ACARA I.
ALAT-ALAT KLIMATOLOGI
2
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gun Bellani adalah alat yang digunakan untuk mencatat intensitas cahaya
matahari dan untuk mengukur pengembunan di pagi hari. Intensitas cahaya
matahari dihitung dari selisih pembacaan skala dikalikan dengan konstanta
kemudian dibagi 21 yang dinyatakan dalam satuan kalori/cm2 (Langley). Radiasi
matahari harian telah diukur secara rutin setiap hari menggunakan Gun Bellani
Pyranometer sejak tahun 1997 (Abbadieet al., 2006). Untuk mengukur intensitas
cahaya matahari, Gun Bellani selalu diamati setiap pagi pada jam 07.00 waktu
setempat (Tio, 2010). Gun Bellani yang terdapat di taman alat BMKG Kota
Semarang penggunaannya masih secara manual. Keseluruhan cara kerja Gun
Bellani memerlukan tenaga manusia untuk mengoperasikannya, yaitu dengan
pemasangan alat di pagi hari, dan dibalik pada sore hari kemudian dikembalikan
agar permukaan air dalam tabung mendekati nol (Kimei dan Khabongo, 2004).
Volume air dalam alat konstan dan akan menguap bila terkena cahaya matahari
yang kemudian akan terjadi kondensasi dan air akan turun.
memiliki perbedaan koefisien muai dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap
perubahan suhu (Prasodjoet al., 2006). Prinsip kerja alat ini adalah bila kedua
lempengan logam berada pada temperatur yang sama maka pena akan
menunjukkan angka nol. Lempengan yang berwarna hitam berukuran lebih
panjang karena menyerap panas apabila terkena radiasi matahari. Diantara
lempengan tersebut ada pena yang akan bergerak naik turun. Besarnya intensitas
radiasi matahari yang mengenai lempengan logam berbanding lurus dengan
perbedaan temperatur logam dan perbedaan panjang yang akan menggerakkan
pena.
berkaitan dengan cuaca karena suhu dan kelembaban menentukan kondisi cuaca
pada suatu daerah (Gusniawati, 2012).
2.4.1. Anemometer
Cup Counter adalah salah satu tipe anemometer yang berfungsi sebagai
penangkap angin dan pemutar piringan derajat yang kecepatannya bergantung dari
kecepatan angin (Chotimah, 2010). Anemometer ini tergolong pressure
anemometer yang sering dipakai stasiun prakiraan cuaca (As’ari, 2011).
Anemometer ini hanya dapat mengukur rata-rata kecepatan angin selama suatu
periode pengamatan. Cup Counter terdiri dari tiga buah cup (mangkuk) yang
dipasang simetris pada sumbu vertikal. Pada bagian bawah dari sumbu vertikal ini
dikopel dengan rotor generator arus serah.
7
2.5.1 Thermohygrograph
dari pipa sempit yang menjulur ke dalam tabung kolektor dan dilengkapi dengan
kran. Jumlah air yang tertampung dalam tabung diketahui bila kran dibuka
kemudain air diukur dengan gelas ukur (Nugroho, 2012).
Penakar hujan Hellman merupakan penakar hujan otomatis. Bila air hujan
terukur 10 mm, siphon bekerja mengeluarkan air dari tabung penampungan
dengan cepat, kemudian siap mengukur lagi dan seterusnya. Terdapat pelampung
yang dihubungkan dengan jarum pena penunjuk yang secara mekanis membuat
pada garis pada kertas pias posisi dari tinggi air hujan yang tertampung. Bentuk
pias yang digunakan adalah harian, karena garis yang dibuat pena tidak terlalu
rapat ketika hujan lebat. Banyak data dapat dianalisa dari pias, tinggi hujan harian,
waktu datangnya hujan, dan derasnya hujan per satuan waktu (Haryono, 2001).
Ombrometer tipe Hellman termasuk penakar hujan yang dapat mencatat sendiri.
Penakar ini dapat merekam berapa lama terjadinya hujan pada hari tersebut, dan
penghitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan jam bekker yang diberi
pena dan memutar kertas pias (Permana et al., 2015). Pengamatan dengan
menggunakan alat ini dilakukan setiap hari pada jam tertentu.
oleh motor listrik. Selama hujan penutup tersebut tetap terbuka kemudian setelah
hujan berhenti maka penutup akan bergerak ke posisi semula. Sehingga air hujan
yang berada di tempat penakar penampungan tidak terkena kotoran lain karena
tertutup rapat (Nugroho, 2012).
