulan Juni 2014. Pengumpulan data
menggunakan dua instrumen, yaitu kuesioner kepatuhan Morinsky Medication
Adherence Scale (MMAS) dan kuesioner dukungan keluarga. Analisis: Analisis
data menggunakan analisis univariat dan uji Chi Square pada analisis bivariat.
Hasil: Persentase responden yang memiliki dukungan baik sebesar 60,9%,
dukungan buruk sebesar 39,1%. Persentase responden yang patuh sebesar 73,9%,
dan tidak patuh sebesar 26,1%. Hasil uji Chi Square didapatkan nilai p value =
0,00 yakni lebih kecil dari 0,05. Kesimpulan: hitungan statistik bermakna atau
ada hubungan antara variabel dukungan keluarga terhadap variabel kepatuhan
minum obat. Sehingga disarankan untuk melibatkan keluarga dalam pengobatan.

Kata kunci: Dukungan Keluarga, Kepatuhan Minum Obat, Tuberkulosis


Daftar Bacaan: 72 (tahun 2003-2013)
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‟alamin, puji syukur Kehadirat Allah Azza wa Jalla

atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang

berjudul “Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada

Penderita Tuberkulosis di Wilayah Ciputat Tahun 2014” ini dapat diselesaikan

dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak

mengalami kesulitan namun berkat pertolongan dari Allah SWT serta bantuan,

bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat

diatasi. Untuk itu, tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. (hc) dr. M. Kamil Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep., MKM selaku Ketua Program Studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Nia Damiati, S.Kp., MSN selaku dosen pembimbing I dan Bapak Karyadi,

PhD selaku dosen pembimbing II, yang telah bersedia membimbing penulis

serta sabar, tekun, tulus, ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam

penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Ns. Uswatun Khasanah, MNS selaku dosen Pembimbing Akademik yang

selalu memberi arahan dari awal perkuliahan hingga saat ini.


5. Seluruh dosen dan staff akademik yang telah membantu penulis

menyelesaikan skripsi ini.

6. Abah (H. Abd. Qodir Albas) dan Umi (Sya‟diah Saiman), Yu Lail, Yu Ubai,

Icha, dan Ari yang selalu memberi dukungan meski jarak memisahkan kami.

7. Masyayikh Pondok Pesantren Darul „Ulum yang mengajarkan penulis tentang

dunia dan setelahnya.

8. Kementrian Agama yang sudah memberi saya kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan di tingkat perguruan tinggi hingga akhir masa studi.

9. Teman CSS PTN UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik pengurus maupun

anggota yang mendampingi penulis selama masa perkuliahan. Teman CSS

Nasional baik pengurus maupun anggota yang menjadi keluarga besar penulis

di CSS. Sahabat-sahabat PMII yang mengenalkan penulis tentang arti sebuah

perjuangan.

10. Unconditional friendship “My (Fidah, Fitri, Naila dan Nina) Rainbow” yang

selalu menyemangati serta menemani penulis dalam suka dan duka.

Neighbourhood kost Nok Adel dan Mamih Alif yang mendorong penulis

untuk selalu bangkit. Teman-teman PSIK angkatan 2010 yang selalu memberi

semangat dengan jargon “compaq”nya.

11. Seluruh pihak yang telah mendukung kelancaran skripsi ini hingga selesai.

Ciputat, Juli 2014

Penulis
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................. . i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................. v
RIWAYAT HIDUP ......................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................... vii
ABSTRACT ...................................................................................... viii
ABSTRAK ......................................................................................... ix
KATA PENGANTAR....................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................ xiv
DAFTAR BAGAN ........................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR........................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... xvii
BAB I : PENDAHULUAN............................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................. 1
B. Rumusan Masalah ................................................ 8
C. Tujuan Penelitian ................................................ 10
1. Tujuan Umum ................................................ 10
2. Tujuan Khusus ................................................ 10
D. Manfaat Penelitian ................................................ 10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................ 12
A. Tuberkulosis ............................................................ 13
1. Pengertian Tuberkulosis .................................... 13
2. Faktor-Faktor Terjadinya Tuberkulosis ............ 15
3. Patofisiologi Tuberkulosis.................................... 17
4. Pengobatan Tuberkulosis .................................... 20
B. Keluarga .................................................................... 27
1. Pengertian Keluarga.............................................. 27
2. Fungsi Keluarga ................................................ 30
3. Dukungan Keluarga.............................................. 31
C. Kepatuhan ............................................................ 34
1. Pengertian Patuh ................................................ 34
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan.... 36
D. Kerangka Teori......................................................... 41
E. Penelitian Terkait ..................................................... 43
BAB III : KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL ............................................................ 45
A. Kerangka Konsep .................................................... 45
B. Hipotesis .................................................................... 45
C. Definisi Operasional ................................................ 46
BAB IV : METODE PENELITIAN .............................................. 49
A. Desain Penelitian ...................................................... 49
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................. 49
C. Populasi dan Sampel................................................ 49
1. Populasi ................................................................ 49
2. Sampel .................................................................. 50
D. Pengumpulan Data ................................................ 51
E. Alat Pengumpulan Data .......................................... 51
F. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen
Penelitian .................................................................. 52
G. Pengolahan Data ...................................................... 54
H. Analisis Data Statistik ............................................. 55
I. Etika Penelitian ........................................................ 56
BAB V : HASIL PENELITIAN .................................................. 58
A. Gambaran Umum Populasi ................................... 58
B. Analisis Univariat ................................................... 59
1. Data Demografi .................................................. 59
2. Tabulasi Silang Variabel Demografi dengan
Kepatuhan ........................................................... 61
3. Variabel Dependen dan Independen ................... 62
C. Analisis Bivariat ...................................................... 63
1. Tabulasi Silang Variabel Dukungan Keluarga
terhadap Kepatuhan ............................................ 63
BAB VI : PEMBAHASAN ............................................................. 65
A. Analisis Data Demografi ........................................ 65
1. Gambaran Jenis Kelamin terhadap
Kepatuhan ......................................................... 65
2. Gambaran Usia terhadap Kepatuhan .................. 66
3. Gambaran Pekerjaan terhadap Kepatuhan ......... 67
4. Gambaran Pendidikan Terakhir terhadap
Kepatuhan ........................................................... 68
B. Analisis Variabel Dependen dan Independen ...... 68
1. Gambaran Dukungan Keluarga Penderita
Tuberkulosis ....................................................... 68
2. Gambaran Kepatuhan Minum Obat Penderita
Tuberkulosis ....................................................... 70
C. Analisis Hubungan antara Dukungan Keluarga
dengan Kepatuhan Minum Obat .......................... 71
D. Keterbatasan Penelitian ......................................... 72
BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN ..................................... 73
A. Kesimpulan .............................................................. 73
B. Saran ........................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 75
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sistem Klasifikasi TB ........................................................ 14


Tabel 2.2 Farmakoterapi yang umum digunakan pada pasien TB .... 22
Tabel 2.3 Panduan 2 OAT Kategori 1 ............................................... 23
Tabel 2.4 Panduan 2 OAT Kategori 1 ............................................... 23
Tabel 3.1 Definisi Operasional .......................................................... 47
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Data Demografi
di Wilayah Ciputat Juni 2014 ............................................ 59
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Demografi
dengan Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat
Juni 2014 ........................................................................... 61
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Dukungan dan
Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat Juni
2014 ................................................................................... 63
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan
Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat di Wilayah
Ciputat Juni 2014 ............................................................... 64
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Patoflow patofisiologi Tuberkulosis .................................. 20


Bagan 2.2 5 dimensi interaksi ketidakpatuahan ................................. 38
Bagan 2.3 Kerangka Teori ............................................................. 42
Bagan 3.1 Kerangka konsep ............................................................. 45
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Paket OAT KDT/FDC ................................................... 24


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat izin penelitian

Lampiran 2: Informed Consent

Lampiran 3: Kuesioner Dukungan Keluarga

Lampiran 4: Kuesioner Kepatuhan

Lampiran 5: Hasil uji validitas dan reliabilitas

Lampiran 6: Hasil analisis penelitian


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. TB juga terbagi atas dua macam yakni TB paru

dan TB ekstra paru (Ormerod dalam Gough, 2011). Peningkatan insiden TB

diketahui sebanyak 2 milyar orang (1/3 populasi di dunia) dan kejadian kasus

baru TB didunia sebanyak 8,6 juta (Lewis dkk, 2007). Pada tahun 1999, World

Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000

kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar 140.000. Di Amerika, ras

Asia memiliki angka TB paling tinggi dibanding ras lainnya yakni 29,3%

(Centers for Disease Control in US dalam Lewis dkk, 2007). Selain itu,

penyakit TB juga menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif,

kelompok ekonomi lemah, dan berpendidikan rendah. Semenjak tahun 2000,

TB dinyatakan oleh WHO sebagai reemergencing disease, karena angka

kejadian TB yang telah dinyatakan menurun pada tahun 1990-an kembali

meningkat.

Sebagaimana telah dilaporkan dalam laporan Penanggulangan TBC Global

yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, bahwa angka insidensi TB

pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan

46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Sedangkan angka

capaian kasus yang ditetapkan dalam Millenium Development Goal‟s

(MDG‟s) ialah sebesar 222 kasus /100.000 penduduk. Demikian pula dengan

dengan Indonesia, dimana angka insiden TB pada tahun 2011 masih mencapai

1
2

angka dibawah standar MDG‟s yakni sebesar 289 kasus /100.000 penduduk,

sebagaimana dalam laporan internasional menyatakan pula bahwa Indonesia

merupakan penyumbang kasus TB terbesar ketiga setelah Cina dan India

(Muttaqin, 2007). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992,

penyakit TB paru di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor dua

terbesar setelah penyakit jantung. Sebagian besar penderita TB paru berasal

dari kelompok masyarakat usia produktif dan berpenghasilan rendah

(Muttaqin, 2007). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995

menunjukkan bahwa penyakit TB adalah penyebab kematian nomor satu dari

golongan penyakit infeksi pada semua kelompok usia. Prevalensi penduduk

Indonesia yang didiagnosis TB paru menurut Riskesdas (2013) oleh tenaga

kesehatan adalah 0,4%, tidak berbeda dengan 2007 Lima provinsi dengan TB

paru tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,6%),

Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%) dan Papua Barat (0,4%). Meskipun begitu

harapan untuk hidup bisa diperkirakan sebanyak 22 juta sejak tahun 1995

hingga 2012 (WHO, 2013). Ini terjadi dikarenakan manajemen pengobatan

yang baik.

Penanggulangan di Indonesia dalam memecahkan masalah ini, yakni

dengan melakukan pembagian obat anti tuberkulosis (OAT) secara cuma-

cuma hanya saja terdapat beberapa masalah yang dijumpai seperti kesulitan

penemuan penderita TB paru BTA (+), drop out pengobatan dan

ketidakteraturan berobat. Apabila masalah-masalah ini tidak teratasi, maka

penderita tersebut akan terus menjadi sumber penularan (Perkumpulan

Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, 2012). Sedangkan panduan


3

pengobatan TB dari WHO menyatakan bahwa untuk pengobatan efektif dan

terapuetik dibutuhkan waktu selama 6 bulan (dengan syarat tertentu) dimana

tidak diperbolehkan ada kelalaian saat menjalani pengobatan tersebut (WHO,

2013).

Berdasarkan data dari Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat

Indonesia (BIMKMI) tahun 2009, angka capaian Indonesia dalam pemberian

obat ialah sebesar 91%, namun angka temuan kasus baru sekitar 71%, maka

pada tahun 2012 angka capaian pengobatan menurun menjadi 87% dengan

temuan kasus baru 40,47% (Departemen Kesehatan, 2013). Ini menandakan

bahwa Indonesia bisa melakukan pengobatan namun masih kurang terhadap

controlling. Salah satu tantangan dalam pengobatan ini ialah kurang patuhnya

penderita dalam minum obat itu sendiri akibatnya angka Multi Drug

Resistance akan semakin tinggi (BIMKMI, 2012).

Angka capaian pengobatan yang lengkap dan sembuh di Indonesia masih

rendah yaitu sebesar 6,6%, sedangkan di Banten yang merupakan provinsi

yang membawahi cakupan populasi peneliti sebesar 6,1% (Kemenkes RI,

2012). Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari

responden patuh (37,3%) menjalani pengobatan TB baik fase intensif maupun

fase lanjutan, sedangkan sebagian besar responden (62,7%) tidak patuh

menjalani pengobatan TB (Nursiswati, 2013). Sejalan dengan Drug resistant

survey (DRS) TB yang dilakukan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2006

menunjukkan bahwa estimasi TB Multi Drug Resistance (MDR) diantara

kasus TB Baru sebesar 1,8% dan pada kasus pengobatan ulang sebesar 17,1%.
4

Hasil sementara DRS yang sedang berjalan di Provinsi Jawa Timur juga

menunjukkan hasil yang mendekati.

Pengobatan yang tidak teratur atau kelalaian dalam mengkonsumsi obat,

pemakaian OAT yang tidak atau kurang tepat, maupun pengobatan yang

terputus dapat mengakibatkan resistensi bakteri terhadap obat. Pengobatan

yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu pun,

juga diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti

tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance (MDR). Hal ini yang harus

dicegah dan ditanggulangi di Indonesia.

Besarnya masalah resistensi terhadap obat TB dan permasalahan

multidrug-resistant tuberculosis tuberculosis (MDR-TB) hingga saat ini masih

tercatat pada level tertinggi. Fakta tersebut mengacu pada laporan terbaru dari

World Health Organization (WHO) yang menampilkan temuan tersebut

berdasarkan survey mengenai resistensi terhadap obat TB. Demikian seperti

dikuti dari situs resmi badan kesehatan dunia tersebut.

Laporan Anti-Tuberculosis Drug Resistance in the World, didasarkan pada

informasi yang dikumpulkan antara tahun 2002-2006 pada 90.000 penderita

TB di 81 negara. Laporan tersebut juga menemukan bahwa extensively drug-

resistant tuberculosis (XDR-TB), salah satu yang hampir tidak dapat diobati

dari penyakit saluran pernapasan, telah tercatat di 45 negara.

TB MDR adalah kasus TB yang sudah resisten terhadap 2 komponen obat

utama TB lini pertama yaitu Rifampicin dan Isoniazid, sedangkan TB XDR

adalah kasus TB yang sudah resisten MDR ditambah resisten terhadap 1 atau

lebih obat TB lini kedua. Pengobatan TB MDR menggunakan obat TB lini


5

kedua yang penggunaannya diawasi oleh WHO dengan ketat selama 18-24

bulan. Estimasi jumlah penderita TB MDR kasus baru dan pengobatan ulang

adalah 6100 (WHO, 2013). Indonesia menempati urutan ke 16 diantara 22

negara yang mempunyai beban tinggi untuk MDR TB, sedikitnya sudah ada

ditemukan 8 kasus TB XDR di Indonesia (WHO, 2013).

Komplikasi tuberkulosis yang serius dan meluas saat ini adalah

berkembanganya basil tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi

obat yang dapat menyebabkan keparahan bahkan tuberkulosis ekstra paru

seperti efusi pleura, TB perikarditis, pneumotorax, TB meningitis, TB

spodilitis, TB pencernaan, dan TB saluran kemih (Mbata, 2013). Sehingga

siapapun yang terpajan dengan galur basil ini, juga dapat menderita TB

resisten multi-obat, yang dalam beberapa tahun dapat mengakibatkan

morbiditas bahkan kematian. Jika sudah demikian, akan memerlukan terapi

yang lebih banyak dan mahal dengan kecenderungan mengalami kegagalan

(Corwin, 2008).

Resistensi terhadap obat dikarenakan perilaku penderita yang tidak patuh

saat pengobatan. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut ialah adanya

dukungan dari lingkungan termasuk sosial dan tenaga kesehatan sebagai

penyampai informasi kepada penderita (WHO, 2003). Perawat sebagai tenaga

kesehatan amat berperan saat menjelaskan pada klien tentang pentingnya

berobat secara teratur sesuai dengan jadwal sampai sembuh. Selain usaha

pencegahan dan menemukan penderita secara aktif-pun seharusnya juga perlu

lebih ditingkatkan dalam rangka memutuskan rantai penularan (Muttaqin,

2007).
6

Penelitian oleh Ahsan dkk., tahun 2012 menyatakan bahwa salah satu

faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan pada penderita dengan

penyakit kronik ialah adanya dukungan keluarga yang baik. Dukungan

keluarga sangat diperlukan terutama pada penderita TB yang juga merupakan

penyakit kronik dan mengharuskan ia mengkonsumsi obat dengan jangka

waktu yang lama, karena keluarga merupakan lini pertama bagi penderita

apabila mendapatkan masalah kesehatan atau meningkat kesehatan itu sendiri.

