Anda di halaman 1dari 3

TAWA DI GUDANG TUA

Sudah tiga hari ini sekolah libur. Tetapi Remon, Jono, dan Izur belum punya
kegiatan apa-apa. Mereka teringat pada Violy, Tria, Arif, dan Jaka. Keempat
sahabat mereka itu telah terbang ke Thailand. Mereka berlibur bersama orang tua
mereka.

“Enggak enak ah, jadi anak yang tidak kaya,” Izur Mengeluh di rumah
Remon, tempat mereka sering berkumpul. “ Kamu tidak bersyukur banget sih !”
ujar Jono. “Kita sudah naik kelas lima dengan nilai bagus, kita masuk rangking
sepuluh besar. Bersyukur dong !” hibur Jono. “Iya Jono saya bersyukur,
terimakasih sudah mengingatkan.” kata Izur. “Apa ya rencana kita untuk mengisi
liburan ini agar lebih seru ya teman-teman ? ” tanya Remon. “Aku ingin berlibur
ke desa kakek, disana tempatnya sejuk, tenang, dan aman untuk kita mengisi waktu
libur kita. Dan juga disana kita bisa langsung memetik buah karena kakek saya
menanam berbagai jenis buah disana.” kata Jono. “Boleh juga tuh Jono, sangat
menyenangkan rasanya apabila kita bermain disana.” sahut Remon.
“Tapi sayangnya, kakek dan nenek saya sudah meninggal tahun lalu,” sahut Jono
yang tertunduk lesu.

Ketiga anak kampung itu saling memandang satu sama lain. Tiba-tiba
Remon teringat sebuah gudang tua di sebelah kantor ayahnya. Siang dan malam
gudang itu dijaga oleh dua petugas keamanan yang memiliki postur badan yang
besar. Salah seorang penjaga keamanan bercerita, di malam hari sering terdengar
suara tertawa ramai dari dalam gudang tua tersebut. Tapi, setelah diperiksa tidak
ada apa-apa di dalam sana. Remon ingin menyelidiki suara siapa yang
menyebabkan kehebohan di dalam gudang tersebut. Remon menceritakan cerita itu
pada Jono dan Izur. “Ayo! kita selidiki gudang tua itu bersama-sama.” Ajak Izur.
“Boleh juga ide kamu Izur, sepertinya mengasikkan dan menantang adrenalin
kita.” Kata Jono. “Iya, dari pada kita bermain playstation terus-menerus pasti
liburan kita ini akan menjadi membosankan dan juga akibat lainnya yang bisa
mengganggu kesehatan mata kita, saya tidak mau memakai kacamata karena hal
itu sangat mengganggu.” Kata Remon.

1|Halaman
Pak Dudung dan Abang Monang Sinaga sedang bertugas di gudang tersebut.
Keduanya mengenal Remon. Mereka terkejut ketika Remon dan kedua temannya
ingin masuk ke dalam gudang itu. “Apa yang kalian lakukan disini, apa kalian
tidak takut ?” tanya Abang Monang. “Apa perlu kami temani agar kalian merasa
aman dan jika ada apa-apa ada yang bisa melindungi kalian ?” tanya Pak Dudung
sambil mengedipkan mata ke arah Abang Monang.

“Tidak apa-apa pak, kami kan bersama-sama masuk ke dalam gudang itu.
Jadi kami tidak merasa ketakutan atau khawatir karena kami saling menjaga satu
sama lain, masa bertiga takut.” sahut Remon. “Kalau begitu kalian boleh masuk,
tetapi jika ada hal-hal yang mengancam nyawa kalian, kalian panggil kami ya.”
kata Pak Dudung. “Iya pak, aman terkendali.” kata Remon.