BAB III
3.1 Materi
3.2 Metode
BAB IV
Gun Bellani adalah alat yang digunakan untuk mencatat intensitas cahaya
matahari, dan di pagi hari digunakan untuk mengukur pengembunan. Intensitas
cahaya matahari dihitung dari selisih pembacaan skala dikalikan dengan
konstanta kemudian bagi 21 yang dinyatakan dalam satuan kalori/cm2 (Langley).
Gun Bellani mengukur intensitas cahaya dari terbit hingga terbenamnya matahari
dan pengukuran dilakukan setiap 24 jam sekali yaitu pada jam 07.00 waktu
setempat. Hal ini sesuai dengan pendapat Abbadie et al. (2006) yang menyatakan
bahwa radiasi matahari harian telah diukur secara rutin setiap hari menggunakan
alat ukur Gun Bellanipyranometer sejak tahun 1977. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Tio (2010) yang menyatakan bahwa Gun Bellani diamati setiap jam
07.00 waktu setempat. Gun Bellani yang terdapat di taman alat BMKG Kota
Semarang penggunaannya masih secara manual karena alat harus dipasang pagi
13
hari, dibalik dan dikembalikan lagi masih dengan bantuan tenaga manusia untuk
memastikan bahwa permukaan air dalam tabung mendekati nol. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kimei dan Khabongo (2008) yang menyatakan bahwa
keseluruhan cara kerja Gun Bellani memerlukan tenaga manusia untuk
mengoperasikannya, prinsip kerjanya yaitu dengan pemasangan alat saat pagi
hari, dan dibalik pada sore hari lalu dikembalikan agar permukaan air dalam
tabung mendekati nol. Volume air dalam alat konstan dan akan menguap bila
terkena cahaya matahari yang kemudian akan terjadi kondensasi dan air akan
turun.
sesuai dengan pendapat Prasodjo et al. (2006) yang menyatakan bahwa keping
bimetal terdiri dari dua lempeng logam yang memiliki perbedaan koefisien muai
dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan suhu. Prinsip kerja alat ini
adalah bila kedua lempengan logam berada pada temperatur yang sama maka pena
akan menunjukkan angka nol. Lempengan yang berwarna hitam berukuran lebih
panjang karena menyerap panas lebih banyak dibandingkan dengan logam
berwarna putih yang sifatnya kurang menyerap panas apabila terkena radiasi
matahari. Diantara lempengan tersebut ada pena yang akan bergerak naik turun.
Makin besar intensitas radiasi matahari yang mengenai lempengan logam
berbanding lurus dengan perbedaan temperatur logam dan perbedaan panjang
yang akan menggerakkan pena.
dalam posisi vertikal. Hal ini sesuai dengan pendapat Arief (2012) yang
menyatakan bahwa psikrometer terdiri dari thermometer bola basah dan
thermometer bola kering, thermometer maksimum dan thermometer minimum,
serta piche evaporimeter. Pada thermometer bola basah tabung air raksa dibasahi
air dengan tujuan untuk mengetahui tingkat penguapan di tempat tersebut serta
agar suhu yang terukur adalah suhu saturasi atau titik jenuh yaitu suhu yang
diperlukan agar uap air dapat berkondensasi. Ketika terjadi kenaikan suhu maka
air yang terdapat di dalam kain tersebut akan menguap sehingga berpengaruh pada
air raksa dalam pipa kapiler akan turun atau menyusut. Thermometer bola kering
dibaca terlebih dahulu kemudian thermometer bola basah karena suhu udara yang
ditunjukkan thermometer bola kering lebih mudah berubah. Penguapan air dari
kain kasa basah menyebabkan suhu bola basah lebih rendah dari pada suhu bola
kering.Suhu udara didapat dari thermometer bola kering, sedangkan kelembaban
udara diperoleh melalui perhitungan dalam persen. Jika kelembaban udara naik
maka air raksa dalam pipa kapiler akan ikut naik ke atas. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sunitra et al., (2011) yang menyatakan bahwa kelembaban relatif
merupakan nilai hasil dari thermometer bola basah yang dinyatakan dalam persen.