Merupakan salah satu fungsi keluarga untuk mendukung anggota keluarga

yang sakit dengan berbagai cara, seperti memberi dukungan dalam

mengkonsumsi obat (Plos Medicine, 2007).

Begitu pula penelitian oleh Warsito (2009) yang mengatakan bahwa

dukungan keluarga berpengaruh pada kepatuhan minum obat pada pasien TB

dalam fase intensif. Berbeda dengan penelitian kali ini dimana kedua fase,

baik intensif maupun lanjutan akan dilihat bagaimana tingkat kepatuhannya.

Kecenderungan penderita untuk bosan dan putus obat saat pengobatan karena

sudah memakan waktu lama merupakan salah satu faktor ketidakpatuhan itu

sendiri.

Dukungan keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial. Individu yang

termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri),

orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan, dan konselor.

Beberapa pendapat mengatakan kedekatan dalam hubungan merupakan

sumber dukungan sosial yang paling penting (Rodin dan Salovey dalam Smet

dalam Nursalam, 2007).


7

Secara fungsional dukungan sosial mencakup dukungan emosional dengan

mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi nasihat atau informasi, dan

pemberi bantuan material (Ritter dalam Smet dalam Nursalam, 2007).

Dukungan sosial juga terdiri atas pemberian informasi baik dengan memberi

nasihat verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan

oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai

manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima (Gottlieb dalam

Smet dalam Nursalam, 2007)

Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan menggunakan

pengambilan data primer dengan cara deep interview di Puskesmas Ciputat

Timur didapatkan bahwa dari 4 orang yang sedang menjalani pengobatan

kategori 1, 1 diantaranya sadar akan pentingnya patuh, dan 3 lainnya

cenderung untuk tidak patuh. Kemudian 2 dari 3 yang memiliki kecendrungan

tidak patuh, memiliki dukungan keluarga yang kurang baik, 1 lainnya

memiliki dukungan keluiarga yang baik. Salah satu alasan penderita untuk

tidak patuh ialah bahwa penderita yang meski tinggal dengan suami sebagai

keluarga terdekatnya, kurang memberikan dukungan dalam hal pengobatan

sehingga kekonsistenan penderita dalam mengkonsumsi obat dalam sehari

tidak terkontrol. Ini menandakan bahwa masih banyak penderita yang tidak

patuh terhadap pengobatan TB, meskipun sudah dicanangkan secara nasional

dan cuma-cuma.

Pada penelitian Glick et. al (2011), dari 10 penderita yang tidak memiliki

keluarga tidak ada yang berhasil dalam pengobatannya dibandingkan dengan

penderita yang memiliki keluarga, artinya secara tidak langsung keberadaan


8

keluarga menjadi sangat diperlukan bagi penderita yang dengan pengobatan

jangka lama. Namun yang menjadi konsen peneliti ialah apakah keluarga

benar-benar mendukung proses pengobatan penderita baik yang sedang dalam

fase intensif maupun fase lanjutan, kategori 1 maupun kategori 2 sehingga

tidak hanya keberadaan keluarga yang dilihat, namun dukungan serta

kepedulian keluarga akan menjadi salah satu pertimbangan saat penderita akan

memulai rencana pengobatan.

Beradasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis ingin meneliti

pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita

TB dengan judul “Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan

Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis di Wilayah Ciputat Tahun 2014”.

B. Rumusan Masalah

Angka insiden TB pada tahun 2011 sebesar 289 kasus /100.000 penduduk,

angka ini masih mencapai angka dibawah standar MDG‟s yakni 222 kasus

/100.000, sebagaimana dalam laporan internasional menyatakan pula bahwa

Indonesia merupakan penyumbang kasus TB terbesar ketiga setelah Cina dan

India (Muttaqin, 2007). Hasil Riskesdas (2013) menyatakan prevalensi

penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru adalah 0.4%, begitupula hasil

Riskesdas tahun 2007 bahwa Banten memilik prevalensi penduduk dengan TB

sebesar 0.4%. Sedangkan capaian pengobatan yang lengkap dan sembuh di

Indonesia masih rendah yaitu sebesar 6,6%, wilayah Banten yang merupakan

provinsi yang membawahi cakupan populasi peneliti hanya sebesar 6,1%

(Kemenkes RI, 2012).


9

Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap

dimasa lalu pun, juga diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TB

terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance (MDR).

Hal ini yang harus dicegah dan ditanggulangi di Indonesia. Dengan terjadinya

MDR, basil tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi obat yang

dapat menyebabkan keparahan bahkan tuberkulosis ekstra paru seperti efusi

pleura, tuberkulsis perikarditis, pneumotorax, TB meningitis, TB spodilitis,

TB pencernaan, dan TB saluran kemih (Mbata, 2013).

Hasil dari studi pendahuluan menyimpulkan bahwa dari 3 penderita

dengan kecendrungan tidak patuh, 1 memiliki dukungan keluarga yang baik

dan 2 lainnya memiliki dukungan yang kurang baik. Hal ini mencerminkan

bahwa dukungan dapat mempengaruhi kepatuhan penderita dalam menjalani

pengobatan jangka panjang.

Dari paparan tersebut didapatkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

1. Bagaimana gambaran demografi jenis kelamin, usia, pekerjaan dan

pendidikan terakhir penderita TB di wilayah Ciputat?

2. Berapa perbandingan penderita yang patuh dan tidak patuh dalam

menjalani pengobatan?

3. Bagaimana gambaran dukungan keluarga terhadap penderita TB di

wilayah Ciputat?

4. Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat

kepatuhan pengobatan penderita TB?


10

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga terhadap

tingkat kepatuhan minum obat anti TB pada penderita TB.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi demografi jenis kelamin, usia, pekerjaan dan

pendidikan terakhir penderita TB di wilayah Ciputat.

b. Mengidentifikasi perbandingan penderita yang patuh dan tidak patuh

dalam menjalani program pengobatan.

c. Mengidentifikasi gambaran dukungan keluarga terhadap penderita TB

di wilayah Ciputat.

d. Mengidentifikasi hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat

kepatuhan pengobatan penderita TB

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Perawat

Memberikan informasi pentingnya dukungan keluarga terhadap kepatuhan

pengobatan. Meningkatkan peran perawat khususnya dalam meningkatkan

kepatuhan penderita yang dapat digunakan untuk panduan dalam upaya

pencegahan penderita kambuh dengan memberikan konseling kepada

keluarga sehingga mengetahui cara merawat keluarga mereka yang

mengalami Tuberkulosis.
11

2. Bagi Puskesmas

Sebagai masukan dalam penyusunan program khususnya penderita

kambuh terkait dengan pengoptimalan peran keluarga dalam merawat

keluarga yang sakit dalam upaya penanggulangan TB.

3. Bagi Penderita dan Keluarga

Sebagai saran dan gambaran kepada penderita tentang pentingnya

kepatuhan dalam program pengobatan jangka panjang. Serta

memberitahukan keluarga, bahwa dukungan yang positif dapat

meningkatkan kepatuhan penderita sehingga tujuan pengobatan dapat

tercapai.

4. Bagi Penelitian Selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peniliti lain untuk kepentingan

pengembangan ilmu berkaitan dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

agen infektif spesifik (organisme dan mikro-organisme) serta manifestasi

kliniknya merupakan karakteristik penyakit tertentu. Penyakit ini dapat menular

baik langsung maupun tidak langsung dari satu orang ke orang lain atau dari

hewan ke orang (Van Den Berg dan M. J. Viljoen, 2007). Selain merupakan

penyakit menular, TB juga digolongkan sebagai penyakit kronik karena jangka

waktu yang diperlukan untuk sembuh dengan pengobatan secara farmako

membutuhkan waktu minimal 6 bulan (WHO, 2013).

Ketidakpatuhan terhadap pengobatan penyakit kronik memberikan

dampak negatif baik secara klinis maupun finansial. Sebuah penelitian

menunjukkan bahwa ketidakpatuhan pengobatan merupakan penyebab utama

terjadinya hospitalisasi, morbiditas dan mortalitas di berbagai populasi dan

penyakit (Botelho, RJ, Fam Pract, 1992; Wu, DK, Chung, Lennie, 2008 dalam

Scheurer, 2010). Beberapa penelitian dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan

dalam pengobatan, namun hanya beberapa yang efektif. Salah satunya dukungan

sosial yang memiliki hubungan dalam meningkatkan status kesehatan salah

satunya kepatuhan pengobatan (Centers of Disease Control’s Noon Conference,

2013). Salah satu dukungan sosial ialah dukungan keluarga, dimana hal tersebut

menjadi fokus penelitian pada kali ini.

12
13

A. Tuberkulosis

1. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) merupakan airborne infection yang disebabkan

oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, pada umumnya menyerang

bagian paru dengan cara penularannya secara inhalasi/droplet (yaitu pada

saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, bernyanyi atau

bernafas) serta ditandai oleh beberapa gejala saat fase aktif (Centers of

Disease Control’s Noon Conference, Javis dalam McLafferty, 2013;

Gough, 2011; Gordon dan Mwandumba dalam Mc Lafferty, 2013; WHO,

2013). Gejala yang timbul pada penderita TB pada saat bakteri tersebut

aktif, dimana pada orang yang sehat (memiliki sistem imun yang baik)

infeksi Mycobacterium tuberculosis tidak menimbulkan gelaja apapun,

namun pada orang yang positif terinfeksi TB paru biasanya ditandai

dengan batuk (disertai sputum atau darah), haemoptosis, susah nafas,

letargi, malaise, nyeri dada, kelemahan, hilang berat badan, demam dan

berkeringat di malam hari (WHO, 2013; Health Protection Agency dalam

Gough, 2011). Apabila terdapat gejala tersebut pada satu penderita yang

mengindikasikan TB, maka dapat dilakukan pemeriksaan X-Ray dan kultur

sputum (Jarvis dalam McLafferty, 2013).

Penyakit tuberkulosis dapat menyerang manusia mulai dari usia

anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-

laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada

penderita yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga

masuknya cahaya matahari kedalam rumah sangat minim. Tuberkulosis


14

pada anak dapat terjadi di usia berapa pun, namun, usia paling umum

adalah antara 1-4 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada

usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja

dimana TB paru-paru menyerupai kasus pada penderita dewasa (sering

disertai kavitas pada paru-paru) (Somantri, 2007).

Terdapat 2 jenis penderita dengan TB: 1) Penderita dengan infeksi

TB namun tidak ada tanda dan gejala yang muncul, dikarenakan bakteri

belum aktif (dorman) biasa disebut masa laten. 2) Penderita yang terinfeksi

dan sakit, ditandai dengan adanya tanda dan gejala yang muncul

dikarenakan bakteri sudah aktif menyerang (CDC, 2012; Gough, 2011).

Secara terperinci klasifikasi TB ditampilkan pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1: Sistem Klasifikasi TB (CDC, 2000 dalam Price dan Lorraine,
2005)
Kelas Tipe Keterangan
0 Tidak ada pajanan TB Tidak ada riwayat terpajan
Tidak terinfeksi Reaksi terhadap tes kulit tuberkulin
negatif
1 Terpajan TB Riwayat terpajan
Tidak ada bukti infeksi Reaksi tes kulit tuberkulin negatif
2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberkulin positif
Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri negatif (bila
dilakukan).
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik,
atau radiografik TB aktif
3 TB, aktif secara klinis Biakan M. Tuberculosis (bila
dilakukan)
Sekarang terdapat bukti klinis
bakteriologik, atau radiografik
penyakit
4 TB, tidak aktif secara klinis Riwayat episode TB, atau
Ditemukan radiografi yang abnormal
atau tidak berubah; reaksi tes kulit
tuberkulin positif; dan
Tidak ada bukti klinis atau
radiografik penyakit sekarang
15

Kelas Tipe Keterangan


5 Tersangka TB Diagnosa ditunda; pasien seharusnya
tidak boleh berada di kelas ini lebih
dari 3 bulan

2. Faktor-Faktor Terjadinya Tuberkulosis

Hiswani dalam Sahat (2010) mengatakan pada penelitiannya bahwa

keterpaparan penyakit TB pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti: status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin dan

faktor sosial lainnya.

a. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor ini sangat erat kaitannya dengan keadaan rumah, kepadatan

hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat kerja

yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga

sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil

membuat orang tidak dapat layak dengan memenuhi syarat-syarat

kesehatan.

b. Status Gizi

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat

besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang

sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. Keadaan ini

merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik

pada orang dewasa maupun anak-anak.

c. Umur

Penyakit TB paling sering ditemukan pada usia muda atau usia

produktif 15-50 tahun. Terjadinya transisi demografi saat ini


16

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Usia

lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun,

sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit

TB. Penyebab penyakit pada lanjut usia (lansia) pada umumnya

berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan pada orang dewasa

berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada

lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh

akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingaa prodeksi

hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh

menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena

infeksi. Sering pula, penyakit dari satu jenis (multipalogi), dimana satu

sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan

memperberat (Maryam, R.S dkk., 2008).

d. Jenis Kelamin

Penderita TB cenderung lebih, tinggi pada laki-laki dibandingkan

perempuan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi

karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat

menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar

dengan agent penyebab TB paru.

Public Health Agency of Canada (2010) menyatakan bahwa selain

faktor diatas, gaya hidup merokok juga dapat memperparah penyakit TB

dikarenakan asap rokok dapat menyerang paru-paru dalam 3 cara:

1) Asap rokok merusak paru-paru dan dapat membuat perokok lebih

rentan terhadap infeksi TB.


17

2) Asap rokok merusak sistem imun tubuh, yang berarti perokok kurang

mampu melawan infeksi TB.

3) Asap rokok mengurangi efektifitas pengobatan TB yang dapat

memperlama periode infeksi atau memperparah infeksi.

Curry (2007), menyebutkan bahwa dalam mengendalikan infeksi TB

diperlukan pula pengendalian lingkungan, dengan beberapa anjuran yaitu:

(a) Menggunakan ventilasi untuk mengurangi risiko penyebaran TB. (b)

Ventilasi alami dan kipas angin. (c) Menggunakan aliran udara mengarah

keluar untuk mengurangi risiko penyebaran TB. (d) Sistem ventilasi pusat.

(e) Menggunakan tekanan negatif untuk mengurangi risiko penyebaran

TB. (f) Menggunakan Ultraviolet Germicidal Irradiation (UVGI) untuk

mengurangi risiko penyebaran TB; dan (g) Upper Air UVGI And High-effi

ciency Particulate Air (HEPA) Filter Units.

3. Patofisiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh sekelompok bakteri yang

disebut Mycobacterium. Mikobakteria yang menyebabkan TB pada

manusia adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan

Mycobacterium africanum. TB dapat menyerang bagian tubuh manapun.

Jika menyerang sisi tubuh, termasuk paru-paru, maka disebut TB milier

(Ormerod dalam Gough, 2011). Sedangkan TB yang menyerang selain

paru disebut TB extra-pulmonal. TB pulmonal ditemukan hampir 60%

dari kasus penyakit (Departement of Health dalam Gough, 2011) dan


18

penularannya karena transmisi infeksi (Gordon and Mwandumba dalam

Gough, 2011).

Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria kecil tidak

berspora, bentuk batang (agak cembung) yang disebut basil, organisme

gram positif asam, yang memiliki dinding sel kaya lipid (Grange dalam

Gough, 2011). Merupakan organisme aerob, sehingga lebih suka

menyerang paru-paru (Pratt 2003 dalam Gough, 2011). Selain

mikobakteria di atas, ada mikobakteria yang tidak dapat menyebabkan TB.

