Anda di halaman 1dari 54

Persiapan lahan dan penanaman tanaman perkebunan (C3)

PA K E T K E A H L I A N
A G R I B I S N I S TA N A M A N
PERKEBUNAN
KELAS XII/SEMESTER GANJIL

Agribisnis Tanaman Perkebunan


SMK Gula Rajawali Madiun
KelaS XII
A. Persyaratan Perencanaan Irigasi
Istilah pengairan tidak lepas dari pengertian
dasar, yaitu air. Kegiatan pengairan mencakup
pengelolaan tata air pada budi daya tanaman.
Pengairan ini sangat penting, karena berdampak
langsung pada metabolisme tanaman. Apabila
tanaman kekurangan air, maka unsure hara sulit
terserap tanaman. Sedangkan lahan yang terlalu
banyak air, maka aerasi tanah tidak berjalan
dengan lancar, akibatnya akar membusuk dan
pada akhirnya tanaman mati.
Pengertian irigasi adalah kegiatan pemberian
air pada suatu lahan pertanian yang bertujuan
untuk menciptakan kondisi lembab pada
daerah perakaran tanaman untuk memenuhi
kebutuhan air bagi partumbuhan tanaman.
Irigasi selain bertujuan menyediakan air
bagi pertumbuhan tanaman, juga
memberikan manfaat lain, seperti berikut ini.
1. Mempermudah pekerjaan pengolahan
tanah.
2. Menekan pertumbuhan gulma, hama dan
penyakit.
3. Mengatur suhu tanah dan iklim mikro.
4. Memperbaiki kesuburan tanah.
5. Menurunkan kadar garam dalam tanah
Drainase merupakan tindakan untuk
mengalirkan atau membuang kelebihan air
akibat pemberian air yang berlebihan atau
akibat curah hujan yang tinggi. Tujuan utama
dari kegiatan drainase adalah untuk
mempercepat hilangnya air gravitasi dan
mempertahankan agar air yang diperlukan
tanaman selalu berada pada daerah perakaran
selama masa pertumbuhan tanaman. Selain
itu, drainase dilakukan untuk mengurangi
gangguan akibat penyakit yang ditimbulkan
organism yang berasal dari dalam tanah.
Pada dasarnya, sistem drainase dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu, sistem
drainase permukaan tanah dan sistem
drainase bawah permukaan. Sistem drainase
permukaan tanah merupakan kegiatan
membuang kelebihan air yang terdapat pada
permukaan tanah. Sedangkan sistem drainase
sistem bawah permukaan tujuan utamanya
untuk mengatur tinggi kedalaman permukaan
air tanah agar sesuai dengan kebutuhan
perkembangan akar tanaman,
Dalam menentukan persyaratan perencanaan irigasi dan
drainase, perlu mempertimbangkan 8 hal, yaitu sebagai berikut.
1. Jumlah dan kualitas air
Pergerakan air dipermukaan bumi secara umum dapat
dinyatakan sebagai suatu rangkaian kejadian yang biasanya
disebut dengan Siklus hidrologi. Siklus hidrologi merupakan
suatu sistem tertutup, dalam arti bahwa pergerakan air pada
sistem tersebut selalu tetap berada di dalam sistemnya. Siklus
hidrologi terdiri dari enam subsistem, yaitu sebagai berikut :
a. Air di atmosfer
b. Aliran permukaan
c. Aliran bawah permukaan
d. Aliran air tanah
e. Aliran sungai/saluran terbuka
f. Air di lautan dan air genangan
Untuk tujuan operasional maka ruang lingkup
hidrologi, antara lain meliputi pekerjaan berikut ini.
a. Mengumpulkan dan memproses data hidrologi
hasil pengukuran di lapangan sebagai data dasar
hidrologi yang biasanya datanya disusun pada
suatu buku publikasi.
b. Menganalisa proses hidrologi.
c. Meramalkan kejadian hidrologi, seperti banjir dan
kekeringan.
d. Memperkirakan keseimbangan air.
e. Memperkirakan laju sedimentasi.
f. Memecahkan berbagai masalah pengelolaan
sumber air.
