Anda di halaman 1dari 54

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari

atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi,

evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan

kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air

berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan

batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.

Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi

kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman

sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak

secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

a) Evaporasi/ transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman,

kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi

awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air

yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

b) Infiltrasi/ Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui

celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat

bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau

horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali

sistem air permukaan.


c) Air Permukaan - Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran

utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka

aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat

biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan

membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar

daerah aliran sungai menuju laut.Air permukaan, baik yang mengalir maupun

yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan

akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses

perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus

hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di

bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan

tempatnya.

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi


2.2 Irigasi

Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembangunan air irigasi

untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi

rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak (PP. No. Th. 2006

dalam kamus istilah Bidang Pekerjaan Umum: 27). Sedangkan menurut Basak

(1999 : 1), irigasi adalah suatu proses dari penerapan rekayasa air untuk tanah

guna pertumbuhan tanaman pertanian. Secara praktis irigasi bermakna ilmu

mempelajari tentang perencanaan dan desain dari sistem penyediaan air untuk

tanah pertanian guna melindungi tanaman dari dampak buruk musim kering(

kemarau) atau rendahnya curah hujan. Ada beberapa irigasi yaitu irigasi

permukaan, irigasi bawah permukaan, irigasi pancaran, irigasi tetes, dan irigasi

tradisional.

2.2.1 Irigasi Permukaan

Sistem irigasi permukaan terjadi dengan menyebarkan air ke permukaan

tanah dan membiarkan air meresap (infiltrasi) ke dalam tanah. Air dibawa dari

sumber ke lahan melalui saluran terbuka baik dengan atau lining maupun melalui

pipa dengan head rendah. Investasi yang diperlukan untuk mengembangkan

irigasi permukan relatif lebih kecil daripada irigasi curah maupun tetes kecuali

bila diperlukan pembentukan lahan, seperti untuk membuat teras (Soemarto,

1999).

Sistem irigasi permukaan (Surface irrigation), khususnya irigasi alur

(Furrow irrigation) banyak dipakai untuk tanaman palawija, karena penggunaan

air oleh tanaman lebih efektif. Sistem irigasi alur adalah pemberian air di atas
lahan melalui alur, alur kecil atau melalui selang atau pipa kecil dan

megalirkannya sepanjang alur daalam lahan (Michael,1978).

Untuk menyusun suatu rancangan irigasi harus diadakan terlebih dahulu

survei mengenai kondisi daerah yang bersangkutan serta penjelasannya,

penyelidikan jenis-jenis tanah pertanian, bagi bagian-bagian yang akan diirigasi

dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya

(Suyono dan Takeda, 1993).

Suatu daerah irigasi permukaan terdiri dari susunan tanah yang akan diairi

secara teratur dan terdiri dari susunan jaringan saluran air dan bangunan lain

untuk mengatur pembagian, pemberian, penyaluran, dan pembuangan kelebihan

air. Dari sumbernya, air disalurkan melalui saluran primer lalu dibagi-bagikan ke

saluran sekunder dan tersier dengan perantaraan bangunan bagi dan atau sadap

terser ke petak sawah dalam satuan petak tersier. Petak tersier merupakan petak-

petak pengairan/pengambilan dari saluran irigasi yang terdiri dari gabungan petak

sawah. Bentuk dan luas masing-masing petak tersier tergantung pada topografi

dan kondisi lahan akan tetapi diusahakan tidak terlalu banyak berbeda. Apabila

terlalu besar akan menyulitkan pembagian air tetapi apabila terlalu kecil akan

membutuhkan bangunan sadap. Ukuran petak tersier diantaranya adalah, di tanah

datar : 200-300 ha, di tanah agak miring : 100-200 ha dan di tanah perbukitan :

50-100 ha (Anonim, 2007).

Terdapat beberapa keuntungsn menggunakan irigasi furrow. Keuntungannya

sesuai untuk semua kondisi lahan, besarnya air yang mengalir dalam lahan akan

meresap kedalam tanah untuk dipergunakan oleh tanaman secara efektif, efisien
pemakaian air lebih besar dibandingkan dengan sistem irigasi genangan (basin)

dan irigasi galengan (border) (Michael,1978).

Untuk menyusun suatu rancangan irigasi terlebih dahulu dilakukan survey

mengenai kondisi daerah yang bersangkutan serta penjelasannya, penyelidikan

jenis-jenis tanaman pertaniannya, bagian-bagian yang diairi dan lain-lain untuk

menentukan cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya (Sosrodarsono dan

Takeda, 1987).

Sistem irigasi permukaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu peluapan

dan penggenangan bebas (tanpa kendali) serta peluapan penggenangan secara

terkendali. Sistem irigasi permukaan yang paling sederhana adalah peluapan

bebas dan penggenangan. Dalam hal ini air diberikan pada areal irigasi dengan

jalan peluapan untuk menggenangi kiri atau kanan sungai yang mempunyai

permukaan datar. Sebagai contoh adalah sistem irigasi kuno di Mesir. Sistem ini

mempunyai efisiensi yang rendah karena penggunaan air tidak terkontrol.

Sistem irigasi permukaan lainnya adalah peluapan dan penggenangan secara

terkendali. Cara yang umum digunakan dalam hal ini adalah dengan

menggunakan bangunan penangkap, saluran pembagi saluran pemberi, dan

peluapan ke dalam petak petak lahan beririgasi. Jenis bangunan penangkap

bermacam-macam, diantaranya adalah :

(1) bendung

(2) intake, dan

(3) stasiun pompa.


Gambar 2.2 Irigasi permukaan

2.2.2 Irigasi Bawah Permukaan

Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku

gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu. Namun air yang

disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.

Gambar 2.3 sistem irigasi bawah permukaan


2.2.3 Irigasi Dengan Pancaran

Irigasi curah atau siraman (sprinkle) menggunakan tekanan untuk

membentuk tetesan air yang mirip hujan ke permukaan lahan pertanian.

Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sistem ini dapat pula

digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan

pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui jaringan

pipa yang disebut mainline dan sub-mainlen dan ke beberapa lateral yang masing-

masing mempunyai beberapa mata pencurah (sprinkler) (Prastowo, 1995).

Sistem irigasi curah dibagi menjadi dua yaitu set system (alat pencurah

memiliki posisi yang tepat),serta continius system (alat pencurah dapat dipindah-

pindahkan). Pada set system termasuk ; hand move, wheel line lateral, perforated

pipe, sprinkle untuk tanaman buah-buahan dan gun sprinkle. Sprinkle jenis ini

ada yang dipindahkan secara periodic dan ada yang disebut fixed system atau

tetap (main line lateral dan nozel tetap tidak dipindah-pindahkan). Yang termasuk

continius move system adalah center pivot, linear moving lateral dan traveling

sprinkle (Keller dan Bliesner, 1990).

Menurut Hansen et. Al (1992) menyebutkan ada tiga jenis penyiraman yang

umum digunakan yaitu nozel tetap yang dipasang pada pipa, pipa yang dilubangi

(perforated sprinkle) dan penyiraman berputar. Sesuai dengan kapasitas dan luas

lahan yang diairi serta kondisi topografi, tata letak system irigasi curah dapat

digolongkan menjadi tiga yaitu:

1. Farm system, system dirancang untuk suatu luas lahan dan merupakan

satu-satunya fasilitas pemberian air irigasi


2. Field system, system dirancang untuk dipasang di beberapa lahan

pertanian dan biasanya dipergunakan untuk pemberian air pendahuluan

pada letak persemaian,

3. Incomplete farm system, system dirancang untuk dapat diubah dari farm

system menjadi fiekd system atau sebaliknya.

Berapa kelebihan sistem irigasi curah dibanding desain konvensional atau

irigasi gravitasi antara lain :

a) Sesuai untuk daerah-daerah dengan keadaan topografi yang kurang teratur

dan profil tanah yang relative dangkal.

b) Tidak memerlukan jaringan saluran sehingga secara tidak langsung akan

menambah luas lahan produktif serta terhindar dari gulma air.

c) Sesuai untuk lahan berlereng tampa menimbulkan masalah erosi yang

dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah.