Mikobakteria ini terdapat di tanah, air, debu, dan binatang. Namun dapat

menyebabkan keparahan jika ada kerusakan paru sebelumnya karena

mengalami immunocompremise seperti HIV (Banks and Campbell dalam

Gough, 2011).

Ketika basil masuk kedalam alveoli akan ada reaksi inflamasi lokal

dan fokus primer infeksi. Perpaduan keduanya ini disebut Ghon, dimana

selanjutnya akan berkembang menjadi granuloma dan isi penuh dengan

mikobakteria (Schwander and Ellner dalam Gough, 2011). Peradangan ini

jika terus-menerus terjadi maka akan terjadi pneumonia akut yang

selanjutnya akan berkembang menjadi infeksi tuberkulosis yang ditandai

gejala umum pada TB (Sylvia, 2005). Selama infeksi primer beberapa

bakteri melewati nodus limfe regional pada hilum, yang merupakan tempat

pembuluh darah dan syaraf menuju paru-paru. Dari sinilah yang nantinya

akan menjadi asal terjadinya TB sekunder atau TB ekstra paru-paru.

Secara kolektif, nodus limfe yang membesar dan Ghon disebut kompleks

primer (Pratt dalam Gough, 2011). Pembentukan granuloma merupakan


19

mekanisme pertahanan alami dari tubuh yang bertujuan untuk mengisolasi

infeksi. Sehingga lingkungan seperti ini diharapkan akan menghambat

replikasi basilus dan menghentikan infeksi (Lucas dalam Gough, 2011).

Infeksi primer pada penderita dewasa imunokompeten yaitu

penderita dengan imunitas host yang tinggi, mikobakteria terbunuh atau

tidak dapat bereplikasi (Gordon and Mwandumba dalam Gough, 2011).

Sehingga mayoritas orang yang terserang TB tidak akan mengalami tanda

dan gejala, 70% orang yang imunokompeten dapat membasmi basil

keseluruhan. Sedangkan sisa bakteri yang masih ada disebut sebagai

infeksi TB laten dimana bakteri tidak terbunuh, tetapi mengalami

dormansi. Namun, 5-10% penderita dengan TB laten dapat menjadi aktif

kembali (Health Protection Agency dalam Gough, 2011). Individu dengan

infeksi TB laten tidak terlihat sakit dan terinfeksi. Namun jika bakteri

mulai mengganda selama beberapa bulan atau tahun kemudian, maka

dapat menjadi aktif dan gejala sakit serta infeksi mulai terlihat (National

Institute for Health and Clinical Excellence dalam Gough, 2011). Jika

digambarkan, patofisiologi terjadinya infeksi tuberkulosis sebagaimana

pada bagan 2.1:


20

Mycobacterium bovin Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium africanum

Bagan 2.1: Patoflow patofisiologi Tuberkulosis (kombinasi Sylvia, 2005


dan Gough, 2011)

4. Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TB berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka

waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah

timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi.

Menurut ATS (Price, 2005), tiga prinsip dalam pengobatan TB yang

berdasarkan pada: (a) Regimen harus termasuk obat-obat multipel yang

sensitif terhadap mikroorganisme. (b) Obat-obatan harus diminum secara

teratur; dan (c) Terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu
21

yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling

aman dalam waktu yang paling singkat. Dan faktor penting untuk

keberhasilan pengobatan adalah ketaatan penderita dalam meminum

regimen obat.

Menurut Connolly et al. (2007), penggunaan obat dengan jangka

waktu yang lama ini didasarkan pada sifat bakteri, dimana Mycobacterium

Tuberculosis memiliki: antibiotic indifference, biofilms, dormancy,

latency, persisters, dan phenotypic antibiotic resistance. Masing-masing

sifat ini dijelaskan dibawah ini:

a. Antibiotic indifference adalah sub tipe resistensi bersifat fenotip

terhadap antibiotik, yang dikarenakan terjadi penurunan atau tidak

adanya pertumbuhan bakteri pada koloni bakteri. Umumnya

merupakan respon terhadap kondisi lingkungan yang merugikan,

seperti adanya reaksi pertahanan host terhadap antibiotik.

b. Biofilms adalah pembungkus bakteri yang berbentuk multiseluler yang

bertujuan untuk mencegah antibiotik merusak gen bakteri.

c. Dormancy adalah kata lain dari saat tidak bereplikasi (nonreplicating).

Tujuannya untuk bisa menetap di dalam host, sehingga tidak dapat

dikenali baik oleh sistem imun maupun antibiotik. Karena pada saat

tidak bereplikasi antibiotik tidak akan bereaksi, dengan kata lain

antibiotik dapat berfungsi ketika ada replikasi atau pergerakan dari

bakteri.

d. Latency adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis tanpa adanya

gejala secara klinis.


22

e. Persisters adalah kejadian dimana bakteri dapat meningkat dalam

jumlah banyak dan menurun atau bahkan tidak berkembang.

f. Phenotypic antibiotic resistance merupakan istilah umum untuk

fenomena dimana bakteri memiliki gen yang homogen dengan

antibiotik sehingga antibiotik tidak sensitif terhadap bakteri.

Pada dasarnya standar yang digunakan untuk pengobatan TB aktif

membutuhkan waktu selama 6 atau 9 bulan (CDC, 2012; Gough, 2011;

WHO, 2013) dengan beberapa macam farmakoterapi. Berikut 4 obat yang

umum digunakan untuk pengobatan TB beserta dosisnya, sebagaimana

tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2: Farmakoterapi yang umum digunakan pada pasien TB


Obat Kategori Dosis
Rifampicin Bakterisid < 50 kg = 450 mg/hari
> 50 kg 600 mg/hari
Isoniazid Bakterisid 300 mg/hari
Pyrazinamid Bakterisid < 50 kg = 1,5 g/hari
> 50 kg = 2 g/hari
Etambutol Bakteriostatik 15 g/kgBB

Selama pengobatan, terdapat 2 fase pengobatan; pertama yaitu

pengobatan dengan menggunakan isoniazid, rifampicin, pyrazinamid dan

etambutol selama 2 bulan. Kedua ialah pengobatan hanya menggunakan

isoniazid dan rifampicin selama 4 bulan (British National Formulary

dalam McLafferty, 2013). Hal ini dilakukan secara kontinu diharapkan

baik bakteri yang aktif maupun yang dorman dapat musnah (McLafferty,

2013). Secara terperinci berdasarkan berat badan, pengobatan tuberkulosis

dijelaskan pada tabel 2.3 berikut.


23

Tabel 2.3: Panduan 1 OAT Kategori 1


Berat Badan Terapi Intensif Terapi Lanjutan
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
*keterangan:
RHZE = Rifamphicin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol
RH = Rifamphicin, Isoniazid
KDT = Kombinasi Dosis Tetap

Penggunaan dosis obat selain berdasarkan pada berat badan, juga

didasarkan pada lama pengobatan yang terbagi menjadi 2 tahap,

sebagaimana tabel 2.4 berikut.

Tabel 2.4: Panduan 2 OAT Kategori 1


Pengobatan Dosis per hari/kali
Jumlah
isoniazid rifampisin pirazinamid etambutol
Tahap Lama obat
@300 mgr @450 mgr @500 mgr @250 mgr
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

a. Tahapan Pengobatan Tuberkulosis (Depkes RI, 2006)

1. Tahap Awal (Intensif)

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan

perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi

obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi

BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama yaitu 4 bulan. Tahap
24

lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan

b. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia (Depkes RI, 2006)

1. Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:

a. Kategori 1 = 2(HRZE)/4(HR)3.

b. Kategori 2 = 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

c. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan

(HRZE)

d. Kategori Anak: 2HRZ/4HR

2. Panduan OAT kategori -1 dan kategori -2 disediakan dalam bentuk

paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) atau fix dose

combination (FDC). Penderita hanya mengkonsumsi satu tablet

obat anti TB dalam satu hari ditambah dengan pemberian vitamin

B6 10 mg. Baik tahap intensif maupun lanjutan tetap memiliki

jangka waktu sama masing-masing 2 bulan, yakni 24 kali

pengobatan dan 4 bulan, yakni 44 kali pengobatan (Depkes RI,

2007).

Paket untuk tahap intensif Paket untuk tahap lanjutan


Gambar 2.1: Paket OAT KDT/FDC
25

3. Paket Kombipak: Adalah paket obat lepas yang terdiri dari

Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas

dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk

digunakan dalam pengobatan penderita yang mengalami efek

samping OAT KDT.

c. Panduan OAT dan Peruntukannya (Depkes RI, 2006)

1. Kategori -1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk penderita baru:

a. Penderita baru TB paru BTA positif

b. Penderita TB paru BTA negatif foto toraks positif

c. Penderita TB ekstra paru

2. Kategori -2 (2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)

Panduan OAT ini diberikan untuk penderita BTA positif yang telah

diobati sebelumnya:

 Penderita kambuh

 Penderita gagal

 Penderita dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

3. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap

intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Panduan OAT Sisipan Penggunaan OAT lapis kedua misalnya

golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan

kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada penderita baru tanpa


26

indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah

daripada OAT lapis pertama. Disamping itu, dapat juga

meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

d. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB (Depkes RI, 2006)

1. Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa

dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.

Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan

dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan

pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk

memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.

LED hanya melihat tingkat inflamasi dan sebagai screening test

adanya inflamasi dalam tubuh, sehingga tidak bisa menentukan

jenis infeksi. LED biasanya meningkat pada infeksi TB (Ukpe, I S.

dan L. Southern, 2006). Untuk menentukan diagnosa dan memantau

kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak

dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif

bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif

atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut

dinyatakan positif.

2. Hasil Pengobatan Penderita TB

a. Sembuh: Penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara

lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya


27

negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up

sebelumnya

b. Pengobatan Lengkap: Adalah penderita yang telah

menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak

memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

c. Meninggal: Adalah penderita yang meninggal dalam masa

pengobatan karena sebab apapun.

d. Pindah: Adalah penderita yang pindah berobat ke unit dengan

register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak

diketahui.

e. Default (Putus Berobat): Adalah penderita yang tidak berobat 2

bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya

selesai.

f. Gagal: Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif

atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih

selama pengobatan.

B. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang saling bergantung

satu sama lain baik dukungan secara emosional, fisik, finansial dan

anggota keluarga mengakui dirinya (Stanhope dan Jeanette, 2004).

Menurut KBBI, keluarga adalah: (a) Ibu dan bapak beserta anak-anaknya,

seisi rumah. (b) Orang seisi rumah yang menjadi tanggungan; dan (c)
28

Sanak saudara beserta kerabat. Dalam Suprajitno (2004), beberapa

pengertian keluarga yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:

a. Friedman (1998)

Menurut Friedman (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau

lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional

dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan

bagian dari keluarga.

b. Sayekti (1994)

Pakar konseling keluarga di Yogyakarta, Sayekti (1994)

mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas

dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup

bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah

sendirian dengan atau tanpa anak baik anaknya sendiri atau adopsi dan

tinggal dalam sebuah rumah tangga.

c. UU No. 10 tahun 1992

UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera menyatakan pengertian keluarga

adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau

suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan

anaknya.

Di Indonesia sendiri menekankan bahwa keluarga harus dibentuk

atas dasar perkawinan sebagaimana dalam PP No. 21 tahun 1994 bahwa

keluarga dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah. Sedangkan

dalam Ali (2009) beberapa pengertian keluarga sebagai berikut:


29

a. Duval (1972): Sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan

mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan

fisik, mental, dan emosional serta sosial individu yang ada didalamnya,

dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya

ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum.

b. Departemen Kesehatan RI (1988): Unit terkecil dari masyarakat yang

terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta

tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling

bergantung.

c. Bailon dan Maglaya (1989): Dua atau lebih individu yang bergabung

karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah

tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan

menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

d. Burgess dan kawan-kawan (1963): 1) Keluarga terdiri dari orang-orang

yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan ikatan adopsi. 2)

Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama dalam satu

rumah tangga atau jika hidup secara terpisah, mereka tetap

menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. 3) Anggota

keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya

dalam peran sosial. 4) Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang

sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri

unik tersendiri.
30

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga

merupakan satu kesatuan akibat adanya ikatan baik perkawinan, darah,

ataupun adopsi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi baik dari

segi emosional, fisik, dan finansial.

Ciri-ciri keluarga menurut Robert Maclver dan Charles Morton Page (Ali,

2009):

a) Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

b) Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan

hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.

c) Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (nomenclatur), termasuk

penghitungan garis keturunan.

d) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-

anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai

keturunan dan membesarkan anak.

e) Keluarga mempunyai tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah

tangga.

2. Fungsi Keluarga

Menurut Hanson dalam Stanhope dan Jeanette (2004), terdapat 6

fungsi pokok keluarga yaitu:

a. Keluarga bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan finansial.

b. Keluarga berungsi dalam sistem reproduksi, yakni memiliki keturunan

sesuai yang diinginkan.

c. Keluarga memberikan perlindungan dari rasa permusuhan.


31

d. Keluarga mengajarkan kebudayaan, termasuk keyakinan beragama,

adalah fungsi penting untuk keluarga.

e. Keluarga menagajarkan dan mensosialisasikan anak-anaknya terhadap

lingkungan.

f. Keluarga memberikan status dalam masyarakat.

Menurut Friedman (Suprajitni, 2004), fungsi keluarga sebagai

berikut:

a) Fungsi afektif: Fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan

keluarga. Didalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling

mendukung dan saling menghargai antar anggota keluarga.

b) Fungsi sosialisasi: Fungsi yang mengembangkan proses interaksi

dalam keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga

merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.

c) Fungsi reproduksi: Fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan

keturunan dan menambah sumber daya manusia.

d) Fungsi ekonomi: Fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh

anggota keluarganya meliputi sandang, pangan, dan papan.

e) Fungsi perawatan kesehatan: Fungsi keluarga untuk mencegah

terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang

mengalami masalah kesehatan.

3. Dukungan Keluarga

Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor

kunci dalam penyembuhan klien. Walaupun keluarga tidak selalu


32

merupakan sumber positif dalam kesehatan klien, mereka paling sering

menjadi bagian penting dalam penyembuhan (Kumfo dalam Videbeck,

2008). Studi terdahulu mengemukakan bahwa jenis dari tiap dukungan

sosial memiliki peran yang berbeda-beda. Contohnya, dukungan keluarga

sangat berguna pada perawatan jangka lama keluarga dengan penyakit

kronik. Sedangkan, kelompok manusia dapat berguna saat berhadapan

dengan masalah-masalah sosial dan tetangga dapat berguna pada saat

membutuhkan pertolongan segera ke dokter.

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa dukungan keluarga

sangat berhubungan dengan manajemen penyakit kronik, kepatuhan dalam

medikasi dan beradaptasi dalam gaya hidup (Oakes dalam Fitzpatrick,

2005). Umumnya, penderita yang berisiko tinggi membutuhkan

dampingan dari pemberi asuhan keluarga terhadap regimen pengobatan

mereka, termasuk mencari dan bertukar informasi, mengatur jadwal,

keamanan dan risiko polifarmasi. Pemberi asuhan keluarga biasanya butuh

mendesain prosedur pemberian obat-obatan, mengembangkan jadwal

pengobatan, memonitor resep yang diberikan akan terjadinya efek samping

(Kao dan Travis, 2005).

Dukungan sosial terkelompok menjadi 4 fungsi yaitu struktural,

fungsional, emosional dan campuran (Scheurer, 2012). Sedangkan

individu yang mendapatkan dukungan emosional dan fungsional terbukti

lebih sehat daripada individu yang tidak mendapatkan dukungan

(Buchanan dalam Videbeck, 2008). Untuk itu peneliti hanya memusatkan

pada dua fungsi tersebut, dengan menghilangkan fungsi struktural karena


33

responden yang peneliti ambil terbatas pada responden yang memiliki

keluarga. Kedua fungsi dukungan sosial utama ini (baik fungsional

maupun struktural) memiliki beberapa contoh/komponen sebagai berikut

(Scheurer, 2012):

a. Practical/Instrumen:

 Membayar obat

 Mengambil resep

 Membaca dosis

 Mengisi kotak pil

 Transportasi

 Pendampingan fisik

b. Emotional

 Dorongan

 Mendengar

 Kasih sayang/cinta

 Pemenuhan nutrisi

 Memberi penghargaan

 Mencontohkan

 Dukungan informasi (manfaat kepatuhan dan risiko

ketidakpatuhan)

 Dukungan spiritual

Dukungan keluarga merupakan salah satu jenis dari dukungan

sosial dan penting bagi seorang penderita, dukungan keluarga yang baik

atau yang kurang dapat membantu kestabilan medikasi (Chambers et al.,


34

2010), karena mereka dapat memberikan pengaruh dalam perawatan diri

penderita terutama dalam pengobatan (Yi dan R.Sok., 2012). Dukungan

keluarga juga merupakan dukungan yang kontinu karena dapat mengontrol

lebih inten, disamping itu keluarga juga merupakan komponen paling

dekat dengan penderita sehingga hubungan saling percaya akan terjadi dan

sikap terhadap pengobatan dapat dirubah atau dipengaruhi.