Thermometer maksimum digunakan untuk mengetahui suhu udara maksimum
pada saat tertentu. Jika terjadi kenaikan atau penurunan suhu maka air raksa dalam
pipa kapiler akan memuai. Thermometer minimum digunakan untuk mengukur
suhu udara minimum pada waktu tertentu. Jika terjadi kenaikan suhu udara maka
alkohol akan memuai dalam pipa kapilersehingga permukaan menjadi naik.
Sebaliknya, jika terjadi penurunan suhu, maka alkohol juga akan turun.
17
parafin agar tidak terjadi perubahan suhu yang signifikan saat terbaca di udara.
Thermometer tanah sangat berkaitan dengan cuaca. Hal ini sesuai dengan
pendapat Gusniawati (2012) yang menyatakan bahwa suhu dan kelembaban
menentukan kondisi cuaca pada suatu daerah. Pengukuran tanah dengan
thermometer dapat berguna untuk mengetahui perbedaan suhu pada setiap lahan
yang mempunyai karakteristik berbeda sehingga baik untuk pertanian.
4.4.1 Anemometer
temperatur Ambient. Bila ada udara / angin yang mengalir melewati kawat maka
akan terjadi efek pendinginana pada kawat, perubahan temperatur dari kawat
sebagai indikasi perubahan dari kecepatan angin yang diukur. Hal itu sesuai
dengan pendapat Lakitan (2004) yang menyatakan bahwa kecepatan angin
ditentukan oleh perbedaan tekanan udara antara tempat asal dan tujuan angin
(sebagai faktor pendorong) dan resistensi medan yang dilaluinya.
sesuai darimana arah angin berhembus. Tidak ada petunjuk khusus mengenai
pemasangan dari Wind Force.
4.5.1. Thermohygrograph
menerus tanpa terpengaruh oleh posisi matahari. Pias ditempatkan pada kerangka
cekung yang konsentrik dengan bola gelas dan sinar yang difokuskan tepat
mengenai pias. Jika matahari bersinar sepanjang hari dan mengenai alat ini, maka
akan diperoleh jejak pias terbakar yang tak terputus. Tetapi jika matahari bersinar
terputus-putus, maka jejak dipiaspun akan terputus-putus. Sensor suhu terbuat dari
logam, bila udara panas logam akan memuai dan menggerakkan pena ke atas, bila
udara dingin logam akan mengkerut dan gerakan pena turun. Satuan yang
digunakan adalah Celcius (oC) dan Prosentase (%). Hal itu sesuai dengan
pendapat Asri (2013) yang menyatakan bahwa satuan suhu pada
Thermohygrograph adalah celcius (oC), sedangkan satuan pada
kelembaban/Relative Humidity (RH) adalah (%).
bahwa Evaporimeter Panci Terbuka adalah alat untuk mengukur penguapan. Alat
ini dilengkapi dengan thermometer apung dan Cup Counter Anemometer setinggi
0,5 meter. Termometer apung berfungsi untuk mengukur suhu air, sedangkan Cup
Counter Anemometer berfungsi untuk mengukur kecepatan angin. Air dalam
panci mengibaratkan jumlah penguapan udara yang terjadi. Pengamatan pada alat
ini dilakukan setiap pagi hari dan hasilnya diakumulasikan dalam jangka waktu
satu bulan. Hal ini sesuai pendapat Muldawati (2013) yang menyatakan bahwa
evaporimeter adalah alat yang mengukur kadar penguapan yang terjadi selama 24
jam.
BAB V
5.1. Simpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abbadie, L., E.O. Falayi, J.O. Adepitan, and A.B. Rabiu. 2006. Empirical models
for the correlation of global solar radiation with meteorological data for
Iseyin, Nigeria. International Journal of Physical Sciences.3(9):210-216.
Aprianti, D., Hermawati, O. Ombasta, dan Z. Mediawaty. 2010. High Volume Air
Sampler dengan Metode Gavimetri. Jakarta : Universitas Indonesia.
Kartasapoetra, A.G. 2004. Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta :
PT. Bumi Aksara.
Kimei, M. dan Khabongo. 2004. Geography. Kenya : Print Art Limited Nairobi.
Muldawati. 2013. Prediksi Curah Hujan Daerah Sicingin dengan Metode Arima.
Padang : Universitas Andalas.
30
Pardosi, E., Jamilah, dan K.S. Lubis. 2013. Kandungan bahan organik dan
beberapa sifat fisik tanah sawah pada pola tanam padi-padi dan padi
semangka. Jurnal Online Agroekoteknologi.1(3) : 429-439.
