Anda di halaman 1dari 10

Typha latifolia (Broadleaf Cattail)

Tumbuhan Typha latifolia atau yang biasa dikenal tumbuhan lilin air atau ekor kucing
atau broadleaf cattail dalam bahasa inggris merupakan anggota dari famili Typhaceae. Tumbuhan
ini merupakan herba perenial yang berhabitat di rawa-rawa atau tanah yang tergenang, dapat juga
tumbuh pada tanah yang jenuh dengan air. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan asli dari benua
Eropa, Afrika, serta Amerika bagian selatan dan utara. Namun spesies ini juga dilaporkan
ditemukan di Indonesia walaupun bukan sebagai spesies asli (native). Tumbuhan ini dapat tumbuh
hingga tinggi 3 m pada rawa-rawa dengan ketinggian air tidak melebihi 80 cm. Typha
latifolia berperan penting dalam menyediakan habitat bagi berbagai hewan di ekosistem rawa,
selain itu tumbuhan ini juga dapat “menangkap” polutan dan lumpur sehingga berperan dalam
menjaga air tetap jernih (Anonim 1, 2016). Typha latifolia dapat digunakan dalam pengolahan air
limbah sistem wetland, khususnya dalam mereduksi nilai Faecal Coli (Ciria et al., 2005 dalam
Vymazal, 2011), COD, BOD5, TSS, Total Nitrogen, Fosfor, dan Amonia (Dornelas et al., 2008
dalam Vymazal, 2011).

Rawa buatan (Constructed Wetlands) merupakan sebuah komplek


rancangan manusia yang terdiri dari substrat, tanaman, hewan, dan
air yang meniru rawa alami untuk kegunaan dan keuntungan
manusia (Hammer, 1989). Ditinjau dari fungsi rawa buatan yang
pada umumnya digunakan bagi keperluan pengolahan air tercemar,
rawa buatan dapat didefinisikan sebagai ekosistem rawa buatan
manusia yang didesain khusus untuk memurnikan air tercemar
dengan mengoptimalkan proses-proses fisika, kimia, dan biologi
dalam suatu kondisi yang saling berintegrasi seperti yang biasanya
terjadi dalam sistem rawa alami.
Sistem pengolahan Constructed Wetlands adalah sistem rekayasa
yang telah didisain dan dibangun dengan memanfaatkan proses
alamiah yang melibatkan tumbuhan, tanah, dan kumpulan mikrobia
yang saling berhubungan untuk membantu pengolahan limbah cair.
(Vymazal, 1998). Menurut Hammer, (1986) pengolahan
limbah Sistem Constructed Wetlands didefinisikan sebagai sistem
pengolahan yang memasukkan faktor utama, yaitu :

1. Area yang tergenangi air dan mendukung kehidupan tumbuhan air


sejenis hydrophyta.
2. Media tempat tumbuh berupa tanah yang selalu digenangi air
(basah).
3. Media bisa juga bukan tanah, tetapi media yang jenuh dengan air.

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan penelitian, maka definisi


tersebut disempurnakan oleh (Metcalf & Eddy, 1993), menjadi
“Sistem yang termasuk pengolahan alami, dimana terjadiaktivitas
pengolahan sedimentasi, filtrasi, transfer gas, adsorpsi, pengolahan
kimiawi dan biologis, karena aktivitas mikroorganisme dalam tanah
dan aktivitas tanaman”.

Pada prinsipnya Sistem Lahan Basah dapat dibedakan menjadi 2


(dua), yaitu:

Lahan Basah Alamiah (Natural Wetlands)

Sistem ini umumnya merupakan suatu sistem pengolahan limbah


dalam area yang sudah ada secara alami, contohnya daerah rawa.
Kehidupan biota dalam Lahan Basah Alamiah sangat beragam.
Debit air limbah yang masuk, jenis tanaman dan jarak tumbuh pada
masing – masing tanaman tidak direncanakan serta terjadi secara
alamiah.

Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands)

Sistem Pengolahan yang direncanakan, seperti untuk debit limbah,


beban organik, kedalaman media, jenis tanaman, dll, sehingga
kualitas air limbah yang keluar dari sistem tersebut dapat
dikontrol/diatur sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembuatnya.
Gambar 1 Mekanisme penghilangan polutan

Sumber : Kajumulo, 2008

Menurut (Suriawiria, 1993) klasifikasi Lahan Basah Buatan


(Constructed Wetlands) berdasarkan jenis tanaman yang digunakan,
terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

1. Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta mengambang


atau sering disebut dengan Lahan Basah sistem Tanaman Air
Mengambang (Floating Aquatic Plant System).

Gambar 2 Floating Aquatic Plant System

Sumber : Victor, et al., 2002

2. Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta dalam air


(Submerged) dan umumnya digunakan pada sistem Lahan Basah
Buatan tipe Aliran Permukaan (Surface Flow Wetlands).
Gambar 3 Surface Flow Wetlands

Sumber : Victor, et al., 2002

3. Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya


tenggelam atau sering disebut juga amphibiuos plants dan
biasanya digunakan untuk Lahan Basah Buatan tipe Aliran Bawah
Permukaan (Subsurface Flow Wetlands)

Gambar 4 Subsurface Flow Wetlands

Sumber : Victor et al, 2002

Constructed wetlands juga dapat digolongkan sesuai dengan hidrolik


dan sistem alirannya. Tiga jenis utama dari Constructed
Wetlands yang umum digunakan akan dideskripsikan di bawah. Di
semua kasus suatu lapisan plastik atau lempung biasanya
dipergunakan untuk mencegah limbah cair merembes atau
mengalami infiltrasi bawah tanah ke dalam system (Cooper, et, al.,
1999).

Ekosistem rawa buatan adalah ekosistemyang didesain khusus untuk memurnikan air
tercemar dengan mengoptimalkan proses-proses fisika, kimia, dan biologi dalam
suatu kondisi yang saling berintegrasi seperti yang biasanya terjadi dalam sistem rawa
alami.

Free Water Surface (FWS) Constructed Wetlands meniru rawa


alami yang mempunyai area air yang terbuka dan area dari
macrophytesapung, tenggelam atau tumbuhan mencuat yang dapat
berada di lahan basah FWS. Sistem ini juga disebut Surface Flow
Wetlands. Free Water Surface/ surface flow hampir sama
dengan aerobic ponds, biasanya dangkal dan mempunyai aliran air
melalui atas dari tumbuhan.
Gambar 5 Free Water Surface Constructed Wetlands

Sumber : Gauss, 2008

Horizontal Subsurface Flow Constructed Wetlands terdiri dari


lapisan kerikil atau endapan kasar yang ditanam
dengan macrophytes yang mencuat. Air dipertahankan di bawah
permukaan dari kerikil dan air mengalir secara horisontal melalui
media dan akar tumbuhan dari area inlet ke area outlet. Sistem ini
juga dikenal sebagai reed beds atau root zone method.

Ciri utama dari Horizontal Subsurface Flow adalah level permukaan


air di bawah permukaan. Limbah cair mengalir secara horisontal
melalui sebuah pori media tanah dimana vegetasi emergent plant
ditanam, dan dimurnikan selama kontak dengan area permukan dari
partikel tanah dan akar tanaman. Sistem ini meliputi lapisan yang
tidak dapat ditembus atau material tanah di dasar untuk mencegah
terjadinya pencemaran air tanah (Reed, 1995).

Berbeda dengan surface flow wetlands, tanah berkontribusi dalam


proses pengolahan dengan menyediakan suatu luas permukan
untuk perkembangan mikrobia dan adsorpsi pendukung dan proses
filtrasi. Hal ini berakibatpada kebutuhan area yang lebih dikit dan
umumnya kinerja perlakuan lebih tinggi per area dibandingkan free-
water-surface wetlands (Farahbakh shazad, 1998).