C. Kepatuhan

1. Pengertian Patuh

Menurut WHO dalam konferensi bulan Juni, 2001 menyebutkan

bahwa patuh atau kepatuhan merupakan kecendrungan penderita

melakukan instruksi medikasi yang dianjurkan (National Institute for

Health and Clinical Excellence dalam Gough, 2011). Kepatuhan diartikan

sebagai riwayat pengobatan penderita berdasarkan pengobatan yang sudah

ditetapkan. Kepatuhan minum obat sendiri kembali kepada kesesuaian

penderita dengan rekomendasi pemberi pelayanan yang berhubungan

dengan waktu, dosis, dan frekuensi pengobatan selama jangka waktu

pengobatan yang dianjurkan. Sebaliknya, “ketekunan” mengacu pada

tindakan untuk melanjutkan pengobatan untuk jangka waktu yang

ditentukan sehingga dapat didefinisikan sebagai total panjang waktu

penderita mengambil obat, dibatasi oleh waktu antara dosis pertama dan

terakhir (Petorson dalam Agency for Healthcare Research and Quality,

2012).
35

Tidak patuh, tidak hanya diartikan sebagai tidak minum obat,

namun bisa memuntahkan obat atau mengkonsumsi obat dengan dosis

yang salah sehingga menimbulkan Multi Drug Resistance (MDR).

Perbedaan secara siginifikan antara patuh dan tidak patuh belum ada,

sehingga banyak peneliti yang mendefinisikan patuh sebagai berhasil

tidaknya suatu pengobatan dengan melihat hasil, serta melihat proses dari

pengobatan itu sendiri. Hal-hal yang dapat meningkatkan faktor

ketidakpatuhan bisa karena sebab yang disengaja dan yang tidak disengaja

(Clifford, Barber, & Horne dalam Chambers, 2010). Ketidakpatuhan yang

tidak disengaja terlihat pada penderita yang gagal mengingat, atau dalam

beberapa kasus yang membutuhkan pengaturan fisik, untuk meminum obat

yang sudah diresepkan. Ketidakpatuhan yang disengaja berhubungan

dengan keyakinan tentang pengobatan, antara manfaat dan efek samping

yang dihasilkan.

Beberapa penelitian tentang pengobatan mengatakan bahwa

ketidakpatuhan berfokus pada pengobatan itu sendiri (Pound et al., dalam

Chambers, 2010). Pound et al. (2010), juga menekankan bahwa penderita

dimotivasi oleh harapan untuk meminimalisir obat-obat yang mereka

minum dengan harapan tubuh tidak terlalu bekerja keras untuk

memetabolisme dan mengurangi efek samping. Faktor risiko besar

terhadap kejadian vaskular berulang atau kematian adalah ketidakpatuhan

dalam pengobatan (Bailey, Wan, Tang, Ghani, & Cushman dalam

Chambers, 2010). Menurut Gough (2011), ketidakpatuhan juga akan

meningkatkan terjadinya drug resistance (Onorato dan Risdzon dalam


36

Gaugh, 2011) dimana bakteri basil tidak akan sensitif terhadap antibiotik

tertentu. Jika hal ini terjadi pada beberapa obat maka terjadi Multi-Drug

Resistance yang bila terjadi pada seorang penderita membuat pengobatan

akan lebih sulit dan kemungkinan besar dalam prognosis penyakit.

Kepatuhan dalam pengobatan akan meningkat ketika penderita

mendapatkan bantuan dari keluarga (Ramirez dalam Glick et al., 2011).

Disamping itu, penderita yang tidak memiliki keluarga atau memiliki

nonsupportive/ nonavailable/ conflicted family akan mempengaruhi

terminasi pengobatan lebih awal dan hasil yang tidak memuaskan (Glick et

al., 2011).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan ialah sesuatu yang

dapat meningkatkan ataupun menurunkan kepatuhan penderita terhadap

pengobatan. Ada beberapa faktor yang mendukung sikap patuh penderita

diantaranya: pendidikan, akomodasi, modifikasi faktor lingkungan dan

sosial, perubahan model terapi, interaksi profesional, faktor sosial dan

ekonomi, faktor sistem kesehatan, faktor kondisi, faktor terapi dan faktor

klien juga mempengaruhi kepatuhan (Stein dalam Niven dalam Ahsan

dkk., 2012; WHO, 2003). Selain itu, beberapa alasan mengapa seseorang

tidak patuh dalam pengobatan, diantaranya: lupa untuk mengkonsumsi,

biaya yang mahal, kemiskinan, efek samping, durasi yang lama dan stigma

(Haynes dalam Gough, 2011).


37

Permatasari dalam Sahat (2010) mengemukakan selain faktor

medis, faktor sosial ekonomi dan budaya, sikap dan perilaku yang sangat

mempengaruhi keberhasilan pengobatan sebagaimana diuraikan di bawah

ini:

a. Faktor Sarana: (1) Tersedianya obat yang cukup dan kontinu. (2)

Dedikasi petugas kesehatan yang baik. (3) Pemberian regiment OAT

yang adekuat.

b. Faktor Penderita: (1) Pengetahuan penderita yang cukup mengenai

penyakit TB paru. Cara pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak

adekuat. (2) Cara menjaga kondisi tubuh yang baik dengan makanan

bergizi. Cukup istirahat, hidup teratur dan tidak minum alkohol atau

merokok. (3) Cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan

tidak membuang dahak sembarangan, bila batuk menutup mulut

dengan saputangan, jendela rumah cukup besar untuk mendapat lebih

banyak sinar matahari. (4) Sikap tidak perlu merasa rendah diri atau

hina karena TB paru adalah penyakit infeksi biasa dan dapat

disembuhkan bila berobat dengan benar. (5) Kesadaran dan keinginan

penderita untuk sembuh.

c. Faktor Keluarga dan Masyarakat Lingkungan: Dukungan keluarga

sangat menunjang keberhasilan pengobatan seseorang dengan cara

selalu mengingatkan penderita agar makan obat, pengertian yang

dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan memberi semangat

agar tetap rajin berobat.


38

Kepatuhan dipengaruhi oleh 5 dimensi sebagaimana yang

dijelaskan dalam buku panduan WHO tahun 2003 mengenai pengobatan

jangka lama yang tergambar pada bagan 2.2:

Health care system/


team factors

Social and Patient-related


economic factors factors

Conditions-related Therapy-related
factors factors

Bagan 2.2: 5 dimensi interaksi ketidakpatuhan

Meskipun oleh sebagian orang mengatakan bahwa kepatuhan ialah

tentang bagaimana individu yang bersangkutan mengatur dirinya agar

selalu patuh, namun tidak bisa dihilangkan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kepatuhan individu tersebut. Berikut dijelaskan faktor yang

dianggap sebagai 5 dimensi dimaksud ialah:

a. Faktor Sosial dan Ekonomi (Social and Economic Factors)

Meskipun status ekonomi sosial tidak konsisten menjadi prediktor

tunggal kepatuhan, namun di negara-negara berkembang status

ekonomi sosial yang rendah membuat penderita untuk menentukan hal

yang lebih prioritas daripada untuk pengobatan. Beberapa faktor yang

secara signifikan dapat mempengaruhi kepatuhan ialah: status ekonomi

sosial, kemiskinan, kebutahurufan, pendidikan yang rendah,

pengangguran, kurangnya dukungan sosial, kondisi kehidupan yang


39

tidak stabil, jarak ke tempat pengobatan, transportasi dan pengobatan

yang mahal, situasi lingkungan yang berubah, budaya dan kepercayaan

terhadap sakit dan pengobatan, serta disfungsi keluarga.

b. Faktor Penderita (Patient-Related Factors)

Persepsi terhadap kebutuhan pengobatan seseorang dipengaruhi

oleh gejala penyakit, harapan dan pengalaman. Mereka meyakini

bahwa dari pengobatan akan memberikan sejumlah efek samping yang

dirasa mengganggu, selain itu kekhawatiran tentang efek jangka

panjang dan ketergantungan juga mereka pikirkan.

Pengetahuan dan kepercayaan penderita tentang penyakit mereka,

motivasi untuk mengatur pengobatan, dan harapan terhadap

kesembuhan penderita dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan

penderita. Sedangkan faktor penderita yang mempengaruhi kepatuhan

itu sendiri ialah: lupa, stres psikososial, kecemasan akan keadaan yang

lebih parah, motivasi yang rendah, kurangnya pengetahuan dan

ketidakmampuan untuk me-manage gejala penyakit dan pengobatan,

kesalahpahaman dan ketidakterimaan terhadap penyakit,

ketidakpercayaan terhadap diagnosis, kesalahpahaman terhadap

instruksi pengobatan, rendahnya harapan terhadap pengobatan,

kurangnya kontrol pengobatan, tidak ada harapan dan perasaan negatif,

frustasi dengan petugas kesehatan, cemas terhadap komplektisitas

regimen pengobatan, dan merasa terstigma oleh penyakit.

Motivasi penderita untuk patuh dalam pengobatan dipengaruhi oleh

nilai dan tempat dimana mereka berobat (baik biaya maupun


40

kepercayaan terhadap pelayanan). Sehingga, untuk meningkatkan

tingkat kepatuhan penderita, maka petugas kesehatan perlu

meningkatkan kemampuan manajerial, kepercayaan diri, serta sikap

yang meyakinkan kepada penderita.

c. Faktor Terapi (Therapy-Related Factors)

Ada banyak faktor terapi yang mempengaruhi kepatuhan,

diantaranya komplektisitas regimen obat, durasi pengobatan,

kegagalan pengobatan sebelumnya, perubahan dalam pengobatan,

kesiapan terhadap adanya efek samping, serta ketersediaannya

dukungan tenaga kesehatan terhadap penderita.

d. Faktor Kondisi (Conditions-Related Factors)

Faktor kondisi merepresentasikan keadaan sakit yang dihadapi oleh

penderita. Beberapa yang dapat mempengaruhi kepatuhan ialah:

keparahan gejala, tingkat kecacatan, progres penyakit, adanya

pengobatan yang efektif. Pengaruh dari faktor-faktor tersebut

tergantung bagaimana persepsi penderita, namun hal yang paling

penting ialah penderita tetap mengikuti pengobatan dan menjadikan

yang prioritas.

e. Faktor Tim/ Sistem Kesehatan (Health Care System/ Team Factors)

Penelitian yang menghubungkan antara sistem kesehatan dan

kepatuhan penderita sendiri masih sedikit. Meski demikian hubungan

yang baik antara tenaga kesehatan dan penderita dapat meningkatkan

kepatuhan penderita dalam pengobatan. Beberapa faktor yang dapat

memberi pengaruh negatif antara lain kurangnya pengembangan sistem


41

kesehatan yang dibiayai oleh asuransi, kurangnya sistem distribusi

obat, kurangnya pengetahuan dan pelatihan kepada tenaga kesehatan

tentang me-manage penyakit kronik, jam kerja yang berlebih, imbalan

biaya yang tidak sepadan terhadap tenaga kesehatan, konsultasi yang

sebentar, ketidakmampuan membangun dukungan komunitas dan

manajemen diri penderita, kurangnya pengetahuan tentang kepatuhan

dan intervensi yang efektif untuk meningkatkannya.

D. Kerangka Teori

Kerangka teori berisi prinsip-prinsip teori yang mempengaruhi

pembahasan yang berguna untuk membantu gambaran dan langkah kerja

(Arifin, 2008), sehingga kerangka teori berisi seluruh teori yang dipaparkan

oleh peneliti. Berdasarkan paparan teori di penelitian ini, bahwa infeksi

bakteri Mycobacterium tuberculosis akan menimbulkan manifestasi klinis

yang dikenal sebagai gejala TB kemudian tata laksana yang harus diberikan

secara farmakologi membutuhkan waktu yang lama sehingga harus ada faktor

dari luar penderita yang dapat membantu penderita dalam melakukan rencana

pengobatan ini. Secara ringkas, kerangka teori pada penelitian ini

digambarkan pada bagan 2.3:


42

Infeksi Bakteri
Mycobacterium tuberculosis

Pemeriksaan Manifestasi klinis

Positif Tata laksana


farmakoterapi

Gagal Kategori 1

resistensi Kategori 2

Tim kesehatan
5
dimen
si Faktor terapi
yang
memp Faktor pasien Kepatuhan Tuntas
engar
uhi Faktor kondisi
kepat
uhan Sosial ekonomi:
(WH  Ekonomi Sosial
 Dukungan Sosial:
Dukungan Keluarga

Keterangan
: Variabel yang diteliti

Bagan 2.3: Kerangka Teori


(Chambers, et al., 2010; Price, 2005; Depkes RI, 2006; WHO, 2003)
43

E. Penelitian Terkait

1. Teuku Fakhruddin (2012) dalam Thesis: Hubungan Dukungan Sosial

dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia di Kabupaten Aceh

Barat Daya. Dukungan sosial sebagai variabel independen dan kepatuhan

minum obat sebagai variavel dependen menggunakan desain cross-

sectional kuantitatif dengan instrumen Social Support Questionnaire

(SSQ) dan Medication Adherence Rating Scale (MARS). Sampel pada

penelitian ini ialah penderita skizofrenia yang sedang menjalani

pengobatan. Hasilnya kepuasan dukungan sosial merupakan variabel yang

paling berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat penderita skizofrenia

di Kabupaten Aceh Barat Daya.

2. Warsito (2009) dalam penelitian “Hubungan dukungan sosial keluarga

dengan kepatuhan minum obat pada fase intensif pada penderita TB di

puskesmas Pracimantoro Wonogiri Jawa Tengah”. Dukungan sosial

keluarga sebagai variabel dependen dan kepatuhan minum obat sebagai

variabel independen. Menggunakan desain cross sectional dan instrumen

kuesioner dukungan sosial yang berjumlah 17 pertanyaan dan kuesioner

kepatuhan minum obat berjumlah 10 pertanyaan. Jumlah sampel 40 orang

yang dalam pengobatan fase intensif. Hasilnya ada hubungan yang positif

dan bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan minum

obat.

3. Alfrina Ahsan dan Putu Ari Sadhu Permana Hany (2012) dalam

“Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada

Penderita Hipertensi di Poli Jantung RSSA Malang”. Kepatuhan minum


44

obat penderita hipertensi sebagai variabel dependen dan dukungan

keluarga sebagai variabel independen. Menggunakan desain cross-

sectional, kuesioner Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS)

dengan 83 responden. Hasilnya semakin tinggi dukungan keluarga

semakin patuh penderita.


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. KERANGKA KONSEP

Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan

dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel

(Nursalam, 2008). Sedangkan menurut kerangka konsep adalah model

pendahuluan dari sebuah masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari

hubungan variabel-variabel yang diteliti (Swarjana, 2012). Menurut Danim

(2003) Variabel terbagi menjadi variabel independen dan variabel dependen,

dimana variabel independen merupakan dukungan keluarga dan variabel

dependen berupa kepatuhan. Variabel-variabel ini yang nantinya akan

dihubungkan.