Sedangkan kelemahan sistem irigasi curah menurut Bustomi (1999),

adalah:

a) Memerlukan biaya investasi dan operasional yang cukup tinggi, antara lain

untuk operasi pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil.

b) Memerlukan rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk memperoleh

tingkat efisiensi yang tinggi.

Menurut Keller (1990) efisiensi irigasi curah dapat diukur berdasarkan

keseragaman penyebaran air dari sprinkle. Apabila penyebaran air tidak seragam,

maka dikatakan efisiensi irigasi curah rendah. Parameter yang umum digunakan

untuk mengevaluasi keseragaman penyebaran air adalah coefficient of uniformity


(CU). Efisiensi irigasi curah yang tergolong tinggi adalah bila nilai CU lebih besar

dari 85%.

Berdasarkan penyusunan alat penyemprot, irigasi curah dapat dibedakan

1. system berputar (rotaring hed system) terdiri dari satu atau dua buah

nozzle miring yang berputar dengan sumbu vertical akibat adanya gerakan

memukul dari alat pemukul (hammer blade). Sprinkle ini umumnya

disambung dengan suatu pipa peninggi (riser) berdiameter 25 mm yang

disambungkan dengan pipa lateral.

2. system pipa berlubang (perforated pipe system), terdiri dari pipa

berlubang-lubang, biasa dirancang untuk tekanan rendah antara 0,5-2,5

kg/cm2 , hingga sumber tekanan cukup diperoleh dari tangkai air yang

ditempatkan pada ketinggian tertentu (Prastowo dan Liyantono, 2002).

Umumnya komponen irigasi curah terdiri dari :

(a) pompa dengan tenaga penggerak sebagai sumber tekanan

(b) pipa utama

(c) pipa lateral

(d) pipa peninggi (riser) dan

(e) kepala sprinkle (head sprinkle).

Sumber tenaga penggerak pompa dapat berupa motor listrik atau motor

bakar. Pipa utama adalah pipa yang mengalirkan air ke pipa lateral. Pipa lateral
adalah pipa yang mengalirkan air dari pipa utama ke sprinkle. Kepala sprinkle

adalah alat/bagian sprinkle yang menyemprotkan air ke tanah (Melvyn, 1983).

Gambar 2.4 Irigasi pancaran

2.2.4 Irtigasi Tradisional Dengan Ember

Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di

samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.

2.2.5 Irigasi Tetes

Irigasi tetes adalah suatu sistem pemberian air melalui pipa/ selang

berlubang dengan menggunakan tekanan tertentu, dimana air yang keluar berupa

tetesan-tetesan langsung pada daerah perakaran tanaman. Tujuan dari irigasi tetes

adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi

keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air akibat penguapan yang

berlebihan, pemakaian air lebih efisien, mengurangi limpasan, serta

menekan/mengurangi pertumbuhan gulma (Hansen, 1986).


Ciri- ciri irigasi tetes adalah debit air kecil selama periode waktu tertentu,

interval (selang)yang sering, atau frekuensi pemberian air yang tinggi , air

diberikan pada daerah perakaran tanaman, aliran air bertekanan dan efisiensi serta

keseragaman pemberian air lebih baik.

Menurut Michael(1978) Unsur-unsur utama pada irigasi tetes yang perlu

diperhatikan sebelum mengoperasikan peralatan irigasi tetes adalah :

a. Sumber air, dapat berupa sumber air permanen (sungai, danu, dan lain-lain),

atau sumber air buatan (sumur, embung dan lain-lain)

b. Sumber daya, sumber tenaga yang digunakan untuk mengalirkan air dapat

dari gaya gravitasi (bila sumber air lebih tinggi daripada lahan pertanaman),

dan untuk sumber air yang sejajar atau lebih rendah dari pada lahan

pertanaman maka diperlukan bantuan pompa. Untuk lahan yang mempunyai

sumber air yang dalam, maka diperlukan pompa penghisap pompa air sumur

dalam.

c. Saringan, untuk mencegah terjadinya penyumbatan meke diperlukan beberapa

alat penyaring, yaitu saringan utama (primary filter) yang dipasang dekat

sumber air, sringan kedua (secondary filter) diletakkan antara saringan utama

dengan jaringan pipa utama.

Irigasi tetes adalah teknik penambahan kekurangan air pada tanah yang

dilakukan secara terbatas dengan menggunakan tube (wadah) sebagai alat

penampung air yang disertai lubang tetes di bawahnya. Air akan keluar secara

perlahan -lahan dalam bentuk tetesan ke tanah yang secara terbatas membasahi

tanah. Lubang tetes air dapat diatur sedemikian rupa sehingga air cukup hanya
membasahi tanah di sekitar perakaran (http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id -

Web Site BBP Mekanisasi Pertanian)

Menurut Hansen (1986) kegunaan dari Irigasi tetes adalah :

a. Untuk menghemat penggunaan air tanaman.

b. Mengurangi kehilangan air yang begitu cepat akibat penguapan dan infiltrasi.

c. Membantu memenuhi kebutuhan air tanaman pada awal penanaman sehingga

juga akan meningkatkan pemanfaatan unsur hara tanah oleh tanaman.

d. Mengurangi stresing atau mempercepat adaptabilitas bibit sehingga

meningkatkan keberhasilan tumbuh tanaman.

e. Melakukan pemanenan air hujan lewat wadah irigasi tetes secara terbatas

sehingga dapat digunakan tanaman.

Sistem irigasi tetes memang konsep pemanfaatan air tanaman yang belum

populer Namun, sistem ini telah membumi di belahan bumi lain. Orang asing

telah menginsyafi seberapa banyak porsi air minum yang bisa mengobati dahaga

yang dirasakan tanaman. Tanaman diberi “minum” secukupnya. “Jika kelebihan

air, nutrisi yang mesti diserap tanaman bisa hanyut. Andai kebanyakan air pun

batang tanaman bisa membusuk. Jadi, jangan menyiram tanaman sampai tampak

seperti kebanjiran,” Konsep taman kota maupun taman keluarga dianjurkan

memakai sistem ini. Tanaman cukup ditetesi air sesuai porsi yang diperlukannya.

Cara ini bukan hanya membantu tanaman tak sampai kelebihan mengonsumsi air,

sistem ini pun lebih bernilai ekonomis.


Sistem yang digunakan adalah dengan memakai pipa-pipa dan pada tempat-

tempat tertentu diberi lubang untuk jalan keluarnya air menetes ke tanah.

Perbedaan dengan sistem pancaran adalah besarnya tekanan pada pipa yang tidak

begitu besar. Gambar dibawah ini memberikan Ilustrasi mengenai sistem irigasi

tetes.

Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi,

klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman, sosial ekonomi

dan budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil

yang akan diharapkan.

Sedangkan cara pemberian air irigasi ini berdasarkan topografi, ketersediaan

air, jenis pertimbangan lain. tergantung pada kondisi tanah, keadaan tanaman,

iklim, kebiasaan petani dan Cara pemberian air irigasi yang termasuk dalam eara

pemberian air lewat permukaan, dapat disebut antara lain :

a. Wild flooding : air digenangkan pada suatu daerah yang luas pada waktu

banjir cukup tinggi sehingga daerah akan cukup sempurna dalam

pembasahannya, cara ini hanya cocok apabila cadangan dan ketersediaan air

cukup banyak.

b. Free flooding: daerah yang akan diairi dibagi dalam beberapa bagian, atau air

dialirkan dari bagian yang tinggi ke bagian yang rendah.

c. Check flooding : air dari tempat pengambilan (sumber air) dimasukkan ke

dalam selokan, untuk kemudian dialirkan pada petak-petak yang kecil,

keuntungan dari sistem ini adalah bahwa air tidak dialirkan pada daerah yang

sudah diairi.
d. Border strip method : daerah pengairan dibagi-bagi dalam luas yang keeil

dengan galengan berukuran 10 x 100 m2 sampai 20 x 300 m2, air dialirkan ke

dalam tiap petak melalui pintu-pintu.

e. Zig-zig method: daerah pengairan dibagi dalam sejumlah petak berbentuk

jajaran atau persegi panjang, tiap petak dibagi lagi dengan bantuan galengan

dan air akan mengalir melingkar sebelum meneapai lubang pengeluaran. Cara

ini menjadi dasar dari pengenalan perkembangan teknik dan peralatan irigasi.

f. Bazin method : cara ini biasa digunakan di perkebunan buah-buahan. Tiap

bazin dibangun mengelilingi tiap pohon dan air dimasukkan ke dalarnnya

melalui selokan lapangan seperti pada chek flooding.

g. Furrow method : cara ini digunakan pada perkebunan bawang dan kentang

serta buah-buahan lainnya. Tumbuhan tersebut ditanam pada tanah gundukan

yang paralel dan diairi melalui lembah di antara gundukan.