Materi tanah sangat penting karena mempengaruhi kinerja hidrolik


(daya konduksi dan distribusi limbah cair pada zona inlet) dan
kecepatan penyisihan fosfor. Materi tanah meliputi kerikil, pasir atau
liat berbutir lebih kecil dan tanah berlumpur bergantung kepada
sistem hydrologic. Kebutuhan kritis adalah untuk mencapai
keseragaman distribusi dari limbah cair (hydraulic loading) pada
zona inlet yang mana berarti mencegah aliran permukaan dan
pemakaian penuh dari treatment beduntuk memastikan kinerja
pengolahan maksimum. Kedalaman tanah harus disesuaikan pada
kedalaman dari penetrasi akar dan direkomendasikan di antara 0,3-
0,6 m untuk banyak jenis tanaman. Di zona yang beriklim dingin
kedalaman dari 0,8-0,9 m direkomendasikan untuk mencegah
penetrasi beku (Reed, 1995; WPCF, 1990).

Sumber oksigen utama untuk sistem ini adalah transfer oksigen


dalam zona akar oleh tanaman karena terbatasnya difusi oksigen
dari atmosfer ke dalam umumnya tanah anaerobik (Brix, 1998; Reed,
1995). nyamuk dan bau biasanya bukan masalah sepanjang
permukaan air dipelihara di bawah permukaan (Reed, 1995). Untuk
mencegah clogging tanah direkomendasikan subsurface flow
systems mendapat paling tidak pengolahan limbah cair primer.

Gambar 6 menunjukkan Horizontal Subsurface Flow Constructed


Wetlands disebut Horizontal Subsurface Flow Constructed
Wetlands karena limbah cair dialirkan di inlet dan aliran secara
perlahan melalui pori-pori substrat pada permukaan lapisan pada
sedikit atau lebih bagian horizontal hingga ini mencapai zona outlet.
Selama perjalanan, limbah cair ini akan mengalami kontak dengan
jaringan pada zona aerobik, anoxic dan anaerobik. Zona aerobik
akan berada di sekitar akar pada vegetasi wetlandsyang
menyediakan oksigen ke dalam substrate. Selama perjalanan dari
limbah cair melalui rhizosfer, limbah cair dibersihkan oleh degradasi
mikrobiologi dan dengan proses fisik dan kimia (Cooper et al.
1996). Horizontal Subsurface Flow Constructed Wetlands dapat
secara efektif menyisihkan polutan organik (TSS, BOD5 dan COD)
dari limbah cair. Sehubungan dengan terbatasnya oksigen di
dalam Wetlands, penyisihan dari nutrien (terutama nitrogen) adalah
terbatas, bagaimanapun, Horizontal Subsurface Flow Constructed
Wetlands menyisihkan nitrat pada limbah cair.
Gambar 6 Horizontal Subsurface Flow Constructed Wetlands

Sumber : Gauss, 2008

Vertical Subsurface Flow Constructed Wetlands terdiri dari


lapisan pasir atau kerikil yang ditanam dengan macrophytes yang
mencuat. Air didistribusikan pada permukaan lapisan kemudian
mengalami perkolasi melalui media bawah ke zona outlet yang
biasanya ditempatkan dibawah dari lapisan.

Vertical Subsurface Flow Constructed Wetlands ditandai satu aliran


influent secara intermittent (discontinuous) yang meliputi periode
mengisi dan mengistirahatkan dimana limbah cair mengalami
perkolasi secara vertikal melalui lapisan tanah yang terdiri dari pasir,
kerikil atau campuran dari kerikil dan pasir. Jenis tanaman yang
utamadigunakan pada Vertical Subsurface Flow Constructed
Wetlands adalah common reed (Phragmites australis) sehubungan
dengan tanaman ini mempunyai penetrasi akar yang dalam dan
sistem rizoma. Umumnya kedalaman dari lapisan tanah akan 0,5-0,8
m (Cooper, 1996).

Keuntungan dari Vertical Subsurface Flow Constructed


Wetlandsadalah peningkatkan transfer oksigen ke dalam lapisan
tanah. Di samping oksigen masuk melalui tanaman dan proses difusi
yang keduanya juga terjadi di dalam Horizontal Subsurface Flow
Constructed Wetlands, Vertical Subsurface Flow menunjukkan
masuknya oksigen secara signifikan ke dalam tanah melalui
pemindahan gas yang disebabkan oleh influen yang mengalir secara
intermittent dan drainase (Platzer, 1998).