Dukungan Keluarga Kepatuhan

Bagan 3.1: Kerangka konsep

B. HIPOTESIS

Hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang

dibuat untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun/mengarahkan

penelitian selanjutnya (Umar, 2005). Dari penelitian ini, peneliti merumuskan

hipotesis sebagai berikut:

H0 : “Tidak ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum

obat anti TB (OAT) pada penderita TB di Ciputat”

45
46

H1 : “Ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat

anti TB (OAT) pada penderita TB di Ciputat”

C. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional adalah batasan pengertian yang dijadikan pedoman

untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, misalnya penelitian. Pada

penelitian ini terdapat beberapa variabel yang memiliki definisi operasional

terkait peneletian sebagaimana yang tercantum pada tabel 3.1 yaitu:


47

Tabel 3.1: Definisi Operasional


No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Jenis Perbedaan individu yang Mengajukan Kuesioner 1. Laki-laki Nominal

kelamin didasarkan pada seks atau pertanyaan 2. Perempuan

gender. melalui kuesioner

Usia Rentang usia mulai dari lahir Mengajukan Kuesioner 1. Remaja Ordinal

hingga ulang tahun terakhir. pertanyaan 2. Dewasa

melalui kuesioner 3. Lansia

(Depkes, 2009)

Pekerjaan Kegiatan tetap yang dilakukan Mengajukan Kuesioner 1. Bekerja Nominal

sehari-hari. pertanyaan 2. Tidak Bekerja

melalui kuesioner
48

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Pendidikan Pendidikan formal yang Mengajukan Kuesioner 1. Rendah Nominal

Terakhir ditempuh dan dinyatakan lulus pertanyaan 2. Tinggi

melalui kuesioner (Sisdiknas, 2003)

2. Dukungan Persepsi pasien terhadap Mengajukan Kuesioner dengan 25 Menggunakan Nominal

Keluarga dukungan keluarga yang pertanyaan pertanyaan, median sebagai cut

diukur berdasarkan aspek melalui kuesioner menggunakan skala likert of point, yaitu 70:

emosional dan fungsional. dengan rentang skala 1-3. < 70 = Tidak Baik

Nilai tertinggi = 75 ≥ 70 = Baik

Nilai terendah = 25

3. Kepatuhan Tingkat perhatian pasien dalam Mengajukan Kuesioner dengan 8 Hasil dari variabel Nominal

melaksanakan instruksi pertanyaan pertanyaan baku dari ini dibagi menjadi 2

pengobatan berdasarkan melalui kuesioner Morinsky, menggunakan kategori, yaitu:

Morinsky Medication skala guttman. >2 = Rendah

Adherence Scale (MMAS). Nilai tertinggi = 8 ≤ 2 = Baik

Nilai terendah = 0
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yakni penelitian

dilakukan pada satu waktu dengan melihat bagaimana dukungan keluarga

yang diberikan saat sedang menjalani pengobatan terhadap kepatuhan

penderita.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang dipilih pada penelitian kali ini ialah di Ciputat, dengan

mengambil wilayah kerja Puskesmas di area Ciputat. Sedangkan untuk waktu

yang dibutuhkan kurang lebih 2 minggu pada bulan Juni 2014.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah universum dapat berupa orang, benda, gejala, atau

wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti. Populasi dapat dibedakan

menjadi dua kategori, yaitu populasi target (target population) dan

populasi survei (survey population). Populasi target adalah seluruh “unit”

populasi, sedangkan populasi survei adalah subunit dari populasi target

yang selanjutnya menjadi sampel penelitian (Darmin, 2003). Populasi pada

penelitian ini ialah seluruh penderita TB dengan kategori 1 atau 2 yang

berada di Puskesmas wilayah kerja Ciputat.

49
50

2. Sampel

Sampel atau contoh adalah subunit populasi survei atau populasi survei

itu sendiri, yang oleh peneliti dipandang mewakili populasi target. Dengan

kata lain, sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih atas dasar

kemampuan mewakilinya (Danim, 2003). Pada dasarnya ada dua syarat

yang harus dipenuhi saat menetapkan sampel, yaitu representatif

(mewakili) dan sampel harus cukup banyak (Nursalam, 2008). Dalam

penentuan sampel ini, peneliti menggunakan kriteria sampel baik inklusi

maupun eksklusi yang bertujuan untuk membantu mengurangi bias hasil

penelitian, khususnya jika terhadap variabel-variabel kontrol ternyata

mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti (Nursalam, 2008).

Kriteria inklusi dari sampel pada penelitian ini sebagaimana berikut:

 Penderita TB yang sedang dalam pengobatan kategori 1 dan 2.

 Tinggal bersama keluarga.

Kriteria eksklusi sebagaimana berikut:

 Penderita TB yang menolak untuk diminta menjadi responden.

 Penderita TB yang tidak mengisi kuesioner secara lengkap.

Pada penelitian kali ini jumlah sampel diambil dengan teknik total

sampling, dan seluruh populasi sesuai dengan kriteria inklusi maka

responden yang didapat sebanyak 69 orang.


51

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi pernyataan dari kuesioner

terkait dukungan keluarga yang sudah penderita terima dan kepatuhan dalam

minum obat, sebelum itu peneliti melakukan prosedur di bawah ini:

1. Pembuatan surat izin yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan.

2. Permohonan izin mengambil data dan studi pendahuluan di Puskesmas

terkait.

3. Melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen di Layanan Kesehatan

Cuma-Cuma (LKC) dan Puskesmas Pisangan.

4. Pengolahan data uji validitas dan reliabilitas.

5. Melakukan briefing kepada asisten penelitian sebanyak dua orang.

6. Pengambilan data melalui kuesioner.

7. Pengolahan hasil penelitian.

E. Alat Pengumpulan Data

1. Instrumen pertama berupa pertanyaan mengenai data demografi penderita,

yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan terakhir.

2. Instrumen kedua adalah dukungan keluarga, dengan memberikan

pernyataan yang terdiri dari 2 kelompok pernyataan yakni dukungan

instrumental dan dukungan emosional, dimana kedua kelompok ini sudah

mencakup dukungan yang lain. Dengan rincian pertanyaan: dukungan

instrumental sebanyak 12 soal yaitu pertanyaan nomor 1, 4, 6, 8, 10, 12,

14, 16, 19, 21, 22, dan 25. Dukungan emosional sebanyak 13 soal yaitu
52

pertanyaan nomor 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 18, 20, 23, dan 24.

Penentuan jawaban kuesioner menggunakan Skala Likert; dimana jawaban

responden memiliki gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif

dengan menggunakan rentang skala 1-3 yaitu jarang, kadang-kadang dan

selalu. Skor tertinggi diberikan pada jawaban sangat positif. Dalam

menentukan cut of point pada variabel dukungan keluarga dilakukan uji

distribusi terlebih dahulu menggunakan kolmogrov-smirnov karena jumlah

sampel yang besar yakni > 50 (Dahlan, 2010) dan didapat hasil uji

distribusi tidak normal, sehingga penggunaan cut of point dengan

menggunakan nilai median.

3. Instrumen ketiga adalah kepatuhan, dengan memberikan pernyataan dari

kuesioner baku Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS) yang

terdiri dari 8 pernyataan yang sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa

Indonesia. Penentuan jawaban kuesioner menggunakan skala Guttman;

dimana yaitu jawaban responden hanya terbatas pada dua jawaban, ya atau

tidak. Nilai tertinggi 8 dan terendah 0. Variabel kepatuhan mengadopsi

dari interpretasi kuesioner asli oleh Morinsky yang dimodifikasi yakni

dengan 2 kategori, dimana 2 sebagai cut of point. Semakin sedikit total

nilai yang dijumlah menandakan kepatuhan yang baik.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Instrumen yang baik harus memenuhi dua syarat penting yaitu valid dan

reliabel (Arikunto, 2006). Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan

tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen, suatu instrumen


53

dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto,

2006). Uji validitas menggunakan korelasi pearson product moment dan

dikatakan valid apabila tiap pernyataan mempunyai nilai positif dan nilai t

hitung (Hidayat, 2007).

Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan pada tingkat

kepercayaan dan dapat diandalkan (Arikunto, 2006), yakni menggambarkan

bahwa instrumen yang digunakan dapat digunakan berulang dengan

karakteristik responden yang berbeda. Pengukuran realibilitas menggunakan

software computer dengan rumus Alpha Cronbach pada variabel dukungan

keluarga dan suatu variabel dinyatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha

Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2007). Namun pada variabel kepatuhan

menggunakan software computer dengan rumus K-R20 dengan nilai akhir

>0,7 (Sulkind, 2010).

Pada penelitian ini, uji valid dan reliabilitas instrumen dilakukan pada dua

tempat yakni Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) dan Puskesmas

Pisangan di Ciputat, dimana kriteria populasi memiliki kesamaan dengan

kriteria responden yang akan diteliti. Hasil uji pada instrumen dukungan

keluarga didapatkan Alpha Cronbach 0,906 dan setelah dilakukan uji validitas

didapat 6 pertanyaan yang tidak valid yakni pertanyaan nomor 1, 4, 15, 18, 20,

dan 23. Selanjutnya, dilakukan perubahan redaksi pada pertanyaan yang tidak

valid dan dilakukan uji ulang kepada 20 responden dan didapatkan nilai Alpha

Cronbach 0,928 dan terdapat pertanyaan yang tidak valid pada nomor 2, 10,

13, 16, 17, dan 18. Kemudian untuk memperkuat hasil validasi dilakukan uji
54

ulang pada penelitian sebenarnya dan didapatkan nilai Alpha Cronbach 0,934

dengan validitas seluruh pertanyaan valid.

Hasil uji pada instrumen kepatuhan didapatkan nilai K-R20 0,844 dengan

validitas soal, terdapat 1 pertanyaan yang tidak valid pada nomor 5 dengan

nilai negatif. Sehingga dilakukan perubahan redaksi menjadi kalimat positif

dan dilakukan uji ulang pada 20 responden didapatkannilai K-R20 0,78

dengan 2 pertanyaan tidak valid. Kemudian untuk memperkuat hasil validasi

dilakukan uji ulang pada penelitian sebenarnya dan didapatkan nilai K-R20

0,8 dengan validitas seluruh pertanyaan valid.

G. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian.

Oleh karena itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Menurut Budiarto

(2002) dalam pengolahan data mencakup beberapa hal berikut:

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali data yang telah

dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan, kartu atau buku register.

Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data

terkumpul.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode atau simbol pada data yang

telah terkumpul, baik dengan menggunakan penomoran atau kode lain di

pojok kanan atas data.


55

3. Tabulating

Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga data sudah

di-coding, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar

dianalisis. Proses pengolahan data dilakukan dengan cara memindahkan

data dari kuesioner ke paket program komputer pengolahan data statistik.

H. Analisis Data Statistik

Analisis yang digunakan pada penelitian ini ialah analisis univariat dan

bivariat, dimana pada analisis bivariat terdapat dua variabel yang dilihat yakni

variabel kepatuhan yang berupa data kategorik, dan variabel dukungan

keluarga yang juga berupa data kategorik, sehingga uji yang digunakan ialah

uji chi square (Hastono, 2011). Responden yang sedang melakukan

pengobatan, akan dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan dukungan

keluarga yang diberikan dan kepatuhan penderita itu sendiri. Peneliti

menggunakan derajat kepercayaan 95% sehingga jika nilai p ≤ 0,05 berarti

hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan ada

hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, dan apabila

nilai p > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada

hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Setiadi,

2007). Sedangkan untuk melihat kekuatan hubungan antara kedua variabel,

maka dilihat dari nilai phi dimana interpretasi nilai phi disesuaikan dengan

nilai pearson (Jeffrey, 2012), yaitu: (a) 0,0-0,2 = sangat lemah. (b) 0,2-0,4 =

lemah. (c) 0,4-0,6 = sedang. (d) 0,6-0,8 = kuat dan; (e) 0,8-1,0 = sangat kuat.
56

I. Etika Penelitian

Etika penelitian sangat diperlukan, tidak hanya dari sisi metode, design,

dan cara penulisan (plagiarisme), namun bagaimana cara memperoleh data

juga harus atas persetujuan responden. Menurut Polit dan Beck dalam Ketut

(2012), prinsip-prinsip etika dalam penelitian sebagai berikut:

1. Menghormati otonomi kapasitas dari partisipan penelitian, partisipan harus

bebas dari konsekuensi negatif akibat penelitian yang diikutinya.

2. Mencegah dan meminimalisir hal yang berbahaya.

3. Dalam penelitian, peneliti tidak hanya respek kepada partisipan tetapi juga

pada keluarga dan kerabat lainnya.

4. Memastikan bahwa benefits dan burdens dalam penelitian sudah

dipertimbangkan.

5. Memproteksi privasi partisipan semaksimal mungkin.

6. Memastikan integritas proses penelitian.

7. Membuat laporan tentang hal-hal yang bersifat suspected, alleged, atau

known incidents of scientific misconduct in research.

Hal ini sejalan pula dengan prinsip yang dikeluarkan oleh American

Nursing Ascosiation (ANA), dimana terdapat 6 item, yaitu: azas hak

menentukan pilihan sendiri (Autonomy), azas kemanfaatan (Beneficience),

azas tidak mencederai (Nonmaleficience), azas kerahasiaan (Confidentiality),

azas kejujuran (Veracity), dan azas keadilan (Justice). Pada penelitian ini,

peneliti melakukan beberapa prosedur untuk tetap menjalani etika penelitian

yaitu:
57

1. Pengisian Informed Consent dimana responden menyetujui untuk diminta

menjawab dan mengisi kuesioner dengan suka rela.

2. Kerahasiaan dimana kerahasiaan tentang data dan kuesioner yang sudah

diisi oleh responden tidak disebarkan kepada khalayak umum; dan

3. Anonimity yaitu kerahasiaan identitas responden dengan hanya

mencantumkan inisial nama.


58
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Populasi

Populasi diambil diwilayah Ciputat, tepatnya di Puskesmas Ciputat dan

Ciputat Timur. Kedua puskesmas ini berada di bawah naungan dinas

kesehatan yang sama sehingga penelitian yang dilakukan oleh peneliti berada

di program yang sama yaitu pengembangan wajib puskesmas program

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL). Pengambilan data

responden dan pengisian kuesioner dilakukan di ruang TB yang dibuka pada

hari selasa dan kamis. Program TB yang direncanakan berupa konsultasi

penderita, pemeriksaan dahak, tes mantoux dan pembagian obat secara cuma-

cuma. Namun, untuk fasilitas rontgen masih belum ada. Program

pemberantasan TB ini dilakukan dengan sangat teliti dan hati-hati karena

sudah menjadi program nasional dimana paket obat pada penderita baik anak

maupun dewasa sudah dikemas dalam satu paket, sehingga kesalahan dan

missing dalam pengobatan dapat terkontrol.

Total penderita TB yang terdaftar hingga Juni minggu pertama menurut

jumlah kartu berobat penderita yang peneliti dapat ialah sebanyak 69

penderita, 34 penderita di puskesmas Ciputat Timur dan 35 penderita di

puskesmas Ciputat. Seluruh penderita memenuhi kriteria inklusi peneliti,

sehingga responden diambil dari seluruh penderita. Hal ini sesuai dengan

keinginan peneliti yang menggunakan teknik total sampling.

58
59

B. Analisis Univariat

1. Data Demografi

Karakteristik responden di bawah ini adalah karakteristik sampel

penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan

terakhir. Berikut adalah distribusi frekuensi karakteristik responden

penelitian yang didapat dari 69 responden.