Prasodjo, D., Pujiastuti, dan A.F. Ilahi. 2006. Analisis pengaruh intensitasradiasi
matahari, temperatur dan kelembaban udara terhadap fluktuasi konsentrasi
ozon permukaan di bukit Kototabang. Jurnal Fisika.3(3) : 177-183.
Rayner, D.P. 2006. Wind run changes : the dominant factor affecting pan evaporation
trends in Australia. Journal of Climate.2(20) : 3379-3395.
Sofendi, B. 2000. Tata Cara Tetap Pelaksanaan Pengamatan dan Pelaporan Data
Iklim dan Agroklimat. Jakarta : Badan Metereologi dan Geofisika.
Sutinkjo. 2005. Prediksi Curah Hujan Daerah Sicingin dengan Menggunakan Metode
Arima. Padang : Universitas Andalas.
ACARA II.
PENGAMATAN PERAWANAN
32
BAB I
PENDAHULUAN
Awan adalah sekumpulan tetesan air atau kristal es di dalam atmosfer yang
terjadi karena pengembunan atau pemadatan uap air yang terdapat dalam udara
setelah melampui keadaan jenuh. Awan terbentuk dari titik-titk air yang berasal
dari uap airdi udara. Setelah awan terbentuk titik air di dalam awan akan semakin
besar dan awan akan semakin besar, karena adanya gaya grafitasi titik air dalam
awan jatuh ke bumi dalam bentuk hujan.
Jenis awan akan mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim di suatu daerah
serta mengakibatkan perbedaan intensitas terjadinya hujan. Awan memiliki
beberapa jenis atau tipe, diantaranya awan horizontal dan awan vertikal. Awan
horizontal tersebut dapat dibedakan lagi menjadi awan rendah, sedang dan awan
tinggi. Ketiga awan ini dibedakan berdasarkan letak ketinggian awan tersebut.
Awan tinggi adalah awan yang terletak pada ketinggian 6-18 km, yang termasuk
dalam awan tinggi antara lain awan sirrus, awan sirotratus, awan dan sirokumulus.
Awan sedang adalah awan pada ketinggian 2-8 km, contoh awan sedang adalah
awan altokumulus (Ac) dan awan altostratus (As). Sedang kan awan rendah
adalah awan dengan ketinggian kurang dari 3 km, contoh awan rendah adalah
awan stratokumulus (Sc), awan stratus (St),awan nimbostratus (NS). Sedangkan
yang dimaksud awan vertikal adalah pengembangan awan yang terletak 500-1500
m secara vertikal,awansecar avertikal antara lain awan kumulus dan awan
kumulonimbus .
Tujuan praktikum pengamatan perawanan yang dilakukan yaitu untuk
mengetahui tingkat kelembaban dan cuaca di satu daerah dalam periode waktu
tertentu dan mengetahui jenis awan. Manfaat praktikum yang dilakukan yaitu
dapat menentukan jenis awan dan mengindentifikasi pengaruh suhu dan
kelembaban.
33
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Awan horizontal merupakan salah satu jenis awan yang terbentuk akibat
adanya pergerakan udara yang terbentuk secara horizontal (Pratikasari, 2011). Jika
ada konvergensi pada arus udara horizontal dari massa udara yang besar dan tebal,
maka akan terjadi gerakan ke atas. Kenaikan udara di daerah konvergensi dapat
menyebabkan pertumbuhan awan. Jika dua massa udara yang konvergen
horisontal mempunyai suhu dan massa jenis berbeda, maka massa udara yang
lebih panas akan dipaksa naik di atas massa udara dingin (Astyka, 2009).
34
kontinyu yaitu hujan yang terjadi tidak secara mendadak dan tidak terjadi
pengurangan perawanan sejak permulaan sampai pada akhir aktifitas hujan
tersebut (Murlina, 2013).
Awan tinggi merupakan awan yang biasa ditemukan pada daerah yang
bercuaca cerah dan suhu udara dingin. Awan jenis ini tidak menimbulkan hujan.