2. Tempat survei dan kebutuhan air
Pembuatan suatu sistem irigasi dan drainase terlebih
dahulu harus diketahui kondisi lapangannya. Beberapa
kondisi lapangan yang harus diketahui adalah sebagai
berikut.
a. Kondisi topografi
Kondisi topografi atau secara umum dikenal dengan
derajat kemiringan lahan, derajat kemiringan lahan ini
besar pengaruhnya terhadap pembentukan layout area
kerja ataupun kegiatan pekerjaan konstruksi khususnya
pembuatan saluran drainase lahan. Ada beberapa tingkat
kemiringan lahan, yaitu, datar (0-3%), landai atau
berombak (3-8%), agak miring atau bergelombang (8-
15%), miring (15-30%), agak curam (30- 45%), curam
(45-65%), dan sangat curam (> 65%).
b. Volume air yang akan dibuang
Sistem drainase yang dibuat khususnya bagian
drainase lapangan, sangat ditentukan oleh
kemampuan tanah untuk mendrainase air. Faktor
tanah yang menentukan besarnya kapasitas atau
kemampuan mendrainase air adalah infiltrasi,
pori-pori tanah, tekstur, dan struktur tanah.
Infiltrasi adalah besarnya air yang masuk ke
dalam tanah. Air hujan yang jatuh ke permukaan
tanah sebagian akan masuk ke dalam tanah
melalui proses infiltrasi dan sisanya akan
terbuang sebagai aliran air permukaan (run off).
Infiltrasi tanah tidak akan berjalan lancar apabila
ada lapisan tanah yang kedap air di dalam tanah.
Infiltrasi banyak dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain kadar pori tanah, besarnya
ukuran butiran (tekstur) dan lain-lain. Pada tanah-
tanah yang dijumlai di alam, kecepatan infiltrasi
tanah biasanya 430-860 mm/etmal, di mana 1
mm/etmal = 1/8,5 liter/detik/ha. Sedangkan
prosentase pori tanah yang dijumlai dialam dalam
kondisi alami adalah berkisar antara p = 10-50%.
Sedangkan kemampuan tanah untuk menyerap air
(q) adalah besarnya kecepatan infiltrasi di kali
dengan persentase ruang pori.
3. Identifikasi kondisi lingkungan
Sistem drainase secara umum dapat
dibedakan menjadi dua jenis,
a. Sistem drainase alamiah
b. Sistem drainase buatan
Sistem saluran drainase buatan dapat
dibedakan lagi menjadi yaitu drainase
permukaan dan drainase bawah
permukaan.
4. Persetujuan dan perizinan dari masyarakat
Pembuatan saluran drainase dalam bidang perkebunan,
bukanlah merupakan hal yang mudah dilakukan.
Terutama jika jenis usaha perkebunan yang diusahakan
cukup besar atau luas, karena untuk membuang
kelebihan air dari kegiatan usaha perkebunan akan
memberikan dampak terhadap lingkungan sekitarnya.
Izin tertulis dari pemerintah setempat dan masyarakat
hendaknya sudah ada sebelum pembuatan sistem
drainase dilakukan. Biasanya izin tersebut akan
diberikan oleh pemerintah dan masyarakat setempat
apabila pengusaha bisa menjamin bahwa limbah
perkebunannya tidak akan mengganggu lingkungan atau
si pengusaha memberikan kompensasi dalam bentuk
tertantu kepada masyarakat setempat.
5. Perencanaan sebagai dokumentasi
Pembuatan sistem drainase didahului dengan
kegiatan pengukuran lokasi di mana sistem
drainase tersebut akan dibuat. Pengukuran
dilakukan meliputi pengukuran luas lahan di
mana sistem drainase tersebut dibuat dan
topografi yang akan menentukan arah saluran
drainase. Dari hasil pengukuran di lapangan
selanjutnya dibuat gambar kondisi lahan
beserta topografinya. Berdasarkan gambar
tersebut maka dibuat layout (tata letak) sistem
saluran drainase.