Tabel 5.1: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Data Demografi di


Wilayah Ciputat Juni 2014 (n=69)

Demografi n %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 34 49,3
Perempuan 35 50,7

Usia
Remaja (≤ 25 tahun) 14 20,3
Dewasa (26-45 tahun) 38 55,1
Lansia (≥ 46 tahun) 17 24,6

Pekerjaan
Bekerja 36 52,2
 Buruh 3 8,33
 Petani 1 2,78
 Bengkel 1 2,78
 Wiraswasta 16 44
 Karyawan 10 27,8
 Dagang 3 8,33
 Supir 2 5,56
Tidak Bekerja 33 47,8

Pendidikan Terakhir
Rendah 34 49,3
Tinggi 35 50,7

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa persebaran demografi pada

penderita TB tidak jauh berbeda pada variabel jenis kelamin, terlihat

bahwa penderita TB pada laki-laki sebanyak 34 responden (49,3%)


60

sedangkan pada perempuan sebanyak 35 responden (50,7%). Tidak

dengan variabel usia, dimana persebaran tidak merata, hal ini terlihat dari

jumlah penderita pada masing-masing tingkatan usia. Pada usia remaja

sebanyak 14 responden (20,3%), dewasa sebanyak 38 responden (55,1%),

dan lansia sebanyak 17 responden (24,6%). Sedangkan untuk variabel

pekerjaan, baik penderita yang bekerja maupun yang tidak bekerja juga

tidak ada perbedaan jumlah sebagaimana vvariabel jenis kelamin,

penderita yang bekerja ada sebanyak 36 responden (52,2%) dan penderita

yang tidak bekerja ada sebanyak 33 responden (47,8%). Persebaran jenis

pekerjaan diantaranya responden yang bekerja sebagai buruh sebanyak 3

responden (8,33%), pekerja bengkel sebanyak 1 responden (2,78%),

wiraswasta 16 responden (44%), karyawan responden 10 responden

(27,8%), petani 1 responden (2,78%), dagang 3 responden (8,33%), dan

sebagai supir sebanyak 2 responden (5,56). Begitu pula dengan pendidikan

terakhir pada penderita dengan pendidikan rendah sebanyak 34 responden

(49,3%), dan penderita dengan pendidikan tinggi sebanyak 35 responden

(50,7%).
61

2. Tabulasi Silang Variabel Demografi dengan Kepatuhan

Tabel 5.2: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Demografi dengan


Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat Juni 2014 (n=69)

Kepatuhan
Patuh Tidak Patuh
n (%) n (%)
Jenis Kelamin
Laki 25 (73,5) 9 (26,5)
Perempuan 26 (74,3) 9 (25,7)

Usia
Remaja 9 (64,3) 5 (35,7)
Dewasa 29 (76,3) 9 (23,7)
Lansia 13 (76,5) 4 (23,5)

Pekerjaan
Bekerja 27 (75) 9 (25)
Tidak Bekerja 24 (72,7) 9 (27,3)

Pendidikan Terakhir
Rendah 26 (76,5) 8 (23,5)
Tinggi 25 (71,4) 10 (28,6)

Berdasarkan Tabel 5.2 bahwa proporsi laki-laki menunjukkan

sebagian besar patuh dalam pengobatan yaitu 25 responden (73,5%), dan

menunjukkan tidak patuh sebanyak 9 responden (26,5%). Begitupula

proporsi perempuan yang menunjukkan sebagian besar patuh dalam

pengobatan yaitu 26 responden (74,3%), dan tidak patuh sebanyak 9

responden (25,7%).

Proporsi kelompok remaja menunjukkan bahwa sebagian besar

patuh dalam pengobatan yaitu 9 responden (64,3%), dan menunjukkan

tidak patuh sebanyak 5 responden (35,7%). Proporsi kelompok dewasa

menunjukkan bahwa sebagian besar patuh dalam pengobatan yaitu 29

responden (76,3%), dan tidak patuh sebanyak 9 responden (23,7%).

Proporsi kelompok lansia menunjukkan bahwa sebagian besar patuh dalam


62

pengobatan yaitu 13 responden (76,5%), dan tidak patuh sebanyak 4

responden (23,5%).

Proporsi responden yang bekerja menunjukkan bahwa sebagian

besar patuh dalam pengobatan yaitu 27 responden (75%), dan tidak patuh

sebanyak 9 responden (25%). Begitupula responden yang tidak bekerja

menunjukkan bahwa sebagian besar patuh dalam pengobatan yaitu 24

responden (72,7%), dan tidak patuh sebanyak 9 responden (27,3%).

Proporsi responden yang berpendidikan rendah menunjukkan

bahwa sebagian besar patuh dalam pengobatan yaitu 26 responden

(76,5%) dan tidak patuh sebanyak 8 responden (23,5). Begitupula

responden yang berpendidikan tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar

patuh dalam pengobatan yaitu 25 responden (71,4%), dan tidak patuh

sebanyak 10 responden (28,6%).

3. Variabel Dependen dan Independen

Analisis univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk

menggambarkan hasil dari pengambilan data responden. Hal yang

dianalisa dalam penelitian ini yaitu mengenai dukungan keluarga dan

kepatuhan minum obat, didapat hasil tabulasi silang sebagaiamana tabel

dibawah ini:
63

Tabel 5.3: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan dan


Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat Juni 2014
(n=69)

Variabel n %
Dukungan
Baik 42 60,9
Buruk 27 39,1

Kepatuhan
Patuh 51 73,9
Tidak Patuh 18 26,1

Tabel 5.3 menunjukkan dukungan keluarga pada penderita TB di wilayah

Ciputat dengan kategori baik terdapat sebanyak 42 responden (60,9%), dan

dengan kategori buruk terdapat sebanyak 27 responden (39,1%).

Sedangkan kepatuhan minum obat pada penderita TB yang termasuk

kategori patuh sebanyak 51 responden (73,9%), dengan kategori tidak

patuh sebanyak 18 responden (26,1%).

C. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara 2 variabel yaitu

variabel dukungan keluarga dengan variabel kepatuhan minum obat. Uji

bivariat dilakukan menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan

95% (α = 0,05).

1. Tabulasi Silang Variabel dukungan keluarga terhadap Kepatuhan

Untuk mengetahui apakah ada hubungan atau tidak maka

diperlukan uji statistik menggunakan Chi Square, karena kedua variabel

merupakan data kategorik. Nilai p value yang diharapkan bisa lebih kecil
64

dari 0,05 sehingga uji statistik bermakna. Syarat melakukan uji Chi Square

ialah sel yang mempunyai nilai expected lebih kecil dari 5 maksimal 20%

dari jumlah sel (Dahlan, 2010). Sehingga untuk mengetahuinya dilihat

nilai expected pada masing-masing sel.

Tabel 5.4: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Keluarga


terhadap Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat Juni
2014 (n=69)

Kepatuhan
Patuh Tidak Patuh p value
n(%) n(%)
Dukungan keluarga
Buruk 13 (48,1) 14 (51,9) 0,000
Baik 38 (90,5) 4 (9,5)

Tabel 5.4 menunjukan bahwa sebagaian besar responden yang memiliki

dukungan keluarga baik, menunjukan tingkat kepatuhan yang baik sebesar

90,5% dan hanya 48,1% kepatuhan yang baik ditunjukan dari dukungan

keluarga yang buruk. P value sebesar 0,000 menunjukan bahwa dukungan

keluarga memiliki pengaruh terhadap tingkat kepatuhan pasien terhadap

kelancaran mengkonsumsi obat TB karena p > 0,05. Walaupun hubungan

tersebut tidak begitu kuat karena phi sebesar 0,633.


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisis Data Demografi

1. Gambaran Jenis Kelamin terhadap Kepatuhan

Pada penelitian ini didapat bahwa pada jenis kelamin laki-laki dan

perempuan cenderung sama, karena persentase antara kedua variabel tidak

ada perbedaan. Namun pada penelitian Hiswani dalam Sahat (2010)

mengatakan ada perbedaan kejadian TB pada jenis kelamin, bahwa laki-

laki lebih tinggi dibandingkan perempuan hal ini diakibatkan gaya hidup

laki-laki cenderung lebih banyak merokok dimana merokok dapat

memperparah penyakit tuberkulosis (Public Health Agency of Canada,

2010).

Menurut Riskesdas (2007), prevalensi TB paru pada laki-laki 20 %

lebih tinggi dibandingkan perempuan. Perbedaan angka ini dikarenakan

pada wilayah penelitian yang dilakukan perempuan cenderung lebih

waspada terhadap penyakit yang diderita karena takut menularkan kepada

anaknya sehingga mereka akan mencari pengobatan. Dari infromasi yang

didapat bahwa beberapa suami penderita yang juga terkena infeksi TB

menolak jika dilakukan pengobatan karena akan mengganggu kesibukan

mereka saat dilakukan pemeriksaan. Perbedaan frekuensi tidak hanya

terlihat pada hubungannya dengan kejadian TB, namun juga dengan

kepatuhan responden dalam pengobatan. Hasil persentase dari dua kategori

jenis kelamin menunjukkan tingkat kepatuhan yang sama, artinya tidak

ada perbedaan diantara keduanya dalam tingkat kepatuhan atau bahkan

65
66

bisa dikatakan sama. Hal ini terlihat pula dari hasil wawancara yang

dilakukan oleh peneliti terhadap responden, dimana jawaban responden

mengenai hal ini ialah mereka tidak mau menularkan infeksi ini kepada

keluarga terutama anak mereka, mengingat seluruh responden telah

memiliki keluarga.

2. Gambaran Usia terhadap Kepatuhan

Hasil penelitian didapatkan persebaran data terbanyak berada di

sekitar usia pertengahan yaitu 26-45 tahun dimana seseorang pada rentang

umur tersebut rentan untuk terkena penyakit TB, selain itu pada usia

pertengahan seseorang akan cenderung lebih aktif dalam berinteraksi

sosial sehingga keterpaparan terhadap infeksi TB akan lebih besar pula.

Sebagaimana hasil penelitian Hiswani dalam Sahat (2010) bahwa salah

satu faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru ialah usia 15-50 tahun.

Usia 26-45 termasuk dalam rentang 15-50 tahun.

Kaitannya antara usia dan kepatuhan juga menunjukkan bahwa

pada ketiga kategori usia tidak perbedaan dengan tingkat kepatuhan.

Dimana persentase usia remaja, dewasa, dan lansia yang patuh memiliki

jumlah yang tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut,

responden baik usia remaja, dewasa, ataupun lansia memiliki tingkat

kesadaran yang tinggi akan pengobatan bisa. Hasil wawancara peneliti

mendapatkan pada usia tersebut mereka harus bisa memenuhi kebutuhan

keluarga mengingat sosial ekonomi mereka menengah ke bawah sehingga

alasan sakit tidak boleh sampai menghalangi pekerjaan mereka.


67

3. Gambaran Pekerjaan terhadap Kepatuhan

Hasil penelitian didapatkan bahwa penderita yang menderita penyakit

TB lebih banyak pada penderita yang bekerja (52,2%) dari pada yang tidak

bekerja (47,8%). Sesuai dengan penelitian Herryanto dalam Sahat (2010)

yang menyatakan bahwa terdapat proporsi menurut pekerjaan, sebagian

besar penderita yang tidak bekerja 34,9 %.

Persebaran pekerjaan pada penderita TB di wilayah Ciputat ini yaitu

buruh, pekerja bengkel, wiraswasta, karyawan, petani, dagang, dan supir.

Data yang berbeda pada penelitian ini ialah didapatkan bahwa rata-rata

pekerjaan yang dilakukan responden ialah pekerjaan yang berada didalam

ruangan. Walaupun tidak sesuai dengan hasil studi literatur yang dilakukan

Sahat, namun data ini sesuai dengan teori dalam Curry (2007) yang

mengatakan bahwa penularan TB akan lebih cepat pada tempat yang

sedikit terjadi sirkulasi udara.

Kaitannya antara pekerjaan dan kepatuhan didapatkan bahwa tidak ada

perbedaan persentase pada kategori yang bekerja dan tidak bekerja dengan

kepatuhan. Tidak adanya perbedaan ini dikarenakan bekerja bukanlah

halangan untuk mereka tidak mau melakukan pengobatan, mengingat

jadwal yang hanya 2 kali seminggu, sehingga tidak mengganggu rutinitas

pekerjaan mereka. Sedangkan yang tidak bekerja, juga banyak yang patuh

karena tidak ada aktifitas lain yang terganggu akibat pengobatan.


68

4. Gambaran Pendidikan Terakhir terhadap Kepatuhan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persebaran penderita TB

cenderung banyak yang berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 50,7%.

Namun pada penelitian Herryanto dalam Sahat (2010), pendidikan rendah

(tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD) merupakan salah satu faktor

yang menyebabkan terjadinya TB. Laporan riset kesehatan dasar

(riskesdas) tahun 2013 juga menyatakan bahwa prevalensi penyakit TB

cenderung meningkat pada pendidikan rendah. Perbedaan hasil ini

dimungkinkan karena adanya peraturan wajib pendidikan 12 tahun

sehingga kebanyakan responden berpendidikan SMA.

Tidak ada perbedaan jumlah persentase antara kedua kategori terkait

pendidikan terakhir, yakni rendah dan tinggi dengan tingkat kepatuhan.

Sedikitnya selisih pada persentase ini dikarenakan kepatuhan merupakan

bentuk perilaku seseorang, sedangkan pengetahuan merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku (Sunaryo, 2004).

Pengetahuan tidak selalu sebanding dengan tingkat pendidikan, karena

seseorang bisa tahu dengan mencari informasi baik melalui bertanya atau

membaca.

B. Analisis Variabel Independen dan Dependen

1. Gambaran Dukungan Keluarga Penderita Tuberkulosis

Hasil analisis, didapatkan dukungan keluarga yang diberikan

kepada penderita TB di wilayah Ciputat sudah cukup baik, terlihat dari

data ada sebanyak 60,9%. Sebagaimana diketahui bahwa keluarga, baik


69

inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi

anggota-anggotanya. Menurut Scheurer (2012), pembagian fungsi

dukungan sosial keluarga adalah dukungan instrumental, dimana keluarga

merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit. Bila salah satu

anggota keluarga ada yang sakit, secara nyata keluarga harus memberikan

pertolongan, dalam hal ini penderita TB memerlukan pertolongan

keluarga. Selain itu fungsi keluarga adalah dukungan informasional

keluarga berfungsi sebuah kolektor dan desiminator (penyebar) informasi

tentang dunia. Dalam kasus ini, keluarga dapat mendukung penderita

dengan memberikan informasi yang adekuat. Dan yang terakhir adalah

dukungan emosional. Dalam dukungan emosional, keluarga sebagai

sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta

membantu penguasaaan terhadap emosi. Jadi hal tersebut sangat relevan

dengan teori tersebut, responden benar-benar merasakan dukungan

keluarga sebagai faktor penunjang kepatuhan mereka untuk minum OAT

secara teratur.

Sebanyak 40,1% responden mendapatkan dukungan yang tidak

baik, dimana hal ini dapat berimbas pada kepatuhan terhadap pengobatan.

Hal ini terlihat dari hasil observasi peneliti saat pengambilan data. Masih

ada penderita yang merasa kurang dekat dengan keluarga dan takut

merepotkan keluarganya. Sehingga saat mereka butuh bantuan, mereka

merasa malu untuk meminta bantuan yang pada akhirnya berimbas pada

ketidakpatuhan pasien. Diharapkan keluarga untuk aktif dalam pengobatan

responden agar kepatuhan dalam pengobatan dapat tercapai.


70

2. Gambaran Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis

Kepatuhan minum obat pada masyarakat Ciputat juga termasuk

dalam kategori baik, karena dari distribusti data didapat lebih dari 70%

atau lebih dari separuh populasi termasuk dalam kategori patuh. Dalam

penelitiannya, Syakira (2012) juga menyatakan bahwa lebih dari 50%

penderita yang patuh dalam pengobatan. Sejalan pula dengan data dari

BIMKMI (2009), angka capaian Indonesia dalam pengobatan ialah sebesar

91%, dan mengalami penurunan pada tahun 2012 angka capaian

pengobatan menurun. Salah satu alasan dari tidak berhasilnya pengobatan

ialah kepatuhan itu sendiri. Penurunan angka ini sangat disayangkan

karena tujuan pengobatan ialah diharapkan bisa memberantas hingga

100%. Dari hasil pengamatan saat melakukan pengambilan data 30%

responden yang tidak patuh, dikarenakan beberapa hal, yakni: (a)

Kurangnya petugas yang dalam hal ini perawat untuk selalu melakukan

pendidikan kesehatan mengenai pentingnya kepatuhan minum obat, karena

tergesa-gesa saat memberikan obat agar antrian tidak terlalu lama. (b)

Masih ada keluarga yang kurang peduli dengan keluarga terlihat dari

terdapat salah satu penderita dengan gangguan psikologi mengambil obat

sendiri; dan (c) Masih ada responden yang belum tahu aturan pengobatan

sehingga saat mereka pindah tempat atau mudik, tidak memberi tahu

petugas terlebih dahulu yang berimbas pengulangan pengobatan.