Sinar kosmik maksimum di ekuator mengakibatkan radiasi langsung matahari
terhalang menuju bumi oleh awan-awan tinggi yang terbentuk sehingga terjadi
pendinginan permukaan, akibatnya konvektivitas menjadi kecil karena tidak ada
gaya angkat ke atas sehingga jumlah curah hujan menjadi minimum (Murlina,
2013). Awan tinggi berbentuk seperti serat-serat yang bertekstur halus dan
melengkung dilangit nampak sangat kecil dan berwarna putih. Menurut
ketinggian, awan tinggi memiliki ketinggian yaitu pada lebih dari 6.000 meter
(20.000 feet). Contoh awan yang termasuk awan tinggi adalah Cirrus,
Cirrostratus, dan Deep-Convection. Awan cirrus umumnya terbentuk dilapisan
atas dan berperan dalam menjaga radiasi bumi melalui proses penghamburan
inframerah dan cahaya tampak dan melalui penyerapan inframerah (Hamdi dan
Kaloka, 2000).
Awan vertikal merupakan awan yang terbentuk berupa garis lurus secara
vertikal keatas. Awan ini sangat tinggi dan menjangkau banyak awan. Ketinggian
awan vertikal berkisar antara 500 m – 1500 m (Nugraheny, 2015). Anggota dari
kelompok awan vertikal adalah awan cumulus dan awan kumulonimbus. Awan
cumulus adalah awan yang berkembang secara vertikal dan berbentuk kubah atau
menyerupai bunga kol dengan lengkungan berwarna putih cemerlang jika terkena
cahaya matahari. Awan cumulus dapat menimbulkan hujan lebat, angin kencang,
36
dan petir/guntur yang berdurasi singkat (Yani dan Ruhimat, 2007). Awan ini
biasanya muncul pada pagi hari dan menghilang sebelum malam hari. Awan
kumulonimbus adalah awan yang berkembang secara vertikal dan menjulang
tinggi dengan bentuk seperti gunung atau menara, yang terjadi pada suatu daerah
dengan kondisi udara lembab sehingga menyebabkan terjadinya petir dan cuaca
dingin (Faizatin et al., 2014). Bagian atas awan kumulonimbus berserat dan sering
menyebar. Awan kumulonimbus mengandung tetes hujan yang besar sehingga
dapat menimbulkan terjadinya hujan secara tiba-tiba. Awan ini sangat berbahaya
bagi penerbangan karena gerakan vertikal yang naik turun mampu membekukan
bagian-bagian pesawat termasuk mesin, awan ini juga paling sering menghasilkan
petir yang dapat mengacaukan sistem kelistrikan dan navigasi pesawat.
Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berneda
pengertian, khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca dan iklim dinyatakan dengan
susunan nilai unsur fisika atmosfer yang terdiri dari radiasi surya, lama
penyinaran matahari, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan
dan arah angin, penutupan awan, presipitasi (embun, hujan, salju), dan evaporasi
atau evapotranspirasi (Handoko, 2001). Dua unsur utama parameter iklim adalah
suhu dan curah hujan. Indonesia sebagai daerah tropis ekuatorial mempunyai
variasi suhu yang kecil, sementara variasi curah hujannya cukup besar. Oleh
karena itu curah hujan merupakan unsur iklim yang paling sering diamati
dibandingkan dengan suhu.Variasi harian keawanaan terlihat di atas daratan dan
lautan. Di atas daratan pada umumnya keawanan maksimum terjadi di siang hari
sampai sore hari yang diakibatkan oleh proses konveksi terutama di daerah tropis.
Keawanan minimum terjadi pada malam hari ketika udara mulai stabil karena
turunnya suhu permukaan bumi (Hidayati 2003).
Pembentukan awan merupakan faktor penting yang mempengaruhi cuaca
dan iklim di bumi (Baskoro et al., 2006). Awan-awan yang terbentuk pada saat
musim kemarau lebih banyak dibandingkan musim hujan. Walaupun demikian
awan tersebut tidak memiliki potensi untuk menghasilkan hujan lebat dikarenakan
terbentuk mengalami adveksi panas sehingga awannya kembali
menghangat.Ketinggian pada saat udara mulai mengembun membentuk awan
disebut aras pengembunan atau dasar awan. Semakin ke puncak awan, suhu
semakin rendah atau dingin. Hal tersebut sejalan dengan proses pembentukan
awan dalam arus udara naik.Angin dapat mempengaruhi arah gerak, bentuk awan
dan volume awan, volume awan sendiri mempengaruhi uap air di awan (Harsita
dan Jatmiko, 2012).
38
BAB III
3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum acara ini terdiri dari komponen
alat dan bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis untuk
mencatat suhu dan kelembaban, air untuk menstabilkan termometer. Alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah thermometer bola kering dan bola basah
untuk mengukur suhu dan kelembaban, kamera untuk mengambil foto awan.