Gambar 2.5 Irigasi tetes


2.3 Fungsi Irigasi

1. memasok kebutuhan air tanaman

2. menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan

3. menurunkan suhu tanah

4. mengurangi kerusakan akibat frost

2.4 Manfaat Irigasi

1. untuk membasahi tanah, yaitu pembahasan tanah pada daerah yang curah

hujannya kurang atau tidak menentu.

2 untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diari

sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun

musim penghujan.

3. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung

lumpur dan zat-zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut,

sehingga tanah menjadi subur.

4. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan

pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi.

5. Untuk peggelontoran air, yaitu dengan mengunakan air irigasi, maka

kotoran/ pencemaran / limbah / sampah yang terkandung di permukaan

tanah dapat digelontor ketempat yang telah disediakan (saluran drainase)

untuk diproses penjernihan secara teknis atau alamiah.


6. Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi dari

pada tanah, sehingga dimungkinkan untuk mengadakan proses pertanian

pada musim tersebut.

2.5 Kelebihan Irigasi

1. Mengatasi kekurangan pangan

2. Meningkatkan produksi dan nilai jual hasil tanaman.

3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat

4. Pembangkit Tenaga Listrik

5. Efek terhadap kesehatan

6. Supply air baku

7. Peningkatan Komunikasi / Transportasi

8. Transportasi air (Inland navigation)

(Dinas PU Pengairan Kabupaten Banyuwangi, 2014)

Air adalah faktor penting dalam bercocok tanam. Suatu sistem pengairan yang

baikakan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimal, sedangkan pengairan

merupakan segala usaha yang berhubungan dengan pemanfaatan air dan

sumbernya. Hubungan erat antara air dan tanaman disebabkan karena fungsi air

yang penting dalam penyelenggaraan dan kelangsungan hidup tanaman tersebut.


Kebutuhan air irigasi merupakan kebutuhan air untuk tanaman yang ditentukan

oleh faktor-faktor berikut :

a. Kebutuhan air tananman

b. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan

c. Penggunaan konsumtif

d. Perkolasi dan rembesan

e. Penggantian genangan air

f. Efisiensi irigasi

g. Curah hujan efektif

2.6 Metode FPR Dan LPR

Kebutuhan air irigasi dapat ditentukan salah satunya dengan metode FPR (

Faktor Palawija Relatif)- LPR (Luas Palawija Relatif). Persamaan untuk metode

FPR yaitu :

FPR = ............................................................(2.1)

Dengan :

FPR = Faktor Palawija Relatif (lt/dt/ha.pol)

Q = Debit air yang mengalir di sungai (lt/dt)

LPR = Luas Palawija Relatif (ha.pol)

Sedangkan kategori nilai FPR untuk keperluan operasional pembagian air

pada petak tersier dapat dikategorikan sebagai berikut :

 Cukup, FPR = 0,25 – 0,35 lt/dt/ha.pol (bulan Oktober sampai Februari)

 Sedang, FPR = 0,35 – 0,45 lt/dt/ha.pol (bulan Maret sampai Juni)

 Kurang, FPR = 0,45 – 0,55 lt/dt/ha.pol (bulan Juli sampai Oktober)


Misalnya pada bulan Oktober – Februari, FPR = 0,20 berarti nilai tersebut

kurang dari 50% FPR yang telah ditentukan sehingga perlu diadakan pergiliran

air. Kriteria FPR Berdasarkan jenis tanah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Nilai Faktor Palawija Relatif (FPR)

Jenis tanah FPR (lt/dt/ha.pol)


Air kurang Air cukup Air memadai
Alluvial 0,18 0,18-0,36 0,36
Latasol 0,12 0,12-0,23 0,23
Grumosol 0,06 00,6-0,12 0,12
Giliran Perlu Mungkin Tidak

Sumber : DPU Tingkat I Jawa Timur, 1997

Untuk nilai LPR adalah perbandingan kebutuhan air antara jenis tanaman

satu dengan jenis tanaman lainnya. Tanaman pembanding yang digunakan adalah

palawija yang mempunyai nilai 1 (satu). Semua kebutuhan tanaman yang akan

dicari terlebih dahulu dikonversikan dengan kebutuhan air palawija yang akhirnya

didapatkan satu angka sebagai faktor konversi untuk setiap jenis tanaman.

Tabel 2.2 Kriteria LPR Tanaman

Sumber: DPU Tingkat Jawa Timur,1997:1


2.7 Kebutuhan Harian Air

Kebutuhan air tanaman dapat juga dihitung berdasarkan kebutuhan air di

lapangan dan debit yang diperlukan pada pintu pemasukan yaitu:

Q1 = .............................................................(2.2)

Q2 = ...........................................................(2.3)

Dimana :

Q1 = kebutuhan harian air di lapangan (m3/hari)

Q2 = kebutuhan harian air pada pintu pemasukan (m3/detik)

H = tinggi penggenangan (m)

A = luas areal sawah (ha)

T = interval pemberian air (hari)

L = kehilangan air di lapangan dan saluran (%)

2.8 Pemberian Air dengan Faktor K

Dari jenis pemberian air irigasi, dapat dikelompokkan menjadi dua cara,

yaitu :

(1) Terus menerus dan proporsional pada kondisi debit puncak dan debit berubah

(2) Secara Giliran berselang untuk kondisi debit tetap.

Cara pemberian terus-menerus bisa diberikan pada K>1 Sedang untuk

berselang hanya pada K<1.

Faktor K = ...............................(2.4)
Data yang di peroleh untuk perhitungan faktor K adalah :

1. Data rencana tanam setiap petak ½ bulanan

2. Data debit sungai ½ bulanan

 Ketersediaan Air Cukup (K 1)

Ketersediaan air cukup apabila luas lahan yang tersedia untuk diairi lebih kecil

dibandingkan dengan debit yang tersedia, juga selama masa pengembangan

setelah konstruksi selesai, apabila areal yang akan dikembangkan masih tetap

lebih kecil dibandingkan areal yang dapat dikembangkan.

 Ketersediaan Air Kurang (K<1)

Ketersediaan air kurang disebabkan :

1. Saat pengoprasian jaringan irigasi lebih banyak mempeertimbangkan

faktor sosial yang tidak dipertimbangkan saat perencanaan.

2. Ketersediaan air disungai < dari perkiraan debit sungai yang digunakan

untuk jadwal rencana irigasi tahunan.

3. Perubahan intensitas tanam tidak sesuai dengan jadwal tanam, misalnya

semestinya palawija di tanam padi.

Tabel 2.3 Kriteria Pemberian Air dengan Faktor K


Tabel 2.4 Konversi Faktor K dan FPR untuk Pembagian Air

2.9 Sistem Pemberian Air dengan Golongan

Pemberiaan air dengan sistem golongan adalah suatu cara pemberian air

irigasi secara teratur dan terarah pada daerah yang beririgasi teknis menurut lahan

demi lahan. Dimana pemberiaan airnya disesuaikan dengan keadaan jumlah air

yang tersedia serta faktor kebutuhan air irigasi (Prosida, 1975: 37 dalam Wahjono,

1986:18).