71

C. Analisis Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan

Minum Obat

Kepatuhan dalam pengobatan akan meningkat ketika pasien mendapatkan

bantuan dari keluarga (Ramirez dalam Glick et al., 2011). Disamping itu,

pasien yang tidak memiliki keluarga atau memiliki nonsupportive/

nonavailable/ conflicted family akan mempengaruhi terminasi pengobatan

lebih awal dan hasil yang tidak memuaskan (Glick et al., 2011). Hasil analisis

bivariat menyimpulkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dan

kepatuhan minum obat penderita TB. Pernyataan ini didukung pula oleh

penelitian Warsito (2009) dan Handayani (2012) yang menyebutkan bahwa

ada hubungan yang positif dan bermakna antara dukungan sosial keluarga

dengan kepatuhan minum obat. Diperkuat pula dengan penelitian yang

dilakukan oleh Permatasari dalam Sahat (2010) yang menyatakan bahwa salah

satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pada penderita TB

ialah dukungan keluarga. Penelitian Jojor (2004) yang menemukan bahwa

pengobatan pasien TB Paru yang tidak lengkap disebabkan oleh peranan

anggota keluarga yang tidak sepenuhnya mendampingi penderita. Akibatnya

penyakit yang diderita kambuh kembali dan dapat menular kepada anggota

keluarga yang lain. Pada beberapa penelitian yang lain pula menyebutkan

bahwa selain pada penderita tuberkulosis, dukungan keluarga mempengaruhi

kepatuhan minum obat baik pada penderita HIV, hipertensi, maupun

skizofrenia.
72

D. Keterbatasan Penelitian

Kurangnya keterlibatan petugas saat pengambilan data sehingga dalam

pengisian kuesioner, responden kurang antusias.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada

bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Persebaran demografi penderita TB di Wilayah Ciputat tidak terlalu

signifikan berbeda karena selisih angka diantara variabel pembandingnya

tipis. Meliputi: (a) Usia, dimana persebaran usia berada pada usia 28-45

yakni usia yang rentan untuk terjadi infeksi. (b) Jenis kelamin, persentase

pada jenis kelamin laki-laki sebesar 49,3% sedangkan perempuan 50,7%.

Tidak ada perbedaan yang signifikan. (c) Pekerjaan, lebih banyak

penderita TB yang berstatus bekerja dengan angka 52,2% penderita yang

bekerja dan 47,8% penderita yang tidak bekerja. (d) Pendidikan Terakhir,

penderita dengan pendidikan rendah sebanyak 34 responden (49,3%), dan

penderita dengan pendidikan tinggi sebanyak 35 responden (50,7%).

2. Gambaran tingkat dukungan keluarga penderita TB di Ciputat dikatakan

baik karena lebih dari setengah sampel, yaitu 60,9% masuk dalam kategori

baik.

3. Tingkat kepatuhan penderita TB dalam melakukan pengobatan juga

dikatakan baik karena lebih dari setengah sampel, yaitu 73,9% masuk

dalam kategori baik, dengan perbedaan jumlah penderita yang patuh dan

yang tidak patuh sebanyak 51 dan 18 responden.

73
74

4. Ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat

pada penderita TB, dengan hasil p value setelah uji chi square ialah 0,00.

B. Saran

1. Puskesmas Ciputat

Pemantauan keluarga diusahakan dengan meminta keluarga untuk

menemani penderita yang butuh pendampingan seperti penderita cacat

fisik atau cacat mental saat ke Puskesmas karena masih ada penderita yang

datang sendiri ke Puskesmas.

2. Puskesmas Ciputat Timur

Evaluasi pada setiap penderita yang berindikasi untuk putus obat

dilakukan agar infeksi dapat disembuhkan. Bisa dengan melakukan

kunjungan rumah penderita sesuai alamat yang tercatat di Puskesmas.

3. Perawat

Sebagai seorang perawat, modifikasi pemberian edukasi setiap kali

pertemuan dengan penderita melalui media baik cetak maupun elektronik

di sekitar ruang tunggu pasien sangat dianjurkan, karena kemungkinan

terjadinya kelalaian dan lupa tidaklah sedikit.

4. Peneliti Lain

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam mengenai faktor

lain yang mempengaruhi kepatuhan untuk bisa menyeimbangkan

faktor dukungan keluarga.

Meminta keterlibatan petugas saat pengambilan data


DAFTAR PUSTAKA
Agency for Healthcare Research and Quality. (2012).Medication Adherence
Interventions: Comparative Effectiveness Closing the Quality Gap: Revisiting the
State of the Science diakses dari
http://www.effectivehealthcare.ahrq.gov/ehc/products/296/1248/EvidenceReport20
8_CQGMedAdherence_FinalReport_20120905.pdf tanggal 6 maret 2014

Ahsan, A., dan Putu Ari Sadhu Permana Hany. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Hipertensi di Poli Jantung RSSA
Malang. Tesis.

Arifin, Zaenal. (2008). Dasar-dasar penulisan karya ilmiah edisi ke 4. Jakarta: Grasindo

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineka Cipta

Barker dkk. (2005). Principles of Ambulatory Medicine 7th ed. USA: Lippincott

Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) vol. 1 No 1


Oktober 2012 diakses dari bimkmi.bimkes.org tanggal 14 November

Budiarto, Eko. (2002). Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta:
EGC

Centers for Disease Control. (2013). CDC’s Noon Conference

Centers for Disease Control and Prevention. (2012). Reported Tuberculosis in the United
States, 2011.

Chambers, J. A., Ronan E. O‟ Carroll, Barbara Hamilton, Jennifer Whittake, Marie


Johnston, Cathie Sudlow, dan Martin Dennis. (2010). Adherence to medication in
stroke survivors: a Qualitative comparison of low and high adherence”

Connolly L.E., Edelstein PH, & Ramakrishnan L. (2007). Why Is Long-Term Therapy
Required to Cure Tuberculosis? PLoS Med 4(3): e120. doi:10.1371/journal.
pmed.0040120 diakses dari
http://www.plosmedicine.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pmed.0
040120 tanggal 22 April 2014

Corwin, E.J. (2008). Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakarta: EGC

Curry, F.J. (2007). National Tuberculosis Center: Tuberculosis Infection Control: A


Practical Manual for Preventing TB, [inclusive page numbers]. Diakses dari
https://www.ndhealth.gov/Disease/TB/Documents/Infection%20Control.pdf pada
tanggal 4 Juli 2014

Dahlan, M.Sopiyudin. (2010). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan edisi 3. Jakarta:
Salemba Medika

Danim, Sudarwan. (2003). Riset Keperawatan Sejarah & Metodologi. Jakarta: EGC

75
76

Departemen kesehatan RI. (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis


Ed.2 diakses dari
http://tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf tanggal 26
Februari 2014

Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007.


Diakses dari http://www.depkes.go.id/downloads/doen2008/puskesmas_2007.pdf

Departemen Kesehatan RI. (2009).

Departemen kesehatan RI. (2013). diakses dari


http://www.depkes.go.id/downloads/KUNKER%20MARET%
202013/RE%20Banten.pdf tanggal 14 November 2013

DiMatteo M.R., Giordani PJ, & Lepper HS,. (2002). Patient adherence and medical
treatment outcomes: a meta-analysis. Med Care. 2002 Sep;40(9):794-811. PMID:
12218770.

Fakhruddin, T. (2012). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kepatuhan Minum Obat


Penderita Skizofrenia di Kabupaten Aceh Barat Daya. Tesis.

Fitzpatrick, R., Stanton N., Tracey R., Suzanne S., Williams, dan Gareth. (2005).
Understanding Rheumatoid Arthritis. Routledge: Newyork.

Glick, I.D, Anya H. Stekoll, dan Spencer Hays. (2011). The Role of the Family and
Improvement in Treatment Maintenance, Adherence, and Outcome for
Schizophrenia. Journal of Clinical Psychopharmacology Volume 31, Number 1,
February 2011.

Gough, A. dan Garri Kaufman (2011) Pulmonary Tuberculosis: clinical features and
patient management. Nursing Standard. July 27: vol 25, no 47, page 48-56.

Handayani, Meery. (2011). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepatuhan


Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Poliklinik Paru RSUP dr. M.
Djamil Padang. Skripsi

Hastono, Sutanto Priyo dan Luknis Sabri. (2011).Statistik Kesehatan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Hidayat, Aziz Alimul. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Jeffrey, A. Gliner. (2012). Just The Fact 101 textbook Key Facts, textbook outline,
highlight & Practice Quizzes. Research Methods in Applied Settings: An
Integrated Approach to Design and Analysis 2nd Edition. Study Guide.Cram101:
USA.

Jojor. (2004). Ketidakpatuhan Pasien TB Paru dalam Hal Pengobatan. Skripsi

Journal of Plos Medicine. (2007). 4(7): e238. Diakses dari


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17676945 tanggal 27 November 2013
77

Jurnal Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) vol.1 Maret (2012)


diakses dari Download PPTI-Jurnal-Maret-2012.pdf tanggal 13 November

KBBI diakses dari http://kbbi.web.id/keluarga

Kao, H.F., dan Travis, S.S. (2005). Effects of Accultiration and Social Exchange on the
Expectation of Filial Piety Among Hispanic/Latino Parents of Adult Children.
Nursing & Health Sciences, 7(4), 226-234.

Lewis dkk. (2007). Medical-Surgical Nursing Vol 1.USA. Mosby Elsevier

Maryam, R.S. dkk., (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika:
Jakarta

Mbata dan Iroezindu. (2013). Complications of Tuberculosis. Pioneer Medical Journal


Vol. 3, No. 5, January - June, 2013. Diakses pada tanggal 12 Juli 2014 dari
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=
rja&uact=8&ved=0CD8QFjAD&url=https%3A%2F%2Fwww.iconceptpress.com
%2Fdownload%2Fpaper%2F13030321070582.pdf&ei=sVXBU9LmJ5K1uATzro
Ag&usg=AFQjCNFXnbXcM4Yhr303fC1OTNnWqIasog&sig2=H3qkMcORiQ
H4huKyDfNoHw&bvm=bv.70810081,d.c2E

McLafferty E, Carolyn Johnstone, Charles Hendry, Alistair Farley (2013). Respiratory


System part 1: pulmonary ventilation. Journal of Nursing Standard vol. 27 no 22

Muttaqin, Arif. (2007). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam dan Ninuk. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2008). KONSEP DAN PENERAPAN METODOLOGI PENELITIAN ILMU


KEPERAWATAN Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan Ed.2. Jakarta: Salemba Medika

Nursiswati. (2013). Gambaran Kepatuhan Pasien TBC Dalam Menjalani Pengobatan


Obat Anti Tuberkulosis Di Tiga Puskesmas, Kabupaten Sumedang. Unpad,
diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/archives/79185/ tanggal 26 Februari 2014

Osterberg L, Blaschke T. (2005). Adherence to medication. N Engl J Med. 2005 Aug


4;353(5):487-97. PMID: 16079372.

Porche,D.J. (1999). Jounal of pulmonary tuberculosis, diagnosis, and management vol.8.

Price A. Sylvia dan Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Vol.2 Ed.6. Jakarta: EGC

Public Health Agency of Canada. (2010). Tuberculosis (TB) and Tobacco Smoking
http://www.phac-aspc.gc.ca/tbpc-latb/fa-fi/tbtobacco-tabag-eng.php tanggal 25
Juni 2014
78

Riset Kesehatan Dasar. (2007).

Riset Kesehatan Dasar. (2013).

Sahat P Manalu, Helper. (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru


dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No 4,
Desember 2010 : 1340 – 1346. diakses pada tanggal 20 Juni 2014 dari
bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/download/1598/pdf.

Scheurer, D., Niteesh Choudhry, Kellie A. Swanton, Olga Matlin, dan Will Shrank.
(2012). The American Journal Of Managed Care Vol. 18, No. 12

Self Measure for Social Support. Diakses dari


http://www.fetzer.org/sites/default/files/images/
stories/pdf/selfmeasures/Self_Measures_for_Social_Support_INTERPERSONA
L_SUPPORT_EVALUATION.pdf tanggal 6 maret 2014

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan-edisi pertama. Yogyakarta:


Graha Ilmu

Somantri, Irman. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Stanhope Marcia and Jeanette Lancaster. (2004). Community & Public Health Nursing
sixth ed. USA: Mosby Evolve

Sulkind, Neil J.(2010). Encyclopedia of Research Design.California: SAGE Publication

Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga:Aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC

Suradi,dkk. (2013). Modul Field Lab Semester III P2M TB

Swarjana, I Ketut. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV ANDI


OFFSET

Treatment of tuberculosis guidelines 4th edition. WHO. (2010). diakses dari download
9789241547833_eng.pdf tanggal 13 November

Tuberkulosis di Indonesia. diakses dari http://www.tbindonesia.or.id tanggal 28 Februari


2014

Umar, Husein. (2005). Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Ukpe, I S. dan L. Southern. (2006). Erythrocyte sedimentation rate values in active


tuberculosis with and without HIV co-infection. SAMJ-LETTERS. May 2006,
Vol. 96, No. 5. Diakses dari
http://www.samj.org.za/index.php/samj/article/viewFile/1122/574

Van Den Berg, R.H. dan M.J. Viljoen. (2007). Communicable Disease; A Nursing
Perspective.Cape Town: CTP Book Printers
79

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Walen, Heather R. & Margie E. Lachman.(2000). Social support and strain from partner,
family, and friends: Costs and benefits for men and women in adulthood.
Journal of Social and Personal. Vol. 17(1): 5–30. [0265–4075 (200002) 17:1;
011279]. Diakses dari http://aging.wisc.edu/midus/findings/pdfs/260.pdf pada
tanggal 6 maret 2014

Warsito. (2009). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat
pada Fase Intensif pada Penderita TB di Puskesmas Pracimantoro Wonogiri
Jawa Tengah. Tesis

WHO. (2003). Adherence To Long-Term Therapies Evid Ence For Action diakses dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/42682/1/9241545992.pdf pada tanggal 6
maret 2014

WHO. (2013). diakses dari www.who.int/research/en/ tanggal 12 November 2013

WHO. (2013). Countdown to 2015 Global Tuberculosis Report 2013 Supplement report
of Global TB Control.

Woodward, E.N. dan David W. Pantalone. (2012). The Role of Social Support and
Negative Affect in Medication Adherence for HIV-Infected Men who Have Sex
with Men. Journal of The Association of Nurses in AIDS Care. Vol. 23, No.5,
Spetember/October 2012, 388-396

Yi Choi, Jin dan Sohyune R. Sok. (2012). Relationship among family support, health
status, burnout, and the burden of the family caregiver caring for Korean older
adults.Journal of Hospice & Palliative care. Vol 14. No 8

York, N.L. dan Christy Kane. (2012). Caring for the critically ill patient with
tuberculosis.
80
81

Lampiran 1
83
84
85

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Dibawah ini, saya:

Nama (inisial) :

Usia :

Bersedia terlibat sebagai responden dalam penelitian Sdri Desy Fitri Maulidia
Mahasiswi PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Hubungan
Antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita
Tuberkulosis Di Wilayah Ciputat Tahun 2014”. Dan sudah dijelaskan manfaat,
kerugian, dan konsekuensi yang akan saya terima serta menjamin kerahasiaan
identitas saya.
Ciputat, 2014

Ttd,
Lampiran 3

No Responden:

LEMBAR KUESIONER

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN


MINUM OAT PADA PASIEN TB

1. Data Demografi
Nama (inisial) :................................
Jenis Kelamin :................................
Usia :................................
Pekerjaan :................................
Pendidikan terakhir :................................