3.2. Metode
BAB IV
1. 27,67°C 87,33%
Awan Awan Awan
Altocumulus Cumulus Altocumulus
2. 29°C 72,67%
79,22%
3.
27,67°C
29,5°C 78,67%
4.
Awan Cirrus Awan Awan
Cumulus Cirrostratus
5. 27,5°C 82%
30,67°C 59,33%
6. Awan
Altocumulus Awan Stratus Awan Cirrus
7.
29°C 78,67%
merupakan salah satu awan sedang yang terlihat seperti pita yang sejajar atau
seperti massa yang bulat-bulat. Hal ini sesuai dengan pendapat Murlina (2013)
yang menyatakan bahwa awan altocumulus merupakan sekumpulan awan yang
berbentuk bulat, berlapis-lapis, tersusun dalam pola baris, group atau gelombang.
Minggu ini kemungkinan cuaca akan lembab dan hujan sedang karena banyaknya
awan altocumulus. Hal tersebut sesuai dengan Imania (2015) yang menyatakan
gumpalan awan altocumulus menandakan cuaca bisa terjadi hujan. Awan ini
berbentuk gumpalan putih dengan bagian-bagian atas menyerupai bunga kol
dengan dasar rata. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Baskoro et al. (2010) yang
menyatakan bahwa pembentukan awan merupakan faktor penting yang
mempengaruhi cuaca dan iklim di bumi. Adanya awan-awan tersebut akan
mempengaruhi cuaca dan keadaan kelembaban udara karena dengan melihat
kondisi awan, dapat mengetahui dan memprediksi dengan akurat tentang apa,
kapan dan bagaimana cuaca akan terjadi hari ini, besok, lusa bahkan minggu
depan. Hal tersebut sesuai dengan Rusnadi dan Sinambela (2008) berpendapat
bahwa hal tersebut dikarenakan pembentukan awan adalah fungsi dari temperatur
lingkungan, dimana setiap perubahan temperatur armosfer bumi langsung
mempengaruhi pembentukan titik-titik awan yang pada gilirannya mempengaruhi
variabilitas curah hujan.
8. 31,33°C 60%
9. 30,83°C 65%
31,83°C 75%
10.
11.
30,83°C 78.67%
12
28,5°C 75.33%
13.
28,33°C 81.67%
14.
BAB V
5.1. Simpulan
5.2. Saran
Pada saat pengamatan awan pastikan thermometer bola basah dan bola
kering dalam kondisi siap untuk digunakan serta pengukuran sebaiknya dilakukan
tepat waktu agar memperoleh hasil yang tepat.
46
DAFTAR PUSTAKA
Adriat, Riza. 2015. Keterkaitan Variasi Sinar Kosmik dengan Tutupan Awan.
Positron, 5(1) : 36 – 41.
Astyka, W dan Nasrul I. 2009. Pewilayahan Tipe Hujan dan Zona Prakiraan Iklim
(ZPI) Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. JSPF. 8(1) : 57 – 67.
Hakim, M. G., Syech R., dan Ardhitama A. 2007. Analisa Sebaran Awan untuk
Menentukan Prediksi Curah Hujan di Kota Pekanbaru Berdasarkan Data
Penginderaan Jarak Jauh. Universitas Riau. Skripsi.
Harsita. 2012. Estimasi Curah Hujan Data Satelit Geostationer dan Orbit Polar
Dibandingkan dengan Data Stasiun Hujan. Karendra Harsita, Drs. Retnadi
Heru Jatmiko. Fakultas Geografi UGM : Jurnal Bumi Indonesia 2012.
Imania, A. Z. 2015. Upaya Meningkatakan Rasa Ingin Tahu dan Prestasi Belajar
IPA Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E (LC5E) Dengan
Media Diorama di Kelas II SDN 3 Paninggaran. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Skripsi.
Matthews . 2005. dalam Kodoatie dan Sjarief 2010 dalam R. J. Kodoatie dan R.
Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta : Andi.
Murlina, E. 2013. Prediksi Puting Beliung di Kabupaten Maros. Universitas
Hasanuddin. Skripsi.
Pratikasari, R. 2011. Kajian Teoritis dan Empiris Distribusi Spasial dan Temporal
Paramter-Parameter Atmospheric Boundary Layer. Institut Pertanian
Bogor.Skripsi.
LAMPIRAN