Beberapa prinsip yang harus dipegang dalam
perencanaan sistem drainase, yaitu sebagai berikut :
a. Ukuran sistem saluran drainase semakin ke hilir
semakin besar, khususnya untuk sistem drainase
lapangan, sedangkan untuk sistem drainase
kandang besarnya sama.
b. Sesuai dengan sifat alami air, yaitu air akan
mengalir ke daerah yang lebih rendah. Oleh sebab
itu, di dalam perencanaan sistem drainase yang
akan dibuat sangat diperlukan melakukan survei
atau pemetaan topografi. Dari hasil peta topografi
tersebut, selanjutnya arah aliran sistem drainase
dirancang dengan memperhatikan sifat alami air
tersbut.
6. Dimensi saluran
Dimensi saluran drainase ditentukan
berdasarkan debit maksimum, kemiringan
saluran dan kecepatan aliran. Saluran
drainase biasanya direncanakan dengan
saluran terbuka yang berbentuk trapesium,
persegi panjang maupun setengah lingkaran.
Saluran terbuka adalah saluran, di mana air
mengalir dengan permukaan bebas yang
terbuka terhadap tekanan atmosfer.
7. Bentuk dan penampang saluran
Bentuk penampang saluran drainase ada
berbagai jenis bentuk bujur sangkar, bentuk
segi empat, trapesium, lingkaran, dan
setengah lingkaran.
8. Jenis drainase
Prinsip yang harus dipegang dalam merencanakan pembuatan
saluran drainase yaitu ukuran saluran drainase semakin ke
daerah hilir lebih besar dari bagian hulunya. Selain itu, prinsp
yang harus diterapkan adalah aliran air. Kecepatan aliran air
pada saluran utama tidak boleh melebihi kecepatan 2 m/ detik,
karena akan mengakibatkan kerusakan pada dinding saluran.
Dalam merencanakan dimensi atau ukuran gorong-gorong harus
ditentukan terlebih dahulu debit maksimum yang akan dialirkan
melalui gorong-gorong. Hitungan debit maksimum dapat
menggunakan rumus rasional. Dalam perencanaan dengan
saluran tertutup (gorong-gorong) direncanakan tiap lubang
pengaliran dengan lebar berukuran 1,2-2,0 meter dan tinggi
lubang pengaliran berukuran 1,0-2,0 meter dan diusahakan agar
tinggi banjir tidak melebihi lubang pengaliran.
B. Merencanakan dan Mengoperasikan
Sistem Irigasi
1. Pemetaan untuk perencanaan
sistem distribusi
2. Merancang (desain) sistem
drainase
3. Saluran terbuka
4. Sistem drainase pipa
5. Layout sistem drainase
a. Sistem acak
b. Sistem paralel regular
c. Sistem drainase tulang ikan
d. Sistem saluran terhubung
6. Pembuatan Sistem Drainase
Untuk pembuatan sistem saluran drainase di lapangan
biasanya diawali dengan penempatan patok-patok sebagai
titik bantu untuk penampatan saluran drainase. Patok-patok
ditempatkan sesuai dengan gambar rencana, dan
berdasarkan patok-patok tersebut dibuat saluran drainase.
Untuk pembuatan sistem saluran drainase sangat tergantung
pada jenis pekerjaan yang akan dilakukan, jumlah pekerja,
dan lokasi. Untuk pekerjaan yang membutuhkan waktu
cepat dan volume pekerjaan besar, maka dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai peralatan mesin. Namun
jika kondisi tenaga kerja tersedia cukup banyak, dan jenis
pekerjaannya sederhana, dan waktunya tidak mendesak,
pembuatan saluran drainase dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan sederhana.