2. Dukungan Keluarga
Berilah tanda ceklist (√) pada kolom dibawah ini, sesuai dengan apa yang
Anda rasakan.
Tidak
No Pernyataan jarang Selalu
pernah
Keluarga saya:

1 Mengambilkan obat bila saya tidak bisa ambil sendiri

2 Mendorong saya untuk sembuh dan patuh dalam pengobatan

3. Ada disaat saya merasa kesepian

4. Mengantar berobat jika saya tidak bisa datang sendiri

5. Menginformasikan tentang manfaat dan resiko tidak patuh minum obat

6. Mengingatkan minum obat bila saya lupa

7. Memberikan kasih sayang

8. Mengantarkan saya untuk periksa

9. Mau mendengarkan keluh kesah saya

10. Menemani saya saat minum obat

11. Memberika perhatian


87

Tidak
No Pernyataan jarang Selalu
pernah

12. Ada saat dibutuhkan

13. Ada saat saya merasa sendiri

14. Mencontohkan cara minum obat bila saya tidak mampu

15. Memenuhi kebutuhan makan-minum saya dirumah

16. Mengantar saya jika tidak mampu, walau jaraknya dekat

17. Memberikan penghargaan bila saya sedang putus asa

18. Mengingatkan saya untuk pasrah dan bersyukur kepada Tuhan

19. Menanggung biaya bila saya tidak mampu

20. Mencintai saya

21. Membantu membacakan dosis bila saya tidak mampu

22. Membantu memfasilitasi pengobatan bila saya tidak mampu

23. Memberi nasehat saat saya menghadapi masalah

24. Bertemu dan berbicara, saat saya membutuhkan mereka

25. Menyediakan obat dalam sebuah wadah bila saya tidak mampu
Lampiran 4

3. Kepatuhan Minum Obat


Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan yang Anda rasa dan Anda
lakukan selama pengobatan.

No Pernyataan Ya Tidak

1. Apakah Anda terkadang lupa untuk minum obat?

2. Pernahkah Anda tidak minum obat selain karena alasan lupa?

3. Pernahkah berhenti minum obat dan tidak memberi tahu dokter Anda?

4. Pernahkah Anda lupa membawa obat saat dalam perjalanan?

5. Apakah kemarin Anda minum obat dengan lengkap?

6. Apakah Anda pernah berhenti untuk minum obat saat tidak ada gejala?

7. Apakah Anda pernah kesal dengan rencana pengobatan Anda yang lama?

8. Apakah Anda sering lupa untuk minum obat Anda?


Lampiran 5

1. Instrumen Dukungan Keluarga


Tabel: Nilai reliabilitas dukungan menggunakan pearson product (n = 22)

Cronbach's N of Items
Alpha
.906 25

Tabel: Nilai uji validitas dukungan menggunakan pearson product moment


dengan t tabel 0,432 (n = 22)
Nilai r Nilai α
Pernyataan
(pearson correlation) (Sig. 2 tailed)
A1 .314 .155
A2 .604 .003
A3 .712 .000
A4 .313 .156
A5 .452 .035
A6 .800 .000
A7 .748 .000
A8 .647 .001
A9 .623 .002
A10 .856 .000
A11 .595 .003
A12 .626 .002
A13 .706 .000
A14 .830 .000
A15 .048 .833
A16 .487 .022
A17 .617 .002
A18 .337 .125
A19 .685 .000
A20 .215 .337
A21 .486 .022
A22 .596 .003
A23 .323 .143
A24 .486 .022
A25 .700 .000
Terdapat 6 pertanyaan tidak valid, sehingga dilakukan perubahan redaksi
kalimat namun tidak merusak makna aslinya. Dilakukan uji ulang
90

Setelah dilakukan uji ulang, menghasilkan hasil sebagai berikut:


Tabel: Nilai realibilatas dukungan menggunakan alpha cronbach (n = 20)
Cronbach's N of Items
Alpha
.928 25

Tabel: Nilai uji validitas dukungan menggunakan pearson product moment


(n = 20) t tabel 0,444
Nilai r Nilai α
Pernyataan
(pearson correlation) (Sig. 2 tailed)
A1 .777 .000
A2 .410 .073
A3 .756 .000
A4 .729 .000
A5 .743 .000
A6 .742 .000
A7 .651 .002
A8 .754 .000
A9 .712 .000
A10 .402 .079
A11 .694 .001
A12 .742 .000
A13 .129 .587
A14 .481 .032
A15 .714 .000
A16 .362 .117
A17 .435 .056
A18 -.179 .451
A19 .455 .044
A20 .651 .002
A21 .685 .001
A22 .819 .003
A23 .713 .000
A24 .761 .000
A25 .720 .000
91

Untuk menguatkan hasil validasi, dilakukan uji ulang pada penelitian


sesungguhnya yang disebut test retest, dengan hasil sebagai berikut:

Tabel: Nilai realibilatas dukungan menggunakan alpha cronbach (n = 69)


Cronbach's N of Items
Alpha
.934 25

Tabel: Nilai uji validitas dukungan menggunakan pearson product moment


(n = 69) t tabel 0,244
Nilai r Nilai α
Pernyataan
(pearson correlation) (Sig. 2 tailed)
A1 .596 .000
A2 .633 .000
A3 .619 .000
A4 .711 .000
A5 .716 .000
A6 .624 .000
A7 .696 .000
A8 .703 .000
A9 .642 .000
A10 .536 .000
A11 .715 .000
A12 .635 .000
A13 .605 .000
A14 .577 .000
A15 .557 .000
A16 .685 .000
A17 .564 .000
A18 .522 .000
A19 .624 .000
A20 .527 .000
A21 .689 .000
A22 .803 .000
A23 .612 .000
A24 .583 .000
A25 .765 .000
91

2. Instrumen Kepatuhan
Tabel: Nilai realibilitas instrumen kepatuhan menggunakan K-R 20 (n= 16)
B1 B2 B3 B4
P 0.5625 0.0625 0.25 0.125
Q 0.4375 0.9375 0.75 0.875
p*q 0.246094 0.058594 0.1875 0.109375

B5 B6 B7 B8
P 0.9375 0.375 0.1875 0.3125
Q 0.0625 0.625 0.8125 0.6875
p*q 0.058594 0.234375 0.152344 0.214844
Sigma p*q 1.261719

n soal =8
n-1 =7
Varian total = 4.829167
K-R 20 = 0.844262
Ket. = reliable

Tabel: Nilai uji validitas kepatuhan dengan pearson product moment, t tabel
0,497 (n = 16)
Nilai r Nilai α
Pertanyaan
(pearson correlation) (Sig. 2 tailed)
B1 .751 .001
B2 .629 .009
B3 .797 .000
B4 .655 .006
B5 -.144 .594
B6 .736 .001
B7 .795 .000
B8 .883 .000

Terdapat 1 pertanyaan tidak valid, sehingga dilakukan perubahan redaksi


kalimat negatif menjadi positif, dan tidak merusak makna aslinya. Dilakukan
uji ulang.
91

Setelah dilakukan uji ulang, menghasilkan hasil sebagai berikut:

Tabel: Nilai realibilitas instrumen kepatuhan menggunakan K-R 20 setelah


modifikasi soal (n= 20)
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8
P 0.2 0.15 0.15 0.2 0.2 0.15 0.2 0.1
Q 0.8 0.85 0.85 0.8 0.8 0.85 0.8 0.9
p*q 0.16 0.1275 0.1275 0.16 0.16 0.1275 0.16 0.09
sigma p*q 1.1125
n soal =8
n-1 =7
Varian total = 4.3833333
K-R 20 = 0.77986476
Ket. = reliable

Tabel: Nilai uji validitas kepatuhan dengan pearson product moment, t tabel 0,444
(n=20)
Nilai r Nilai α
Pertanyaan
(pearson correlation) (Sig. 2 tailed)
B1 .863 .000
B2 .457 .043
B3 .764 .000
B4 .795 .000
B5 .110 .645
B6 .841 .000
B7 .315 .176
B8 .850 .000
94

Untuk menguatkan hasil validasi, dilakukan uji ulang pada penelitian


sesungguhnya yang disebut test retest, dengan hasil sebagai berikut:

Tabel: Nilai realibilitas instrumen kepatuhan menggunakan K-R 20


(n= 69)
B1 B2 B3 B4 B5
P 0.24637681 0.14492754 0.11594203 0.20289855 0.28985507
Q 0.75362319 0.85507246 0.88405797 0.79710145 0.71014493
p*q 0.18567528 0.12392355 0.10249947 0.16173073 0.20583911

B6 B7 B8
P 0.2173913 0.34782609 0.24637681
Q 0.7826087 0.65217391 0.75362319
p*q 0.17013233 0.2268431 0.18567528
sigma p*q 1.32955261

n soal =8
n-1 =7
Varian total = 4.39428815
K-R 20 = 0.79706992
Ket. = reliable

Tabel: Nilai uji validitas kepatuhan dengan pearson product moment, t tabel 0,244
(n=69)
Nilai r Nilai α
Pertanyaan
(pearson correlation) (Sig. 2 tailed)
B1 .714 .000
B2 .682 .000
B3 .652 .000
B4 .752 .000
B5 .306 .011
B6 .772 .000
B7 .511 .000
B8 .823 .000
Lampiran 6

1. Uji Normalitas Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Dukungan keluarga Kepatuhan

N 69 69
Mean 66.68 1.75
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 9.444 2.096
Absolute .189 .249
Most Extreme Differences Positive .189 .249
Negative -.174 -.201
Kolmogorov-Smirnov Z 1.572 2.069
Asymp. Sig. (2-tailed) .014 .000

2. Hasil Uji Univariat


a. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Laki-Laki 34 49.3 49.3 49.3

Valid Perempuan 35 50.7 50.7 100.0


Total 69 100.0 100.0
96

b. Distribusi Frekuensi Pekerjaan


Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

tidak bekerja 33 47.8 47.8 47.8

Valid Bekerja 36 52.2 52.2 100.0


Total 69 100.0 100.0

c. Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir


Pendidikan terakhir
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
rendah 34 49.3 49.3 49.3

Valid tinggi 35 50.7 50.7 100.0


Total 69 100.0 100.0
97

d. Distribusi Frekuensi Usia

kat_usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
remaja 14 20.3 20.3 20.3
dewasa 38 55.1 55.1 75.4
Valid
lansia 17 24.6 24.6 100.0
Total 69 100.0 100.0

e. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga

Dukungan Keluarga

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
buruk 27 39.1 39.1 39.1

Valid baik 42 60.9 60.9 100.0


Total 69 100.0 100.0
98

f. Distribusi Frekuensi Kepatuhan


Kepatuhan Minum Obat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
patuh 51 73.9 73.9 73.9

Valid tidak patuh 18 26.1 26.1 100.0


Total 69 100.0 100.0

g. Tabel Statistik Data Demografi

Jenis Kelamin Pekerjaan Pend. Terakhir usia Dukungan Kepatuhan

Valid 69 69 69 69 69
N
Missing 0 0 0 0 0
Mean 1.51 1.52 3.19 1.96 66.68 1.75
Median 2.00 2.00 4.00 2.00 70.00 1.00
Mode 2 2 4 2 75 0
Std. Deviation .504 .503 1.004 .629 9.444 2.096
Skewness -.030 -.089 -.751 .397 89.191 4.394
Std. Error of Skewness .289 .289 .289 .289 -1.683 1.333
Kurtosis -2.060 -2.052 -.511 .960 .289 .289
Std. Error of Kurtosis .570 .570 .570 .570 2.836 .933
Minimum 1 1 1 1 .570 .570
Maximum 2 2 5 4 34 0
Sum 104 105 220 135 75 8
25 1.00 1.00 2.00 4601 121

Percentiles 50 2.00 2.00 4.00 62.00 .00


75 2.00 2.00 4.00 70.00 1.00
99

3. Hasil Uji Bivariat


a. Crosstab Jenis Kelamin vs Kepatuhan

Case Processing Summary


Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

JK * kepatuhan 69 100.0% 0 0.0% 69 100.0%

JK * kepatuhan Crosstabulation
kepatuhan Total
patuh tidak patuh

Count 25 9 34
% within JK 73.5% 26.5% 100.0%
Laki-Laki
% within kepatuhan 49.0% 50.0% 49.3%
% of Total 36.2% 13.0% 49.3%
JK
Count 26 9 35
% within JK 74.3% 25.7% 100.0%
Perempuan
% within kepatuhan 51.0% 50.0% 50.7%
% of Total 37.7% 13.0% 50.7%
Count 51 18 69
% within JK 73.9% 26.1% 100.0%
Total
% within kepatuhan 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 73.9% 26.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .005a 1 .943
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .005 1 .943
Fisher's Exact Test 1.000 .580
Linear-by-Linear Association .005 1 .943
N of Valid Cases 69
100

b. Crosstab Pekerjaan vs Kepatuhan

Case Processing Summary


Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pek * kepatuhan 69 100.0% 0 0.0% 69 100.0%

Pek * kepatuhan Crosstabulation


kepatuhan Total
patuh tidak patuh

Count 24 9 33
% within Pek 72.7% 27.3% 100.0%
tidak bekerja
% within kepatuhan 47.1% 50.0% 47.8%
% of Total 34.8% 13.0% 47.8%
Pek
Count 27 9 36
% within Pek 75.0% 25.0% 100.0%
Bekerja
% within kepatuhan 52.9% 50.0% 52.2%

% of Total 39.1% 13.0% 52.2%


Count 51 18 69
% within Pek 73.9% 26.1% 100.0%
Total
% within kepatuhan 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 73.9% 26.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .046a 1 .830
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .046 1 .830
Fisher's Exact Test 1.000 .523
Linear-by-Linear Association .045 1 .831
N of Valid Cases 69
100

c. Crosstab Pendidikan Terakhir vs Kepatuhan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

PenT * kepatuhan 69 100.0% 0 0.0% 69 100.0%

kat_pend * kepatuhan Crosstabulation


kepatuhan Total
patuh tidak patuh

Count 26 8 34
Expected Count 25.1 8.9 34.0
rendah
% within kat_pend 76.5% 23.5% 100.0%
% within kepatuhan 51.0% 44.4% 49.3%
kat_pend
Count 25 10 35
Expected Count 25.9 9.1 35.0
tinggi
% within kat_pend 71.4% 28.6% 100.0%
% within kepatuhan 49.0% 55.6% 50.7%
Count 51 18 69
Expected Count 51.0 18.0 69.0
Total
% within kat_pend 73.9% 26.1% 100.0%
% within kepatuhan 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .227a 1 .633
b
Continuity Correction .041 1 .839
Likelihood Ratio .228 1 .633
Fisher's Exact Test .785 .420
Linear-by-Linear Association .224 1 .636
N of Valid Cases 69
102

d. Crosstab Usia vs Kepatuhan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

katusia * kepatuhan 69 100.0% 0 0.0% 69 100.0%

kat_usia * kepatuhan Crosstabulation


kepatuhan Total
patuh tidak patuh

Count 9 5 14
Expected Count 10.3 3.7 14.0
remaja
% within kat_usia 64.3% 35.7% 100.0%
% within kepatuhan 17.6% 27.8% 20.3%

Count 29 9 38
Expected Count 28.1 9.9 3 8.0
kat_usia dewasa
% within kat_usia 76.3% 23.7% 100.0%

% within kepatuhan 56.9% 50.0% 55.1%

Count 13 4 17
Expected Count 12.6 4.4 17.0
lansia
% within kat_usia 76.5% 23.5% 100.0%
% within kepatuhan 25.5% 22.2% 24.6%
Count 51 18 69
Expected Count 51.0 18.0 69.0
Total
% within kat_usia 73.9% 26.1% 100.0%
% within kepatuhan 100.0% 100.0% 100.0%

Test Statisticsa
kat_usia

Mann-Whitney U 412.000
Wilcoxon W 583.000
Z -.714
Asymp. Sig. (2-tailed) .475

a. Grouping Variable: katgutman2


102

e. Crosstab Dukungan Keluarga vs Kepatuhan

dukungan * kepatuhan Crosstabulation

kepatuhan Total
patuh tidak patuh

Count 13 14 27

Expected Count 20.0 7.0 27.0

buruk % within dukungan 48.1% 51.9% 100.0%

% of Total 18.8% 20.3% 39.1%

Residual -7.0 7.0


dukungan
Count 38 4 42

Expected Count 31.0 11.0 42.0

baik % within dukungan 90.5% 9.5% 100.0%

% of Total 55.1% 5.8% 60.9%


Residual 7.0 -7.0
Count 51 18 69
Expected Count 51.0 18.0 69.0
Total
% within dukungan 73.9% 26.1% 100.0%
% of Total 73.9% 26.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 15.271a 1 .000
Continuity Correctionb 13.155 1 .000
Likelihood Ratio 15.397 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 15.050 1 .000
N of Valid Cases 69

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.04.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.

Phi .057 .633


Nominal by Nominal
Cramer's V .057 .633
N of Valid Cases 69

a. Not assuming the null hypothesis.

Anda mungkin juga menyukai