Gambar 7 Vertical Subsurface Flow Constructed Wetlands

Sumber : Gauss, 2008

Dibandingkan dengan Horizontal Subsurface Flow, penambahan


aerasipada tanah oleh proses convective menyebabkan kapasitas
nitrifikasi lebih tinggi seperti halnya penyisihan dari bahan organic.
Namun, denitrifikasi memerlukan kondisi anoxic biasanya lebih
rendah pada Vertical Subsurface Flow dibandingkan Horizontal
Subsurface Flow (Bahlo, 1995).Vertical Subsurface Flow juga
kurang efektif untuk menyisihkan suspended solids
dibandingkan Horizontal Subsurface Flow and Subsurface flow
beds (Vymazal, 2001a). Vertical Subsurface Flow telah
dikembangkan dengan intermittent loading. alasan yang menjadi
daya tarik dalam menggunakan Vertical Subsurface Flow adalah:

 Vertical Subsurface Flow mempunyai kapasitas transfer oksigen


yang lebih besar untuk menghasilkan nitrifikasi yang baik;
 Vertical Subsurface Flow sangat lebih kecil dibandingkan sistem
Horizontal Subsurface Flow,
 Vertical Subsurface Flow dapat menyisihkan BOD5, COD dan
pathogens secara efisien.
Daftar Pustaka
Bahlo, K., Wach, G. 1995. Naturnahe Abwasserreinigung – Planung
und Bau von Pflanzen-kläranlagen Ökobuch Verlag. Staufen bei
Freiburg. 3th. Edition

Cooper, P. 1999. A Review of the Design and Performance of


Vertical-Flow and Hybrid Reed Bed Treatment Systems. Water
Science and Technology 40(3): 1-9

Eckenfelder W. Weslwy,1989, Industrial Water Pollution Control,


Second Edition, McGraw-Hill Book Company.

Farahbakhshazad, N, Morrison, G.M. 1998. Subsurface Macrophyte


Systems in Wastewater Treatment. Vatten, 54: 41 – 51

Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Gauss, Martin. 2008. Constructed Wetlands: A Promising


Wastewater Treatment System for Small Localities. Gráfica Biblos :
Peru

Halverson, Nancy V. 2004. Review of Constructed Subsurface Flow


vs. Surface Flow Wetlands, U.S. Department of Energy, Springfield:
USA

Hammer, D.A. (ed). 1989. Constructed Wetlands for


WastewaterTreatment: Municipal, Industrial and Agricultural. Lewis
Publishers,Inc: Chelsea, Michigan

Kajumulo, Anna. 2008. Constructed Wetlands Manual. United


Nations Human Settlements Programme

Khiatuddin, M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air Dengan


Teknologi Rawa Buatan.

Metcalf & Eddy. 1993. Wastewater Engineering Treatment Disposal


Reuse, McGraw-Hill, Inc : New York
Platzer, C. 1998. Entwicklung eines Bemessungsansatzes zur
Stickstoffelimination in Pflanzenkläranlagen Dissertation, Institut für
Siedlungswasserwirtschaft. TU : Berlin

Reed S.C., Crites R.W., Middlebrooks E.J. 1995. Natural Systems


for Waste Management and Treatment. 2nd ed., McGraw-Hill Inc:
New York

Suriawiria, U. 1993. Mikrobiologi Air,.Penerbit Alumni: Bandung

Tchobanoglous, George dan Franklin L. Burton, 2003, Wastewater


Engineering Treatment, Disposal and Reuse fourth edition, Mc. Graw
Hill Inc, Singapore

Vymazal J., Brix H., Cooper P.F., Green M.B., Haberl R. 1998.
Constructed Wetlands for Wastewater Treatment in Europe.
Backhuys Publishers: Leiden

Anda mungkin juga menyukai