Sementara itu untuk menilai apakah sistem rotasi teknis/golongan

diperlukan, ada beberapa hal penting yang harus dijawab, yaitu:

1. Dilihat dari pertimbangan sosial, apakah sistem tersebut dapat diterima

dan apakah pelaksanaan dan eksploitasi secara teknis layak.

2. Jenis sumber air

3. Sekali atau dua kali tanam

4. Luasnya areal irigasi( Dirjen Pengairan Dep. PU. KP-01, 1986: 171-177)

2.10 Debit Andalan

Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai untuk

kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk

keperluan irigasi.nkemungkinan terpenuhinya ditentukan sebesar 80%


(kemungkinan debit sungau lebih rendah dari debit andalan adalah 20%) (Dirjen

Pengairan Dep. PU, KP-10, 1986:79).

Uuntuk menentukan debit andalan ada 3 metode analisis yang dapat

dipakai, yaitu:

1. Analisis frekuensi data debit

2. Neraca air

3. Pengamatan lapanganMenurut Soemarto (1987), pengamatan besarnya

keandalan yang diambil untuk penyelesaian optimum penggunaan air di

beberapa macam kegiatan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2.5 Nilai Debit Andalan Untuk Berbagai Macam Kegiatan

Kegiatan Keandalan

Penyediaan Air Minum 99%

Penyediaan Air Industry 95%-98%

Penyediaan Air Irigasi

Daerah Beriklim Setengah 70%-85%


Lembab
Daerah Beriklim Kering 80%-95%

Pembangkit Listrik Tenaga Air 85%-90%

Sumber : Soemarto (1987)


2.11 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dari data

curah hujan dan klimatologi dengan menggunakan metode Mock. Alasannya

adalah karena evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar untuk terjadinya

debit dari suatu daerah aliran sungai. Rumus evapotranspirasi yang digunakan

pada metode Mock menggunakan metode Penman. Data terukur yang

dibutuhkan yaitu :

1. Letak lintang (LL)

2. Suhu udara (T)

3. Kecerahan matahari (n/N)

4. Kecepatan angin (u)

5. Kelembaban relatif (RH)

Rumusnya adalah sebagai berikut :

ETo = c × ETo*

ETo* = W(0,75 × Rs – Rn1) + (1 – W) × (f(u)) × (ea – ed)…….…(2.5)

Dimana :

c = factor koreksi penman

W = factor penimbangan untuk suhu dan elevasi daerah

Rs = jumlah radiasi gelombang pendek


Rs = (0,25 + 0,54 n/N) × Ra …………………………………………..(2.6)

Dimana :

Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer (mm/hari)

n = rata-rata cahaya matahari sebenarnya dalam satu hari (jam)

N = lama cahaya matahari maksimum yang mungkin dalam satu hari (jam)

Rn = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)

Rn = f(t) × f(ed) × f(n/N)………………………………………………(2.7)

f(t) = fungsi suhu

f(ed) = fungsi tekanan uap

f(n/N) = fungsi kecerahan matahari

f(u) = 0,27 (1 + u × 0,864)………………………………..…………......(2.8)

f(u) = fungsi kecepatan angin

f(n/N) = 0,1 + 0,9 n/N…………………………………………..…………..(2.9)

ea – ed = defisit tekanan uap yaitu selisish antara tekanan uap jenuh (ea) pada

T rata-rata dalam (mbar) dan tekanan uap sebenarnya (ed) dalam (mbar)

ea=ed = ea × RH/100………………………………………………….…....(2.10)
Formulasi inilah yang dipakai dalam Metode Mock untuk menghitung

besarnya evapotranspirasi potensial. Besarnya evapotranspirasi potensial ini

dinyatakan dalam mm/hari. Berikut ini adalah tabel hubungan T dengan Ea, W

dan f(T).

Tabel 2.6 Hubungan T dengan Ea, W dan f(T)

Suhu (T) Ea W (1 – W) f(t)


Mbar Elevasi 1 – 250 m
20 23,40 0,68 0,32 14,60
21 24,90 0,70 0,30 14,80
22 26,40 0,71 0,29 15,00
23 28,10 0,72 0,28 15,20
24 29,80 0,73 0,27 15,40
25 31,70 0,74 0,26 15,70
26 33,60 0,75 0,25 15,90
27 35,70 0,76 0,24 16,10
28 37,80 0,77 0,23 16,30
29 40,10 0,78 0,22 16,50
30 42,40 0,78 0,22 16,70
31 44,90 0,79 0,21 17,00
32 47,60 0,80 0,20 17,20
33 50,30 0,81 0,19 17,50
34 53,20 0,81 0,19 17,70
35 56,20 0,82 0,18 17,90
36 59,40 0,83 0,17 18,10
37 62,80 0,84 0,16 18,30
38 66,30 0,84 0,16 18,50
39 69,90 0,85 0,15 18,70

Sumber : PLTMH Pinembani

Besarnya radiasi matahari tergantung letak lintang. Besarnya radiasi

matahari ini berubah-ubah menurut bulan, seperti Tabel 3.7 pada halaman berikut

ini. Koefisien refleksi sangat berpengaruh pada evapotranspirasi. Tabel 3.8

memuat nilai koefisien refleksi yang digunakan dalam metode Mock. Sedangkan

tabel angka koreksi (c) bulanan untuk rumus Penman dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 2.7 hubungan Nilai Radiasi ekstra Matahari (Ra) dengan letak lintang

(untuk daerah Indonesia 5 LU – 10 LS)

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Tahun
st

5º LU 13,7 14,5 15 15 14,5 14,1 14,2 14,6 14,9 14,6 13,9 13,4 14,39

0º 14,5 15 15,2 14,7 13,9 13,4 13,5 14,2 14,9 15 14,6 14,3 14,45

5º LS 15,2 15,4 15,2 14,3 13,2 12,5 12,7 13,6 14,7 15,2 15,2 15,1 14,33

10º 15,8 15,7 15,1 13,8 12,4 11,6 11,9 13 14,4 15,7 15,7 15,8 14,21
LS

Sumber : Sudirman (2002)

Tabel 2.8 Koefisien Refleksi, r

No Permukaan Koefisien Refleksi


1 Rata-rata permukaan bumi 40%
2 Cairan salju yang jatuh diakhir musim masih segar 40 -85%
3 Spesies tumbuhan padang pasir dengan daun berbulu 30 – 40%
4 Rumput, tinggi dan kering 31 – 33 %
5 Permukaan padang pasir 24 – 28%
6 Tumbuhan hijau yang membayangi seluruh tanah 24 – 27%
7 Tumbuhan muda yang membayangi sebagian tanah 15 – 24%
8 Hutan musiman 15 – 20%
9 Hutan yang menghasilkan buah 10 – 15%
10 Tanah gundul kering 12 – 16%
11 Tanah gundul lembab 10 – 12%
12 Tanah gundul basah 8 – 10%
13 Pasir, basah – kering 9 – 18%
14 Air bersih, elevasi matahri 45 5%
15 Air bersih, elevasi matahari 20 14%

Sumber : Sudirman (2002)


Tabel 2.9 Angka Koreksi (c) Bulanan Untuk Rumus Penman

Bulan C Bulan C
Januari 1,04 Juli 0,9
Februari 1,05 Agustus 1
Maret 1,06 September 1,1
April 0,9 Oktober 1,1
Mei 0,9 Nopember 1,1
Juni 0,9 Desember 1,1

Sumber : Ir. Agus Suroso, MT

2.12 Kelebihan Air (Water Surplus)

Besarnya air lebih dapat mengikuti formula sebagai berikut :

WS = ΔS – tampungan air …………………..……………….......... ……(2.11)

Dimana :

WS = water surplus

S = R – Ea

Tampungan Tanah = Perbedaan kelembaban tanah

2.13 Limpasan total

Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam

tanah lembab selanjutnya melimpas di permukaan (surface run off) dan

mengalami perkolasi. Berikutnya, menurut Mock besarnya infiltrasi adalah water

surplus (WS) dikalikan dengan koefisien infiltrasi (if), atau :

Infiltrasi (I) = WS × if ………………………..…………………………..(2.12)


Koefisien infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan daerah

pengaliran. Lahan yang bersifat porous umumnya memiliki koefisien yang

cenderung besar. Namun jika kemiringan tanahnya terjal dimana air tidak sempat

mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah, maka koefisien infiltrasinya

bernilai kecil.