7. Pemasangan Titik-titik Jaringan Saluran distribusi
Untuk pemasangan titik saluran drainase harus didahului
dengan kegiatan analisis debit banjir maksimum. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk menentukan ukuran saluran yang akan
dibuat. Setelah kegiatan analisis debit banjir dilakukan dan
dipilih jenis saluran drainase yang akan dibuat, maka
kegiatan selanjutnya adalah melakukan pemetaan lokasi yang
akan dibuat saluran drainasenya. Pemetaan lokasi ini
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang tata letak
saluran drainase dan ketinggian titik-titik tempat saluran
drainase, baik saluran drainase utama (primer) maupun
saluran drainase sekunder atau tersier. Saluran drainase
utama (primer) biasanya lebih besar dari saluran drainase
sekunder maupun tersirer. Tata letak saluran drainase akan
sangat tergantung dari perbedaan tinggi tempat.
8. Penggunaan Pompa dalam sistem distribusi
Dalam suatu kondisi tertentu ada kalanya
diutuhkan pompa untuk mempercepat proses
pembuangan air (drainase), misalnya bila
daerah tersebut terisolasi dan jauh dari saluran
pembuangan misalnya sungai. Penggunaan
pompa sebagai alat bantu melancarkan
drainase harus dipertimbangkan sedemikian
rupa, karena membutuhkan biaya yang tinggi
dan perlu adanya sarana pendukung seperti
halnya pasokan listrik.
9. Penggunaan Konsultan
Untuk menjamin agar pembuatan sistem
saluran drainase dapat berjalan dengan baik
dan berfungsi, diperlukan bimbingan orang
yang ahli dalam bidang perencanaan dan
pembuatan sistem saluran drainase.
C. Merencanakan Drainase, Tampungan,
dan Sistem Perlakuan
Untuk keperluan irigasi, berbagai sumber air alami
dapat digunakan antara lain sungai, danau, air
tanah, dan sebagainya. Kondisi air dipermukaan
tanah selalu mengalami pembaharuan melalui
proses hidrologi. Pada musim hujan kebanyakan
tanaman tidak membutuhkan air, bahkan harus
dibuang melalui proses drainase, namun pada
musim kemarau, air sangat dibutuhkan dan bila
kondisi ekstrem ketiadaan air dapat menyebabkan
tanaman menjadi mati atau gagal panen.
Untuk membangun suatu sarana distribusi air,
maka harus dilakukan terlebih dahulu
evaluasi ketersediaan air agar bangunan
distribusi yang direncanakan dan
membutuhkan biaya yang besar dapat
berfungsi dengan baik. Ketersediaan air
sangat dipengaruhi oleh faktor geologis dan
geografi. Evaluasi ketersediaan air dilakukan
meliputi kuantitas dan kualitas airnya. Dari
aspek kuantitas, jumlah sumber air (debit)
yang akan digunakan harus bisa menjamin
tercukupinya kebutuhan air tanaman.
Dari aspek kualitas (mutu air), maka persyaratan kualitas air
harus menjadi jaminan, bahwa air yang dimanfaatkan itu
tidak memberikan dampak yang membahayakan terhadap
ternak dan manusia yang mengelola peternakan. Masing-
masing peruntukan air memiliki standar mutu yang berbeda
Namun jika air yang digunakan telah memenuhi suatu
standar air baku, maka pemanfaatnya bisa digunakan dan
untuk tujuan pemanfaatan yang spesifik, hanya perlu
dilakukan tambahan perlakukan (treatment khusus) sesuai
dengan spesifikasi kebutuhan penggunaannya. Kualitas air
yang baik adalah air yang memenuhi standar kualitas yang
ditetapkan oleh suatu lembaga atau departemen yang
berkewenangan menetapkan standar, misalnya departemen
kesehatan untuk air minum, departemen pertanian untuk
irigasi, dan lain-lain.
Secara umum kualitas air harus memenuhi beberapa
standar, yaitu sifat fisika, kimia, mikrobiologi, dan
radioaktivitas. Sifat fisik air adalah sifat air yang
berkaitan dengan bahan-bahan terlarut yang tidak
menyebabkan terjadinya perubahan kimia air, tetapi
hanya sifat fisik air, seperti bau, total bahan terlarut
(TDS), kekeruhan, rasa, suhu, dan warna. Sifat kimia
air adalah kandungan bahan-bahan kimia yang
terdapat dalam air, baik bahan kimia anorganik
maupun bahan kimia organik. Sifat mikrobiologi
adalah kandungan kuman yang terdapat dalam air,
biasanya dinyatakan dengan total koloform. Sifat
radioaktivitas adalah kandungan bahan radioaktif
yang terdapat dalam air.