Akhirnya mereka memberanikan diri serta saling menjaga satu sama lain
untuk memasuki gudang tersebut. “Gelap sekali gudang ini.” kata Izur. “Iya, tetapi
kita akan terus menelusuri gudang ini bersama-sama.” Kata Remon. Sekitaran
15 menit, Remon dan temannya berputar-putar di dalam bekas gudang kertas dan
buku itu. Mereka tidak menemukan sesuatu yang aneh. Tidak lama kemudian,
mereka mencium aroma yang tidak sedap. Jaring laba-laba terlihat di setiap sudut
gedung itu. Udaranya seketika berubah menjadi lembab dan pengap. Motor rusak
tampak di sudut ruangan berdekatan dengan rak buku. Memang masih banyak
benda berharga di gudang itu, dan itulah sebabnya masih dijaga siang dan malam.

“Sesak nafasku di sini !” teriak Izur sambil menarik nafas dalam-dalam.


“Ayolah kita keluar dari gudang ini !” ajak Remon. “Nanti malam kita ke sini lagi.
Jangan lupa bawa senter karena listrik di sini sering mati mendadak akhir-akhir
ini,” Remon mengingatkan.

Malam itu, setelah mereka selesai melaksanakan shalat, Remon, Jono, dan
Izur sudah berkumpul di depan gardu penjagaan gudang tua itu. “Ada apa kalian
datang kesini lagi, Mon ?” tanya Abang Monang yang terkejut melihat mereka di
depan gardu penjagaan gudang tua itu. “Kami penasaran ada apa di dalam gudang
itu dan kami juga ingin menguji keberanian kami.” Sahut Remon. “Tapi ingat,
kalian jangan menyalakan korek api nanti kebakaran dan juga kalian jangan
merusak benda benda yang ada di dalam gudang ini.”

2|Halaman
Abang Monang mengingatkan mereka. “Iya abang, kami tidak akan melanggar
perintah itu, terimakasih sudah mengingatkan kami,” kata Remon.

Tiga sahabat tersebut mulai memasuki ruangan gudang itu, mereka berjalan
dengan hati-hati di antara kursi,rak buku, meja, kardus-kardus, gulungan kertas,
dan tumpukan plastik pembungkus yang ada di dalam gudang itu. Gebrak! Brak-
brak! Jono terjatuh dan tersungkur setelah menginjak kardus kosong. Lalu Remon
dan Izur segera menolong Jono yang terjatuh tersebut, kemudian mereka
melanjutkan langkah dengan hati-hati dan saling menjaga satu sama lain.

“Aku dikejutkan tawa aneh di sudut sebelah barat. Itulah sebabnya yang aku
terjatuh,” kata Jono. Mereka memeriksa dari mana sumber suara tawa tersebut
berada. Blaap! Listrik seketika mati dan suasana di dalam gudang tersebut berubah
menjadi menakutkan. “Nyalakan senter !” teriak Remon. Tiga senter menyala
secara bersama-sama. Sorot senter tersebut menerangi sudut gudang bagian barat.
Tumpukan kardus terlihat di sana. Jono menunjuk ke tumpukan kardus tersebut,
dan dari sana asal suara tadi. “Hahaha...” suara tawa tersebut kembali terdengar,
seketika mereka menghentikan langkah. “Suara dari arah sana !” kata Remon,
Remon menunjuk ke arah loteng. “Tapi, tunggu di sini sebentar.” kata Remon,
mengendap-endap berjalan ke arah gardu lalu mengintip tempat Pak Dudung dan
Abang Monang. Remon melihat Abang Monang sedang memandangi kaset yang
sedang berputar di radio. Ternyata suara tawa tersebut berasal dari kaset rekaman
Abang Monang dan Pak Dudung.

“Nah ! di sini rupanya sumber suara tawa ya !” teriak Remon. Abang


Monang terkejut mendengar teriakan Remon. Lalu Remon kembali masuk
ke dalam gudang dan memanggil Izur dan Jono untuk segera keluar. Setelah
mereka keluar Remon menghampiri Abang Monang dan Pak Dudung, “Apa
maksudnya Abang Monang memutar kaset yang berisi tawa itu ?” tanya Remon.
“Hanya untuk membuat suasana ramai di dalam gudang. Sekalian menakuti
maling,” jawab Abang Monang sambil tersenyum. Dan seketika suasana di area
gudang itu menjadi berubah dari menakutkan menjadi bahagia karena mereka
tertawa satu sama lain.

3|Halaman

Anda mungkin juga menyukai