Infiltrasi terus terjadi sampai mencapai zona tampungan air tanah (ground water

storage, disingkat GS). keadaan perjalanan air di permukaan tanah dan di dalam

tanah diperlihatkan dalam gambar

Dalam metode ini, besarnya groundwater storage (GS) dipengaruhi oleh :

1. Infiltrasi (I). Semakin besar infiltrasi maka groundwater storage semakin

besar pula, dan begitu sebaliknya.

2. Konstanta resesi aliran bulanan (K). Konstanta resesi aliran bulanan

(montly flow recession constan) disimbolkan dengan K adalah proporsi

dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Nilai K ini

cenderung lebih besar pada bulan basah. Nilai k diambil antara 0 – 1,0.

3. Groundwater storage bulan sebelumnya (GSom). Nilai ini diasumsikan

sebagi konstanta awal, dengan anggapan bahwa water balance merupakan

siklus tertutup yang ditinjau selama rentang waktu menerus tahunan

tertentu. Dengan demikian maka nilai asumsi awal bulan pertama tahun

pertama harus dibuat sama dengan nilai bulan terakhit tahun terakhir.

Dari ketiga faktor diatas, mock merumuskan sebagai berikut :

GS = {0,5 × (1 + K) × I} + {K × GSom}…………………………(2.13)
Seperti telah dijelaskan, metode Mock adalah metode memprediksi debit

didasarkan pada water balance. Oleh sebab itu, batasan-batasan water balance ini

harus dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater storage

(ΔGS) selama rentang waktu tahunan tertentu adalah nol, atau (misalnya untuk 1

tahun) :

Perubahan groundwater storage (ΔGS) adalah selisih antara groundwater

storage bulan yang ditinjau dengan groundwater storage bulan sebelumnya.

Perubahan groundwater storage ini penting bagi terbentuknya aliran dasar sungai

(base flow, disingkat BF). Dalam hal ini base flow merupakan selisih antara

infiltrasi dengan perubahan groundwater storage, dalam bentuk persamaan :

BF = I – ΔGS……………………………………………………………....(2.14)

Jika pada suatu bulan ΔGS bernilai negatif (terjadi karena GS bulan yang

ditinjau lebih kecil dari bulan sebelumnya), maka base flow akan lebih besar dari

nilai infiltrasinya. Karena water balance merupakan siklus tertutup dengan periode

tahunan tertentu (misalnya 1 tahun) maka perubahan groundwater storage (ΔGS)

selama 1 tahun adalah nol. Dari persamaan di atas maka dalam 1 tahun jumlah

base flow akan sama dengan jumlah infiltrasi.

Selain base flow, komponen debit yang lain adalah direct run off

(limpasan langsung) atau surface fun off (limpasan permukaan). Limpasan

permukaan berasal dari water surplus yang telah mengalami infiltrasi. Jadi direct

run off dihitung dengan persamaan :

DRO = WS – I………………...…………………………………….(2.15)
Setelah base flow dan direct run off komponen pembentuk debit yang lain adalah

storm run off, yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi selama hujan deras.

Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari hujan.. storm run off hanya

dimasukkan ke dalam total run off, bila presipitasi kurang dari nilai maksimum

soil moisture capacity. Menurut Mock storm run off dipengaruhi oleh percentage

factor, disimbolkan dengan PF. Percentage factor adalah persen hujan yang

menjadi limpasan. Besarnya PF oleh Mock disarankan 5% – 10%, namun tidak

menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan hingga mencapai

37,3%.

Dalam perhitungan debit ini, Mock menetapkan bahwa :

1. Jika presipitasi (P) > maksimum soil moisture capacity maka nilai storm

run off = 0.

2. Jika P < maksimum soil moisture capacity maka storm run off adalah

jumlah curah hujan dalam satu bulan yang bersangkutan dikali percentage

factor, atau :

SRO = P × PF.....................................................................................(2.16)

Dengan demikian maka total run off (TRO) yang merupakan komponen-

komponen pembentuk debit sungai (stream flow) adalah jumlah antara base flow,

direct run off dan storm run off, atau :

TRO = BF + DRO + SRO…………………………………………...……...(3.17)


Total run off ini dinyatan dalam mm/bulan. Maka jika TRO ini dikalikan

dengan catchment area (luas daerah tangkapan air) dalam km2 dengan suatu angka

konversi tertentu didapatkan besaran debit dalam m3/det.

2.14 Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi merupakan jumlah air irigasi yang digunakan oleh

lahan dan tanaman pada selang waktu dan jumlah tertentu. Kebutuhan air untuk

padi meliputi kebutuhan air untuk pengolahan tanah, pembibitan, penggenangan

dan untuk pertumbuhan sampai saat panen. Sedangkan untuk tanaman bukan padi

(palawija) hanya untuk pertumbuhannya saja.

Kebutuhan air irigasi adalah jumlah air yang diperlukan tanaman untuk

memenuhi kebutuhan air tanaman dengan luasan tertentu. Kebutuhan air ini

meliputi kebutuhan untuk evapotranspirasi, perkolasi dan perembesan saluran.

Kebutuhan air untuk palawija hanya untuk pertumbuhannya saja yang dinyatakan

dengan evapotranspirasi tanaman. Akan tetapi untuk tanaman padi kebutuhan air

meliputi kebutuhan untuk evapotranspirasi, pengolahan lahan, pertumbuhan

sampai saat panen, serta kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang karena

adanya perkolasi serta penggenangan dilahan (Linsley dan Franzini, 1979).

Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Kebutuhan untuk penyiapan lahan

2. Kebutuhan air konsumtif untuk tanaman

3. Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air

4. Perkolasi
5. Efisiensi air irigasi

6. Luas areal irigasi

7. Curah hujan efektif

Kebutuhan total air di sawah mencakup faktor a samapi dengan f, sedangkan

kebutuhan bersih air irigasi di sawah mencakup faktor a sampai g.

Persamaan untuk menghitung kebutuhan bersih air irigasi di sawah :

IG= EI × A ………………………………………..……………..................(2.18)

Dengan :

IG = kebutuhan air (m3)

IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)

ETc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari)

RW = kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (mm/hari)

P = perkolasi (mm/hari)

ER = hujan efektif (mm/hari)

EI = efisiensi irigasi

A = luas areal irigasi (m2)


2.15 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan (IR)

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya sangat menentukan

kebutuhan maksimum air irigasi. Bertujuan untuk mempermudah pembajakan dan

menyiapkan kelembaban tanah guna pertumbuhan tanaman. Metode ini

didasarkan pada kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi

dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan selama periode penyiapan lahan.

Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan

lahan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penyiapan

lahan dan jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Untuk perhitungan

kebutuhan air irigasi untuki penyiapan lahan dapat digunakan metode yang

dikembangkan Van De Goor dan Zijlstra (1968). Persamaannya ditulis sebagai

berikut.