Pada umumnya air irigasi memberikan
pengaruh positif terhadap pertumbuhan
tanaman, karena garam-garam yang terlarut
di dalamnya merupakan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman tersebut. Tetapi
ada kalanya garam-garam tersebut
memberikan pengaruh negatif (meracuni)
tanaman, terutama jika jumlahnya
berlebihan.
Beberapa jenis garam yang berbahaya jika jumlahnya berlebihan:
1. Garam-garam kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), dan
kalium (K) atau garam total dalam jumlah yang berlebihan dapat
mengurangi aktivitas osmosis tanaman, mencegah penyerapan unsur
hara dari dalam tanah.
2. Unsur atau ion boron (B) silikon, flour, belerang, fosfor, besi, seng,
tembaga, nitrit, nitrat, amonium, dan bahan organik biasanya banyak
terdapat dalam jumlah yang snagat sedikit dalam air irigasi, pada
kondisi ini unsur-unsur tersebut sangat berguna bagi pertumbuhan
tanaman. Tetapi sebaliknya dalam jumlah yang berlebihan akan
meracuni tanaman, khususnya unsur boron.
3. Kation-kation Ca2+, Mg2+, Na+, dan K-serta anion-anion Co32-,
HCO3-, SO42-, Cl-dan No3- merupakan ion-ion yang berpengaruh
terhadap osmosis tanaman, tetapi hingga batas tertentu merupakan
unsur hara bagi tanaman. Adakalanya merusak tanah, permeabilitas
dan aerasi. Timbulnya antagonisme (sifat yang berlawanan) antara K
dan Ca dapat mengganggu penyerapan kalium atau kalsium oleh
tanaman.
Tabel klasifikasi kualitas air oleh schofield
air irigasi berpengaruh pada beberapa hal, yaitu sebgai berikut:
1. Nertral (tidak berpengaruh), Hal ini terjadi jika air irigasi hanya berfungsi
untuk membasahi tanah, misalnya terdapat pada tanah-tanah yang menerima
airi irgasi dari air yang berasal dari DAS yang memiliki jenis tanah yang smaa
dengan tanah yang diairi.
2. Menambah (suplementasi), misalnya dijumpai pada tanah yang telah
kehilangan unsur-unsur hara akibat pencucian dan mendapatkan unsur-unsur
hara lain dari air irigasi misalnya K2O, MgO dan CaO, dan lain-lain.
3. Memiskinkan tanah, hal ini terjadi jika dengan pemberian air irigasi akan
mengakibatkan pencucian unsur-unsur hara dari permukaan kompleks
adsorpsi dan larutan tanah.
4. Memperkaya, hal ini terjadi bila kandungan unsur-unsur hara akibat air irigasi
lebih besar jumlahnya dari unsur-unsur yang hilang karena panen, drainase
atau pengaliran.
5. Memperbaiki atau merusak struktur tanah, hal ini sangat ditentukan oleh sifat
fisik lupur dan konsentrasi Na+ di dalam air irigasi.
6. Menaikkan muka air tanah dan penggaraman, hal ini terjadi jika pada
penggunaan air irigasi secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Penambahan air irigasi mengakibatkan naiknya muka air tanah yang dapat
mengganggu daerah zona perakaran.
Fasilitas atau bangunan air yang
berfungsi untuk pengambilan, penyaluran
dan pembagian air disebut jaringan irigasi.
Dalam hal-hal tertentu pada perkebunan,
bangunan ini juga dapat berfungsi sebagai
saluran drainase (pembuangan air). Jaringan
irigas pada umumnya terdiri dari bangunan
dan saluran irigasi. Dilihat dari segi
konstruksi dan pengelolaannya, jaringan
irigasi dapat dibedakan menjadi 2 jenis,
yaitu jaringan irigasi sederhana dan jaringan
irigasi teknis.
Jaringan irigasi sederhana ini terdiri dari
bangunan-bangunan sederhana yang terbuat
dari bahan-bahan lokal. Jaringan irigasi yang
demikian diusahakan sendiri oleh petani dan
disebut sebagai jaringan irigasi desa.
Jaringan teknis merupakan jaringan irigasi
yang dibangun secara permanent dengan
penerapan teknologi maju yang
membutuhkan biaya yang besar.
Bangunan irigasi terbagi menjadi dua yaitu:
A. Bangunan utama
Bangunan utama yaitu bangunan yang terdapat didaerah sumber air yang
berfungsi untuk pengambilan air untuk kepentingan irigasi. Kelompok
bangunan utama adalah
1. bendungan (diversion dams)
2. waduk (storage dams)
3. rumah pompa.
B. Bangunan pengatur (regulatory work)
Bangunan irigasi yang dibangunan sepanjang saluran pengangkut yang
berfungsi untuk mengatur/mengontrol penyaluran air mulai dari saluran induk
sampai ke lokasi di mana irigasi akan dilakukakan. Kelompok bangunan ini
adalah
1. bangunan pembilas
2. bangunan pelimpah
3. bangunan bagi
4. bangunan ukur
5. bangunan persilangan
6. bangunan terjun.
Besarnya bangunan irigasi/drainase yang akan dibuat sangat
ditentukan oleh jumlah air yang dapat dialirkan. Jumlah air yang
akan dialirkan harus dikur terlebih dahulu.
1. Satuan pengukuran air
Teknik atau cara pengukuran air dapat dilakukan dengan
menggunakan dua cara, yaitu pengukuran air dalam keaadaan diam
dan pengukuran air dalam keadaan bergerak. Air dalam keadaan
diam adalah air yang berada dalam reservoir (bendungan), kolam,
tanah, danau, atau di dalam tangki. Untuk air yang berada dalam
keadaan diam, biasanya diukur dengan menggunakan satuan liter
(l), meter kubik (m3), sentimeter hektare (cm-ha), dan meter
hektare (m-ha). Sedangkan satuan yang dipakai untuk pengukuran
air yang dalam keadaan bergerak seperti halnya di sungai, parit,
saluran irigasi, pipa, dan lain sebagainya dinyatakan dengan satuan
unit aliran, misalnya liter per detik (l/ detik), liter per jam (l/jam),
meter kubik (m3/det), sentimeter-hektare per jam (cm-ha/jam),
meter hektare per hari (m-ha/hari).
2. Metode pengukuran air
Pengukuran air, baik debit atau volume
dan tekanan air menggunakan berbagai
metode. Beberapa alat yang biasa digunakan
untuk pengukuran air irigasi di lapangan,
yang dapat dikelompokkan dalam beberapa
kelompok, yaitu pengukuran volumetric,
metode kecepatan area dan pengukuran
dengan bangunan air.
a. Pengukuran volumetrik
Pengukuran air irigasi dengan metode
volumetrik merupakan metode yang
sederhana, di mana air pada suatu saluran
irigasi dialirkan ke dalam wadah yang telah
diketahui volumenya untuk suatu periode
pengukuran. Waktu yang dibutuhkan untuk
mengisi stop watch. Besarnya aliran (debit)
diukur dengan menggunakan rumus berikut.
wadah dicatat dengan menggunakan
b. Metode kecepatan-area
Laju aliran yang melewati suatu titik dalam pipa atau
saluran terbuka ditentukan dengan mengalikan luas
area dari penampang airan dengan rata-rata
kecepatan air. Rumus untuk pengukurannya adalah
luas penampang dikalikan kecepatan air.