IR = M ……………………………………………………….....................(2.19)

Dengan :

IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari)

M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan

perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan

P= Eo + P ……………………………….……....…..…………......………(2.20)

Eo = 1,1 x Eto ……………..……………………………………………...(2.21)


Dimana :

P = perkolasi (mm/hari)

k = (M x T)/S …………………………………………………………….(2.22)

T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm

Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan digunakan T = 30 hari

dan S = 250 mm untuk penyiapan lahan padi pertama S = 200 mm untuk

penyiapan lahan padi kedua. Ini sudah termasuk banyaknya air untuk

penggenangan setelah transplantasi, yaitu sebesar sebesar 50 mm serta kebutuhan

untuk persemaian.tabel kebutuhan air irigasi selama masa penyiapan lahan dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.10 Kebutuhan Air Irigasi Selama Masa Penyiapan Lahan

Eo + P (mm/hari) T = 30 hari T = 45 hari


S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm
5,0 11,1 12,7 8,4 9,5
5,5 11,4 13,0 8,8 9,8
6,0 11,7 13,3 9,1 10,1
6,5 12,0 13,6 9,4 10,4
7,0 12,3 13,9 9,8 10,8
7,5 12,6 14,2 10,1 11,1
8,0 13,0 14,5 10,5 11,4
8,5 13,3 14,8 10,8 11,8
9,0 13,6 15,2 11,2 12,1
9,5 14,0 15,5 11,6 12,5
10,0 14,3 15,8 12,0 12,9
10,5 14,7 16,2 12,4 13,2
11,0 15,0 16,5 12,8 13,6

Sumber : KP – 01 (1986)
2.16 Keutuhan Air Untuk Konsumtif (ETc)

Kebutuhan air konsumtif diartikan sebagai kebutuhan air untuk tanaman di

lahan dengan memasukkan faktor koefisien tanaman (kc). Persamaan umum yang

digunakan sebagai berikut:

Etc = Eto x kc ……………………………………………………………......(2.23)

Dengan:

Etc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),

Eto = evapotranspirasi (mm/hari),

Kc = koefisien tanaman.

Kebutuhan air konsumtif ini dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang

akibat penguapan. Air dapat menguap melalui permukaan air atau tanah maupun

melalui tanaman. Bila kedua proses tersebut terjadi bersama-sama, terjadilah

proses evapotranspirasi, yaitu gabungan antara penguapan air bebas (evaporasi)

dan penguapan melalui tanaman (transpirasi). Dengan demikian besarnya

kebutuhan air konsumtif ini adalah sebesar air yang hilang akibat proses

evapotranspirasi dikalikan dengan koefisien tanaman.Evapotranspirasi dapat

dihitung dengan metoda Penman berdasarkan data klimatologi setempat. Nilai

koefisien tanaman (kc) mengikuti cara ndeco atau prosidan seperti tercantum

dalam dirjen pengairan (1985), yaitu varietas biasa dengan masa pertumbuhan

tanaman padi selama 3,5 bulan dan dapat dilihat pada Tabel 3.13 dan Tabel 3.14.
Tabel 2.11 Koefisien Tanaman Padi dan Jagung

Umur (Bulan) Padi (Nedeco/Prosida) Padi (FAO) Jagung (90)


Lokal Unggul Lokal Unggul
0,5 1,2 1,2 1,1 1,1 0,5
1 1,2 1,27 1,1 1,1 0,59
1,5 1,32 1,33 1,1 1,05 0,98
2 1,4 1,3 1,1 1,05 1,05
2,5 1,35 1,15 1,05 0,95 1,02
3 1,24 0 1,05 0 0,95
3,5 1,12 0,95
4 0 0

Sumber : Dirjen Pengairan (1985)

Tabel 2.12 Koefisien Tanaman Padi dan Palawija

Tanaman Periode

I II III IV V VI VII

Padi 1,02 1,02 1,20 1,32 1,40 1,35 1,24

Palawija 0,40 0,55 0,55 0,70 0,70 0,30

Sumber : Parlindungan H (1996)

2.17 Kebutuhan Air Untuk Penggantian Lapisan Air (RW)

Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air ditetapkan berdasarkan

Standar Perencanaan Irigasi (1986). Penggantian lapisan air dilakukan sebanyak

dua kali dalam sebulan, masing-masing dengan ketebalan 50 mm (50 mm/bulan

atau 3,3 mm/hari) dan dua bulan setelah transplantasi.


2.18 Pekolasi (P)

Perkolasi adalah masuknya air dari daerah tak jenuh ke dalam daerah jenuh

air, pada proses ini air tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Laju perkolasi

sangat tergantung pada sifat tanah daerah tinjauan yang dipengaruhi oleh

karakteristik geomorfologis dan pola pemanfaatan lahannya. Berdasarkan sifat

tanahnya nilai laju perkolasi dapat dilihat pada Tabel 3.15.

Tabel 2.13 Nilai Perkolasi

No Jenis tanah Nilai perkolasi (mm/hari)

1 Tanah 1,0-2,0

lempungan

2 Tanah lempung 2,0-3,0

pasiran

3 Tanah pasiran 3,0-6,0

Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985

2.19 Curah Hujan Efektif (ER)

Curah hujan efektif diperoleh dari data hujan data stasiun pengamatan

hujan terdekat. Data hujan andalan 80%, sedangkan hujan efektif harian yang

dipakai adalah sebesar 70% dari hujan andalan 80% seperti diberikan pada

Standar Perencanaan Irigasi (1986).

Re = 0,7 × R80..................................................................................(2.24)
Dimana :

Re = curah hujan efektif (mm/hari)

R80 = curah hujan minimum tengah bulanan dengan kemungkinan terpenuhi

80 %.

Untuk lebih jelas koefisien curah hujan untuk padi dibagi beberapa golongan dan

besarnya koefisien curah hujan efektif untuk tanaman padi berdasarkan Tabel

2.14 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.14 koefisien Curah Hujan untuk padi

Bulan Golongan
1 2 3 4 5 6
0,5 0,36 0,18 0,12 0,09 0,07 0,06
1 0,7 0,53 0,35 0,26 0,21 0,18
1,5 0,4 0,55 0,46 0,36 0,29 0,24
2 0,4 0,4 0,5 0,46 0,37 0,31
2,5 0,4 0,4 0,4 0,48 0,45 0,37
3 0,4 0,4 0,4 0,4 0,46 0,44
3,5 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,45
4 0 0,2 0,27 0,3 0,32 0,33
4,5 0,13 0,2 0,24 0,27
5 0,1 0,16 0,2
5,5 0,08 0,13
6 0,07

Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010 (1985)


2.20 Efisiensi Irigasi (EI)

Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap bahwa 1/4 sampai 1/3 dari

jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai disawah. Kehilangan

ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan perembesan. Kehilangan

akibat evaporasi dan perembesan umumnya kecil jika dibandingkan dengan

jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi. Penghitungan rembesan hanya

dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi (KP-03, 1986). Pada umumnya

kehilangan air dijaringan irigasi dapat dibagi-bagi, berdasarkan KP-03 adalah

sebagai berikut :

1. 15-22,5% dipetak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah

2. 7,5-12,5% disaluran sekunder

3. 7,5-15,5% disaluran utama.

2.21 Analisis Neraca Air

Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan anatara aliran ke

dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode

tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). Bentuk

persamaan water balance adalah :

P = Ea + ΔGS + TRO......................................................................................(2.25)

Dari rumus diatas maka didapat keseimbangan air (water balance) untuk lebih

jelasnya dapat dilihat keterengan rumus dibawah ini :


Dengan :

P = Presipitasi

Ea = Evapotranspirasi

ΔGS = Perubahan groundwater storage

TRO = Total run off

Dengan menggunakan model neraca air (water balance) harga-harga debit

bulanan dapat dihitung dari curah hujan bulanan, evapotranspirasi, kelembaban

tanah dan tampungan air tanah.

Perhitungan debit andalan dengan cara empiris di Indonesia umumnya

menggunakan beberapa metode, yaitu metode Mock, NRECA dan Tank Model.

Secara umum analisis debit menggunakan metodeempiris dari Dr. FJ. Mock

(1973) merupakan analisis keseimbangan air untuk menghitung harga debit

bulanan berdasarkan tranformasi data curah hujan bulanan dan data klimatologi.

Berikut ini adalah tabel notasi dan satuan yang dipakai untuk data iklim.

Tabel 2.15 Notasi dan Satuan Parameter Iklim

Data Meteorologi Notasi Satuan


Presipitasi P Milimeter (mm)
Temperatur T Derajat Celcius (ºC)
Penyinaran Matahari S Persen (%)
Kelembaban Relatif H Persen (%)
Kecepatan Angin W mile per hari (mile/hr)

Sumber : Sudirman (2002)


Prinsip metode Mock menyatakan bahwa hujan yang jatuhpada daerah

tangkapan air, sebagian akan hilang akibatevapotranspirasi, sebagian akan

langsung menjadi direct runoff dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah atau

terjadi infiltrasi. Infiltrasi ini mula-mula akan menjenuhkan permukaan tanah,

kemudian terjadi perkolasi ke air tanah danakan keluar sebagai base flow. Hal ini

terdapat keseimbangan antara air hujan yang jatuh dengan evapotranspirasi, direct

runoff dan infiltrasi, dimana infiltrasi ini kemudian berupa soil moisture dan

ground water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung

di permukaan tanah dan base flow.

Curah hujan rata-rata bulanan di daerah pengaliran sungai dihitung

berdasarkan data pengukuran curah hujan dan evapotranspirasi yang sebenarnya

dari data meteorologi dengan menggunakan metode Penman dan karakteristik

vegetasi. Perbedaan antara curah hujan dan evapotranspirasi mengakibatkan

limpasan air hujan langsung (direct runoff) aliran dasar/air tanah dan limpasan air

hujan lebat (storm runoff) .

2.22 Metode Weibull

Metode ini adalah salah satu metode dalam analisis frekuensi untuk

penentuan peluang dalam distribusi peluang kontinyu untuk distribusi normanl.

Penggunaan rumus ini pada awalnya dikembangkan oleh Weibull (1930),

kemudian dikembangkan oleh Gumbel (1945), lalu Chow (1953), Velz (1952),

US Geological Survey dan yang lain.

Dalam metode Weibull, peluang dihitung dengan rumus (Soewarno,

1995:114):
P(Xm) = .....................................................................................(2.26)

T(Xm) = ......................................................................................(2.27)

Dimana:

P(Xm) = peluang terjadinya kumpulan nilai yang diharapkan selama

perioda pengamatan.

T(Xm) = periode ulang dari kejadian Xm sesuai dengan sifat kumpulan

nilai yang(Xm).

M = nomor urut kejadian, atau peringkat kejadian

N + 1 = jumlah pengamatan dari variat X ditanbah 1

2.23 Sumur Renteng

Sumur renteng merupakan teknologi irigasi yang cocok dikembangkan

pada daerah dengan tanah memiliki tekstur berpasir. Tanah-tanah seperti ini

memiliki kemampuan meloloskan air yang sangat tinggi sehingga tidak dapat

menyimpan air dalam waktu lama. Prinsip sumur renteng adalah menampung air

untuk irigasi dalam sebuah bak penampung berbentuk selinder yang terhubung

dengan bak penampung lainnya melalui pipa kapiler. Keunggulan sistem irigasi

sumur renteng adalah (Las, 2007):

 Efisien karena irigasi cukup diberikan pada bak penampung utama.

 Resiko kehilangan air selama pendistribusian dapat diminimalisasi

karena irigasidari bak penampung dapat menjangkau zona perakaran

tanaman secara langsung.


2.23.1 Tipe Sumur Renteng

Ada beberapa tipe sumur renteng yang digunakan pada lahan pasir, antara

lain :

a. Sistem bak penampung (tower) sumur renteng

b. Sistem sumur renteng langsung

c. Sistem sembur

Prinsip masing-masing tipe sumur renteng

a. Sistem bak penampung(tower) sumur renteng

Sumber air dari air tanah atau sungai, embung dialirkan ke bak

penampug(tower) dengan tenaga disel. Air ditower dialirkan menyebar ke bak

sumur rentengmelalui pipa. Bak sumur renteng dibuat dari bis beton(Gambar 2.6).

Tipe ini paling peraktis, karena dapat digunakan setiap saat, pada kondisi tower

berisi air. Eksistensi kelelmbagaan sangat berperan pada sistem ini, agar tower

selalu tersedia air.

Gambar 2.6. Sistem dan sekamatis sumur renteng menggunakan towe

b. Sistem sumur renteng langsung

Sumber air dari air tanah atau sungai atau embung dialirkan ke bak sumur

renteng, tanpa ditampung ditower. Setelah masing-masing bak terpenuhi dan


kebutuhan penyiraman sudah cukup, maka mesin dimatikan. Sistem ini berlaku

untuk individual maupun sistem kelompok. Sistem individual memerlukan

kepemilikan lengkap seperti sumber air maupun motor dieselnya, sedangkan

sistem kelompok berlaku sebaliknya.

Gambar 2.7 Tata letak dan sistematika sumur renteng langsung

c. Sistem sembur tanpa penampung

Sumber air dari air tanah, atau sungai disedot dengan diesel dan langsung

dialirkan ke pipa distributor tanpa melalui bak penampung berupa tower maupun

bak distributor. Masing-masing pipa distributor dilengkapi dengan selang atau

instalasi sprayer. Semburan dari selang berspreyer langsung pada tanaman.

Ketersediaan air tanah dangkal dan diesel sebagai modal utama. Sistem ini

lebih bersifat individual, sehingga sangat berkaitan dengan kemampuan penyedian

modal. Sistem ini berlaku pada semua lahandan digunakan setiap waktu sesuai

kebutuhan dan fase tanaman yang diusahakan. Meskipun demikian sistem ini

diawali oleh daerah pantai, disamping untuk pnyiraman tanaman juga berfungsi

sebagai pencuci kadar garam yang menempel pada daun. Garam yang menempel

pada daun memungkinkan terjadi plasmolisi. Plasmolisis adalah proses aliran

massa cairan sel dalam tanaman keluar tanaman melalui stomatadaun. Aliran
cairan terjadi karena perbedaan kepekatan dipermukaan daun karena adanya

penumpukan garam. Sehingga daun kekurangan cairan, akibatnya daun

mengering. Dampak negatifnya adalalah timbuljamur disekitar mahkota daun,

karena kelembaban meningkat.

Gambar 2.8 Sketsa dan cara kerja sumur sembur, tahun 2006

2.23.2. Cara Kerja Sumur Renteng

Sistem pengairan sumur renteng ada tiga yaitu:

a. Cara kerja pengairan melalui sistem tower (bak penampung)

1. Air yang mengalir disungai menuju laut dibendung, dijadikan embung.

Kedalaman genangan air sekitar 50-100 cm.

2. Dari embung air dialirkan dengan menggunakan energi pompa (diesel)

menuju bak ketendon( (tower) volume tower pada umumnya 50-100 m3

dengan beda tinggi antara air sungai dengan tower (vertical internal)

sekitar 15 m. Perbedaan tinggi antara permukaan air dengan diesel antara

3-5 m jarak ketinggian dari diesel ketower antara 10-15 m.


3. Pada bak penampung dibuat saluran pembagi menuju sumur renteng yang

dilengkapi dengan stop kran ( untuk mengatur kebutuhan air dan

kepemilikan petani)

4. engan energi gravitasi air tower mengalir kesumur renteng dan aliran

airdari sumur renteng yang satu kesumur renteng yang lain dihubungkan

dengan paralon.

5. Air tenton dibak bis sumur renteng ditimba untuk menyiram tanaman.

Petani menimba air secara langsung menggunakan ember atau gembor dan

selanjutnya disiramkan ke pertanaman.

b. Cara kerja pengairan sistem sembur renteng langsung

1. perinsip kerja hampir sama dengan cara kerja pengairan sistem sumur

renteng tanpa bak penampung, yaitu dilengkapi sumur tanah pada setiap

kepemilikan lahan.

2. Air yanag keluar dari motor pompa ( rumah pompa) dialirkan

menggunakan pipa paralon, selanjutnya disambung dengan menggunak

selang berinstalasi spreyer.

c. Cara kerja pengairan sistem sumur renteng tanpa bak penampung

1. Bis sumur renteng diisi langsung dari diesel, tanpa melalui tower. Air

berasal dari air yang mengalir disungai menuju laut yang dibendung,

dijadikan embung. Kedalam genagngan air sungai sekitar 50-100 cm untuk

disedot.

2. Penyediaan sumur tanah dilahan pasir sangat mudah, yaitu dengan

memasukan/ atau menancapkan pipa paralon berdiameter 5-7 inci kedalam

tanah pasir sampai ketemu air tanah. Pipa posong dalam tersebut
memungkin terisi air tanah, pada bagian atas diperkcil sesuai dengan pipa

pada motor pompa untuk melakukan penyedotan.

3. Air dari motor pompa langsung bak bis sumur renteng

4. Air tendon dan bak bis sumur renteng ditimba untuk menyimpan tanaman.

2.23.3 Perhitungan Sumur Renteng

Salah satu metoda dalam sumur renteng umtuk mengalirkan air dari saluran

irigasi kedalam sumur maupun menghubungkan dari sumur satu ke sumur lainnya

adalah menggunakan media pipa. Dimana analisa perencanaan hidraulic pipa

didasarkan dengan persamaan berikut:

1. Persamaan kehilangan tekanan air (kehilangan tinggi tekan akibat

gesakan) dalam pipa:

Hf = f. . ............................................................................(2.28)

Dimana:

Hf = kehilangan tekanan air dalam pipa (m)

f = koefisien gesekan dari persamaan Darcy yang tergantung dari:

 Kekasaran pipa : makin bear pipa, maka f makin besar

 Temperatur air : makin ntinggi tempertaur air, maka f makin kecil.

Dimana :

L = panjang pipa (m)

D = diameter pipa (m)

V = kecapatan air dalam pipa (m/detik)

g = percepatan gravitasi (m/detik2)


2. Volume Sumur Renteng

Volume sumur dapat dirumuskan sebagai berikut :

2
V= . . h........................................................................(2.29)

Dimana:

V = volume sumur (m3)

= atau 3,14

D = diameter/garis tengah sumur (m)

h = tinggi sumur (m)

3. Debit yang melewati pipa

Debit yang melewati pipa dapat dirumuskan sebagai berikut :

Q = A x V............................................................................(2.30)

Dimana:

Q = debit yang melalui pipa (m3/detik)

A = luas pipa (m2)

V = kecepatan air dalam pipa (m/detik)

4. Waktu Pengisisan Sumur

Waktu pengisian sumur digunakan rumus sebagai berikut :

Q = ....................................................................................(2.31)

Dimana:

Q = debit yang melalui pipa (m3/detik)

V = volume sumur (m)

T = waktu pengisian (detik)


2.23.4 Perhitungan Waktu Pengisian Pipa

Sedangkan yang dimaksud dengan pola operasi sumur renteng adalah

waktu pengisian sumur renteng pada saat pertama kali menerima air dari saluran

sekunder dan waktu perpindahan air dari sumur renteng satu ke sumur renteng

yang lain, jika sumur yang bersangkutan dihubungkan dengan pipa secara seri.

Waktu pengisian dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

Q= D2 √ ...............................................(2.32)

Dimana:

Q = debit yang melalui pipa (m3/detik)

= atau 3,14

D = diameter pipa (m)

g = percepatan gravitasi (m/detik2)

h = tinggi sumur (m)

Waktu perpindahan air dari satu sumur ke sumur yang lain, jika sumur

dihubungkan dengan pipa seri adalah (Khurmi, R.S, 1985: 375):


T= √ -√ )....................................(2.33)

Dimana:

T = waktu yang diperlukan untuk memindahkan air dari sumur 1 ke sumur

2 (detik)

A1 = Luas sumur 1 (m2)

A2 = Luas sumur 2 (m2)

F = koefisien gesekan pipa

l = panjang pipa (m)


d = diameter pipa (m)

a = luasan pipa (m2)

g = percepatan gravitasi = 9,81

H1 = beda tinggi muka air awal antara sumur 1 dan sumur 2 (m)

H2 = beda tinggi muka air akhir antara sumur 1 dan sumur 2 (m)

Gambar 2.9 Seketsa sumur renteng


2.24 Sifat Fisik Tanah

Semua macam tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang

disebut pori (voids) antara butir- butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan

satu dengan yang lain sehingga air dapat mengalir melalui rungan pori tersebut.

Proses ini disebut rembesan (sepage) dan kemampuan tanah untuk dapat dirembes

air disebut daya rembesan (permeability). Rembesan air dalam tanah sangat

penting dalam bidang goteknik, misalnya pada saat pembuatan tanggul atau

bendungan untuk menahan air, juga penggalian pondasi dimuka air tanah.

Pergerakan air dalam tanah merupakan bagian dari siklus hidrologi. Pergerakan

air dalam tanah pada umumnya air bergerak dengan aliran relatif lambat atau

dalam kondisi laminer. Untuk lebih jelas dapat dilihat komposisi tanah pada

gambar dibawah.

Gambar 2. 10.komposisi tanah


Keterangan :

Va = Volume udara (m3)

Vw = Volume air (m3)

Vv = Volume ruang pori (m3)

Vt = Volume total (m3)

Vs = Volume air (m)

Mw = Massa air (gr)

Ms = Massa tanag (gr)

Ms = massa total (gr)

2.25 Moisture Content (Kadar Air)

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat

dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry

basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100

persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen.

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot

bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan

tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah

(wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan pangan biasanya dilakukan

berdasarkan bobot basah. Untuk memperjelas mencari kadar air perhatikan

metode dibawah ini :


2.25.1 Metode Langsung

Metode Langsung yaitu Kadar air dapat langsung diukur dengan

menggunakan Volume yang diketahui dari materi dan pengeringan oven. Kadar

air Volumetrik ,θ dihitung menggunakan rumus :

θ=

Dimana :

Mwet dan Mdry = massa dari sample sebelum dan sesudah pengeringan dalam

oven.

ρ = densitas air

Vb = Volume Sampel Sebelum Pengeringan

2.25.2 Ilmu geotek Dan Pertanian

Dalam ilmu tanah, hidrologi, dan ilmu pertanian, kandungan air memiliki

peran penting untuk mengisi ulanag air dalam tanah. Kadar air dalam tanah

disetiap tempat berbeda, misalnya kadar air cendrung meningkat apabila didaerah

yang basah dan cendrung menurun apabila ditempat yang kering, untuk daerah

yang lembab kadar air berada pada kondisi dimana kondisi kadar air menengah.

untuk daerah dimana tanah lembab dan sudah dibasahi air hujan dan dialiri irigasi

2-3 hari memiliki kadar air sebesar 0,1- 0,35 dan untuk kadar air sisa dimana

terdapat pada daerah yang kering kadar air sebesar 0,001- 0,1 Untuk lebih jelas

mengenanai kadar air dan besarnya kadar air didaerah yang berbeda dapat diolihat

pada tabel dibawah ini.


Tabel 2.16. Kadar Air Tersedia

Tekanan Kadar air


hisap khas
Nama Catatan Syarat-syarat
(J / kg atau
(Vol / vol)
kPa)

Kadar air Sepenuhnya jenuh tanah, setara dengan


θs 0 0,2-0,5
jenuh porositas yang efektif

Kapasitas Kelembaban tanah 2-3 hari setelah


θ fc -33 0,1-0,35
lapang hujan atau irigasi
θ PWP
Titik layu Kelembaban tanah minimum di mana
atau θ -1500 0,01-0,25
permanen layu tanaman
wp
Kadar air
θr -∞ 0,001-0,1 Sisa air pada tegangan tinggi
sisa
Sumber : wikepidia

Untuk menentukan perubahan kadar air ( moiture content) digunakan rumus

dibawah ini :

Δθ = θfc- θwp

Dimana :

Δθ = nilai moiture content (%)

θfc = moiture content paling besar (%)

θwp = moiture content paling kecil (%)

Anda mungkin juga menyukai