Di mana
Q: besarnya debit (m3/detik)
A: luas penampang saluran atau pipa (m2)
V: kecepatan aliran (m/detik)
c. Pengukuran dengan bangunan air
Dalam praktek irigasi di lapangan, alat-alat
yang paling sering dipakai untuk pengukuran
air adalah bendung, parshal flume, oripies,
dan metergate. Dengan menggunakan alat-
alat ini, aliran air diukur secara langsung
dengan melakukan pembacaan pada skala
yang terdapat pada alat atau dengan
perhitungan laju debit dari rumus standar.
Laju debit aliran juga dapat diperoleh dari
tabel standar atau kurva kalibrasi yang
disiapkan khusus untuk alat tersebut.
Sekat ukur dipakai untuk mengukur aliran pada suatu
saluran irigasi atau debit dari suatu sumur atau
pengeluaran kanal pada suatu sumber. Sekat ukur adalah
suatu potongan menyudut (takik) dari bentuk regular
saluran di mana aliran pada saluran irigasi dilewatkan
agar mengalir. Dalam bentuk yang paling sederhana suatu
sekat ukur terdiri dari dinding sekat yang terbuat dari
beton, kayu atau logam dengan lembar sekat ukur logam
yang dipasang. Sekat ukur dapat juga dibangun sebagai
bangunan stasioner atau dapat juga bersifat portabel yang
dapat dibawa-bawa. Potongan (takik) dapat berbentuk
persegi, trapesium atau segi tiga. sekat ukur yang paling
sering dipakai berbentuk persegi dan 90o-V. Rumus dasar
perhitungan debit yang melalui sekat ukur adalah sebagai
berikut.
Di mana
Q: debit
C: koefisien (tergantung pada sifat mulut
sekat dan kondisi pendekatan)
L : panjang dasar saluran
H: head (tinggi aliran) pada dasar saluran
m: pangkat nilai ini tergantung pada mulut
saluran pada sekat ukur.
D. Menetapkan Pemompaan dan Sistem
Tenaga
Ada beberapa prinsip yang harus diketahui
dalam pemasangan pompa, yaitu sebagai
berikut.
1. Pada pipa hisap (intake) tidak boleh
terjadi kebocoran. Jika terjadi kebocoran
makan udara akan masuk, dan hal ini
akan menyebabkan pompa tidak akan
berfungsi, meskipun motor
penggeraknya telah dihidupkan.
2. Diameter pipa pengeluaran, maksimal sama
dengan pipa pemasukan (intake). Jika pipa
pengeluaaran lebih besar dari pipa pemasukan,
hal ini akan menyebabkan daya kerja pompa
menurun, karena ukuran pipa pengeluaran
yang lebih besar akan menyebabkan kecepatan
aliran berkurang, sehingga kerja pompa
menjadi lebih berat. Ini disebabkan kecepatan
yang lambat akan menambah beban pompa
untuk mendorong. Sebaliknya jika ukuran pipa
pengeluaran lebih kecil, maka kecepatan aliran
pada pipa pengeluaran menjadi lebih cepat.
Hal ini akan mengurangi beban pompa.
3. Daya isap pompa biasanya sangat terbatas,
untuk pompa plunyer daya isapnya 7 meter,
dan untuk pompa sentrifugal 5 meter. Untuk
itu harus diperhatikan benar untuk
menempatkan pompa agar sedekat mungkin
dengan sumber air. Bahkan untuk beberapa
jenis pompa sentrifugal pompa langsung
dimasukkan ke dalam sumber air
(dicelupkan). Pompa demikian disebut
pompa submersible.
4. Daya tekan pompa biasanya lebih tinggi
dari daya isap. Untuk pemasangan/ pemilihan
pompa harus terlebih dahulu diteliti
spesifikasi pompa, terutama head isap (daya
isap) dan head tekan (daya tekan) dan total
head (kemampuan total pompa untuk
mengisap dan menekan.
5. Ujung pipa isap jangan sampai menyentuk
dasar sumber air. Hal ini untuk menghindari
agar lumpur pada dasar pompa tidak terisap
yang dapat menyebabkan penyumbatan pada
sistem jaringan pipa. Biasanya beri jarak 25
cm anatra ujung pipa pengisap dengan dasar
sumber air. Untuk menjamin agar pompa
tidak tersumbat oleh lumpur, maka harus
dilakukan pembuangan lumpur pada dasar
sumber air secara berkala jika
memungkinkan.
6. Pipa isap sebaiknya dilengkapi dengan
saringan (screen) dan katup. Fungsi katup
adalah untuk menghindari agar kotoran berupa
sampah tidak terisap masuk ke dalam sistem
pipa dan jaringan. Jika ini terjadi akan
menyebabkan penyumbatan pada pompa dan
sistem pipa. Sedangkan katup diperlukan agar
air yang telah masuk ke dalam sistem pipa dan
jaringan tidak keluar lagi ke sumber air bila
pompa dimatikan. Jika ini terjadi akan
dibutuhkan waktu untuk memancing (priming)
agar air masuk ke dalam pipa isap dan pompa
sebelum dikeluarkan.
7. Putaran impeler disesuaikan dengan motor
penggeraknya. Dalam memilih motor
penggerak, hendaklah terlebih dahulu diteliti
putaran impeler (RPM) pada pompa,
terutama jika membeli pompa yang dirakit
sendiri. Tetapi jika membeli pompa yang
sudah dirakit beserta motor penggeraknya,
masalah ini tidak perlu dikhawatirkan.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan daya kerja pompa
berkurang, yaitu sebagai berikut:
1. Terlalu banyak bengkokan pada sistem jaringan pipa.
Penggunaan bengkokan (knee, elbow, tee, dan
sebagainya) terkadang tidak bisa dihindarkan, karena
pemasangan jaringan pipa menghendaki demikian. Untuk
menghindari agar bengkokan tidak terlalu banyak
mengurangi kapasitas kerja pompa, maka untuk
bengkokan jika bisa jangan menggunakan bengkokan
90o, tetapi pilihlah bengkokan yang 45o atau 22,5o.
Tetapi jika yang demikian tidak memungkinkan karena
dipasaran jarang yang menjual bengkokan 45o atau
22,5o, kecuali dipesan khusus, maka pilihlah sambungan
90o yang memiliki bagian dalam yang permukaan halus,
misalnya yang terbuat dari PVC (paralon).
2. Terlalu banyak asesories pada pipa saluran misalnya
stop kran, tee, dan perubah diameter (reducer).
Penggunaan asesories yang demikian sebaiknya
dihindari.
3. Permukaan pipa bagian dalam kasar, dan berkarat.
Permukaan bagian dalam pipa yang kasar akan
menyebabkan head gesekan semakin besar, sehingga
kemampuan kerja pompa akan menurun. Oleh sebab itu,
sebaiknya gunakanlah pipa yang memiliki permukaan
dalam halus seperti halnya pipa paralon (PVC). Selain
itu, sumber air yang digunakan harus dicek terlebih
dahulu kadar lumpurnya. Penggunaan air yang kadar
lumpurnya tinggi, akan dapat menyebabkan pengecilan
bagian pipa bagian dalam, terutama jika kadar besi (Fe)
dan kalsium (Ca) pada air tinggi.
4. Penggunaan pipa yang kecil dalam jaringan
distribusi akan menyebabkan gaya gesekan antara
pipa dan air semakin banyak. Secara total gaya
gesekan ini akan semakin besar jika penggunaan
pipa kecil terlalu banyak, dan akan menyebabkan
pengurangan daya kerja pompa karena adanya
gesekan tersebut.
5. Pemasangan pipa jaringan terutama dari pompa
ke penampungan air sedapat mungkin dihindari
mengikuti kontur lahan, tapi sebaiknya memotong
kontur. Hal ini untuk menghindari penggunaan
pipa yang terlalu panjang. Carilah jarak terdekat
antara pompa dan penampungan air.
Setelah pemasangan pipa direncanakan
dengan baik, dengan melakukan berbagai
kegiatan sebelumnya, berikutnya adalah
melakukan perhitungan untuk membuat
jaringan dan perlengkapan jaringan irigasi.
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai